ProdukHukum BankIndonesia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
3. Perkembangan dan Kebijakan
Moneter Triwulan I-2007
Selama triwulan I-2007, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik
membaik.
Perkembangan yang membaik tersebut tercermin dari laju inflasi yang menurun,
nilai tukar rupiah yang menguat disertai volatilitas yang rendah, serta kondisi
likuiditas yang mencukupi untuk memenuhi aktivitas ekonomi. Dengan adanya
perbaikan kondisi moneter tersebut, serta dengan mempertimbangkan prospek
pencapaian sasaran inflasi masing-masing sebesar 6±1% dan 5±1% untuk tahun
2007 dan 2008, Bank Indonesia kembali melakukan penurunan BI Rate. Dalam
kurun waktu Januari-Maret 2007, penurunan BI Rate dilakukan sebanyak tiga kali
dengan total penurunan sebesar 75 bps (basis poin) hingga level BI Rate mencapai
9,00% pada akhir Maret 2007.
Dengan penurunan BI Rate, terlihat bahwa stabilitas makroekonomi pada triwulan
I-2007 masih terkendali. Gairah kegiatan usaha di sektor riil juga terus menunjukkan
kecenderungan meningkat. Berbagai langkah kebijakan pemerintah dan Bank
Indonesia yang ditempuh selama ini diharapkan akan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Bank Indonesia akan senantiasa
mencermati perkembangan makroekonomi secara seksama dengan tujuan akhir
untuk mencapai target kestabilan harga. Kebijakan Bank Indonesia akan terus
diarahkan untuk menciptakan stabilitas makroekonomi guna mendukung
kesinambungan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan Inflation Targeting
Framework (ITF) secara konsisten.
INFLASI
Pada akhir triwulan I-2007 laju inflasi IHK mencapai 1,91% (qtq), menurun bila
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,44% (qtq). Secara tahunan, laju inflasi
pada akhir triwulan laporan mencapai 6,52% (y-o-y), juga menurun dari inflasi
akhir 2006 yang tercatat sebesar 6,60% (y-o-y) (Grafik 3.1).
Faktor-faktor yang mendorong penurunan tersebut adalah
%, yoy
%, yoy
25
20
50
IHK
Inti (trimmed)
Inti (exclusion)
Volatile Foods
Administered Prices (skala kanan)
15
10
Indonesia sebelumnya, minimalnya tekanan inflasi kelompok
40
harga yang dikendalikan pemerintah (administered prices), dan
35
30
melimpahnya pasokan komoditas bahan makanan khususnya
25
sayur mayur sehingga mengurangi tekanan inflasi akibat
20
15
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2005
2006
2007
efektifnya arah kebijakan moneter yang ditetapkan Bank
45
kenaikan harga beras. Secara fundamental, tekanan inflasi tetap
10
terjaga sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah dan
5
permintaan yang masih belum kuat. Dilihat dari sumbangannya,
0
kelompok bahan makanan memberikan kontribusi terbesar pada
Grafik 3.1
inflasi triwulan I-2007. Inflasi kelompok bahan makanan
Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
mencapai 3,71% (qtq), sehingga memberikan sumbangan
sebesar 0,93% terhadap total inflasi IHK (Grafik 3.2).
12
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
Inflasi dari kelompok harga yang dikendalikan pemerintah
Transportasi, Komunikasi, dan 0,04
0,22
Jasa Keuangan
Pendidikan, Rekreasi, dan 0,02
Olah Raga
Kesehatan
(administered prices) pada triwulan I-2007 tercatat minimal.
sumbangan (qtq)
inflasi (qtq)
Inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan tarif
0,36
PAM di beberapa daerah seperti Banjarmasin, Jakarta,
0,05
1,39
Sandang 0,04
Perumahan, Listrik, Air, Gas,
dan Bahan Bakar
Palembang; kemudian kenaikan harga rokok sebagai antisipasi
0,72
kenaikan HJE di bulan Maret 2007 sebesar 7%; dan kenaikan
0,47
1,81
Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
harga BBM non-subsidi karena mengikuti perkembangan harga
0,32
1,89
0,93
Bahan Makanan
0,00
0,50
1,00
minyak dunia di pasar internasional. Dengan perkembangan
3,71
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
%
demikian, inflasi administered prices pada triwulan laporan
Grafik 3.2
mencapai 1,03% (qtq), meningkat dibandingkan inflasi triwulan
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok
lalu yang mencapai 0,57% (qtq). Sementara itu, secara tahunan
Triwulan I-2007 (q-t-q)
inflasi administered prices mencapai 2,40% (y-o-y), meningkat
dibanding akhir triwulan sebelumnya sebesar 1,84% (y-o-y).
Pada triwulan I-2007 inflasi volatile foods tercatat sebesar 4,27% (qtq), lebih rendah
dibandingkan 7,00% (qtq) pada triwulan sebelumnya
sebelumnya. Walaupun demikian, inflasi
volatile foods tersebut tercatat cukup tinggi. Kondisi demikian disebabkan
perkembangan harga beras yang pada bulan Januari dan Februari 2007 mengalami
peningkatan. Meningkatnya harga beras disebabkan oleh adanya keterbatasan
pasokan. Keterbatasan pasokan tersebut terjadi karena musim kemarau panjang
sehingga masa tanam dan masa panen musim rendengan 2007 mundur. Namun,
peningkatan harga beras diimbangi oleh penurunan harga komoditas sayur mayur
karena pasokan yang melimpah. Secara tahunan, laju inflasi volatile foods pada
triwulan laporan mencapai 13,73% (y-o-y), turun dari triwulan sebelumnya sebesar
15,27% (y-o-y).
Secara tahunan, inflasi inti selama triwulan I-2007 tercatat sebesar 5,87% (y-o-y),
turun dari triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (y-o-y). Demikian juga secara
triwulanan, inflasi inti mengalami penurunan menjadi 1,48% (qtq) pada triwulan I2007 dari 1,68% (qtq) pada triwulan IV-2006. Berbagai faktor yang mempengaruhi
turunnya inflasi inti antara lain efektifnya arah kebijakan moneter yang ditetapkan
Bank Indonesia sebelumnya, menguatnya nilai tukar rupiah, serta
masih belum kuatnya permintaan agregat. Arah kebijakan
Indeks
moneter Bank Indonesia telah mendorong terjaganya ekspektasi
160
inflasi dengan kecenderungan membaik. Hal ini ditunjukkan oleh
150
tren ekspektasi inflasi yang menurun dari hasil ekspektasi harga
konsumen (Grafik 3.3). Sementara itu, tekanan inflasi yang
140
berasal dari sisi eksternal relatif minimal seiring dengan tren
130
penguatan nilai tukar rupiah. Hal ini juga didukung oleh inflasi
negara mitra dagang yang cenderung melambat, karena
120
110
penurunan harga komoditas internasional. Faktor lain yang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2003
2004
2005
2006
2007
mempengaruhi inflasi inti, yaitu kesenjangan output, selama
Grafik 3.3
triwulan I-2007 terindikasi masih minimal. Masih minimalnya
Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan
kesenjangan output tersebut sejalan dengan permintaan
domestik yang masih belum kuat.
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
NILAI TUKAR RUPIAH
%, yoy
Selama triwulan I-2007 nilai tukar rupiah mengalami penguatan
150
Total
Peralatan Rumah Tangga
Makanan dan Tembakau
Kontruksi
125
100
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada akhir Maret 2007, nilai
tukar rupiah secara rata-rata mencapai Rp 9.101 per USD, atau
75
50
terapresiasi 0,34% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 9.132
25
per USD (Grafik 3.5). Penguatan tersebut ditopang oleh
0
membaiknya faktor fundamental seperti peningkatan surplus
-25
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), imbal hasil rupiah yang tetap
-50
menarik, serta faktor risiko yang terjaga. Penguatan nilai tukar
-75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2
2004
2005
2006
2007
rupiah selama triwulan laporan juga disertai dengan pergerakan
yang relatif stabil, tercermin dari volatilitas yang berada pada
Grafik 3.4
level rendah sebesar 0,57% (Grafik 3.6).
Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran
Stabilitas rupiah didukung oleh kondisi fundamental ekonomi
yang membaik pada triwulan-I 2007
2007. Dari sisi fundamental,
kinerja NPI selama triwulan I-2007 diprakirakan akan lebih baik
Rp/USD
10.500
dari prakiraan awal tahun. Surplus NPI mengalami peningkatan
Rata-rata Bulanan
Rata-rata Triwulanan
hingga mencapai USD4,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan
10.000
prakiraan awal tahun sebesar USD3,3 miliar. Perbaikan tersebut
9.500
9.124
terutama ditopang oleh lebih tingginya surplus transaksi berjalan
9.132
9.102
9.169
9.113
9.082
9.070
9.174
9.138
9.150
9.094
9.370
9.131
9.024
9.163
8.939
9.479
dibandingkan prakiraan semula. Dengan realisasi NPI yang lebih
9.256
10.042
8.500
9.852
10.218
9.115
10.085
10.003
9.810
9.000
9.299
8.000
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2005
2006
2007
baik dari prakiraan tersebut, cadangan devisa sampai akhir Maret
2007 mengalami peningkatan hingga mencapai USD 47,2 miliar.
Meningkatnya cadangan devisa memberikan dukungan secara
fundamental terhadap nilai tukar rupiah.
Grafik 3.5
Dari sisi risiko, pada triwulan I-2007 faktor risiko dalam negeri
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
membaik. Perbaikan tersebut tercermin pada peningkatan rating
Indonesia, penurunan premi swap (Grafik 3.7) dan stabilnya yield
spread. Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings
Kurs, Rp/USD
(Januari 2007) serta Moodys (Februari 2007) meningkatkan debt
Volatilitas, %
12,0
11.000
Kurs Harian
Volatilitas
Rata-rata Volatilitas
Triwulanan
10,0
8,0
10.000
rating outlook Indonesia (long-term foreign currency debt) dari
« stable « menjadi « positive «. Hal ini menunjukkan semakin
kondusifnya investasi di Indonesia. Sementara itu, indikator premi
swap selama triwulan I-2007 menunjukkan penurunan, yang
6,0
9.225
9.070
9.000
0,85
9.124
valas pemerintah dengan US T-note relatif masih terjaga.
2,0
Perbaikan indikator risiko mampu menopang stabilitas rupiah
0,50
0,57
-
8.000
mengindikasikan membaiknya risiko. Yield spread antara obligasi
4,0
sehingga masih tetap menarik aliran modal asing.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2005
2006
2007
Perkembangan eksternal selama triwulan I-2007 memberikan
Grafik 3.6
tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Beberapa hal seperti
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
kebijakan kontrol aliran modal masuk oleh Thailand dan
Venezuela, serta adanya kekhawatiran perlambatan ekonomi AS
memberikan sentimen negatif terhadap perkembangan rupiah.
14
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
Langkah The Fed mempertahankan suku bunga pada level 5,25%
16,0%
tidak cukup untuk mengatasi sentimen negatif tersebut. Hal ini
14,0%
selanjutnya menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar dan pasar
12,0%
saham global. Namun demikian, kinerja faktor fundamental
10,0%
dalam negeri √ terutama surplus NPI √ dapat meminimalisir
8,0%
tekanan dari faktor eksternal tersebut, sehingga secara
6,0%
keseluruhan nilai tukar rupiah tetap menguat.
4,0%
Premi 1 M
Premi 6 M
2,0%
Premi 3 M
Premi 12 M
Selama triwulan I-2007, aliran masuk dana asing menambah
0,0%
Jan Jan FebMar Apr Mei Mei Jun Jul Ags Sep Okt OktNov Des Jan FebMarMar Apr Mei Jun Jul Jul Ags Sep OktNov Des Des Jan FebMar
2005
2006
2007
Sumber : Reuters (diolah)
pasokan valas di pasar valas perbankan domestik. Pada Januari
2007 terjadi aliran masuk dana investasi asing yang cukup besar,
Grafik 3.7
sehingga pasar valas mengalami kelebihan pasokan (Grafik 3.8).
Premi Swap Berbagai Tenor
Pada Februari 2007 tekanan eksternal mengakibatkan terjadinya
aliran keluar dana asing, namun pada saat yang sama pelaku
domestik mencatat net pasokan valas. Mendekati akhir triwulan,
aliran dana keluar masih berlanjut namun disertai dengan ekses
permintaan valas domestik, sehingga kondisi pasar valas
Juta USD
mengalami ekses permintaan. Secara kumulatif, permintaan valas
1.500
Excess Supply
1.000
dalam negeri didominasi oleh permintaan valas korporasi.
500
Permintaan korporasi tersebut terutama berasal dari sektor
-
-279
-187
(500)
-466
(1.000)
makanan & minuman, sektor otomotif dan sektor
telekomunikasi.
(1.500)
(2.000)
(2.500)
Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN
Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN
Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN
Excess Demand
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2005
2006
2007
KEBIJAKAN MONETER
Strategi Kebijakan
Bank Indonesia pada triwulan I-2007 secara konsisten melakukan
Grafik 3.8
penurunan BI Rate. Setelah melakukan asesmen perekonomian
Permintaan dan Penawaran Valas
secara keseluruhan, mempertimbangkan prospek pencapaian
Berdasarkan Transaksi Spot
sasaran inflasi masing-masing sebesar 6±1% dan 5±1% untuk
tahun 2007 dan 2008, dan juga mempertimbangkan sejumlah
faktor risiko ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank
Indonesia terus melanjutkan penurunan BI Rate. Selama triwulan I-2007, RDG pada
tanggal 4 Januari 2007, 6 Februari 2007, dan 6 Maret 2007 menetapkan penurunan
level BI Rate masing-masing 25 bps hingga level BI Rate menjadi 9,00%. Dengan
perkembangan tersebut, hingga akhir triwulan I-2007 BI Rate mengalami penurunan
sebesar 75 bps dari levelnya di awal tahun 2007. Langkah ini didukung dari sisi
operasional di mana beberapa ketentuan terus dilaksanakan, antara lain Fixed Rate
Tender dalam pelaksanaan lelang SBI 1 bulan, penjarangan SBI 3 bulan, serta diskresi
(penutupan) penyediaan window FASBI 7 hari. Secara keseluruhan, pelaksanaan
kebijakan moneter selama triwulan I-2007 direspon positif pelaku pasar dan
disambut baik oleh dunia usaha. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan
harga saham hingga mencetak rekor tertinggi baru serta kecenderungan penurunan
yield obligasi.
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk
menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan
instrumen suku bunga, serta penyempurnaan berbagai instrumen moneter yang
diperlukan. Selain itu Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan
cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi
pembalikan modal secara mendadak. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus
memantau beberapa peraturan terkait nilai tukar terutama untuk mengendalikan
tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek
(khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak didasarkan
pada kegiatan ekonomi (non-underlying transactions). Peraturan tersebut antara
lain seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi
Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal
14 Juni 2005.
Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terus dilakukan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi. Bank Indonesia terus berupaya untuk bersinergi bersama
pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi
yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengingat
bahwa kebijakan moneter dan perbankan yang akomodatif oleh Bank Indonesia
bukanlah «panacea» bagi seluruh persoalan ekonomi yang dihadapi saat ini. Langkahlangkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain upaya untuk
mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama
untuk pemerintah daerah, serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim
investasi dan infrastruktur.
Suku Bunga
Sejalan dengan penurunan BI Rate, seluruh suku bunga instrumen moneter juga
mengalami penurunan. Suku bunga FASBI O/N menjadi berada pada level 4,00%,
dan suku bunga SBI Repo menjadi 12,00%. Secara operasional, dengan karakteristik
sistem lelang Fixed Rate Tender, penurunan BI Rate langsung tercermin pada lelang
SBI 1 bulan. Dalam pelaksanaan kebijakan operasional tersebut, operasi moneter
tetap diarahkan untuk menyelaraskan arah umum kebijakan moneter yang
% (y-o-y)
Tabel 3.1
dengan perkembangan aktual
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
kondisi pasar uang antar
Triwulan II-2006
Triwulan III-2006
Triwulan IV-2006
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
BI Rate
12,75
12,50
12,50
12,25
11,75
11,25
10,75
10,25
9,75
9,50
9,25
9,00
Penjaminan Dep, 1 bulan
12,50
13,00
12,50
12,00
11,75
11,25
10,75
10,25
9,75
9,50
9,25
9,25
Dep, 1 bulan (Weight Avg)
11,5
11,5
11,3
11,1
10,8
10,5
10,0
9,5
9,0
8,6
8,4
Dep, 1 bulan (Counter Rate)
10,5
10,3
10,4
10,2
10,0
9,8
9,3
9,0
8,6
8,4
8,1
7,9
Base Lending Rate
16,0
16,0
15,8
15,8
15,7
15,5
15,1
15,1
15,0
14,6
14,2
14,1
Kredit Modal Kerja (KMK)
16,3
16,3
16,2
16,1
16,1
15,8
15,6
15,4
15,1
14,9
14,9
Kredit Investasi (KI)
15,9
15,9
15,9
15,9
15,9
15,7
15,5
15,4
15,1
14,9
14,9
Kredit Konsumsi (KK)
17,7
17,8
17,8
17,9
17,8
17,9
17,9
17,8
17,6
17,6
17,6
Suku Bunga
disampaikan melalui BI Rate
Triwulan I-2007
bank, baik dari sisi level
maupun suku bunga yang
terjadi.
Penurunan BI Rate diikuti oleh
penurunan suku bunga
penjaminan dan suku bunga
simpanan. Dalam triwulan I2007 suku bunga penjaminan
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
deposito rupiah 1 bulan menurun sebesar 50 bps menjadi 9,25% dari 9,75% di
akhir 2006 (Tabel 3.1). Penurunan ini selanjutnya diikuti oleh turunnya suku bunga
deposito 1 bulan counter rate menjadi 7,9% pada akhir triwulan I-2007 dari 8,6%
di akhir 2006. Secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito
rupiah 1 bulan pada Februari 2007 tercatat sebesar 8,4%, juga menurun dibanding
akhir 2006 sebesar 9,0%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan kelanjutan
dari kecenderungan suku bunga deposito yang telah menurun sejak bulan Februari
2006.
Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending rate juga mengalami
penurunan meskipun masih terbatas dan tidak secepat penurunan suku bunga
deposito. Pada akhir triwulan I-2007, base lending rate tercatat sebesar 14,1%,
menurun dibanding akhir 2006 sebesar 15,0% (Tabel 3.1). Hal tersebut diikuti oleh
seluruh suku bunga kredit yang sampai dengan akhir Februari 2007 mengalami
penurunan, kecuali suku bunga Kredit Konsumsi (KK). Suku bunga Kredit Modal
Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) menurun menjadi 14,9%
dari akhir 2006 yang tercatat sebesar 15,1%. Sementara itu,
suku bunga KK berada pada level 17,6%, tidak mengalami
%
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
perubahan dari akhir 2006.
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Dari sisi penghimpunan dana, posisi Dana Pihak Ketiga (DPK)
masih meningkat meskipun suku bunga deposito dan suku bunga
BI Rate*
Kredit Modal Kerja
Pnjaminan Dep
Kredit Investasi
penjaminan mengalami penurunan. Pada akhir Februari 2007
Deposito 1 bulan
Kredit Konsumsi
penghimpunan DPK tumbuh sebesar 14,6% (y-o-y). Peningkatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2004
2005
2005
2006
2007
DPK ini mencerminkan kepercayaan masyarakat yang tinggi
terhadap perbankan nasional di tengah kecenderungan
Grafik 3.9
penurunan suku bunga. Dari sisi penyaluran kredit, kredit
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
perbankan juga mengalami peningkatan di mana pada Februari
2007 kredit meningkat sebesar Rp 8,9 triliun sehingga jumlah
keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 826,3 triliun.
Peningkatan penyaluran kredit mencerminkan kinerja perbankan
%, yoy
50
40
Total DPK
Tabungan
Giro
Deposito
yang melaksanakan fungsi intermediasi, yang diharapkan dapat
menjadi sumber pembiayaan bagi perekonomian dan sektor riil.
30
20
Uang beredar pada akhir Februari 2007 terus meningkat dan
10
tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Secara nominal,
-
laju pertumbuhan tahunan M1 mencapai 25,0%, meningkat dari
pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 22,5%. Sementara itu,
(10)
(20)
M2 menunjukkan laju pertumbuhan yang stabil sebesar 14,5%.
Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar AprMei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMar AprMei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
2004
2005
2006
2007
Dengan pertumbuhan tersebut, secara riil pertumbuhan M1 dan
Grafik 3.10
M2 tercatat lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan riil selama
Perkembangan Dana
tiga tahun terakhir. Dari sisi level, uang beredar menunjukkan
peningkatan. Pada akhir Februari 2007, posisi M1 tercatat sebesar
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
Rp 347 triliun, meningkat Rp 1,7 triliun dari bulan sebelumnya.
%, yoy
Sementara itu, posisi M2 mencapai Rp 1.366,8 triliun, meningkat
30
27
24
21
18
15
12
M1 Riil
Currency Riil
M2 Riil
Rp 2,9 triliun dari akhir Januari 2007. Kenaikan M2 tersebut
berasal dari kenaikan uang giral dan uang kuasi rupiah. Dari sisi
faktor-faktor yang mempengaruhinya, kenaikan M2 terutama
9
6
3
0
didominasi oleh kenaikan kredit dalam rupiah kepada bisnis dan
rumah tangga. Berlanjutnya akselerasi penyaluran kredit tersebut
sejalan dengan stabilnya perkembangan nilai tukar.
(3)
(6)
(9)
(12)
1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 12
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006 2007
Pasar Keuangan
Grafik 3.11
Selama triwulan I-2007, perkembangan Indeks Harga Saham
Likuiditas Perekonomian
Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunjukkan
perkembangan yang berfluktuasi, yang kemudian ditutup pada
level indeks yang meningkat dibandingkan akhir triwulan
M2/M0
7,00
6,50
C/DPK
13,5
%
tertinggi sepanjang sejarah bursa, yaitu pada level 1.806 yang
12,5
terjadi pada tanggal 2 Januari 2007. Dalam perkembangan
12,0
selanjutnya, berbagai gejolak yang terjadi di bursa regional dan
6,00
5,50
5,00
4,50
11,5
4,00
11,0
3,50
3,00
2,50
2,00
C/DPK
1,50
MM2 (M2/M0)
1,00
7
9
11
1
3
5
7
2005
9
11
1
3
5
7
9
2006
11
sebelumnya. Kinerja IHSG diawali dengan pencapaian level
13,0
global turut memberikan tekanan terhadap kinerja IHSG. Gejolak
10,5
tersebut antara lain penerapan capital control di Thailand,
10,0
pemeriksaan khusus terhadap aktivitas ilegal di pasar saham
9,5
China, serta naiknya kredit macet industri perumahan di AS.
9,0
Namun demikian, penurunan BI Rate selama triwulan I-2007
1 2
sebesar 75 bps mampu meredam sentimen negatif terhadap
Grafik 3.12
IHSG. Selain itu, aksi buru saham-saham unggulan oleh para
Perkembangan Angka Pengganda Uang
investor √ atas publikasi laporan keuangan 2006 dari sebagian
besar perusahaan √ turut mendorong kinerja IHSG. Secara
keseluruhan, pada akhir triwulan I-2007 IHSG ditutup pada level
1.831, meningkat sebesar 1,41% dibanding akhir 2006.
Dari sisi pemodal, selama triwulan laporan investor asing masih
Rp Miliar
IHSG
membukukan net beli (Grafik 3.13). Masih tingginya likuiditas
600,00
Net
Beli
400,00
di pasar global serta masih menariknya imbal hasil di pasar modal
IHSG
1800
200,00
negara-negara berkembang √ termasuk Indonesia √ merupakan
faktor utama yang menarik investor asing. Minat investor asing
ke pasar modal Indonesia menjadi semakin besar seiring dengan
0,00
1700
-200,00
Net Jual
2007 net beli asing tercatat sebesar Rp 3,2 triliun. Namun
-400,00
demikian, sentimen negatif regional menyebabkan net beli asing
Data per 30 Mar 07
-600,00
1600
1
Des
11
Des
21
Des
stabilnya nilai tukar rupiah. Secara keseluruhan, pada triwulan I-
31
Des
10
Jan
20
Jan
30
Jan
9
Feb
19
Feb
1
Mar
11
Mar
21
Mar
Grafik 3.13
IHSG dan Net Beli Asing pada Triwulan IV-2006
tersebut mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp 5,68 triliun.
Penurunan BI Rate direspon dengan penurunan yield SUN.
Penurunan BI rate direspon cukup positif oleh para investor di
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
pasar SUN. Hal tersebut ditunjukkan dengan kembali maraknya
Rp triliun
Frek
140,0
Vol
6.000
aktivitas perdagangan SUN. Motivasi investor antara lain adanya
5.000
penyesuaian portfolio ke arah instrumen yang memberikan imbal
Frek
120,0
100,0
4.000
hasil relatif besar dibanding suku bunga deposito yang menurun.
Namun demikian, respon penurunan yield SUN tertahan seiring
80,0
3.000
meningkatnya sentimen negatif regional pada pertengahan
2.000
triwulan I-2007. Memasuki Maret 2007, ekspektasi investor
1.000
terhadap resiko jangka panjang menurun dengan adanya
60,0
40,0
20,0
Data per 30 Maret 07
0,0
Jan
Mar Mei Jul
2005
Sep Nov
Jan
Mar
Mei
Jul Sep
2006
Grafik 3.14
Aktivitas Perdagangan SUN
Nov Jan
0
Mar
peningkatan prospek surat utang pemerintah Indonesia oleh
Moody»s Investor Service. Secara keseluruhan, total kumulatif
volume dan frekwensi perdagangan SUN meningkat dari Rp
255,6 triliun dan 11.117 kali pada triwulan IV-2006 menjadi Rp
299.9 triliun dan 12.599 kali di triwulan I-2007 (Grafik 3.14).
Hal tersebut diikuti kenaikan secara rata-rata harian volume dan
frekwensi perdagangan, dari Rp 4,2 triliun dan 108,3 kali, menjadi Rp 4,9 triliun
dan 206,1 kali per hari. Dari sisi investor, selama triwulan I-2007 investor asing di
pasar SUN membukukan net beli sebesar Rp 6,7 triliun, naik signifikan dari triwulan
IV-2006 yang hanya mengalami net beli sebesar Rp 0,2 triliun.
Pelaksanaan lelang SUN diwarnai dengan maraknya tawaran yang masuk dan lebih
besarnya jumlah yang dimenangkan dari target. Dalam upaya memenuhi kebutuhan
pembiayaan APBN, pembentukan benchmark obligasi luar negeri serta mengatur
maturity profile, pemerintah kembali menerbitkan seri SUN/ORI baru, melakukan
debt switching SUN serta penerbitan global bond. Dalam rangka memenuhi
pembiayaan fiskal 2007, pemerintah kembali melakukan lelang SUN dan berhasil
mengumpulkan dana sebesar Rp18 triliun. Selain itu, dalam upaya memperluas
basis investor obligasi, yaitu dengan memberi kesempatan kepada individu dan
masyarakat umum untuk melakukan investasi di SUN, maka pemerintah kembali
menerbitkan ORI002. Penerbitan ORI002 dilakukan pada 28 Maret 2007 sebesar
Rp 6,23 triliun, dari penawaran sebesar Rp 6,26 triliun. ORI002 akan jatuh tempo
pada 28 Maret 2010 dengan kupon sebesar 9.28% yang akan dibayarkan tanggal
28 setiap bulan. Sementara itu, pemerintah juga menerbitkan global bond Indo-37
tanggal 7 Februari 2007 sebesar USD 1,5 miliar. Global bond ini berjangka waktu
30 tahun dengan kupon 6,625% dan yield to maturity 6,75%. Penerbitan global
bond ini ditujukan untuk membentuk benchmark bagi penerbitan global bond
domestik lainnya di luar negeri. Sementara itu, selama triwulan I-2007 pemerintah
tercatat melakukan 3 kali debt switching, yaitu pada 9 Januari, 30 Januari, dan 13
Februari 2007. Pada ketiga debt switching tersebut, jumlah yang dimenangkan
masing-masing Rp 1,56 triliun, Rp 5,9 triliun, serta Rp 1,1 triliun.
19
3. Perkembangan dan Kebijakan
Moneter Triwulan I-2007
Selama triwulan I-2007, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik
membaik.
Perkembangan yang membaik tersebut tercermin dari laju inflasi yang menurun,
nilai tukar rupiah yang menguat disertai volatilitas yang rendah, serta kondisi
likuiditas yang mencukupi untuk memenuhi aktivitas ekonomi. Dengan adanya
perbaikan kondisi moneter tersebut, serta dengan mempertimbangkan prospek
pencapaian sasaran inflasi masing-masing sebesar 6±1% dan 5±1% untuk tahun
2007 dan 2008, Bank Indonesia kembali melakukan penurunan BI Rate. Dalam
kurun waktu Januari-Maret 2007, penurunan BI Rate dilakukan sebanyak tiga kali
dengan total penurunan sebesar 75 bps (basis poin) hingga level BI Rate mencapai
9,00% pada akhir Maret 2007.
Dengan penurunan BI Rate, terlihat bahwa stabilitas makroekonomi pada triwulan
I-2007 masih terkendali. Gairah kegiatan usaha di sektor riil juga terus menunjukkan
kecenderungan meningkat. Berbagai langkah kebijakan pemerintah dan Bank
Indonesia yang ditempuh selama ini diharapkan akan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Bank Indonesia akan senantiasa
mencermati perkembangan makroekonomi secara seksama dengan tujuan akhir
untuk mencapai target kestabilan harga. Kebijakan Bank Indonesia akan terus
diarahkan untuk menciptakan stabilitas makroekonomi guna mendukung
kesinambungan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan Inflation Targeting
Framework (ITF) secara konsisten.
INFLASI
Pada akhir triwulan I-2007 laju inflasi IHK mencapai 1,91% (qtq), menurun bila
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,44% (qtq). Secara tahunan, laju inflasi
pada akhir triwulan laporan mencapai 6,52% (y-o-y), juga menurun dari inflasi
akhir 2006 yang tercatat sebesar 6,60% (y-o-y) (Grafik 3.1).
Faktor-faktor yang mendorong penurunan tersebut adalah
%, yoy
%, yoy
25
20
50
IHK
Inti (trimmed)
Inti (exclusion)
Volatile Foods
Administered Prices (skala kanan)
15
10
Indonesia sebelumnya, minimalnya tekanan inflasi kelompok
40
harga yang dikendalikan pemerintah (administered prices), dan
35
30
melimpahnya pasokan komoditas bahan makanan khususnya
25
sayur mayur sehingga mengurangi tekanan inflasi akibat
20
15
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2005
2006
2007
efektifnya arah kebijakan moneter yang ditetapkan Bank
45
kenaikan harga beras. Secara fundamental, tekanan inflasi tetap
10
terjaga sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah dan
5
permintaan yang masih belum kuat. Dilihat dari sumbangannya,
0
kelompok bahan makanan memberikan kontribusi terbesar pada
Grafik 3.1
inflasi triwulan I-2007. Inflasi kelompok bahan makanan
Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
mencapai 3,71% (qtq), sehingga memberikan sumbangan
sebesar 0,93% terhadap total inflasi IHK (Grafik 3.2).
12
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
Inflasi dari kelompok harga yang dikendalikan pemerintah
Transportasi, Komunikasi, dan 0,04
0,22
Jasa Keuangan
Pendidikan, Rekreasi, dan 0,02
Olah Raga
Kesehatan
(administered prices) pada triwulan I-2007 tercatat minimal.
sumbangan (qtq)
inflasi (qtq)
Inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan tarif
0,36
PAM di beberapa daerah seperti Banjarmasin, Jakarta,
0,05
1,39
Sandang 0,04
Perumahan, Listrik, Air, Gas,
dan Bahan Bakar
Palembang; kemudian kenaikan harga rokok sebagai antisipasi
0,72
kenaikan HJE di bulan Maret 2007 sebesar 7%; dan kenaikan
0,47
1,81
Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
harga BBM non-subsidi karena mengikuti perkembangan harga
0,32
1,89
0,93
Bahan Makanan
0,00
0,50
1,00
minyak dunia di pasar internasional. Dengan perkembangan
3,71
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
%
demikian, inflasi administered prices pada triwulan laporan
Grafik 3.2
mencapai 1,03% (qtq), meningkat dibandingkan inflasi triwulan
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok
lalu yang mencapai 0,57% (qtq). Sementara itu, secara tahunan
Triwulan I-2007 (q-t-q)
inflasi administered prices mencapai 2,40% (y-o-y), meningkat
dibanding akhir triwulan sebelumnya sebesar 1,84% (y-o-y).
Pada triwulan I-2007 inflasi volatile foods tercatat sebesar 4,27% (qtq), lebih rendah
dibandingkan 7,00% (qtq) pada triwulan sebelumnya
sebelumnya. Walaupun demikian, inflasi
volatile foods tersebut tercatat cukup tinggi. Kondisi demikian disebabkan
perkembangan harga beras yang pada bulan Januari dan Februari 2007 mengalami
peningkatan. Meningkatnya harga beras disebabkan oleh adanya keterbatasan
pasokan. Keterbatasan pasokan tersebut terjadi karena musim kemarau panjang
sehingga masa tanam dan masa panen musim rendengan 2007 mundur. Namun,
peningkatan harga beras diimbangi oleh penurunan harga komoditas sayur mayur
karena pasokan yang melimpah. Secara tahunan, laju inflasi volatile foods pada
triwulan laporan mencapai 13,73% (y-o-y), turun dari triwulan sebelumnya sebesar
15,27% (y-o-y).
Secara tahunan, inflasi inti selama triwulan I-2007 tercatat sebesar 5,87% (y-o-y),
turun dari triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (y-o-y). Demikian juga secara
triwulanan, inflasi inti mengalami penurunan menjadi 1,48% (qtq) pada triwulan I2007 dari 1,68% (qtq) pada triwulan IV-2006. Berbagai faktor yang mempengaruhi
turunnya inflasi inti antara lain efektifnya arah kebijakan moneter yang ditetapkan
Bank Indonesia sebelumnya, menguatnya nilai tukar rupiah, serta
masih belum kuatnya permintaan agregat. Arah kebijakan
Indeks
moneter Bank Indonesia telah mendorong terjaganya ekspektasi
160
inflasi dengan kecenderungan membaik. Hal ini ditunjukkan oleh
150
tren ekspektasi inflasi yang menurun dari hasil ekspektasi harga
konsumen (Grafik 3.3). Sementara itu, tekanan inflasi yang
140
berasal dari sisi eksternal relatif minimal seiring dengan tren
130
penguatan nilai tukar rupiah. Hal ini juga didukung oleh inflasi
negara mitra dagang yang cenderung melambat, karena
120
110
penurunan harga komoditas internasional. Faktor lain yang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2003
2004
2005
2006
2007
mempengaruhi inflasi inti, yaitu kesenjangan output, selama
Grafik 3.3
triwulan I-2007 terindikasi masih minimal. Masih minimalnya
Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan
kesenjangan output tersebut sejalan dengan permintaan
domestik yang masih belum kuat.
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
NILAI TUKAR RUPIAH
%, yoy
Selama triwulan I-2007 nilai tukar rupiah mengalami penguatan
150
Total
Peralatan Rumah Tangga
Makanan dan Tembakau
Kontruksi
125
100
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada akhir Maret 2007, nilai
tukar rupiah secara rata-rata mencapai Rp 9.101 per USD, atau
75
50
terapresiasi 0,34% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 9.132
25
per USD (Grafik 3.5). Penguatan tersebut ditopang oleh
0
membaiknya faktor fundamental seperti peningkatan surplus
-25
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), imbal hasil rupiah yang tetap
-50
menarik, serta faktor risiko yang terjaga. Penguatan nilai tukar
-75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2
2004
2005
2006
2007
rupiah selama triwulan laporan juga disertai dengan pergerakan
yang relatif stabil, tercermin dari volatilitas yang berada pada
Grafik 3.4
level rendah sebesar 0,57% (Grafik 3.6).
Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran
Stabilitas rupiah didukung oleh kondisi fundamental ekonomi
yang membaik pada triwulan-I 2007
2007. Dari sisi fundamental,
kinerja NPI selama triwulan I-2007 diprakirakan akan lebih baik
Rp/USD
10.500
dari prakiraan awal tahun. Surplus NPI mengalami peningkatan
Rata-rata Bulanan
Rata-rata Triwulanan
hingga mencapai USD4,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan
10.000
prakiraan awal tahun sebesar USD3,3 miliar. Perbaikan tersebut
9.500
9.124
terutama ditopang oleh lebih tingginya surplus transaksi berjalan
9.132
9.102
9.169
9.113
9.082
9.070
9.174
9.138
9.150
9.094
9.370
9.131
9.024
9.163
8.939
9.479
dibandingkan prakiraan semula. Dengan realisasi NPI yang lebih
9.256
10.042
8.500
9.852
10.218
9.115
10.085
10.003
9.810
9.000
9.299
8.000
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2005
2006
2007
baik dari prakiraan tersebut, cadangan devisa sampai akhir Maret
2007 mengalami peningkatan hingga mencapai USD 47,2 miliar.
Meningkatnya cadangan devisa memberikan dukungan secara
fundamental terhadap nilai tukar rupiah.
Grafik 3.5
Dari sisi risiko, pada triwulan I-2007 faktor risiko dalam negeri
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
membaik. Perbaikan tersebut tercermin pada peningkatan rating
Indonesia, penurunan premi swap (Grafik 3.7) dan stabilnya yield
spread. Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings
Kurs, Rp/USD
(Januari 2007) serta Moodys (Februari 2007) meningkatkan debt
Volatilitas, %
12,0
11.000
Kurs Harian
Volatilitas
Rata-rata Volatilitas
Triwulanan
10,0
8,0
10.000
rating outlook Indonesia (long-term foreign currency debt) dari
« stable « menjadi « positive «. Hal ini menunjukkan semakin
kondusifnya investasi di Indonesia. Sementara itu, indikator premi
swap selama triwulan I-2007 menunjukkan penurunan, yang
6,0
9.225
9.070
9.000
0,85
9.124
valas pemerintah dengan US T-note relatif masih terjaga.
2,0
Perbaikan indikator risiko mampu menopang stabilitas rupiah
0,50
0,57
-
8.000
mengindikasikan membaiknya risiko. Yield spread antara obligasi
4,0
sehingga masih tetap menarik aliran modal asing.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2005
2006
2007
Perkembangan eksternal selama triwulan I-2007 memberikan
Grafik 3.6
tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Beberapa hal seperti
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
kebijakan kontrol aliran modal masuk oleh Thailand dan
Venezuela, serta adanya kekhawatiran perlambatan ekonomi AS
memberikan sentimen negatif terhadap perkembangan rupiah.
14
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
Langkah The Fed mempertahankan suku bunga pada level 5,25%
16,0%
tidak cukup untuk mengatasi sentimen negatif tersebut. Hal ini
14,0%
selanjutnya menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar dan pasar
12,0%
saham global. Namun demikian, kinerja faktor fundamental
10,0%
dalam negeri √ terutama surplus NPI √ dapat meminimalisir
8,0%
tekanan dari faktor eksternal tersebut, sehingga secara
6,0%
keseluruhan nilai tukar rupiah tetap menguat.
4,0%
Premi 1 M
Premi 6 M
2,0%
Premi 3 M
Premi 12 M
Selama triwulan I-2007, aliran masuk dana asing menambah
0,0%
Jan Jan FebMar Apr Mei Mei Jun Jul Ags Sep Okt OktNov Des Jan FebMarMar Apr Mei Jun Jul Jul Ags Sep OktNov Des Des Jan FebMar
2005
2006
2007
Sumber : Reuters (diolah)
pasokan valas di pasar valas perbankan domestik. Pada Januari
2007 terjadi aliran masuk dana investasi asing yang cukup besar,
Grafik 3.7
sehingga pasar valas mengalami kelebihan pasokan (Grafik 3.8).
Premi Swap Berbagai Tenor
Pada Februari 2007 tekanan eksternal mengakibatkan terjadinya
aliran keluar dana asing, namun pada saat yang sama pelaku
domestik mencatat net pasokan valas. Mendekati akhir triwulan,
aliran dana keluar masih berlanjut namun disertai dengan ekses
permintaan valas domestik, sehingga kondisi pasar valas
Juta USD
mengalami ekses permintaan. Secara kumulatif, permintaan valas
1.500
Excess Supply
1.000
dalam negeri didominasi oleh permintaan valas korporasi.
500
Permintaan korporasi tersebut terutama berasal dari sektor
-
-279
-187
(500)
-466
(1.000)
makanan & minuman, sektor otomotif dan sektor
telekomunikasi.
(1.500)
(2.000)
(2.500)
Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN
Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN
Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN
Excess Demand
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2005
2006
2007
KEBIJAKAN MONETER
Strategi Kebijakan
Bank Indonesia pada triwulan I-2007 secara konsisten melakukan
Grafik 3.8
penurunan BI Rate. Setelah melakukan asesmen perekonomian
Permintaan dan Penawaran Valas
secara keseluruhan, mempertimbangkan prospek pencapaian
Berdasarkan Transaksi Spot
sasaran inflasi masing-masing sebesar 6±1% dan 5±1% untuk
tahun 2007 dan 2008, dan juga mempertimbangkan sejumlah
faktor risiko ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank
Indonesia terus melanjutkan penurunan BI Rate. Selama triwulan I-2007, RDG pada
tanggal 4 Januari 2007, 6 Februari 2007, dan 6 Maret 2007 menetapkan penurunan
level BI Rate masing-masing 25 bps hingga level BI Rate menjadi 9,00%. Dengan
perkembangan tersebut, hingga akhir triwulan I-2007 BI Rate mengalami penurunan
sebesar 75 bps dari levelnya di awal tahun 2007. Langkah ini didukung dari sisi
operasional di mana beberapa ketentuan terus dilaksanakan, antara lain Fixed Rate
Tender dalam pelaksanaan lelang SBI 1 bulan, penjarangan SBI 3 bulan, serta diskresi
(penutupan) penyediaan window FASBI 7 hari. Secara keseluruhan, pelaksanaan
kebijakan moneter selama triwulan I-2007 direspon positif pelaku pasar dan
disambut baik oleh dunia usaha. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan
harga saham hingga mencetak rekor tertinggi baru serta kecenderungan penurunan
yield obligasi.
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk
menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan
instrumen suku bunga, serta penyempurnaan berbagai instrumen moneter yang
diperlukan. Selain itu Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan
cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi
pembalikan modal secara mendadak. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus
memantau beberapa peraturan terkait nilai tukar terutama untuk mengendalikan
tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek
(khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak didasarkan
pada kegiatan ekonomi (non-underlying transactions). Peraturan tersebut antara
lain seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi
Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal
14 Juni 2005.
Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terus dilakukan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi. Bank Indonesia terus berupaya untuk bersinergi bersama
pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi
yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengingat
bahwa kebijakan moneter dan perbankan yang akomodatif oleh Bank Indonesia
bukanlah «panacea» bagi seluruh persoalan ekonomi yang dihadapi saat ini. Langkahlangkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain upaya untuk
mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama
untuk pemerintah daerah, serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim
investasi dan infrastruktur.
Suku Bunga
Sejalan dengan penurunan BI Rate, seluruh suku bunga instrumen moneter juga
mengalami penurunan. Suku bunga FASBI O/N menjadi berada pada level 4,00%,
dan suku bunga SBI Repo menjadi 12,00%. Secara operasional, dengan karakteristik
sistem lelang Fixed Rate Tender, penurunan BI Rate langsung tercermin pada lelang
SBI 1 bulan. Dalam pelaksanaan kebijakan operasional tersebut, operasi moneter
tetap diarahkan untuk menyelaraskan arah umum kebijakan moneter yang
% (y-o-y)
Tabel 3.1
dengan perkembangan aktual
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
kondisi pasar uang antar
Triwulan II-2006
Triwulan III-2006
Triwulan IV-2006
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
BI Rate
12,75
12,50
12,50
12,25
11,75
11,25
10,75
10,25
9,75
9,50
9,25
9,00
Penjaminan Dep, 1 bulan
12,50
13,00
12,50
12,00
11,75
11,25
10,75
10,25
9,75
9,50
9,25
9,25
Dep, 1 bulan (Weight Avg)
11,5
11,5
11,3
11,1
10,8
10,5
10,0
9,5
9,0
8,6
8,4
Dep, 1 bulan (Counter Rate)
10,5
10,3
10,4
10,2
10,0
9,8
9,3
9,0
8,6
8,4
8,1
7,9
Base Lending Rate
16,0
16,0
15,8
15,8
15,7
15,5
15,1
15,1
15,0
14,6
14,2
14,1
Kredit Modal Kerja (KMK)
16,3
16,3
16,2
16,1
16,1
15,8
15,6
15,4
15,1
14,9
14,9
Kredit Investasi (KI)
15,9
15,9
15,9
15,9
15,9
15,7
15,5
15,4
15,1
14,9
14,9
Kredit Konsumsi (KK)
17,7
17,8
17,8
17,9
17,8
17,9
17,9
17,8
17,6
17,6
17,6
Suku Bunga
disampaikan melalui BI Rate
Triwulan I-2007
bank, baik dari sisi level
maupun suku bunga yang
terjadi.
Penurunan BI Rate diikuti oleh
penurunan suku bunga
penjaminan dan suku bunga
simpanan. Dalam triwulan I2007 suku bunga penjaminan
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
deposito rupiah 1 bulan menurun sebesar 50 bps menjadi 9,25% dari 9,75% di
akhir 2006 (Tabel 3.1). Penurunan ini selanjutnya diikuti oleh turunnya suku bunga
deposito 1 bulan counter rate menjadi 7,9% pada akhir triwulan I-2007 dari 8,6%
di akhir 2006. Secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito
rupiah 1 bulan pada Februari 2007 tercatat sebesar 8,4%, juga menurun dibanding
akhir 2006 sebesar 9,0%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan kelanjutan
dari kecenderungan suku bunga deposito yang telah menurun sejak bulan Februari
2006.
Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending rate juga mengalami
penurunan meskipun masih terbatas dan tidak secepat penurunan suku bunga
deposito. Pada akhir triwulan I-2007, base lending rate tercatat sebesar 14,1%,
menurun dibanding akhir 2006 sebesar 15,0% (Tabel 3.1). Hal tersebut diikuti oleh
seluruh suku bunga kredit yang sampai dengan akhir Februari 2007 mengalami
penurunan, kecuali suku bunga Kredit Konsumsi (KK). Suku bunga Kredit Modal
Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) menurun menjadi 14,9%
dari akhir 2006 yang tercatat sebesar 15,1%. Sementara itu,
suku bunga KK berada pada level 17,6%, tidak mengalami
%
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
perubahan dari akhir 2006.
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Dari sisi penghimpunan dana, posisi Dana Pihak Ketiga (DPK)
masih meningkat meskipun suku bunga deposito dan suku bunga
BI Rate*
Kredit Modal Kerja
Pnjaminan Dep
Kredit Investasi
penjaminan mengalami penurunan. Pada akhir Februari 2007
Deposito 1 bulan
Kredit Konsumsi
penghimpunan DPK tumbuh sebesar 14,6% (y-o-y). Peningkatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2004
2005
2005
2006
2007
DPK ini mencerminkan kepercayaan masyarakat yang tinggi
terhadap perbankan nasional di tengah kecenderungan
Grafik 3.9
penurunan suku bunga. Dari sisi penyaluran kredit, kredit
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
perbankan juga mengalami peningkatan di mana pada Februari
2007 kredit meningkat sebesar Rp 8,9 triliun sehingga jumlah
keseluruhan kredit perbankan mencapai Rp 826,3 triliun.
Peningkatan penyaluran kredit mencerminkan kinerja perbankan
%, yoy
50
40
Total DPK
Tabungan
Giro
Deposito
yang melaksanakan fungsi intermediasi, yang diharapkan dapat
menjadi sumber pembiayaan bagi perekonomian dan sektor riil.
30
20
Uang beredar pada akhir Februari 2007 terus meningkat dan
10
tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Secara nominal,
-
laju pertumbuhan tahunan M1 mencapai 25,0%, meningkat dari
pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 22,5%. Sementara itu,
(10)
(20)
M2 menunjukkan laju pertumbuhan yang stabil sebesar 14,5%.
Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar AprMei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMar AprMei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
2004
2005
2006
2007
Dengan pertumbuhan tersebut, secara riil pertumbuhan M1 dan
Grafik 3.10
M2 tercatat lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan riil selama
Perkembangan Dana
tiga tahun terakhir. Dari sisi level, uang beredar menunjukkan
peningkatan. Pada akhir Februari 2007, posisi M1 tercatat sebesar
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2007
Rp 347 triliun, meningkat Rp 1,7 triliun dari bulan sebelumnya.
%, yoy
Sementara itu, posisi M2 mencapai Rp 1.366,8 triliun, meningkat
30
27
24
21
18
15
12
M1 Riil
Currency Riil
M2 Riil
Rp 2,9 triliun dari akhir Januari 2007. Kenaikan M2 tersebut
berasal dari kenaikan uang giral dan uang kuasi rupiah. Dari sisi
faktor-faktor yang mempengaruhinya, kenaikan M2 terutama
9
6
3
0
didominasi oleh kenaikan kredit dalam rupiah kepada bisnis dan
rumah tangga. Berlanjutnya akselerasi penyaluran kredit tersebut
sejalan dengan stabilnya perkembangan nilai tukar.
(3)
(6)
(9)
(12)
1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 12
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006 2007
Pasar Keuangan
Grafik 3.11
Selama triwulan I-2007, perkembangan Indeks Harga Saham
Likuiditas Perekonomian
Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunjukkan
perkembangan yang berfluktuasi, yang kemudian ditutup pada
level indeks yang meningkat dibandingkan akhir triwulan
M2/M0
7,00
6,50
C/DPK
13,5
%
tertinggi sepanjang sejarah bursa, yaitu pada level 1.806 yang
12,5
terjadi pada tanggal 2 Januari 2007. Dalam perkembangan
12,0
selanjutnya, berbagai gejolak yang terjadi di bursa regional dan
6,00
5,50
5,00
4,50
11,5
4,00
11,0
3,50
3,00
2,50
2,00
C/DPK
1,50
MM2 (M2/M0)
1,00
7
9
11
1
3
5
7
2005
9
11
1
3
5
7
9
2006
11
sebelumnya. Kinerja IHSG diawali dengan pencapaian level
13,0
global turut memberikan tekanan terhadap kinerja IHSG. Gejolak
10,5
tersebut antara lain penerapan capital control di Thailand,
10,0
pemeriksaan khusus terhadap aktivitas ilegal di pasar saham
9,5
China, serta naiknya kredit macet industri perumahan di AS.
9,0
Namun demikian, penurunan BI Rate selama triwulan I-2007
1 2
sebesar 75 bps mampu meredam sentimen negatif terhadap
Grafik 3.12
IHSG. Selain itu, aksi buru saham-saham unggulan oleh para
Perkembangan Angka Pengganda Uang
investor √ atas publikasi laporan keuangan 2006 dari sebagian
besar perusahaan √ turut mendorong kinerja IHSG. Secara
keseluruhan, pada akhir triwulan I-2007 IHSG ditutup pada level
1.831, meningkat sebesar 1,41% dibanding akhir 2006.
Dari sisi pemodal, selama triwulan laporan investor asing masih
Rp Miliar
IHSG
membukukan net beli (Grafik 3.13). Masih tingginya likuiditas
600,00
Net
Beli
400,00
di pasar global serta masih menariknya imbal hasil di pasar modal
IHSG
1800
200,00
negara-negara berkembang √ termasuk Indonesia √ merupakan
faktor utama yang menarik investor asing. Minat investor asing
ke pasar modal Indonesia menjadi semakin besar seiring dengan
0,00
1700
-200,00
Net Jual
2007 net beli asing tercatat sebesar Rp 3,2 triliun. Namun
-400,00
demikian, sentimen negatif regional menyebabkan net beli asing
Data per 30 Mar 07
-600,00
1600
1
Des
11
Des
21
Des
stabilnya nilai tukar rupiah. Secara keseluruhan, pada triwulan I-
31
Des
10
Jan
20
Jan
30
Jan
9
Feb
19
Feb
1
Mar
11
Mar
21
Mar
Grafik 3.13
IHSG dan Net Beli Asing pada Triwulan IV-2006
tersebut mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp 5,68 triliun.
Penurunan BI Rate direspon dengan penurunan yield SUN.
Penurunan BI rate direspon cukup positif oleh para investor di
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007
pasar SUN. Hal tersebut ditunjukkan dengan kembali maraknya
Rp triliun
Frek
140,0
Vol
6.000
aktivitas perdagangan SUN. Motivasi investor antara lain adanya
5.000
penyesuaian portfolio ke arah instrumen yang memberikan imbal
Frek
120,0
100,0
4.000
hasil relatif besar dibanding suku bunga deposito yang menurun.
Namun demikian, respon penurunan yield SUN tertahan seiring
80,0
3.000
meningkatnya sentimen negatif regional pada pertengahan
2.000
triwulan I-2007. Memasuki Maret 2007, ekspektasi investor
1.000
terhadap resiko jangka panjang menurun dengan adanya
60,0
40,0
20,0
Data per 30 Maret 07
0,0
Jan
Mar Mei Jul
2005
Sep Nov
Jan
Mar
Mei
Jul Sep
2006
Grafik 3.14
Aktivitas Perdagangan SUN
Nov Jan
0
Mar
peningkatan prospek surat utang pemerintah Indonesia oleh
Moody»s Investor Service. Secara keseluruhan, total kumulatif
volume dan frekwensi perdagangan SUN meningkat dari Rp
255,6 triliun dan 11.117 kali pada triwulan IV-2006 menjadi Rp
299.9 triliun dan 12.599 kali di triwulan I-2007 (Grafik 3.14).
Hal tersebut diikuti kenaikan secara rata-rata harian volume dan
frekwensi perdagangan, dari Rp 4,2 triliun dan 108,3 kali, menjadi Rp 4,9 triliun
dan 206,1 kali per hari. Dari sisi investor, selama triwulan I-2007 investor asing di
pasar SUN membukukan net beli sebesar Rp 6,7 triliun, naik signifikan dari triwulan
IV-2006 yang hanya mengalami net beli sebesar Rp 0,2 triliun.
Pelaksanaan lelang SUN diwarnai dengan maraknya tawaran yang masuk dan lebih
besarnya jumlah yang dimenangkan dari target. Dalam upaya memenuhi kebutuhan
pembiayaan APBN, pembentukan benchmark obligasi luar negeri serta mengatur
maturity profile, pemerintah kembali menerbitkan seri SUN/ORI baru, melakukan
debt switching SUN serta penerbitan global bond. Dalam rangka memenuhi
pembiayaan fiskal 2007, pemerintah kembali melakukan lelang SUN dan berhasil
mengumpulkan dana sebesar Rp18 triliun. Selain itu, dalam upaya memperluas
basis investor obligasi, yaitu dengan memberi kesempatan kepada individu dan
masyarakat umum untuk melakukan investasi di SUN, maka pemerintah kembali
menerbitkan ORI002. Penerbitan ORI002 dilakukan pada 28 Maret 2007 sebesar
Rp 6,23 triliun, dari penawaran sebesar Rp 6,26 triliun. ORI002 akan jatuh tempo
pada 28 Maret 2010 dengan kupon sebesar 9.28% yang akan dibayarkan tanggal
28 setiap bulan. Sementara itu, pemerintah juga menerbitkan global bond Indo-37
tanggal 7 Februari 2007 sebesar USD 1,5 miliar. Global bond ini berjangka waktu
30 tahun dengan kupon 6,625% dan yield to maturity 6,75%. Penerbitan global
bond ini ditujukan untuk membentuk benchmark bagi penerbitan global bond
domestik lainnya di luar negeri. Sementara itu, selama triwulan I-2007 pemerintah
tercatat melakukan 3 kali debt switching, yaitu pada 9 Januari, 30 Januari, dan 13
Februari 2007. Pada ketiga debt switching tersebut, jumlah yang dimenangkan
masing-masing Rp 1,56 triliun, Rp 5,9 triliun, serta Rp 1,1 triliun.
19