ProdukHukum BankIndonesia

BOKS
PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI JAWA TENGAH

I . PENDAHULUAN

Dasar Hukum pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah Nota Kesepahaman
Bersama (MOU) yang ditandatangani 6 (enam) Departemen Teknis, 2 (dua) Perusahaan
Penjaminan, dan 6 (enam) bank pada tanggal 9 Oktober 2007, yang ditambah dengan
beberapa klausul dalam Addendum I MoU tanggal 14 Mei 2008.
Tujuan pemberian Kredit Usaha Rakyat ini yaitu: Pertama, mengemban misi untuk
membantu Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, dengan memperhatikan maksud dan
tujuan diterbitkannya Inpres No 6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor
Riil dan Pemberdayaan UMKM. Kedua, dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan dan
mengembangkan UMKM dan Koperasi dalam rangka penanggulangan/ pengentasan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.
Dalam rangka mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan menyelaraskan kebijakan
program penjaminan, Pemerintah membentuk Komite Kebijakan dengan Ketua Tim Pelaksana
adalah Deputi I Menko Perekonomian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Komite Kebijakan
berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut, Bank
Indonesia selaku otoritas yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap bank pelaksana KUR, antara lain melalui Sistem Informasi Debitur (SID). SID untuk

membantu menurunkan risiko KUR yang bermasalah dengan memberikan informasi mengenai
karakteristik debitur dan kinerja kreditnya.
II. PERKEMBANGAN KUR DI JAWA TENGAH
II.1. Realisasi KUR
Realisasi KUR terus mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhannya mengalami
perlambatan. Hingga akhir Juni 2009, secara nasional telah terealisasi KUR sebesar
Rp14,88 triliun yang disalurkan kepada 2.025.087 debitur, sehingga rerata kredit per
debitur sebesar Rp4,91 juta. Adapun di Jawa Tengah, telah terealisasi KUR sebanyak Rp
2,1 triliun yang disalurkan kepada 430.437 debitur. Jawa Tengah merupakan propinsi
dengan penyaluran KUR terbesar ke-2 setelah Jawa Timur, dengan persentase realisasi
kredit sebesar 14%.

Realisasi (Rp Juta)

Realisasi KUR Nasional
20.000.000
10.000.000
-

Mar 08


Jun 08

Sep 08

Des 08

Mar 09

Mei 09

Jun 09

Realisasi Kredit (Rp Juta) 3.272.79 8.377.90 10.961.4 12.624.1 13.661.8 14.514.9 14.882.6
199.736

Jumlah Debitur

916.527


1.329.25 1.671.66 1.862.04 1.956.96 2.025.08
Posisi

Realisasi Kredit (Rp Juta)

Jumlah Debitur

Realisasi (Rp Juta)

Realisasi KUR di Jateng
4.000.000
2.000.000
-

Mar 08

Jun 08

Sep 08


Des 08

Mar 09

Mei 09

Jun 09

Realisasi Kredit (Rp Juta)

357.483

1.154.168 1.316.874 1.885.508 2.015.604 2.058.401 2.113.607

Jumlah Debitur

22.461

194.863


301.285

369.465

402.020

418.872

430.437

Posisi
Realisasi Kredit (Rp Juta)

Jumlah Debitur

II.2. Permasalahan KUR
Sebagai salah satu bentuk pembinaan terhadap bank pelaksana KUR, Bank Indonesia
melakukan pertemuan koordinasi bank pelaksana dan Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah. Pada pertemuan yang terakhir diselenggarakan pada tanggal 3 Juni
2009, terdapat 2 (dua) permasalahan KUR sebagai berikut:

a. Melambatnya Pertumbuhan Realisasi KUR
Berdasarkan Addendum I MoU tanggal 14 Mei 2008, Pasal 2 ayat 8 yang menyebutkan
bahwa “Kredit/Pembiyaan yang dapat disalurkan oleh Bank kepada setiap UMKMK
yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit adalah Kredit/ Pembiayaan Baru dan atau
diberikan kepada Debitur Baru dan bukan kepada Debitur yang sedang menerima
Kredit/ Pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan hasil BI Checking pada saat
permohonan Kredit/ Pembiayaan diajukan.” Ketentuan tersebut turut menyebabkan
melambatnya pertumbuhan realisasi KUR, sehingga untuk mengatasi permasalahan
tersebut, bank pelaksana mengusulkan agar kredit konsumsi seperti KPR dan kredit
kepemilikan kendaraan bermotor dikecualikan dalam kriteria calon nasabah yang
sedang menikmati kredit dalam mengajukan KUR, karena jenis-jenis kredit tersebut

merupakan kredit konsumsi yang dianggap mutlak diperlukan oleh UMKM untuk
memenuhi kebutuhan dasar rumah tinggal dan transportasi dalam melakukan
usahanya.
b.

NPL KUR
Dikemukakan pada rapat tersebut, bahwa adanya anggapan di masyarakat yang
memandang KUR merupakan kredit bantuan yang tidak perlu dikembalikan dan juga

kredit tanpa agunan, menyebabkan integritas debitur untuk melunasi kewajibannya
menjadi kurang baik. Disampaikan oleh bank pelaksana bahwa iklan layanan
masyarakat yang disampaikan pemerintah melalui Menteri Koperasi dan UMKM, yang
menyatakan bahwa KUR adalah kredit tanpa agunan, sangat meresahkan bank
pelaksana karena telah menimbulkan anggapan masyarakat yang kurang baik terhadap
bank pelaksana KUR. Terkait iklan tersebut, bank pelaksana menyarankan agar dibuat
iklan untuk mengkonfirmasikan kepada masyarakat bahwa KUR bukanlah kredit
bantuan yang tidak perlu dikembalikan dan juga bukan kredit tanpa agunan.
Secara nasional, NPL KUR sebesar 5,60%. Hingga Juni 2009, PT. Askrindo
Perwakilan Jawa Tengah & DIY melaporkan telah membayarkan klaim sebesar Rp6,5
miliar dari total klaim yang telah diajukan sebesar Rp18 miliar untuk wilayah Jawa
Tengah dan DIY. Dari total klaim yang diajukan tersebut, tidak semuanya dilakukan
pembayaran karena sebagian tidak memenuhi persyaratan teknis dan juga karena
keterbatasan jumlah SDM untuk memeriksa klaim yang diajukan tersebut.

III. REKOMENDASI DAN SARAN
Untuk meningkatkan efektivitas KUR dan pemberdayaan sektor riil dan UMKM, terdapat
pembahasan sebagai berikut:
o Untuk menggerakkan sektor riil dan UMKM, bank pelaksana menyarankan agar
sebaiknya pemerintah jangan hanya terpaku pada KUR, melainkan dengan lebih

memberdayakan bank pelaksana karena bank pelaksana memiliki berbagai produk
kredit yang ditujukan untuk usaha mikro.
o Bank pelaksana juga menyarankan agar pemerintah terfokus pada target usaha mikro
yang belum bankable saja dalam menyalurkan KUR. Kemudian setelah menjadi
bankable dan debitur tersebut mempunyai kinerja kredit yang baik, dapat
direkomendasikan untuk diberi produk kredit reguler dari bank (Non KUR).
o Untuk menyamakan perbedaan persepsi, Disyankop saat ini sedang mengkaji
pembentukan Tim Koordinasi KUR Jateng yang melibatkan BI, Disyankop, Kadin, dan
bank pelaksana.