INVENTARISASI B GALIAN KAMPAR

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN
TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

INVENTARISASI BAHAN GALIAN PADA WILAYAH PETI DAERAH
KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU
Rohmana, Zamri Ta’in
Kelompok Program Penelitian Konservasi

Sari
Kegiatan inventarisasi bahan galian pada wilayah PETI dilakukan di Desa Siabu,
Kecamatan Salo dan Desa Bukit Melintang, Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar,
Propinsi Riau. Pada daerah ini terdapat lokasi bekas penambangan timah zaman Belanda.
Kegiatan PETI hampir tidak pernah melakukan kegiatan eksplorasi cadangan. Kegiatan
utama PETI umumnya adalah eksploitasi dan produksi terhadap bahan galian tersebut.
Daerah kegiatan mempunyai potensi bahan galian logam timah tipe endapan aluvial
dan,bahan galian lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan.
Bahan galian timah di daerah kegiatan secara geologi regional banyak terdapat di Formasi
Petani, nampak di jumpai di sekitar Sungai Siabu dan Sungai Lipai. Depositnya bersifat sekunder,
sumber materialnya berasal dari batuan beku granit yang merupakan intrusi batuan beku yang
muncul di permukaan bukit barisan.
Inventarisasi bahan galian pada bekas wilayah tambang yang tercakup pada areal kegiatan

PETI telah dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau meliputi: pemetaan
topografi, pemetaan geologi, pemetaan geokimia, pemetaan Geofisika, pemboran dan perhitungan
cadangan.
1. PENDAHULUAN
Usaha pertambangan yang telah
berhenti oleh sebab habisnya cadangan
ekonomis maupun karena masalah lainnya,
seringkali meninggalkan bahan galian yang
masih memiliki potensi ekonomis pada saat
sekarang maupun pada masa mendatang.
Selain itu usaha pertambangan umumnya tidak
mengolah bahan galian lain dan mineral
ikutan, sehingga tidak memperhatikan
peningkatan nilai tambah suatu bahan galian
pada suatu lokasi tambang. Pada kegiatan
PETI hal ini sering tejadi karena cara
mengelola bahan galian tidak secara sistematis
dan optimal sesuai dengan kaidah konservasi
bahan galian.
Dalam rangka pemanfaatan bahan

galian secara optimal dan sesuai dengan kaídah
konservasi perlu dilakukan inventarisasi bahan
galian pada wilayah bekas tambang dan PETI.
Terinventarisirnya data tentang potensi
bahan galian daerah bekas tambang dan
wilayah PETI di daerah Kabupaten Kampar
diharapkan perencanaan dan penentuan
kebijakan yang berkaitan dengan optimalisasi
pemanfaatan bahan galian dapat berjalan
dengan baik.

1.1. Latar Belakang
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
secara geologi merupakan daerah yang
berpotensi memiliki bahan galian yang cukup
berarti, seperti bahan galian logam, batubara
dan industri lainnya. Di beberapa lokasi bahan
galian tersebut telah diusahakan sampai tahap
penambangan
baik

dilaksanakan
oleh
perusahaan asing maupun perusahaan dalam
negeri atau oleh rakyat setempat. Dibeberapa
daerah kegiatan pertambangan telah berhenti,
hal ini dapat disebabkan oleh karena habisnya
cadangan ekonomis atau karena masalah lain
dan seringkali meninggalkan bahan galian
yang masih memiliki potensi untuk dikelola
secara menguntungkan pada saat sekarang
maupun pada masa mendatang. Selain itu
usaha
pertambangan
umumnya
tidak
memanfaatkan bahan galian lain dan mineral
ikutan, sehingga manfaat yang dapat diperoleh
dari bahan galian lain dan mineral ikutan untuk
peningkatan nilai tambah suatu bahan galian
pada suatu lokasi tambang tidak optimal.

Dari kegiatan inventarisasi bahan galian
pada wilayah PETI dengan ruang lingkup
penanganan sisa cadangan, pendataan bahan

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN
TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

galian, pemanfaatan bahan galian dan mineral
ikutannya diharapkan dapat memberikan
informasi data keberadaan potensi bahan
galian daerah terkait yang selanjutnya dapat
dijadikan acuan dalam pengelolaannya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan ini yaitu melakukan
penerapan aspek konservasi sumber daya
bahan galian, diantaranya dengan melakukan
inventarisasi potensi bahan galian pada
wilayah PETI dengan melakukan kegiatan
pengumpulan data dan informasi meliputi :
sebaran, jenis bahan galian dan segala

aspeknya (ekonomi, sosial, lingkungan dll.)
Tujuan kegiatan inventarisasi potensi
bahan galian pada wilayah PETI adalah
terinventarisasinya
potensi
sumberdaya/
cadangan bahan galian, pada wilayah PETI
agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat
luas.
1.3. Lokasi Kegiatan dan Kesampaian
Daerah
Lokasi kegiatan di daerah Kampar,
jarak pencapaiannya sekitar ± 100 km dari
Pekan Baru. Secara administratif daerah
kegiatan inventarisasi potensi bahan galian
pada wilayah PETI termasuk ke dalam daerah
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, (Gambar
1).
Kesampaian daerah kegiatan dapat

dilakukan dengan cara:
1. Perjalanan dapat menggunakan pesawat
terbang reguler dari Jakarta-Pekan Baru,
dilanjutkan dengan kendaraan roda empat
dari Pekan Baru ke lokasi kegiatan.
2. Mempergunakan kendaraan roda empat/
bis dari Bandung hingga ke kota Pekan
Baru, kemudian menggunakan kendaraan
roda empat ke lokasi kegiatan.
Daerah kegiatan berbentuk bentang
alam relatif datar sampai berbukit atau
bergelombang tetapi tidak curam (undulating)
dengan ketinggian 100 M sampai 500 M di
atas
permukaan
laut.
Terbentuknya
bentangalam di daerah tersebut melalui proses
pengangkatan lapisan batuan setelah terjadinya
proses sedimentasi yang kemudian mengalami

proses erosi air permukaan (Run Off).
Iklim di daerah ini termasuk iklim tropis
dengan kisaran suhu antara 24º C hingga 34º

C. Musim penghujan mulai pada bulan April
hingga bulan September dan musim kemarau
mulai pada bulan Mei hingga bulan Agustus.
Penduduk asli di daerah kegiatan
berasal dari suku Melayu dengan ditambah
penduduk suku pendatang seperti Jawa, Sunda,
Batak, Minang Nias dll. dengan mayoritas
penduduk beragama Islam. Mata pencaharian
penduduk adalah berkebun karet, berkebun
sawit, berdagang,
Pegawai Negeri Sipil,
Pegawai Swasta dan penambang sebagai
pekerjaan sambilan.

2. METODOLOGI
2.1. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder meliputi
pengumpulan data dan informasi yang
berkaitan dengan materi kegiatan yang akan
dilakukan dan umumnya dilakukan sebelum
melakukan kegiatan lapangan.
Data sekunder yang berhubungan
dengan kegiatan ini antara lain kondisi
geografis, demografi, tata guna lahan, kondisi
geologi, mineralisasi, potensi bahan galian dan
sejarah kegiatan pertambangan yang ada di
lokasi kegiatan. Selain itu dilakukan pula
perencanaan kegiatan lapangan yang meliputi
rencana pengambilan jenis-jenis conto dan
lokasi-lokasi yang akan diinventarisir di
lapangan.
Beberapa
sumber
yang
dapat
dijadikan sebagai data sekunder adalah hasilhasil penyelidikan terdahulu yang bersifat

inventarisasi, penelitian dan pengawasan, baik
berupa hardcopy maupun digital yang berasal
dari instansi-instansi pemerintah seperti hasil
kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi, Pusat
Survey Geologi dan dari berbagai situs di
internet yang berkaitan dengan materi
kegiatan.
2.2. Pengumpulan Data Primer dan
Pemercontoan
Pengumpulan data primer dilakukan
pada beberapa lokasi terpilih secara garis
besar metoda yang digunakan pada kegiatan
ini dapat dibagi dalam tahapan :
a) Pengumpulan data sekunder yang terkait.
b) Memetakan beberapa lokasi PETI
c) Pengambilan conto endapan aluvial
d) Pemercontoan tailing
e) Pemercontoan batuan.

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN

TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI







Pemercontoan Endapan Aluvial
Pengambilan conto endapan aluvial di
daerah kegiatan dimaksudkan untuk
mengetahui kandungan timah dan mineral
ikutan lainnya dengan cara memasukkan
material conto ke dalam ember yang
berukuran 5 liter dan selanjutnya didulang.
Dari hasil pemercontoan konsentrat dulang
terkumpul sebanyak 27 conto. Kosentrat
dulang tersebut dianalisis dengan cara
mineralogi butir untuk diperoleh jenisjenis kandungan mineral berat, bentuk
mineral, kuantitas dan interpretasi

genesanya. Diharapkan dari kuantitas
mineral dalam konsentrat dulang yang
diukur akan dapat ditafsirkan sumber daya
pada masing-masing lokasi.
Pemercontoan tailing
Pemercontoan tailing dilakukan untuk
mengetahui kandungan timah dan mineral
ikutan lainnya yang masih terdapat dalam
tumpukan tailing di bagian bawah dari
sluice box. Pengambilan conto tailing ini
dilakukan dengan cara memasukkan
material tailing ke dalam ember berukuran
5 liter, kemudian didulang untuk
memperoleh kandungan mineral beratnya
yang kemungkinan masih mengandung
timah dan mineral ikutan lainnya. Pada
kegiatan ini terkumpul sebanyak 2 conto
tailing. Conto-conto tailing tersebut
dianalisis secara mineralogi butir untuk
diketahui kandungan mineral beratnya,
bentuk butir dan interpretasi genesanya.
Analisis mineralogi butir dilakukan di
laboratorium Fisika Mineral, Pusat Sumber
Daya Geologi.
Pemercontoan batuan
Pengambilan conto batuan dilakukan pada
batuan yang diperkirakan mengandung
timah dan mineral ikutan lainnya yang
dilakukan di Bukit Panggang. Pada
kegiatan pengambilan conto batuan
terkumpul sebanyak 5 conto batuan, 5
conto batuan dianalisa kandungan
unsurnya seperti, Sn, W, Cu, Pb, Zn, As,
Sb, Mo dengan metoda AAS dan 1 conto
selain dianalisa kandungan unsur seperti
diatas juga dianalisa unsur kandungan
Major element seperti: SiO2, Fe2O3, Al2O3,

TiO2, CaO, MgO, SO3, Na2O3, H2O dan
HD dengan metoda konvensional basah
yang dilakukan di Laboratorium Kimia
Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi. Peta
lokasi Pemercontoan dapat dilihat pada
Gambar 3.


Penentuan
titik
koordinat
pemercontoan
Penentuan
titik
koordinat
setiap
pemercontoan
dilakukan
dengan
menggunakan GPS (Global Positioning
System), hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan pada waktu
menempatkan lokasi pemercontoan pada
peta dasar. Pada kegiatan ini digunakan
GPS merk Garmin type XL 12.

2.3. Analisis Conto di Laboratorium
Keseluruhan pemercontoan geokimia hasil
kegiatan lapangan yang berupa conto
konsentrat dulang, pasir, tailing dan batuan,
dianalisis di Laboratorium Fisika Mineral
dengan menggunakan metode mineralogi butir
dan sebagian conto dianalisis dilakukan di
Laboratorium Kimia Mineral, Pusat Sumber
Daya Geologi dengan menggunakan metoda
Atomic Absorption Spectrometry (AAS) dan
konvensional basah.
2.4. Pengolahan Data dan Pelaporan
Data yang diperoleh berupa data sekunder
dan data primer berupa conto-conto seperti
pada tabel di atas dan ditunjang dengan hasil
pengamatan di lapangan. Kemudian dilakukan
analisis berdasarkan data objektif yang
diperoleh dari hasil analisis conto di
laboratorium dengan kondisi lapangan seperti
lokasi-lokasi penambangan dan pengolahan
bijih, kondisi geologi dan mineralisasi,
Hasil pengolahan data dan analisis
dituangkan dalam bentuk laporan yang berisi
antara lain hasil inventarisasi potensi bahan
galian, peta lokasi pemercontoan, evaluasi
pengembangan dan pemanfaatan bahan galian
baik berupa bahan galian utama, bahan galian
lain dan mineral ikutannya.
3. POTENSI BAHAN GALIAN PADA
WILAYAH PETI
3.1. Geologi Daerah Kegiatan
Hasil penyelidik terdahulu Bambang
Setiawan dan Endang Suwargi (1983), bahwa

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN
TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

daerah kegiatan terdiri dari satuan batuan yang
umurnya bervariasi dari Paleozoikum hingga
Resen.
Bagian terbesar daerah kegiatan
merupakan suatu seri batuan sedimen berumur
Permo-Karbon yang sebagian mengalami
malihan derajat rendah. Seri batuan ini
merupakan suatu endapan ”marine shelf
sediments” yang membentuk pegunungan
berarah NW-SE dimana setempat-setempat
diisi oleh endapan sedimen berumur endapan
sedimen berumur Tersier. Formasi yang tertua
dari seri batuan ini adalah Formasi Kuantan
yang dibentuk oleh satuan batuan serpih,
batusabak, filit, sekis, batugamping, klastik
dan batupasir sedangkan Formasi Bohorok
yang ada diatasnya dibentuk oleh stuan
batupasir mengandung tufa dan batupasir
”wackes”.
Batuan sedimen Pra-Tersier lainnya
adalah Formasi Tuhur yang diperkirakan
berumur Trias, formasi ini dibentuk oleh
satuan batuan batusabak dan serpih dengan
sisipan batupasir.
Intrusi batuan granitik diduga terjadi
pada masa Mesozoikum, dilapangan pengaruh
intrusi ini dapat terlihat dengan adanya gejala
malihan sentuh pada batuan yang diterobosnya
yaitu batuan sedimen yang berumur PermoKarbon.
Sesudah suatu perioda yang ditandai
dengan adanya pengangkatan, perlipatan
intrusi batuan beku serta erosi batuan PraTersier kemudian disusul oleh pembentukan
batuan sedimen berumur Tersier yang diawali
dengan breksi dan konglomerat pada bagian
dasarnya.
Formasi Pematang yang berumur
antara Eosen-Oligosen dicirikan oleh satuan
litologi breksi-konglomerat dengan sisipan
batupasir, batulempung, batulanau dan dan
batulumpur, formasi ini diendapkan dalam
lingkungan pengendapan air tawar (”fluviatileIacrustine-paludal”).
Formasi Sihapas kemudian menutupi
Formasi Pematang secara tidak selaras yang
berumur Miosen Bawah dan satuan batuan
yang membentuknya terdiri dari konglomerat,
batupasir, batulanau, batulanau dan serpih.
Lingkungan pengendapan pada formasi ini
bervariasi mulai dari ” fluviatile”, ”Iacrustine”,
”deltaic” hingga ”neritic”.

Formasi Telisa yang berumur MiosenTengah menutupi Formasi Sihapas secara
selaras, formasi ini dibentuk oleh satuan
batuan serpih, batulanau, batulempung, napal
dan batupasir glaukonit. Formasi ini
diendapkan dalam lingkungan pengendapan
”marine” yang dicirikan dengan adanya fosil
foram dan plankton.
Formasi Petani yang berumur Pliosen
diendapkan diduga tidak selaras di atas
Formasi Telisa yang dibentuk oleh satuan
batuan serpih dengan sisipan batupasir dan
batulanau, formasi ini diendapkan dalam
lingkungan pengendapan yang bervariasi dari ”
fluviatile” hingga ”litoral”.
Batuan vulkanik berkomposisi antara
andesit dan basalt diduga berumur MioPliosen, batuan ini menutupi Formasi Bohorok
dan Formasi Sihapas.
Batuan Kwarter umumnya adalah
alluvial yang terdiri dari kerikil, pasir dan
lempung, di daerah kegiatan batuan ini dapat
dipisahkan menjadi dua satuan geologi yaitu
Formasi Minas yang berumur Pleistosen dan
Alluvium muda yang berumur Resen. Peta
geologi daerah Kabupaten Kampar dapat
dilihat pada gambar 2.
3.1.1. Struktur
Evolusi struktur Sangat berkaitan erat
dengan proses yang terjadi selama interaksi
dan benturan antara lempeng Samudra Hindia
dan lempeng Asia. Menurut Katili (1974),
zona subduksi pada zaman Perm yang
menujam ke Timurlaut menuju benua Asia
diikuti kemudian oleh pembentukan batuan
beku granitik pada masa Mesozoikum,
sedangkan proses subduksi pada zaman Kapur
Tengah hingga Kapur Atas menyebabkan
terjadinya deformasi dan malihan derajat
rendah pada komplek batuan dasar PermoKarbon.
Sebagian dari proses ini dapat terlihat
di daerah kegiatan, antara lain adanya
deformasi dan malihan derajat rendah pada
Formasi Kuantan dan Formasi Bohorok serta
terdapatnya batuan granitik yang berumur
Mesozoikum.
Sesudah terjadinya proses deformasi
dan pengangkatan yang dicirikan dengan
pembentukan geantiklin, komplek batuan dasar
mengalami erosi yang kuat dan terbentuklah
endapan-endapan molasa pada cekungan-

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN
TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

cekungan antar pegunungan (“intra montane
basine”) dan dibatas sisi dari geantiklin
(“mountain front”), di daerah kegiatan proses
ini ditandai dengan terbentuknya batuan
redimen berumur Tersier yaitu Formasi
Pematang, Sihapas, Telisa dan Petani.
Selain itu kegiatan tektonik juga menyebabkan
terjadinya sesar geser (“transcurrent faulting”)
dan sesar bongkah (block faulting”) yang
menyebabkan terjadinya zona sembul dan zona
turban. Mertosono dan Nayoan (1974)
mendapatkan adanya dua pola liniasi struktur
di daerah Sumatera Tengah dimana yang
Tertua menunjukkan kecenderungan arah
NNW - SSE dan yang lebih muda
menunjukkan kecenderungan NW - SE. Pola
struktur berarah NNW-SSE diduga berasosiasi
dengan pola struktur Para -Tersier yang berada
di Malaysia sedangkan pola struktur berarah
NW - SE merupakan bagian dari pola struktur
regional Sumatera.
3.1.2. Mineralisasi
Penyelidik
terdahulu
(Bambang
Setiawan dkk., 1983), bahwa mineralisasi di
daerah penyelidikan dapat dibagi menjadi dua
jenis mineralisasi yaitu mineralisasi sulfida
dan mineralisasi oksida.
Mineralisasi sulfida terdiri dari
mineral-mineral pirit, galena dan kalkopirit.
Mineralisasi pirit sangat umum dijumpai pada
daerah-daerah yang mengalami gangguan
tektonik seperti oleh perlipatan atau sesar.
Mineralisasi-mineralisasi pirit ini umumnya
didapati mengisi retakan-retakan pada batuan
sebagai generasi epigenetik, di mana
berdasarkan pengamatan mineragrafi diduga
paling sedikit terdapat dua generasi
mineralisasi. Persentasenya bervariasi mulai
dari