PENCIPTAAN IKLIM PENDIDIKAN OLEH GURU DALAM UPAYA MEMBINA KEHIDUPAN RELIGIUS SISWA : Studi Kasus di SekolahMenengah Pertama PGIII Kotamadya Bandung.
PENCIPTAAN IKLIM PENDIDIKAN OLEH GURU
DALAM UPAYA MEMBINA KEHIDUPAN
RELIGIUS SISWA
(Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama
PGIII Kotamadya Bandung)
DiajukanUntuk Memenuhi Syarat Ujian Program S-2
PPSIKIP Bandung Bidang Studi Pendidikan Umum
Oleh :
UDIN SUPRIADI
90322854/XXII-14
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DISETUJUI PEMBIMBING UNTUK DIAJUKAN
DALAM SIDANG TAHAPII
DR.H.M DJ AWAD DAHLAN
PEMBIMBING I
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
UNGKAPAN SYUKUR DAN PENGHARGAAN
DAFTARISI
i
m
viii
BAB I PENDAHULUAN
1
A Latar Belakang Masalah
1
B. Masalah dan Pertanyaan PeneUtian
8
C. Tujuan PeneUtiiMi
10
D. Hasil yang Diharapkan
10
E. Kegunaan PeneUtian
11
F. Ruang Lingkup PeneUtian
12
G. Definisi Oprasional
13
H. Asumsi
13
I.
15
Pentingnya Masalah Untuk DiteUti
J. Kehidupan ReUgius SiswaSebagai
16
Tujuan Pendidikan Umum
BAB H PROSEDUR PENELITIAN
22
A. Metoda PeneUtian
22
B. Teknik Pengumpulan Data
25
C SumberData dan Sampel PeneUtian
29
D. Instrumen PeneUtian
31
E. Pengumpulan Data
32
viu
F. Pemeriksaan Keterandalan
37
Data PeneUtian
G. Pengolahan dan AnaUsis
38
Data PeneUtian
BABHI DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
A. Riwayat Berdirinya SMPPGIII
42
42
dan Kebijakan Yayasan PGII
B. DeskripsiLingkungan Fisik
45
Sosial Budaya SMP PGII I
C. Kurikulum yang Berlaku di
49
SMPPGIII
D. Deskripsitentang SiswaSMP PGII I
53
E. Deskripsi Komunikasi Guru
56
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. KebijakanSekolah sebagai
68
69
Dasar Penciptaan Iklim Pendidikan
B. Kebijakan Sekolah dalam
84
Upaya Menciptakan Lingkungan Sekolah
C. Kebijakan Sekolah Kaitannya
92
Dengan Penataan Guru
D. Kebijakan Sekolah dalam Kaitan
101
Komunikasi Guru dengan Siswa
E. Kebijakan Sekolah dalam Kaitan
117
Komunikasi Guru denganSesamanya
F. Kebijakan Sekolah dalam Menata
122
Guru kaitannya dengan Waktu dan Tempat
G. Kebijakan Sekolah dalam Menata Guru
128
Kaitannya dengan Bidang Studi
IX
H. Kebijakan Sekolah dalam Menata
133
Hubungan Guru dengan Orang Tua Siswa
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
141
A. Kesimpulan
141
B. Rekomendasi
144
DAFTARPUSTAKA
150
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pertama ini (pendahuluan) akan dikemukakan secara
berurutan hal-hal yang berkenaan dengan (a) latar belakang masalah; (b)
masalah dar pertanyaan peneUtian; (c) tujuan peneUtian ; (d) hasil yang
diharapkan; (e) kegunaan peneUtian; (f) ruang lingkup peneUtian; (g) definisi
operasionaL dan (j) kehidupan reUgius sebagai tujuan Pendidikan Umum.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai upaya manusia yang dilakukan secara sadar dan
disengaja senantiasa diarahkan kepada perubahan-perubahan peserta didik
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Upaya yang mengarah kepada
pembinaan dan pengembangan nilai sikap, kepribadian serta pengetahuan
yang terintegrasi yang seyogyanya dimiliki semua orang merupakan upaya
Pendidikan Umum.
Nilai sikap, kepribadian dan pengetahuan yang terintegrasi yang
hendak diwujudkan melalui pendidikan tersebut, pada dasamya merupakan
wujud manusia yang berkepribadian utuh, yakni manusia ideal yang dalam
konteks pendidikan di Indonesia digambarkan dalam tujuan pendidikan
nasional sebagai berikufc
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
1
pekerti, memiUki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN No 2
1989).
Untuk
mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dengan
karakteristik di atas, diperlukan
berbagai upaya dan tindakan yang
berorientasi kepada tercapainya pribadi yang berkembang optimal serta
memiUki kemampuan-kemampuan esensial yang mencerminkan manusia
utuh.
Dalam kaitan ini Pendidikan Umum menempatkan posisinya sebagai
pendidikan yang bersifat umum, bukan pendidikan yang mengarah kepada
pengembangan spesiaUsasi tertentu, melainkan mengolah dan mendidikkan
nilai-nilai membina sikap dan kepribadian serta membekaU peserta didik
dengan pengetahuan yang terintegrasi agar dapat bertindak danberperilaku
sebagai warga negara yang baik, beriman danbertaqwa.
Pendidikan Umum tersebut tidak hanya mengarahkan kepada
pembinaan dan pengembangan ranah kognisi peserta didik semata,
melainkan pengembangan sikap dan kepribadian melalui penghayatan dan
pemaknaan nilai-nilai sehingga pemaknaan itu secara fenomenologis dapat
dinyatakan dalam perilaku terdidik sehari-hari melalui peranannya sebagai
individu, anggota masyarakat, warga negara dan makhluk Tuhan.
Pendidikan Umum di Sekolah Menengah Pertama memuat dasar-
dasar perwujudan nilai-nilai antara lain melalui bidang studi Pendidikan
Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang
merupakan program studi yang mengupayakan pebinaan nilai-nilai guna
mewujudkan sikap keagamaan dan moraUtas pada siswa sebagai generasi
bangsa yangberagama, berbudaya dan bermoral tinggi
Khusus mengenai pembinaan makna-makna esensial yang berkenaan
dengan kuaUfikasi manusia yang beriman danbertaqwa dirujukkan kepada
pendidikan agama, yakni pendidikan yangmembina nilai dan moral agama
untuk mewujudkanmanusia yang beriman danbertaqwa kepada TuhanYang
MahaEsa.
Salah satu pendidikan yang diajarkan di sekolah adalah pendidikan
agama Islam, yakni upaya mendidikkan nilai-nilai keislaman
melalui
pembinaan keyakinan terhadap Allah, penerimaan nilai-nilaiilahiah secara
utuh serta melaksanakan norma dan aturanIslam dalam perilaku sehari-hari
secara konsisten.
Peran pendidikanagama Islam yang menekankan kepada perwujudan
sikap dan akhlak yang baik semakin penting di tengah perkembangan sosiobudaya masyarakat yang semakin maju, karena seringkaU kemajuan itu
melahirkan dampak tertentu berupa kegalauan nilai ketidakpuasan dan
kekecewaan. Pergeseran nilai ini bagipeserta didik menimbulkan persoalan
tersendiri yang mengakibatkan muncukiya gejala-gejala negatif berupa
kenakalan remaja dengan semua bentuk dan jenisnya.
Pembinaan
keagamaan siswa di sekolah yang pada umumnya
ditangani oleh guru-guru agama, senantiasa diarahkan untuk kepentingan
pembangunan nasionai karena
kehidupan siswa kelak
agama sarat dengan nilai yang penting bagi
yang dapat dijadikan landasan morai etik dan
spirituai sehingga akan senantiasa mewamai dan mempengaruhi tingkah
lakunya. MunawirSyazaU (1990: 3) menegaskaiu
Ajaran agama yang sudah mapan mengandung nilai-nilai kebajikan
yang memungkinkan pemeluknya membedakan mana yang baik,
mana yang buruk, mana yang boleh mana yang dilarang. Nilai
tersebut dapat berperan sebagai landasan morai etika dan spiritual
masyarakat yang akan selalu mewarnai atau mempengaruhi sikap,
tingkah laku dalam berbagai bidang kehidupan.
Pernyataan tersebut tidak berarti bahwa setiap nilai keagamaan
dengan
sendirinya dapat dijadikan landasan tindakan, tetapi yang
menentukan adalah kesadaran dan kesungguhan pengakuan pemeluknya
terhadap agama yang kemudian diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
Bila demikian barulah nilai-nilai keagamaan itu mewamai kehidupannya.
Untuk melahirkan kesadaran agar agama dijadikan sebagai landasan
bagi tindakan siswa, maka nilai-nilai agama perlu dikenai dipahami dihayati
dan diimani oleh mereka. Untuk itu, diperlukan upaya pembinaan secara
terns menerus, serta seoptimal mungkin diupayakan agar tercipta iklim atau
situasi yang memberikan tempat bagi tercerapnya nilai-nilai agama oleh para
siswa, sehingga agama menjadi bagian dari dirinya sendiri dalam seluruh
konteks kehidupannya.
Iklim pendidikan tersebut pada dasamya merupakan situasi yang
mengarah pada terciptanya keadaan yang kondusif bagi tercerapnya nilainilai agama, sehingga dapat terbina sikap dan perilaku siswa yang reUgius
dalam kehidupannya, baik di dalam maupun di luar sekolah yang tercerrnin
dalam bentuk ketaatan terhadap aturan dan norma agama dan secara nyata
ditampilkan dalam kehidupan se'iari- hari, baik sebagai individu maupun
warga masyarakat
Adapun bidang studi agama sebagai Pendidikan Umum di sekolah,
khususnya di Sekolah Menengah Pertama masih dipandang
pendidikan-pendidikan lainnya (akademis
sama seperti
dan keterampilan), padahal
Pendidikan Umum diarahkan kepada pembinaan dan pengembangan sikap
dan perilaku, bukan hanya mengembangkan aspek kognitif. Oleh karena itu,
hasil upaya Pendidikan Umum di SMP secara faktual kurang mencerminkan
perubahan tertentu dari segi moral dan agama. Hal ini secara empirik dapat
dilihat dalam tingkah laku siswa yang tidak menunjukkan sikap-sikap
tertentu yang seyogyanya dimiliki oleh seorang siswa yang berkapasrtas
sebagfl i terdidik yang memiUki sikap dan kepribadian.
Fenomena ini lebih jauh dikuatkan oleh adanya kenyataan-kenyataan
yang sering muncul dalam tindakan siswa yang bertolak belakang dengan
nilai-nilai yang dididikkan, seperti timbulnya kenakalan remaja dan siswa
sekolah yang cenderung ke arah kriminaUtas, perkelahian dan kekerasan
antara siswa, mabuk-mabukan,
dan pergaulan bebas yang cenderung
melakukan perbuatan keji serta bentuk-bentuk lainnya yang terjadi di
kalangan siswaSMP. Seperti halnya ditegaskan oleh Zakiah Daradjat (1983:5)
"bahwa dengan lemahnya agama dan tidak dicerapnya nilai-nilai keagamaan
akan memudahkan ia terseret dan tenggelam ke lembah kemaksiatan dan
kejahatan lainnya, baik berupa pelanggaran terhadap agama maupun hukum
negara".
Disadari, bahwa sebagian alasan yang mendorong timbumya masalah
tersebut diakibatkan oleh dampak negatif dari kemajuan teknologi dan
kesejahteraan material masyarakat serta arus informasi global yang
melahirkan benturan-benturan nilai budaya dan agama, sehingga nilai-nilai
yang diajarkan di sekolah sebagai suatu konsep yang ideai berhadapan
dengan reaUta di masyarakat yang sangat bertolak belakang dengan nilai yang
diajarkan di sekolah. Dalam keadaan demikian lahirlah sikap-sikap tertentu di
kalangan siswa yang mencerminkan kegalauan nilai dan kebingungan
orientasi
Sementara itu, sekolah yang bemaung di bawah yayasan PGII,
khususnya SMP PGII I Bandung, menunjukkan ciri tersendiri yang berbeda
dengan sekolah-sekolah umum lain. Kebijakan yayasan PGII yang dituangkan
dalam aturan penyelenggaraan pendidikan memberikan arahan bagi
terciptanya iklim tertentu terhadap lembaga pendidikan Penyediaan sarana
pendidikan dan fasiUtas sekolah ditata searah dengan misi yang diemban
PGII,
sehingga
memberi
iklim
tersendiri
dalam
seluruh konteks
pendidikannya.
Penampilan sikap, tingkah laku serta pergaulan siswa mencenninkan
suasana akrab, sopan dan famiUer tanpa kehilangan suasana khas siswa SMP
sebagai manusia yang sedang meningkat remaja. Penampilan sekolah dengan
perangkat fasiUtasnya diwamai pula iklim reUgius. Di kelas sebelum pelajaran
dimulai para siswa membaca ayat-ayat suci al-Quran bersama-sama, waktu
shalat para siswapun melakukan shalat berjamaah bersama para guru,
perbincangan-perbincangan di antara para guru tentang siswa tidak luput
pula dari misi-misi keagamaan. Hal-hal yang demikian telah mewamai ikUin
sekolah PGII I dan mungkin merupakan ciri khas yang membedakan SMP
PGII I dengan SMP lainnya.
Fenomena di atas tidak berarti siswa SMP PGII I tidak pernah
menyimpang
dari
aturan-aturan
sekolah
dan norma
agama.
Ada
penyimpangan yang pernah terjadi pada sebagian kecil siswa SMP PGII I
antara lain :
bolos sekolah, melakukan pemalsuan surat izin sekolah,
merokok, tidak menyampaikan uang bulanan pada sekolah, mengambil uang
milik orang tuanya tanpa memberi tahu, ada pula yang terUbat pada tindak
kriminahtas seperti terUbat pencurian, minuman keras dan obat terlarang.
Dalam menghadapi kenyataan di atas, SMP PGII I -sebagai sekolah
yang
bernafaskan Islam-
berupaya menata ikUm pendidikan, untuk
mengatasi, mengantisipasi segala permasalahan yang terjadi dan mewamai
keadaan, sehingga mampu menyediakan ikUm pendidikan yang berbeda
dengan iklim pendidikan di sekolah umum lain, dan iklim pendidikan
tersebut mampu membawa siswanya serta memberi pengaruh yang positif
kepada kehidupan reUgius siswa, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Bertitik tolak dari fenomena di atas, timbul permasalahan, mengapa
iklim pendidikan
di sekolah PGH I sebagai sekolah umum berbede
penampilannya dari sekolah lain? Apa yang telah terjadi di sekolah tersebut ?
Apa yang diharapkan sekolah
dan orang tua siswa dari pendidikan PGII ?
Bagaimana SMP PGII I menata iklim pendidikan tersebut sehingga dapat
melahirkan iklim pendidikan yang berbeda dari sekolah lainnya ? Dan
bagaimana pendptaan iklim pendidikan tersebut berlangsung, sehingga dapat
memberikan formulasi dan strategi tertentu yang dapat diterapkan di SMP
pada umumnya ?.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka pendptaan ikUmpendidikan
oleh sekolah dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa di SMP PGII I
Bandung merupakan obyek yang layak diteUti.
B. Masalah dan Pertanyaan Penelitian
PeneUtian ini memfokuskan pada masakh yang berkaitan dengan
pendptaan iklim pendidikan oleh guru dalam upaya membina kehidupan
reUgius siswa.
Untuk mengarahkan peneUtian ini perlu kiranya dirumuskan masalah
peneUtian, yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan pokok sebagai berikut
Apa yang dilakukan yayasan dan pimpinan SMP PGII I dalam mendptakan
iklim pendidikan di sekolah dalam upaya membina reUgius siswa ? Apa yang
dilakukan guru dalam mendptakan iklim pendidikan di sekolah dalam upaya
membina kehidupan reUgius siswa ?.
Pertanyaan pokok peneUtian di atas mengacu pada pertanyaan
berikut:
1. Kebijakan apa saja yang diberlakukan oleh yayasan terhadap sekolah SMP
PGII I dalam mendptakan iklim pendidikan, dalam upaya membina
kehidupan reUgius siswa ?
2. Apa yang dilakukan guru dalam menata dan menyiapkan dirinya, dalam
upaya membina kehidupan reUgius siswa ?
3. Apa yang dilakukan guru tatkala berhubungan dengan siswa, dalam upaya
membina kehidupan reUgiusnya ?
4. Apa yang dilakukan guru tatkala berhubungan dengan sesamanya, dalam
upaya membina kehidupan reUgius siswa ?
5. Apa yang dilakukan guru dalam menata waktu dan tempat dalam upaya
n^embina kehidupan reUgius siswa ?
6. A}>a yang dilakukan guru dalam menata bidang studinya, dalam upaya
membina kehidupan reUgius siswa ?
7. Apa yang dilakukan guru tatkala berhubungan dengan orang tua siswa,
dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa ?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum peUtian ini bertujuan untuk mengetahui pendptaan
iklim pendidikan oleh guru di sekolah dalam upaya membina kehidupan
reUgius siswa.
Secara operasional peneUtian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Kebijakan yayasan PGII dalam menata iklim pendidikan di SMP PGII I;
2. Kebijakan pimpinan SMP PGII I dalam mereaUsasikan kebijakan yayasan
PGII, dalam menata iklim pendidikan di sekolahnya;
3. Perlakuan guru dalam mereaUsasikan kebijakan yayasan dan pimpinan
sekolah melalui penataan iklim pendidikan di SMP PGII I, dalam upaya
membina kehidupan reUgius siswa;
4. Sarana-sarana yang disiapkan bagi penataan iklim pendidikan, dalam
upaya membina kehidupan reUgius siswa.
D. Hasil yang Diharapkan
Hasil alchir yang diharapkan dari peneUtian tentang pendptaan iklim
pendidikan oleh guru dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa, dapat
ditemukannya gagasan awal dalam rangka menyusun model atau pola
pendptaan iklim pendidikan di sekolah. Gagasan tersebut diharapkan dapat
mewarnai setiap proses pendidikan umum di sekolah menengah, yang
merupakan jenis pendidikan yang mengembangkan peserta didik menjadi
warga negara dewasa yang memiliki kemampuan berinteraksi secara aktif
10
dan kreatif dengan Ungkungannya, serta bertanggung jawab, baik terhadap
dirinya, masyarakat bangsa mapun terhadap AUahswt
E. Kegunaan Penelitian
PeneUtian yang memfokuskan pada masalah
pendptaan iklim
pendidikan oleh sekolah dalam upaya membina reUgius siswa perlu
dilakukan,
karena hasil peneUtiannya akan berguna, setidaknya dapat
memperkaya khazanah informasi bagi dunia pendidikan. Di samping itu hasil
peneUtian ini akan dapat:
L Dijadikan bahan informasi untuk membantu menunjukkan aspek-aspek
pembinaan yang diperlukan oleh sekolah menengah dalam mendptakan
iklim pendidikan dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa;
2. Merekomendasi bagi sekolah menengah dan lembaga terkait dalam rangka
penataan iklim pendidikan di sekolah seperti yang diamanatkan oleh
sistem pendidikan nasionaL di mana ikUni belajar mengajar perlu
dikembangkan sehingga menumbuhkan rasa percaya diri, serta sikap dan
perilaku yang inovatif dan kreatif.
3. Mengantarkan suatu keperluan pengayaan bagi pengembangan pendidikan
umum.
4. Dijadikan bahan perbandingan oleh berbagai pihak yang bermaksud
mengadakan peneUtian sejenis.
11
F. Ruang Lingkup Penelitian
Pendptaan iklim pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam upaya mengubah sikap dan perilaku siswa, karena itu dalam proses
pendidikan
dapat terjadi secara baik
manakala iklim atau situasi
pendidikannya layak bagi terjadi peristiwa pendidikan yang mengarah pada
perubahan perilaku siswa. MI Soelaeman (1977: 27) menegaskan:
Bahwa seorang pendidik ada dalam situasi pendidikannya yang
harus ia perhatikan dan perhitungkan. Dengan situasinya itu ia
"mengadakan dialog". Dari situasi pendidikannya itu ia menimba
landasan-landasan perbuatan pendidikannya, karena dalam stuasi
pendidikan itulah ia menemukan terdidiknya.
"Mengadakan dialog" maksudnya melakukan penghayatan terhadap
momen-momen fisik, psikologis dan sosial budaya,
sehingga Ungkungan
pendidikan tersebut dialami dan dirasakan oleh pendidik. Mengadakan dialog
berarti juga berkomunikasi antara diri, siswa dan Ungkungannya yang dapat
melahirkan keterpautan makna antara pendidik dan terdidik. Oleh karena itu
dalam
setiap proses pendidikan
sekolah perlu memperhatikan iklim.
pendidikan, sehingga iklim itu mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Banyak hal yang dapat mendukung terdftanya iklim pendidikan di
sekolah, antara lain aspek Ungkungan fisik, seperti p enataan bangunan, aspek
psikologis, seperti kesiapan mental orang-orang yang terUbat dalam peristiwa
pendidikan, aspek sosial budaya seperti kebiasaan-kebiasaan di sekolah dan
aspek sistem penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti kebijakan yayasan
dan sekolah, tata kerja keorganisasian dan Iain-lain.
12
PeneUtian ini akan dirahkan pada hal-hal yang berkenaan dengan:
Kebijakan yayasan dan sekolah, serta perlakuan guru terhadap diri, siswa,
sesamanya, orang tua siswa dan perlakuan guru dalam menata bidang studi
sebagai perwujudan dari kebijakan yayasan dan sekolah.
G. Definisi Operational
Beberapa istilah penting yang digunakan dalam
peneUtian
ini didefinisikan sebagai berikut:
1. Pendptaan iklim pendidikan yaitu tindalcan-tindakan pimpinan sekolah
dan guru sebagai perwujudan kebijakan yayasan dan sekolah dalam
menata situasi pendidikan yang dapat membawa dan memberi pengaruh
pada perubahan sikap dan perilaku siswa.
2. IkUm pendidikan di&rtikan sebagaisuatu keadaan yang mewamai seluruh
situasi atau peristiwa pendidikan di sekolah yang ditata secara fisik, sosial
mapun psikologis yang terhayati atau dipersepsi oleh pendidik dan
terdidik.
3. Kehidupcn reUgius yaitu keyakinan, ucapan dan tindakan yang dilandasi
oleh nilu-nilai agama yang melahirkan sikap dan perilaku utuh yang
ditampilkin dalam bentuk ketaatan terhadap aturan dan norma agama.
H. Asumsi
PeneUtian ini dilandasi oleh beberapa asumsi sebagai berikut
13
y r-
1. Pendptaan iklim pendidikan merupakan suatu upaya yang penting dalam
mengubah sikap dan perilaku siswa. Lynn walUc R (1980) menyebutkan:
That climate ia the most important concern in initiating and sustaining
change and that the prindpal has the primary responsibiUty for creating a
positive school climate.
2. IkUm pendidikan sebagai suasana yang ada dalam Ungkungan pendidikan
dapat dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh para siswa,
karena itu
merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi dan
melahirkan perilaku-perilaku
siswa. Sunaryo, (1993 :112) menjelaskan
ikUm sekolah (pendidikan, pen.) memberikan dampak yang berarti
terhadap siswa dalam arti bahwa sekolah yang beriklim demokratis dan
intelektual cenderung menjadikan para siswa memperoleh penyesuaian
diri
3. Iklim pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi sikap tertentu pada
siswa.
Lindgren (MI Soelaeman 1988:157) menegaskan bahwa iklim
memberikan kondisi bagi lahirnya tingkah laku tertentu pada mereka
(siswa,pen.) yang berada di dalamnya atau mengahayatinya.
4. IkUm Pendidikan senantiasa hadir dalam setiap peristiwa pendidikan, dan
sebagai unsur pendidikan,
siswa dan guru akan senantiasa berada
didalamnya. MI Soelaiman (1977:26) mengatakan bahwa manusia itu "adadidalam-dunianya" yang berarti bahwa ia tidak mungkin terlepas atau
melepaskan diri dari dunianya, akan tetapi dilain pihak ia mampu pula
14
untuk menghadapi dunianya: Manusia menghidupi dan menghadapi
dunianya.
5. Kehidupan reUgius adalah kehidupan yang bermakna yang
sasaran
dijadikan
tujuan pendidikan nasionai khususnya Pendidikan Umum di
Sekolah Menengah.
I. Pentingnya Masalah Untuk Diteliti
Dilihat dari kontribusinya terhadap pengembangan Pendidikan
Umum, melalui peniUtian inimungkin dapat ditemukan konsep-konsep yang
dapat memperkaya strategi dan pola proses pendidikan umum di Sekolah
Menengah Pertama, khususnya dalam pendptaan iklim pendidikan yang
lebih kondusifbagi pembinaan nilai- nilai reUgius.
PeneUtian ini diarahkan pada pendptaan iklim pendidikan oleh
Sekolah dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa. Hal ini penting
untuk diteUti karena adanya keterkaitan yang sangat erat dan mendasar
dengan proses pendidikan khususnya Pendidikan Umum. IkUm pendidikan
senantiasa hadir atau serba hadir dalam setiap peristiwa Pendidikan Umum.
Karena itu iklim pendidikan perlu diperhatikan dan diperhitungkan. MI
Soelaeman (1977 :27) menegaskan- Seorang pendidik ada dalam situasi
pendidikannya yang hams ia perhatikan dan perhitungkan. Dengan
situasinya itu ie "mengadakan dialog". Dari situasi pendidikannya itu ia
menimba landasan-landasan perbuatan pendidikannya, karena dalam situasi
pendidikan itulah ia menemukan terdidiknya.
15
J. Kehidupan ReUgius Siswa Sebagai Tujuan
Pendidikan Umum
1. AnaUsis tentang Tujuan Pendidikan Umum
Pendidikan Umum (genaral education) merupakan pendidikan yang
memberikan
penekanan
terhadap nilai
sikap, pemahaman, serta
keterampilan yang perlu dimiliki setiap orang (Alberty & Alberty, 1965:203)
memiUki cakupan tujuan yang sangat luas dan mendasar. Oleh karena itu
pemahaman tujuan pendidikan umum tidak dapat dibatasi secara kuantitatif,
karena nilai dan norma tidak dapat diukur secara objektif.
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai atau suatu "ideaUtas" yang
dituju dari suatu aktivitas tertentu, Ada dua istilah penting berkenaan dengan
tujuan pendidikan ini yaitu "aim" dan "objective" yang dijelaskan Mackenzi
(1972:101):
The difference between an aim and an objective can be expressed in
number of a way. For exmaple, we may consider an aim as a general
of intent which gives direction to a teaching of program, and an
objective as particular print in that direction
Melihat batasan di atas, tujuan pendidikan umum termasuk kategori
"objective", tetapi sifat dan karakter yang dimiliki pendicikan umum tidak
dapat dibatasi dan diukur secara kuantitatif, maka objective sebagai istilah
yang digunakan untuk menyebut tujuannya pun tidak sama dengan objective
dalam arti tujuan yang dapat dicapai dalam suatu tindakan pendidikan
16
tertentu.
Karena itu istilah yang seringkaU digunakan oleh para ahU
pendidikan umum adalah "gool" atau purpose.
Tujuan pendidikan sebagai ideaUtas yang hendak dicapai melalui
pendidikan, maka tujuan dalam pendidikan umum sesuai dengan sifat dan
karakter yang dimilikinya, bukanlah suatu ideaUtas yang dapat dicapai setelah
selesai
pendidikan, tetapi merupakan tujuan yang bersifat umum,
menyeluruh dan komprehensif.
Tujuan pendidikan umum yang menggambarkan profil outputnya
dikemukakan oleh Phenix (1964:8), yaitu:
A complete person should be skilled in the use of speech, syombol an
gesture, factuaUy weU informed, capable of creating and apresiating
object of esthetic significance, endowed with a rich and didpUned
life in relation to self and others, able to make wise decision and to
judge between right and wrong, and possed of an integral out look.
Dalam tatanan pendidikan di Indonesia tujuan pendidikan umum
merujuk kepada tujuan pendidikan Nasional yang merupakan suatu ideaUtas
tertingggi yang ingin dicapai oleh manusia Indonesia yakni kepribadian utuh
dan integratif. Pribadi yting utuh dan integratif dikemukakan MI Soelaeman
sebagai pribadi yang reUgius (1988:148).
Pendidikan urnum merupakan pendidikan
yang mengarahkan
tujuannya kepada perilaku yang seyogyanya dimiliki semua orang. Perilaku
tersebut merupakan perilaku ideal yang menjadi tujuan pendidikan yaitu
kepribadian.
17
Manusia yang berkepribadian adalah manusia yang memiUki nilai
kemanusiaan yang utuh dan menyeluruh berupa nilai sikap tertentu yang
dilandasi oleh kebenaran ideal yang dipegangnya.
Pendidikan yang mengarahkan tujuannya kepada kemampuan dan
sikap
yang bersifat umum merupakan pendidikan komprehensif yang
mengarah kepada keutuhan pribadi
2. Kehidupan ReUgiusSebagai Tujuan Setiap Orang
Pribadi utuh adalah pribadi yang memiliki wawasan keilmuan,
keyakinan yang kokoh dan perilaku yang sesuai dengan nilai-niai yang
dijadikan landasan hidupnya. Dalam kaitan dengan npsi-nilai mendasar,
maka agama tampil sebagai landasan nilai yang mampu memberikan jalan ke
arah pencapaian tujuan material dan spirituai
Agama merupakan tindakan,
bukan hanya aspek spiritual, ia
merupakan nilai yang menghendaki penjabaran dalam perilaku setiap
pemeluknya, sehingga ajarannya tampak secara fenomenal pada perilaku dan
sikap beragama atau reUgiusitas setiap orang.
ReUgiusitas sering dikaitan dengan pengalaman reUgius, seperti
dikatakan Good (1973:489) yaitu: "the encounter beetween the individual and
a trancedent power (or beUeved in " holy other") reaUzed through private
prayer, sacramental worship, or other spiritual encounter", karena itu
pengalaman reUgius lebih merupakan pengalaman individuaL Kendatipun
demikian tidak berarti pengalaman itu tidak berdampak terhadap perilaku
18
individu dalam komunikasi dan perilakunya sehari-hari, bahkan sebaUknya ia
akan memberikan corak kehidupan seseorang yang disebut dengan
kehidupan reUgius.
Kehidupan reUgius atau reUgiusitas seseorang dapat dilihat dari
perilaku keberagamaannya, yakni perilaku yang sesuai denga kehendak
ajaran agamanya yang merupakan sumber dan landasan hidup atau way of
life yang melembaga pada diriseseorang.
Agama bagi manusia berkaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu
memperoleh kebahagiaan yang hakiki; kebahagiaan yang sebenamya. Bahkan
ia memberikan suport psikologis dan rasa kepercayaan diri dalam
menghadapi kehidupan yang serba tidak menentu. Agama memberikan
jawaban terhadap masalah-masalah kehidupan manusia sebagai pemeluknya.
Thomas O'dea (1966:13-15) menyebutkan enam fungsi agama bagi manusia,
yaitu 1) menyajikan dukungan moral dan sarana emosionai peUpur di saat
manusia menghadapi ketidakpastian dan frustasi 2) menyajikan sarana
hubungan transedental melalui amal ibadat yang dapat menimbulkan rasa
damai dan identitas bam yang menyegarkan, 3) memperkuat dan
memberikan legitimasi serta mensucikan nilai dan norma masyarakat yang
telah mapan dan membantu mengendaUkan ketentraman, ketertiban dan
stabutas masyarakat 4) memberikan standar nilai untuk mengkaji ulang nilai
dan norma yang telah mapan, 5) memberikan identitas diri, 6) memberikan
19
status bam dalam pertumbuhan dan siklus perkembangan individual melalui
berbagai krisis rituai
Tujuan hidup manusia tidak dapat ditentukan oleh manusia sendiri,
karena keterbatasan yang cfcrulikinya, temtama yang berkaitan dengan
maalah-masaah supranatural yang berada diluar jangkauan pikiran manusia.
Untuk itumanusia memerlukan bimbingan dan pengarahan Yang Maha Tahu
agar dapat mecapai tujuannnya.
ReUgiusitas atau keberagamaan seseorang menurut Glock danStrak
memiUki empat dimensi penting, yaitu dimensi keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi-konsekuensi (Glock & Stark,
dalam WilUamNewman, 1974:20).
Dalam tatanan agama Islam, keyakinan itu berarti keimanan, sehingga
keberagamaan yang dimaksudkan itu dapat dikatakan sebagai bentuk
ketakwaan yang dimiliki seseorang yang memiUki implementasi dalam
bentuk amal shaleh. Jadi dimensi lainnya yang dimaksud oleh Glock (praktek,
pengalaman,
pengetahuan dan konsekwensi-konsekwensi) merupakan
sebagian dari pengertian takwa t&dxT
Dimensi keberagamaan seseorang dalam kaitan iniditegaskan dalam
pemyataan firman Allah ( Q.S Lukman, 31:16) :" Wahai anakku, dirikanlah
shalat, suruhlah (orang lain) kepada kebaikan dan cegahlah kemunkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya hal ituadalah
sebagian dari kewajiban".
20
Salat adalah dimensi ritual yang mencakup keyakinan, praktek,
pengalaman dan pengetahauan, amar- maTuf dan nahyi-munkar merupakan
konsekuensi yang dilakukan dari adanya keyakinan, sedangkan sabar adalah
bentuk perilaku ideal yang dicapai dari pengalaman keagamaan yang telah
disebutkan sebelumnya. Karena itu reUgiusitas berarti keutuhan sikap dan
perilaku seseorang yang berdimensi ketuhanan sebagai dasar. dimensi sosial
sebagai arena aktualisasi dan dimensi individual sebagai perolehan akhir dan
ini juga merupakan pemaknaan konsep salat, amar-malruf, nahyi-munkar dan
sabar dalam ayat di atas.
Kehidupan reUgius sebagai tujuan yang hendak dicapai setiap orang
pada
dasamya merupakan ideUtas
yang
dapat diupayakan melalui
pendidikan, karena reUgiusitas itu sendiri bukan suatu yang statis, melainkan
dapat berubah dan berkembang. Dalam pendidikan perubahan ini tergantung
kepada upaya yang sungguh-sungguh dari kedua pihak pelaku peristiwa
pendidikan yaitu, pendidik dan terdidik. Dengan demikian reUgiusitas
seseorang merupakan tujuan yang hendak dicapi oleh pendidikan umum.
21
BAB HI
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Data lengkap hasil peneUtian ini dilampirkan dalam buku khusus.
Data peneUtian ini diperoleh dari berbagai sumber yakni staf yayasan,
pimpinan sekolah dan para wakilnya, guru-guru, siswa dan orang tua siswa.
Data dikumpulkan melalui dokumentasi wawancara dan pengamatan.
Untuk mendapatkan gambaran umum data peneUtian, pada bab tiga
ini (deskripsi hasil peneUtian) akan disajikan secara sepintas dalam bentuk
deskripsi yang berkenaan dengan : (a) riwayat SMPI dan Kebijakan Yayasan
PGH; (b) deskripsi Ungkungan fisik, dan sosial budaya SMP PGTI I; (c)
kurikulum yang berlaku di SMP PGII I; (d) Deskripsi tentang siswa SMP PGII I
dan (e) deskripsi komunikasi guru.
A. Riwayat SMP PGII I dan Kebijakan Yayasan PGII I
Nana
PGQ muncul
menjelang
berakhirnya
revolusi
kemerdekaan. Tahun 1949 KH. Wahid Hasyim (waktu itu menteri agama),
Jaya rahmat dan H.E.Z Muttaqien membentuk organisasi guru-guru Islam
Indonesia yang diberinama Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII).
Tanggal. 17 Agustus 1950, atas usaha KH.E.Z Muttaqien, Afandi
ridwan, Sutan Abdul Ghani mendirikan SMA yang dikelola oleh LPM
(Lembaga Pendidikan MusUmin) diberi nama
SMA MusUmin. Setahun
42
kemudian LPM menyerahkan SMA tersebut kepada PGII. Saat itu PGII
memiUki 6 kelas yang tidak kurang dari 240 siswa.
Pada tahun 1960, Sutan Abdul Ghani beserta tokoh lainnya mendirikan
yayasan Pendidikan PGII. Pendirian yayasan PGH antara lain bertujuan
mengusahakan terlaksananya kesempurnaan pendidikan, pengajaran dan
kebudayaan bangsa Indonesia menurut ajaran Islam; dan mempertinggi mutu
guru-guru yang beragama Islam.
Ketika Yayasan PGH dn^smikan, SMA PGII sudah mengalami tiga kati
pindah tempat sampai akhirnya menempati gedung sendiri di jalan
Panatayuda No-4 kodyaBandung.
Beberapa tahun kemudian PGH berkembang dan makin mapan,
karena gum-gum SMA dan SMP PGH I sudah diangkat sebagai gum negeri
(DPK).
Saat ini yayasan Pendidikan PGH telah berkembang menjadi 5unit
pendidikan formal yakni SMP PGH I, SMP PGH H,SMAPGtl I, SMAPGH H
dan pendidian informal yaitu LPKIAIT.
Karena perkembangan, unit pendidikan dan keragaman serta efisiensi,
maka pengaturan kerja serta proses pendidikan dilakukan secara terpusat pleh
yayasan PGH, temtama berkaitan dengan aspek-aspek yang memiUId dime: isi
strategis. Untuk kegiatan-kegiatan operasional dan teknis dilaksanakan oleh
unit masing-masing.
Proses pendidikan merupakan pekerjaan yang sistimatik, menuntut
keterpaduan antara unsur-unsur yang terkait Untuk menjalankan proses
43
pendidkan di lima unit pendidikan khususnya diSMP PGH I, yayasan telah
menenetapkan kebijakan yang mengatur jalannya proses kerja pendidikan.
Kebijakan yayasan tersebut tertuang dalam bentuk keputusan-keputusan yang
berlaku di seluruh unit yang ada di PGH.
Peningkatan mutu pendidikan di PGH dilakukan melalui program
utama yaknipeningkatan mutu akademis dan peningkatanmutu administrasi
umum dan keuangan.
Untuk meningkatkan kuaUtas program dan mutuakademis yayasan
PGH telah megupayakan : a) peningkatan kuaUtas tenaga kependidikan
melalui metoda off dan on the job tiaining; b) peningkatan kuaUtas peserta
didik melalui kegiatan penambahan jam pelajaran yang bermuatan strategis,
melalui bimbingan belajar, pelayanan khusus bagi siswa yang memiUki
kemampuan khusus, pengembangan Islam terpadu (intra dan ektra); c)
rasionaUsasi dan reorganisasi serta pengembangan materi pendidikan; d)
restrukturisasi dan mekanisme organisasi
e) penataan manajemen
administrasi akademik, keuangan dan administrasi umum; f) peningkatkan
kesejahteraan personaUa; g) peningkatan kerja melalui upaya komputerisasi
h) pengembangan sarana perkantoran; laboratorium; ruang kelas; j)
peningkatan hubungan sosial dan kemasyarakatan khususnya meUbatkan
kepedutian orang tua siswa mengenai kemajuan siswa dankemajuan sekolah.
44
B. Deskripsi Lingkungan Fisik, dan Sosial Budaya
SMP PGH I
SMP PGH I sebagai suatu sistem persekolahan
tidak berada dalam
suatu dunia hampa, ia berada dan akan dipengaruhi oleh Ungkungan baik
tis^'k maupun sosial budaya. Karena itu orang-orang yang terUbat dalam
pendiHikan khususnya siswa pada saat berinteraksi dengan Ungkungannya
akan terjadi tarik menarik menurut ukuran kekuatan antara kedua belah
pihak.
SMP PGH I berada pada Ungkungan yang berbeda dengan sekolahsekolah lain baik secara fisik, maupun sosial
budaya. Secara fisik ia berada
pada Ungkungan perkotaan, dikeUUngi jalan-jalan raya, dilalui kendaraan
dari berbagai arah, dan dikeUUngi bangunan-bangunan rumah tinggi dan
mewah
miUk pribadi yang sedikit banyak akan mempengaruhi jalannya
proses pendidikan. Karena itu, Yayasan PGII telah mengupayakan sarana fisik
bangunan
melalui
penataan
Ungkungan
fisik sekolah yang dapat
mengkondisikan orang-orang yang terUbat di dalamnya. Secara fisik bangunan
SMP PGH I dibatasi oleh dinding tembok yang memisahkan antara bagunan
rumah dengan sekolah, baik dari
belakang, kiri dan maupun kanan.
Sementara di bagian depan dibatasi oleh pagar yang memisahkan antara
halaman Ungkungan sekolah dengana jalan raya.
Penataan bangunan fisik yang digambarkan di atas dapat mengisolasi
para siswa dari keramaian di luar gedung sekolah, settinga selama para siswa
berada di
Ungkungan sekolah kecil kemungkinannya terpengaruh oleh
45
keramaian di
luar sekolah. Para siswa tidak dapat meninggalkan sekolah
sembarangan, terutama saat-saat istirahat karena pintu masuk ke sekolah
hanya satu arah yakni bagian depan yang dipagar dan dijaga oleh petugas
sekolah (piket dan satpam).
Bangunan sekolah SMP
bangunan ada yang
PGH I terdiri atas enam bangun, tiap
berlantai satu dan berlantai dua. Setiap bangungan
bervariasi ada yang terdiri atas dua ruangan,
empat enam, delapan,
sembilan, dan sepuluh ruangan. Dari tiga puluh sembilan ruangan, tiga puluh
satu ruangan digunakan ruangan kelas, sementara yang lainnya digunakan
ruang guru, BP, kantin sekolah, koperasi sekolah. Tiga ruangan lantaiatas
digunakan kantor staf yayasan PGH, kantor SMP, Kantor SMA, dua ruangan
lantai atas
dipergunakan LPK IATT, sementara ruangan lain yang kecil
dipergunakan gudang, dapur dan labolatorium serta dilengkapai pula dengan
sarana-sarana wudu bagi guru, siswa putra dan putri
Salah satu diantara enam bangunan adalah bangunan mesjid yang
terletak di tengah 5 bangunan.
Bagunan mesjid yang diletakan di tengah
bangunan-bangunan memberikan suasana tersendiri bagi orang-orang yang
terUbat didalamnya khususnya para siswa. Bangunan mesjid yang ada di SMP
PGH I tidak hanya digunakan untuk kegiatan ritual semata seperti shalat
berjamaah para siswa dengan para
kegiatan
guru, tetapi digunakan pula untuk
lain yang bermanfaat bagi pengembangan
siswa. Di mesjid
ditemukan para siswa yang sedang diskusi mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Di samping sebelah selatan mesjid terdapat perpustakan, tidak heranbila
46
mesjid juga
sering dimanfaatkan oleh para siswa
membaca buku
perpustakaan
Munculnya nama PGH hampir bersamaan dengan berakhirnya masa
revolusi kemerdekaan, dan tokoh-tokoh pendirinya terdiri dari orang-orang
yang
punya komitmen keagaman yang sangat kuat Latar belakang ini
memberikan pengaruh yang cukup besar bagi penyelenggaraan maupun
perkembangan pendidikan di yayasan PGH, khususnya diSMP PGH I.
Proses kaderisasai para pernimpin dan para pelaksana pendidikan dan
layanan bantu terus diupayakan, sejalan dengan misi yang diemban yayasan
PGH. PemiUhan personil baik untuk pelaksana pendidikan (gum) maupun
layanan bantu, tidak hanya sekedar mempertimbangkan bidang akademis,
tetapi komitmen keagamaan mereka diperhatikan secara khusus. Sebelum
gum diangkat sebagai tenaga yayasan, diseleksi terlebih dahulu dan
diwawancarai untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan girah (semangat)
keagamaannya. Proses seperti itu menjadikan Ungkungan sosial (individu dan
kelompok) di SMP PGH I diwamai nilai-nilai keagamaan.
Kesamaan pandangan terhadap agama melahirkan suasana tertentu
berapaa interaksi yang khas keagamaan antara para gum maupun siswa.
Interaksi tersebut pada giUrannya dapat menimbulkan proses sosiaUsasi yang
berpengaruh pada perkembangan siswa, karena proses sosiaUsasi melalui
pergaulan mempakan bagian daripendidikan.
SMP PGH I sebagai salah satu lembaga pendidikan berfungsi sebagai
tempat sosiaUsasi Proses sosiaUsasi di sekolah tersebut diarahkan untuk
47
menyiapkan siswa agar dapat menyesuaikan diri dan mampu melaksanakan
berbagai
peran yang mungkin akan dihadapi siswa setelah terjun ke
masyarakat Proses sosiaUsasi di SMP PGH I, dimulai dengan pengenalan
perangkat tata nilai serta peran-peran yang haras dilakukan di masyarakat
sesuai dengan keadaan masing-masing. Karena sekolah sebagai tempat
sosiaUsasi SMP PGII I berupaya melakukan penataan sedemikian rupa yang
memungkinkan
bagi
para siswa dapat mengenai menghayati dan
melaksanakan apa yang seharusnya ia kerjakan. Pembiasaan diri bagi para
siswa dengan tata nilai dalam Ungkunganterbatas seperti di sekolah, atau di
masyarakat-masyarakat tertentu dikenalkan sejak dini
Upaya penataan ikUm diselaraskan dengan Ungkungan sosial yang
ada, yang mendukung bagi lahirnya suasana keagamaan di Ungkungan
sekolah. Upaya tersebut diwujudkan dengan cara membiasakan baca
•basmalah" pada setiap pelajaran, membaca al-quran beberapa ayat shalat
berjamah bersama antara pimpinan sekolah, guru dan para siswa. Berdo'a
bersama setelah shalat doa bersama
pada
saat berakhir
pelajaran,
memberikan sentuhan nilai-nilai keagamaan melalui bidang studi dan melalui
nasihat-nasihat yang diberikan guru pada siswa sebelum atau sesudah
pelajaran berakhir.
Pendptaan suasana keagamaan di sekolah melalui proses sosiaUsasi
pimpinan sekolah, guru dan semua unsur yang terUbatdi dalamnya dapat
memberikan pengaruh yang berarti bagi siswa. Melalui proses itu siswa
diharapkan dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dalam kehidupan
48
sehari-hari, dan dapat mewujudkannya secara maksimal manakala mereka
telah terjun di tengah-tengah masyarakat, karena disadari bahwa sekolah
khususnya SMP PGH Imerupakan batu loncatan untuk hidup dimasyarakat.
C. Kurikulum Yang Berlaku di SMP PGH I
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendi
i^dikan
nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan
Ungkungan,
kebutuhan pembangunan nasionai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai
denganjenis dan jenjang masing-masing.
Rumusan dasar tersebut di SMP PGH I telah dijabarkan dalamsemua
program pengajaran termasuk pendidikan agama Islam yang disesuaikan
dengan program yang berlaku di yayasanPGH.
Materi program kurikuler yang berlaku di Ungkungan yayasan
Pendidikan PGH mengacu pada materi program kurikuler yang ditetapkan
Depdikbud dan materi program kurikuler lokal sebagai materi tambahan yang
berlaku di Ungkungan yayasan PGH. Materi program tambahan yaitu
penambahan pelajaran bidang studi agama sebanyak 4 jam setiap semester
untuk sduruh tingkat dan jenjang darijumlah jamyang sudahditentukan oleh
kurikulum nasionai Pengadaan program baca al-quran sebanyak 1jam tiap
semester untuk seluruh tingkat dan seluruh jenjang pendidikan. Pengadaan
program pelajaran bahasa arab sebanyak 2jam dan 1jam pelajaran salat setiap
semester untuk seluruh tingkat dan seluruh jenjang pendidikan.
49
Penambahan jam pelajaran untuk bidang studi yang diujikan pada
EBTANAS dan UMPTN yang meUputi bidang PMP, bahasa indonesia,
matematika, fisika, biologi bahasa Inggris, sosiologi antropologi setiap
semester 5 dan 6 pada jenjang SMA di Ungkungan yayasan pendidikan PGII
melalui metoda bimbingan belajar. Penambahan jam pelajaran kealaman yang
meUputi bidang studi matematika, fisika, kimia dan biologi sebanyak 2 jam
untuk siswa kelas 1, semester 3,4 dan 5 bagi yang termasuk kategori A pada
jenjang SMA yang dilakukan oleh guru panutan. Penambahan jam pelajaran
akuntansi otomotif dan elektrordka sebanyak 2 jam untuk siswa kelas satu
semester 3, 4 dan 5 bagi siswa kategori B dan atau C pada jenjang SMA yang
dilakukan oleh guru panutan. Pengadaan jam pelajaran keterampilan
komputer untuk siswa kelas 1 pada semester 1,2,3 dan 4 pada jenjangSMA
dilakukan oleh instruktur Komputer.
Lembaga pendidikan di Ingkungan yayasan PGH memiUki khas
tersendiri. Bagi lembaga ini memiUki keleluasaan dalam menerapkan nilai-
nilai keislaman, terutama yang menyangkut muatan kurikulum bidang agama
Islam dengan tambahan bahasa arab, shalat dan al-quran dan ditambah lagi
dengan kegiatan ekstra keagamaan (mentoring),
Kurikulum nasional dan kurikulum tambahan (lokal) dilaksanakan
secara terpadu, meskipun masih tersendat Terpadunya PAI di SMP PGII I
merupakan ciri khas yang diharapkan dapat menjadi nilai dasar yang mampu
mewamai seluruh kegiatan pendidikan di SMP PGH I. Untuk memantapkan
nilai-nilai keislaman di sekolah tersebut, diupayakan secara optimal melalui
50
keterpaduan kegiatan intra dengan ektra kurikuler pendidikan agama.
Keterpaduan antara pendidikan agama yang ditetapkan secara formal dalam
kurikulum nasional dengan program pendidikan agama tambahan khas PGH
dapat dilihat dalam skema berikut:
Pendidikan Agama Islam
Intrakulikuler
Ektrakurikuler
1.Agama Kurikulum 2 jam
2.Tambahan Khtn PGH
a. Shalat 1 jam
b.Quran 1 jam
c. Bahas a Arab 2jarrt
Selain
1. Mentoring Umum
2. Mentoring Khusus
melalui pendidikan agama, untuk mewamai kegiatan
pendidikan di SMP PGH I, diupayakan pula melalui intra kurikuler bidangbidang studi non pendidikan agama, dengan cara mengaitkan bidang studi
dengan nilai-nilai Islam atau model justifikasi ilmu dengan ayat quran. Konsep
ini dikembangkan melalui cara pencarian ayat quran dalam setiap surat,
menentukan sari tilawah (ide pokok) lalu ditentukan hubungan keilmuan atau
kandungan nilainya.
Upaya ini masih belum terlaksana secara maksimal
masih bersifat spontan, dan belum tertuang dalam perencanaan pengajaran.
Sementara itu program ektra kuiikuler yang berlaku di Ungkungan
yayasan pendidikan PGH mengacu kepada meteri program ektra kurikuler
51
yang ditetapkan Depdikbud. Materi program ektra kurikuler lokal sesuai
dengan kondisi yayasan pendidikan PGH, secara taktis dibagi kedalam tiga
kegiatan utama yaitu
peningkatan kemampuan organisasi peningkatan
motivasi dan pengembangan bakat, serta peningkatan wawasan keilmuan.
Peningatan wawasan keilmuan diupayakan pula melalui kegiatan
mentoring yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi Pelaksanaan mentoring
terdiri atas bidang studi yang diebtanaskan dan pendidikan agama Islam.
Untuk bidang studi yang ebtanaskan dibimbing oleh guru-guru
bidang studi yang diangkat secara khusus sebagai pembimbing mentoring.
Sedangkan untuk mentoring keagamaan dibimbing oleh guru tertentu yang
ditunjuk oleh sekolah baik dari guru pendidikan agama maupun guru bidang
studi lain. Pelaksanaan program mentoring tidak hanya dibimbing oleh guru,
tapi meUbatkan para siswa kelas tiga, khususnya kelas 3 D sebagaikelas
pitihan (kelas khusus siswa terbaik).
Pendidikan agama di SMP PGH I diarahkan bagi pengembangan,
penyaluran, perbaikan, pencegahan, penye- suaian, sebagai sumber nilai dan
sebagai pengajaran.
Pelaksanaan pendidikan khususnya pendidikan keagamaan yang
intra maupun ektra kurikurer, ditempuh melalui beberapa pendekatan anta-a
lain, pendekatan pengalaman yaitu memberikan pengalaman keagamaan
kepada peserta didik dalam rangka membina nilai-nilai reUgius, hal ini
dilakukan di kelas maupun di luar kelas, di mesjid bahkan di dalam
52
masyarakat melalui kegiatan bakti sosial (baksos) yang dilaksanakan tiap
semester atau menjelang Uburan
Selain itu ditempuh pula melalui pendekatan pembiasaan yakni
membiasakan siswa untuksenantiasa mengamalkan ajaran agama. Karena itu
setiap hari pada jam pertama belajarmereka dibiasakan inembaca al-Quran
sesuai dengan batas (hanca) masing-masing kelas . Setiap waktu shalat
terutama salat ashar mereka dibiasakan salat berjamaah dengan guru-guru,
setiap hari Jumat dianjurkan juga salat jumat di sekolah dansetiap haribagi
siswa putri diwajibkan menggunakan pakaian seragam khas, berbaju panjang
disertai kerudung yang dilengkapi atribut sekolah.
Untuk membina keagamaan ditempuh pula melalui pendekatan
emosional yakni usaha untuk menggugah perasaan danemosi peserta didik
dalam
menyakini memahami dan menghayati ajaran agama, serta
menggunakan pendekatan rasional yakni usaha untukmemberikan peranan
kepada rasio dalam memahami kebenaran ajaran agama.
D. Deskripsi tentang Siswa SMP PGII I
Siswa sebagai manusia dengan segalt potensi yang dinuUkinya, perlu
dibina dan dikembangkan
lebih lanjut daiamsebuahinstitusi pendidikan,
karena itu siswa menempati titik sentral dalam proses pendidikan.
Siswa yang masuk ke SMP PGII I tak jauhberbeda dengan sekolah-
sekolah swasta lain, mereka terdiri dari para lulusan SD baik negeri
maupun swasta. Masuknya siswa ke sekolah tersebut, tidak lepas dari
53
pengaruh keinginan orang tua, mereka memiUki motivasi-motivasi tertentu
antara lain :
1. Untuk pemantapan nilai-nilai yang telah diterima baik oleh putranya, baik
di rumah maupun di sekolah.
Dengan motivasi ini para orang tua
percaya bahwa SMP PGH I memiUki misi keislaman sejalan dengan nama
yang ditanapilkannya. Karena itu orang tua
mendaftarkan putranya
langsung ke SMP PGH I tanpa mendaftarkan ke sekolah negeri, tanpa
memperWtungkan besar kecunya NEM Namun input siswa yang orang
tuanya memiUki motivasi demikian jumlahnya tidak banyak.
2. Pertimbangan akademis yaitu orang tua siswa tetap mendaftarkan putranya
ke negeri terlebih dahulu. Setelah tidak diterima, orang tua mendaftarkan
putranya ke SMP PGH I, karena secara akademis sekolah tersebut memiliki
kelebihan dibandingkan dengan SMP swasta lainnya. Siswa yang orang
tuanya beralasan akademik jumlahnya paling banyak.
3. Karena pertimbangan lain yang berkaitan dengan minimnya kemampuan
orang tua mendidik keagamaan anaknya dan orang tua merasa kewalahan.
Dengan dimasukannya ke SMP PGH I orang tua berharap, sekolah akan
mampu menjtdi" bengkel akhlak • bagi putranya.
Sejalan oangan adanya kecenderungan motivasi dan kepercayaan
masyarakat seperti itu, maka untuk mengatur jalannya proses pendidikan bagi
para siswa, yayasan mengatur dan menetapkan hak dan kewajiban siswa yang
dapat mengikat dan menimbulkan kebanggaan siswa terhadap lembaga (SMP
PGII I) sebagai almamaternya.
54
Yayasan dan sekolah
telah
menetapkan, para siswa berhak
mendapatkan perlakuan yang baik dan terpuji selaras dengan nilai Islam, baik
dalam kegiatan belajarmengajar maupun di luar kegiatan belajar mengajar.
Siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
sesuai bakat, minat dan kemampuannya, mengikuti program pendidikan atas
dasar jenjang berkelanjutan; mendapatkan fasiUtas belajar, hadiah prestasi dan
bantuan lain, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Para siswa berhak pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau
tingkatannya
lebih tinggi sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
memperoleh penilaian hasil belajar dan berhak mendapatkan pelayanan
khusus. Para siswa SMP PGII I berkewajiban untuk berperilaku sebagai
seorang muslim yang shaleh, baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun di
luar kegiatan belajar mengajar.
Siswa berkewajiban mematuhi semua ketentuan yang berhubungan
dengan pelaksanaan pendidikan; menanggung biaya pendidikan PGII yakni
uang pangkal atau bangunan, sumbangan penyelenggaraan pendidikan, uang
evaluasi mentoring dan Iain-lain sejalan dengan aturan yang berlaku di
sekolah
Sejalan dengan ketetapan sekolah para siswa mengenakan seragam
putih biru sama sepertiseragamSMP lainnya,hanya saja seragam bagi putri
panjang menutup aurat disertai kerudung pu
DALAM UPAYA MEMBINA KEHIDUPAN
RELIGIUS SISWA
(Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama
PGIII Kotamadya Bandung)
DiajukanUntuk Memenuhi Syarat Ujian Program S-2
PPSIKIP Bandung Bidang Studi Pendidikan Umum
Oleh :
UDIN SUPRIADI
90322854/XXII-14
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DISETUJUI PEMBIMBING UNTUK DIAJUKAN
DALAM SIDANG TAHAPII
DR.H.M DJ AWAD DAHLAN
PEMBIMBING I
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
UNGKAPAN SYUKUR DAN PENGHARGAAN
DAFTARISI
i
m
viii
BAB I PENDAHULUAN
1
A Latar Belakang Masalah
1
B. Masalah dan Pertanyaan PeneUtian
8
C. Tujuan PeneUtiiMi
10
D. Hasil yang Diharapkan
10
E. Kegunaan PeneUtian
11
F. Ruang Lingkup PeneUtian
12
G. Definisi Oprasional
13
H. Asumsi
13
I.
15
Pentingnya Masalah Untuk DiteUti
J. Kehidupan ReUgius SiswaSebagai
16
Tujuan Pendidikan Umum
BAB H PROSEDUR PENELITIAN
22
A. Metoda PeneUtian
22
B. Teknik Pengumpulan Data
25
C SumberData dan Sampel PeneUtian
29
D. Instrumen PeneUtian
31
E. Pengumpulan Data
32
viu
F. Pemeriksaan Keterandalan
37
Data PeneUtian
G. Pengolahan dan AnaUsis
38
Data PeneUtian
BABHI DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
A. Riwayat Berdirinya SMPPGIII
42
42
dan Kebijakan Yayasan PGII
B. DeskripsiLingkungan Fisik
45
Sosial Budaya SMP PGII I
C. Kurikulum yang Berlaku di
49
SMPPGIII
D. Deskripsitentang SiswaSMP PGII I
53
E. Deskripsi Komunikasi Guru
56
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. KebijakanSekolah sebagai
68
69
Dasar Penciptaan Iklim Pendidikan
B. Kebijakan Sekolah dalam
84
Upaya Menciptakan Lingkungan Sekolah
C. Kebijakan Sekolah Kaitannya
92
Dengan Penataan Guru
D. Kebijakan Sekolah dalam Kaitan
101
Komunikasi Guru dengan Siswa
E. Kebijakan Sekolah dalam Kaitan
117
Komunikasi Guru denganSesamanya
F. Kebijakan Sekolah dalam Menata
122
Guru kaitannya dengan Waktu dan Tempat
G. Kebijakan Sekolah dalam Menata Guru
128
Kaitannya dengan Bidang Studi
IX
H. Kebijakan Sekolah dalam Menata
133
Hubungan Guru dengan Orang Tua Siswa
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
141
A. Kesimpulan
141
B. Rekomendasi
144
DAFTARPUSTAKA
150
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pertama ini (pendahuluan) akan dikemukakan secara
berurutan hal-hal yang berkenaan dengan (a) latar belakang masalah; (b)
masalah dar pertanyaan peneUtian; (c) tujuan peneUtian ; (d) hasil yang
diharapkan; (e) kegunaan peneUtian; (f) ruang lingkup peneUtian; (g) definisi
operasionaL dan (j) kehidupan reUgius sebagai tujuan Pendidikan Umum.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai upaya manusia yang dilakukan secara sadar dan
disengaja senantiasa diarahkan kepada perubahan-perubahan peserta didik
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Upaya yang mengarah kepada
pembinaan dan pengembangan nilai sikap, kepribadian serta pengetahuan
yang terintegrasi yang seyogyanya dimiliki semua orang merupakan upaya
Pendidikan Umum.
Nilai sikap, kepribadian dan pengetahuan yang terintegrasi yang
hendak diwujudkan melalui pendidikan tersebut, pada dasamya merupakan
wujud manusia yang berkepribadian utuh, yakni manusia ideal yang dalam
konteks pendidikan di Indonesia digambarkan dalam tujuan pendidikan
nasional sebagai berikufc
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
1
pekerti, memiUki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN No 2
1989).
Untuk
mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dengan
karakteristik di atas, diperlukan
berbagai upaya dan tindakan yang
berorientasi kepada tercapainya pribadi yang berkembang optimal serta
memiUki kemampuan-kemampuan esensial yang mencerminkan manusia
utuh.
Dalam kaitan ini Pendidikan Umum menempatkan posisinya sebagai
pendidikan yang bersifat umum, bukan pendidikan yang mengarah kepada
pengembangan spesiaUsasi tertentu, melainkan mengolah dan mendidikkan
nilai-nilai membina sikap dan kepribadian serta membekaU peserta didik
dengan pengetahuan yang terintegrasi agar dapat bertindak danberperilaku
sebagai warga negara yang baik, beriman danbertaqwa.
Pendidikan Umum tersebut tidak hanya mengarahkan kepada
pembinaan dan pengembangan ranah kognisi peserta didik semata,
melainkan pengembangan sikap dan kepribadian melalui penghayatan dan
pemaknaan nilai-nilai sehingga pemaknaan itu secara fenomenologis dapat
dinyatakan dalam perilaku terdidik sehari-hari melalui peranannya sebagai
individu, anggota masyarakat, warga negara dan makhluk Tuhan.
Pendidikan Umum di Sekolah Menengah Pertama memuat dasar-
dasar perwujudan nilai-nilai antara lain melalui bidang studi Pendidikan
Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang
merupakan program studi yang mengupayakan pebinaan nilai-nilai guna
mewujudkan sikap keagamaan dan moraUtas pada siswa sebagai generasi
bangsa yangberagama, berbudaya dan bermoral tinggi
Khusus mengenai pembinaan makna-makna esensial yang berkenaan
dengan kuaUfikasi manusia yang beriman danbertaqwa dirujukkan kepada
pendidikan agama, yakni pendidikan yangmembina nilai dan moral agama
untuk mewujudkanmanusia yang beriman danbertaqwa kepada TuhanYang
MahaEsa.
Salah satu pendidikan yang diajarkan di sekolah adalah pendidikan
agama Islam, yakni upaya mendidikkan nilai-nilai keislaman
melalui
pembinaan keyakinan terhadap Allah, penerimaan nilai-nilaiilahiah secara
utuh serta melaksanakan norma dan aturanIslam dalam perilaku sehari-hari
secara konsisten.
Peran pendidikanagama Islam yang menekankan kepada perwujudan
sikap dan akhlak yang baik semakin penting di tengah perkembangan sosiobudaya masyarakat yang semakin maju, karena seringkaU kemajuan itu
melahirkan dampak tertentu berupa kegalauan nilai ketidakpuasan dan
kekecewaan. Pergeseran nilai ini bagipeserta didik menimbulkan persoalan
tersendiri yang mengakibatkan muncukiya gejala-gejala negatif berupa
kenakalan remaja dengan semua bentuk dan jenisnya.
Pembinaan
keagamaan siswa di sekolah yang pada umumnya
ditangani oleh guru-guru agama, senantiasa diarahkan untuk kepentingan
pembangunan nasionai karena
kehidupan siswa kelak
agama sarat dengan nilai yang penting bagi
yang dapat dijadikan landasan morai etik dan
spirituai sehingga akan senantiasa mewamai dan mempengaruhi tingkah
lakunya. MunawirSyazaU (1990: 3) menegaskaiu
Ajaran agama yang sudah mapan mengandung nilai-nilai kebajikan
yang memungkinkan pemeluknya membedakan mana yang baik,
mana yang buruk, mana yang boleh mana yang dilarang. Nilai
tersebut dapat berperan sebagai landasan morai etika dan spiritual
masyarakat yang akan selalu mewarnai atau mempengaruhi sikap,
tingkah laku dalam berbagai bidang kehidupan.
Pernyataan tersebut tidak berarti bahwa setiap nilai keagamaan
dengan
sendirinya dapat dijadikan landasan tindakan, tetapi yang
menentukan adalah kesadaran dan kesungguhan pengakuan pemeluknya
terhadap agama yang kemudian diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
Bila demikian barulah nilai-nilai keagamaan itu mewamai kehidupannya.
Untuk melahirkan kesadaran agar agama dijadikan sebagai landasan
bagi tindakan siswa, maka nilai-nilai agama perlu dikenai dipahami dihayati
dan diimani oleh mereka. Untuk itu, diperlukan upaya pembinaan secara
terns menerus, serta seoptimal mungkin diupayakan agar tercipta iklim atau
situasi yang memberikan tempat bagi tercerapnya nilai-nilai agama oleh para
siswa, sehingga agama menjadi bagian dari dirinya sendiri dalam seluruh
konteks kehidupannya.
Iklim pendidikan tersebut pada dasamya merupakan situasi yang
mengarah pada terciptanya keadaan yang kondusif bagi tercerapnya nilainilai agama, sehingga dapat terbina sikap dan perilaku siswa yang reUgius
dalam kehidupannya, baik di dalam maupun di luar sekolah yang tercerrnin
dalam bentuk ketaatan terhadap aturan dan norma agama dan secara nyata
ditampilkan dalam kehidupan se'iari- hari, baik sebagai individu maupun
warga masyarakat
Adapun bidang studi agama sebagai Pendidikan Umum di sekolah,
khususnya di Sekolah Menengah Pertama masih dipandang
pendidikan-pendidikan lainnya (akademis
sama seperti
dan keterampilan), padahal
Pendidikan Umum diarahkan kepada pembinaan dan pengembangan sikap
dan perilaku, bukan hanya mengembangkan aspek kognitif. Oleh karena itu,
hasil upaya Pendidikan Umum di SMP secara faktual kurang mencerminkan
perubahan tertentu dari segi moral dan agama. Hal ini secara empirik dapat
dilihat dalam tingkah laku siswa yang tidak menunjukkan sikap-sikap
tertentu yang seyogyanya dimiliki oleh seorang siswa yang berkapasrtas
sebagfl i terdidik yang memiUki sikap dan kepribadian.
Fenomena ini lebih jauh dikuatkan oleh adanya kenyataan-kenyataan
yang sering muncul dalam tindakan siswa yang bertolak belakang dengan
nilai-nilai yang dididikkan, seperti timbulnya kenakalan remaja dan siswa
sekolah yang cenderung ke arah kriminaUtas, perkelahian dan kekerasan
antara siswa, mabuk-mabukan,
dan pergaulan bebas yang cenderung
melakukan perbuatan keji serta bentuk-bentuk lainnya yang terjadi di
kalangan siswaSMP. Seperti halnya ditegaskan oleh Zakiah Daradjat (1983:5)
"bahwa dengan lemahnya agama dan tidak dicerapnya nilai-nilai keagamaan
akan memudahkan ia terseret dan tenggelam ke lembah kemaksiatan dan
kejahatan lainnya, baik berupa pelanggaran terhadap agama maupun hukum
negara".
Disadari, bahwa sebagian alasan yang mendorong timbumya masalah
tersebut diakibatkan oleh dampak negatif dari kemajuan teknologi dan
kesejahteraan material masyarakat serta arus informasi global yang
melahirkan benturan-benturan nilai budaya dan agama, sehingga nilai-nilai
yang diajarkan di sekolah sebagai suatu konsep yang ideai berhadapan
dengan reaUta di masyarakat yang sangat bertolak belakang dengan nilai yang
diajarkan di sekolah. Dalam keadaan demikian lahirlah sikap-sikap tertentu di
kalangan siswa yang mencerminkan kegalauan nilai dan kebingungan
orientasi
Sementara itu, sekolah yang bemaung di bawah yayasan PGII,
khususnya SMP PGII I Bandung, menunjukkan ciri tersendiri yang berbeda
dengan sekolah-sekolah umum lain. Kebijakan yayasan PGII yang dituangkan
dalam aturan penyelenggaraan pendidikan memberikan arahan bagi
terciptanya iklim tertentu terhadap lembaga pendidikan Penyediaan sarana
pendidikan dan fasiUtas sekolah ditata searah dengan misi yang diemban
PGII,
sehingga
memberi
iklim
tersendiri
dalam
seluruh konteks
pendidikannya.
Penampilan sikap, tingkah laku serta pergaulan siswa mencenninkan
suasana akrab, sopan dan famiUer tanpa kehilangan suasana khas siswa SMP
sebagai manusia yang sedang meningkat remaja. Penampilan sekolah dengan
perangkat fasiUtasnya diwamai pula iklim reUgius. Di kelas sebelum pelajaran
dimulai para siswa membaca ayat-ayat suci al-Quran bersama-sama, waktu
shalat para siswapun melakukan shalat berjamaah bersama para guru,
perbincangan-perbincangan di antara para guru tentang siswa tidak luput
pula dari misi-misi keagamaan. Hal-hal yang demikian telah mewamai ikUin
sekolah PGII I dan mungkin merupakan ciri khas yang membedakan SMP
PGII I dengan SMP lainnya.
Fenomena di atas tidak berarti siswa SMP PGII I tidak pernah
menyimpang
dari
aturan-aturan
sekolah
dan norma
agama.
Ada
penyimpangan yang pernah terjadi pada sebagian kecil siswa SMP PGII I
antara lain :
bolos sekolah, melakukan pemalsuan surat izin sekolah,
merokok, tidak menyampaikan uang bulanan pada sekolah, mengambil uang
milik orang tuanya tanpa memberi tahu, ada pula yang terUbat pada tindak
kriminahtas seperti terUbat pencurian, minuman keras dan obat terlarang.
Dalam menghadapi kenyataan di atas, SMP PGII I -sebagai sekolah
yang
bernafaskan Islam-
berupaya menata ikUm pendidikan, untuk
mengatasi, mengantisipasi segala permasalahan yang terjadi dan mewamai
keadaan, sehingga mampu menyediakan ikUm pendidikan yang berbeda
dengan iklim pendidikan di sekolah umum lain, dan iklim pendidikan
tersebut mampu membawa siswanya serta memberi pengaruh yang positif
kepada kehidupan reUgius siswa, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Bertitik tolak dari fenomena di atas, timbul permasalahan, mengapa
iklim pendidikan
di sekolah PGH I sebagai sekolah umum berbede
penampilannya dari sekolah lain? Apa yang telah terjadi di sekolah tersebut ?
Apa yang diharapkan sekolah
dan orang tua siswa dari pendidikan PGII ?
Bagaimana SMP PGII I menata iklim pendidikan tersebut sehingga dapat
melahirkan iklim pendidikan yang berbeda dari sekolah lainnya ? Dan
bagaimana pendptaan iklim pendidikan tersebut berlangsung, sehingga dapat
memberikan formulasi dan strategi tertentu yang dapat diterapkan di SMP
pada umumnya ?.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka pendptaan ikUmpendidikan
oleh sekolah dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa di SMP PGII I
Bandung merupakan obyek yang layak diteUti.
B. Masalah dan Pertanyaan Penelitian
PeneUtian ini memfokuskan pada masakh yang berkaitan dengan
pendptaan iklim pendidikan oleh guru dalam upaya membina kehidupan
reUgius siswa.
Untuk mengarahkan peneUtian ini perlu kiranya dirumuskan masalah
peneUtian, yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan pokok sebagai berikut
Apa yang dilakukan yayasan dan pimpinan SMP PGII I dalam mendptakan
iklim pendidikan di sekolah dalam upaya membina reUgius siswa ? Apa yang
dilakukan guru dalam mendptakan iklim pendidikan di sekolah dalam upaya
membina kehidupan reUgius siswa ?.
Pertanyaan pokok peneUtian di atas mengacu pada pertanyaan
berikut:
1. Kebijakan apa saja yang diberlakukan oleh yayasan terhadap sekolah SMP
PGII I dalam mendptakan iklim pendidikan, dalam upaya membina
kehidupan reUgius siswa ?
2. Apa yang dilakukan guru dalam menata dan menyiapkan dirinya, dalam
upaya membina kehidupan reUgius siswa ?
3. Apa yang dilakukan guru tatkala berhubungan dengan siswa, dalam upaya
membina kehidupan reUgiusnya ?
4. Apa yang dilakukan guru tatkala berhubungan dengan sesamanya, dalam
upaya membina kehidupan reUgius siswa ?
5. Apa yang dilakukan guru dalam menata waktu dan tempat dalam upaya
n^embina kehidupan reUgius siswa ?
6. A}>a yang dilakukan guru dalam menata bidang studinya, dalam upaya
membina kehidupan reUgius siswa ?
7. Apa yang dilakukan guru tatkala berhubungan dengan orang tua siswa,
dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa ?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum peUtian ini bertujuan untuk mengetahui pendptaan
iklim pendidikan oleh guru di sekolah dalam upaya membina kehidupan
reUgius siswa.
Secara operasional peneUtian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Kebijakan yayasan PGII dalam menata iklim pendidikan di SMP PGII I;
2. Kebijakan pimpinan SMP PGII I dalam mereaUsasikan kebijakan yayasan
PGII, dalam menata iklim pendidikan di sekolahnya;
3. Perlakuan guru dalam mereaUsasikan kebijakan yayasan dan pimpinan
sekolah melalui penataan iklim pendidikan di SMP PGII I, dalam upaya
membina kehidupan reUgius siswa;
4. Sarana-sarana yang disiapkan bagi penataan iklim pendidikan, dalam
upaya membina kehidupan reUgius siswa.
D. Hasil yang Diharapkan
Hasil alchir yang diharapkan dari peneUtian tentang pendptaan iklim
pendidikan oleh guru dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa, dapat
ditemukannya gagasan awal dalam rangka menyusun model atau pola
pendptaan iklim pendidikan di sekolah. Gagasan tersebut diharapkan dapat
mewarnai setiap proses pendidikan umum di sekolah menengah, yang
merupakan jenis pendidikan yang mengembangkan peserta didik menjadi
warga negara dewasa yang memiliki kemampuan berinteraksi secara aktif
10
dan kreatif dengan Ungkungannya, serta bertanggung jawab, baik terhadap
dirinya, masyarakat bangsa mapun terhadap AUahswt
E. Kegunaan Penelitian
PeneUtian yang memfokuskan pada masalah
pendptaan iklim
pendidikan oleh sekolah dalam upaya membina reUgius siswa perlu
dilakukan,
karena hasil peneUtiannya akan berguna, setidaknya dapat
memperkaya khazanah informasi bagi dunia pendidikan. Di samping itu hasil
peneUtian ini akan dapat:
L Dijadikan bahan informasi untuk membantu menunjukkan aspek-aspek
pembinaan yang diperlukan oleh sekolah menengah dalam mendptakan
iklim pendidikan dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa;
2. Merekomendasi bagi sekolah menengah dan lembaga terkait dalam rangka
penataan iklim pendidikan di sekolah seperti yang diamanatkan oleh
sistem pendidikan nasionaL di mana ikUni belajar mengajar perlu
dikembangkan sehingga menumbuhkan rasa percaya diri, serta sikap dan
perilaku yang inovatif dan kreatif.
3. Mengantarkan suatu keperluan pengayaan bagi pengembangan pendidikan
umum.
4. Dijadikan bahan perbandingan oleh berbagai pihak yang bermaksud
mengadakan peneUtian sejenis.
11
F. Ruang Lingkup Penelitian
Pendptaan iklim pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam upaya mengubah sikap dan perilaku siswa, karena itu dalam proses
pendidikan
dapat terjadi secara baik
manakala iklim atau situasi
pendidikannya layak bagi terjadi peristiwa pendidikan yang mengarah pada
perubahan perilaku siswa. MI Soelaeman (1977: 27) menegaskan:
Bahwa seorang pendidik ada dalam situasi pendidikannya yang
harus ia perhatikan dan perhitungkan. Dengan situasinya itu ia
"mengadakan dialog". Dari situasi pendidikannya itu ia menimba
landasan-landasan perbuatan pendidikannya, karena dalam stuasi
pendidikan itulah ia menemukan terdidiknya.
"Mengadakan dialog" maksudnya melakukan penghayatan terhadap
momen-momen fisik, psikologis dan sosial budaya,
sehingga Ungkungan
pendidikan tersebut dialami dan dirasakan oleh pendidik. Mengadakan dialog
berarti juga berkomunikasi antara diri, siswa dan Ungkungannya yang dapat
melahirkan keterpautan makna antara pendidik dan terdidik. Oleh karena itu
dalam
setiap proses pendidikan
sekolah perlu memperhatikan iklim.
pendidikan, sehingga iklim itu mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Banyak hal yang dapat mendukung terdftanya iklim pendidikan di
sekolah, antara lain aspek Ungkungan fisik, seperti p enataan bangunan, aspek
psikologis, seperti kesiapan mental orang-orang yang terUbat dalam peristiwa
pendidikan, aspek sosial budaya seperti kebiasaan-kebiasaan di sekolah dan
aspek sistem penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti kebijakan yayasan
dan sekolah, tata kerja keorganisasian dan Iain-lain.
12
PeneUtian ini akan dirahkan pada hal-hal yang berkenaan dengan:
Kebijakan yayasan dan sekolah, serta perlakuan guru terhadap diri, siswa,
sesamanya, orang tua siswa dan perlakuan guru dalam menata bidang studi
sebagai perwujudan dari kebijakan yayasan dan sekolah.
G. Definisi Operational
Beberapa istilah penting yang digunakan dalam
peneUtian
ini didefinisikan sebagai berikut:
1. Pendptaan iklim pendidikan yaitu tindalcan-tindakan pimpinan sekolah
dan guru sebagai perwujudan kebijakan yayasan dan sekolah dalam
menata situasi pendidikan yang dapat membawa dan memberi pengaruh
pada perubahan sikap dan perilaku siswa.
2. IkUm pendidikan di&rtikan sebagaisuatu keadaan yang mewamai seluruh
situasi atau peristiwa pendidikan di sekolah yang ditata secara fisik, sosial
mapun psikologis yang terhayati atau dipersepsi oleh pendidik dan
terdidik.
3. Kehidupcn reUgius yaitu keyakinan, ucapan dan tindakan yang dilandasi
oleh nilu-nilai agama yang melahirkan sikap dan perilaku utuh yang
ditampilkin dalam bentuk ketaatan terhadap aturan dan norma agama.
H. Asumsi
PeneUtian ini dilandasi oleh beberapa asumsi sebagai berikut
13
y r-
1. Pendptaan iklim pendidikan merupakan suatu upaya yang penting dalam
mengubah sikap dan perilaku siswa. Lynn walUc R (1980) menyebutkan:
That climate ia the most important concern in initiating and sustaining
change and that the prindpal has the primary responsibiUty for creating a
positive school climate.
2. IkUm pendidikan sebagai suasana yang ada dalam Ungkungan pendidikan
dapat dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh para siswa,
karena itu
merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi dan
melahirkan perilaku-perilaku
siswa. Sunaryo, (1993 :112) menjelaskan
ikUm sekolah (pendidikan, pen.) memberikan dampak yang berarti
terhadap siswa dalam arti bahwa sekolah yang beriklim demokratis dan
intelektual cenderung menjadikan para siswa memperoleh penyesuaian
diri
3. Iklim pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi sikap tertentu pada
siswa.
Lindgren (MI Soelaeman 1988:157) menegaskan bahwa iklim
memberikan kondisi bagi lahirnya tingkah laku tertentu pada mereka
(siswa,pen.) yang berada di dalamnya atau mengahayatinya.
4. IkUm Pendidikan senantiasa hadir dalam setiap peristiwa pendidikan, dan
sebagai unsur pendidikan,
siswa dan guru akan senantiasa berada
didalamnya. MI Soelaiman (1977:26) mengatakan bahwa manusia itu "adadidalam-dunianya" yang berarti bahwa ia tidak mungkin terlepas atau
melepaskan diri dari dunianya, akan tetapi dilain pihak ia mampu pula
14
untuk menghadapi dunianya: Manusia menghidupi dan menghadapi
dunianya.
5. Kehidupan reUgius adalah kehidupan yang bermakna yang
sasaran
dijadikan
tujuan pendidikan nasionai khususnya Pendidikan Umum di
Sekolah Menengah.
I. Pentingnya Masalah Untuk Diteliti
Dilihat dari kontribusinya terhadap pengembangan Pendidikan
Umum, melalui peniUtian inimungkin dapat ditemukan konsep-konsep yang
dapat memperkaya strategi dan pola proses pendidikan umum di Sekolah
Menengah Pertama, khususnya dalam pendptaan iklim pendidikan yang
lebih kondusifbagi pembinaan nilai- nilai reUgius.
PeneUtian ini diarahkan pada pendptaan iklim pendidikan oleh
Sekolah dalam upaya membina kehidupan reUgius siswa. Hal ini penting
untuk diteUti karena adanya keterkaitan yang sangat erat dan mendasar
dengan proses pendidikan khususnya Pendidikan Umum. IkUm pendidikan
senantiasa hadir atau serba hadir dalam setiap peristiwa Pendidikan Umum.
Karena itu iklim pendidikan perlu diperhatikan dan diperhitungkan. MI
Soelaeman (1977 :27) menegaskan- Seorang pendidik ada dalam situasi
pendidikannya yang hams ia perhatikan dan perhitungkan. Dengan
situasinya itu ie "mengadakan dialog". Dari situasi pendidikannya itu ia
menimba landasan-landasan perbuatan pendidikannya, karena dalam situasi
pendidikan itulah ia menemukan terdidiknya.
15
J. Kehidupan ReUgius Siswa Sebagai Tujuan
Pendidikan Umum
1. AnaUsis tentang Tujuan Pendidikan Umum
Pendidikan Umum (genaral education) merupakan pendidikan yang
memberikan
penekanan
terhadap nilai
sikap, pemahaman, serta
keterampilan yang perlu dimiliki setiap orang (Alberty & Alberty, 1965:203)
memiUki cakupan tujuan yang sangat luas dan mendasar. Oleh karena itu
pemahaman tujuan pendidikan umum tidak dapat dibatasi secara kuantitatif,
karena nilai dan norma tidak dapat diukur secara objektif.
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai atau suatu "ideaUtas" yang
dituju dari suatu aktivitas tertentu, Ada dua istilah penting berkenaan dengan
tujuan pendidikan ini yaitu "aim" dan "objective" yang dijelaskan Mackenzi
(1972:101):
The difference between an aim and an objective can be expressed in
number of a way. For exmaple, we may consider an aim as a general
of intent which gives direction to a teaching of program, and an
objective as particular print in that direction
Melihat batasan di atas, tujuan pendidikan umum termasuk kategori
"objective", tetapi sifat dan karakter yang dimiliki pendicikan umum tidak
dapat dibatasi dan diukur secara kuantitatif, maka objective sebagai istilah
yang digunakan untuk menyebut tujuannya pun tidak sama dengan objective
dalam arti tujuan yang dapat dicapai dalam suatu tindakan pendidikan
16
tertentu.
Karena itu istilah yang seringkaU digunakan oleh para ahU
pendidikan umum adalah "gool" atau purpose.
Tujuan pendidikan sebagai ideaUtas yang hendak dicapai melalui
pendidikan, maka tujuan dalam pendidikan umum sesuai dengan sifat dan
karakter yang dimilikinya, bukanlah suatu ideaUtas yang dapat dicapai setelah
selesai
pendidikan, tetapi merupakan tujuan yang bersifat umum,
menyeluruh dan komprehensif.
Tujuan pendidikan umum yang menggambarkan profil outputnya
dikemukakan oleh Phenix (1964:8), yaitu:
A complete person should be skilled in the use of speech, syombol an
gesture, factuaUy weU informed, capable of creating and apresiating
object of esthetic significance, endowed with a rich and didpUned
life in relation to self and others, able to make wise decision and to
judge between right and wrong, and possed of an integral out look.
Dalam tatanan pendidikan di Indonesia tujuan pendidikan umum
merujuk kepada tujuan pendidikan Nasional yang merupakan suatu ideaUtas
tertingggi yang ingin dicapai oleh manusia Indonesia yakni kepribadian utuh
dan integratif. Pribadi yting utuh dan integratif dikemukakan MI Soelaeman
sebagai pribadi yang reUgius (1988:148).
Pendidikan urnum merupakan pendidikan
yang mengarahkan
tujuannya kepada perilaku yang seyogyanya dimiliki semua orang. Perilaku
tersebut merupakan perilaku ideal yang menjadi tujuan pendidikan yaitu
kepribadian.
17
Manusia yang berkepribadian adalah manusia yang memiUki nilai
kemanusiaan yang utuh dan menyeluruh berupa nilai sikap tertentu yang
dilandasi oleh kebenaran ideal yang dipegangnya.
Pendidikan yang mengarahkan tujuannya kepada kemampuan dan
sikap
yang bersifat umum merupakan pendidikan komprehensif yang
mengarah kepada keutuhan pribadi
2. Kehidupan ReUgiusSebagai Tujuan Setiap Orang
Pribadi utuh adalah pribadi yang memiliki wawasan keilmuan,
keyakinan yang kokoh dan perilaku yang sesuai dengan nilai-niai yang
dijadikan landasan hidupnya. Dalam kaitan dengan npsi-nilai mendasar,
maka agama tampil sebagai landasan nilai yang mampu memberikan jalan ke
arah pencapaian tujuan material dan spirituai
Agama merupakan tindakan,
bukan hanya aspek spiritual, ia
merupakan nilai yang menghendaki penjabaran dalam perilaku setiap
pemeluknya, sehingga ajarannya tampak secara fenomenal pada perilaku dan
sikap beragama atau reUgiusitas setiap orang.
ReUgiusitas sering dikaitan dengan pengalaman reUgius, seperti
dikatakan Good (1973:489) yaitu: "the encounter beetween the individual and
a trancedent power (or beUeved in " holy other") reaUzed through private
prayer, sacramental worship, or other spiritual encounter", karena itu
pengalaman reUgius lebih merupakan pengalaman individuaL Kendatipun
demikian tidak berarti pengalaman itu tidak berdampak terhadap perilaku
18
individu dalam komunikasi dan perilakunya sehari-hari, bahkan sebaUknya ia
akan memberikan corak kehidupan seseorang yang disebut dengan
kehidupan reUgius.
Kehidupan reUgius atau reUgiusitas seseorang dapat dilihat dari
perilaku keberagamaannya, yakni perilaku yang sesuai denga kehendak
ajaran agamanya yang merupakan sumber dan landasan hidup atau way of
life yang melembaga pada diriseseorang.
Agama bagi manusia berkaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu
memperoleh kebahagiaan yang hakiki; kebahagiaan yang sebenamya. Bahkan
ia memberikan suport psikologis dan rasa kepercayaan diri dalam
menghadapi kehidupan yang serba tidak menentu. Agama memberikan
jawaban terhadap masalah-masalah kehidupan manusia sebagai pemeluknya.
Thomas O'dea (1966:13-15) menyebutkan enam fungsi agama bagi manusia,
yaitu 1) menyajikan dukungan moral dan sarana emosionai peUpur di saat
manusia menghadapi ketidakpastian dan frustasi 2) menyajikan sarana
hubungan transedental melalui amal ibadat yang dapat menimbulkan rasa
damai dan identitas bam yang menyegarkan, 3) memperkuat dan
memberikan legitimasi serta mensucikan nilai dan norma masyarakat yang
telah mapan dan membantu mengendaUkan ketentraman, ketertiban dan
stabutas masyarakat 4) memberikan standar nilai untuk mengkaji ulang nilai
dan norma yang telah mapan, 5) memberikan identitas diri, 6) memberikan
19
status bam dalam pertumbuhan dan siklus perkembangan individual melalui
berbagai krisis rituai
Tujuan hidup manusia tidak dapat ditentukan oleh manusia sendiri,
karena keterbatasan yang cfcrulikinya, temtama yang berkaitan dengan
maalah-masaah supranatural yang berada diluar jangkauan pikiran manusia.
Untuk itumanusia memerlukan bimbingan dan pengarahan Yang Maha Tahu
agar dapat mecapai tujuannnya.
ReUgiusitas atau keberagamaan seseorang menurut Glock danStrak
memiUki empat dimensi penting, yaitu dimensi keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi-konsekuensi (Glock & Stark,
dalam WilUamNewman, 1974:20).
Dalam tatanan agama Islam, keyakinan itu berarti keimanan, sehingga
keberagamaan yang dimaksudkan itu dapat dikatakan sebagai bentuk
ketakwaan yang dimiliki seseorang yang memiUki implementasi dalam
bentuk amal shaleh. Jadi dimensi lainnya yang dimaksud oleh Glock (praktek,
pengalaman,
pengetahuan dan konsekwensi-konsekwensi) merupakan
sebagian dari pengertian takwa t&dxT
Dimensi keberagamaan seseorang dalam kaitan iniditegaskan dalam
pemyataan firman Allah ( Q.S Lukman, 31:16) :" Wahai anakku, dirikanlah
shalat, suruhlah (orang lain) kepada kebaikan dan cegahlah kemunkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya hal ituadalah
sebagian dari kewajiban".
20
Salat adalah dimensi ritual yang mencakup keyakinan, praktek,
pengalaman dan pengetahauan, amar- maTuf dan nahyi-munkar merupakan
konsekuensi yang dilakukan dari adanya keyakinan, sedangkan sabar adalah
bentuk perilaku ideal yang dicapai dari pengalaman keagamaan yang telah
disebutkan sebelumnya. Karena itu reUgiusitas berarti keutuhan sikap dan
perilaku seseorang yang berdimensi ketuhanan sebagai dasar. dimensi sosial
sebagai arena aktualisasi dan dimensi individual sebagai perolehan akhir dan
ini juga merupakan pemaknaan konsep salat, amar-malruf, nahyi-munkar dan
sabar dalam ayat di atas.
Kehidupan reUgius sebagai tujuan yang hendak dicapai setiap orang
pada
dasamya merupakan ideUtas
yang
dapat diupayakan melalui
pendidikan, karena reUgiusitas itu sendiri bukan suatu yang statis, melainkan
dapat berubah dan berkembang. Dalam pendidikan perubahan ini tergantung
kepada upaya yang sungguh-sungguh dari kedua pihak pelaku peristiwa
pendidikan yaitu, pendidik dan terdidik. Dengan demikian reUgiusitas
seseorang merupakan tujuan yang hendak dicapi oleh pendidikan umum.
21
BAB HI
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Data lengkap hasil peneUtian ini dilampirkan dalam buku khusus.
Data peneUtian ini diperoleh dari berbagai sumber yakni staf yayasan,
pimpinan sekolah dan para wakilnya, guru-guru, siswa dan orang tua siswa.
Data dikumpulkan melalui dokumentasi wawancara dan pengamatan.
Untuk mendapatkan gambaran umum data peneUtian, pada bab tiga
ini (deskripsi hasil peneUtian) akan disajikan secara sepintas dalam bentuk
deskripsi yang berkenaan dengan : (a) riwayat SMPI dan Kebijakan Yayasan
PGH; (b) deskripsi Ungkungan fisik, dan sosial budaya SMP PGTI I; (c)
kurikulum yang berlaku di SMP PGII I; (d) Deskripsi tentang siswa SMP PGII I
dan (e) deskripsi komunikasi guru.
A. Riwayat SMP PGII I dan Kebijakan Yayasan PGII I
Nana
PGQ muncul
menjelang
berakhirnya
revolusi
kemerdekaan. Tahun 1949 KH. Wahid Hasyim (waktu itu menteri agama),
Jaya rahmat dan H.E.Z Muttaqien membentuk organisasi guru-guru Islam
Indonesia yang diberinama Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII).
Tanggal. 17 Agustus 1950, atas usaha KH.E.Z Muttaqien, Afandi
ridwan, Sutan Abdul Ghani mendirikan SMA yang dikelola oleh LPM
(Lembaga Pendidikan MusUmin) diberi nama
SMA MusUmin. Setahun
42
kemudian LPM menyerahkan SMA tersebut kepada PGII. Saat itu PGII
memiUki 6 kelas yang tidak kurang dari 240 siswa.
Pada tahun 1960, Sutan Abdul Ghani beserta tokoh lainnya mendirikan
yayasan Pendidikan PGII. Pendirian yayasan PGH antara lain bertujuan
mengusahakan terlaksananya kesempurnaan pendidikan, pengajaran dan
kebudayaan bangsa Indonesia menurut ajaran Islam; dan mempertinggi mutu
guru-guru yang beragama Islam.
Ketika Yayasan PGH dn^smikan, SMA PGII sudah mengalami tiga kati
pindah tempat sampai akhirnya menempati gedung sendiri di jalan
Panatayuda No-4 kodyaBandung.
Beberapa tahun kemudian PGH berkembang dan makin mapan,
karena gum-gum SMA dan SMP PGH I sudah diangkat sebagai gum negeri
(DPK).
Saat ini yayasan Pendidikan PGH telah berkembang menjadi 5unit
pendidikan formal yakni SMP PGH I, SMP PGH H,SMAPGtl I, SMAPGH H
dan pendidian informal yaitu LPKIAIT.
Karena perkembangan, unit pendidikan dan keragaman serta efisiensi,
maka pengaturan kerja serta proses pendidikan dilakukan secara terpusat pleh
yayasan PGH, temtama berkaitan dengan aspek-aspek yang memiUId dime: isi
strategis. Untuk kegiatan-kegiatan operasional dan teknis dilaksanakan oleh
unit masing-masing.
Proses pendidikan merupakan pekerjaan yang sistimatik, menuntut
keterpaduan antara unsur-unsur yang terkait Untuk menjalankan proses
43
pendidkan di lima unit pendidikan khususnya diSMP PGH I, yayasan telah
menenetapkan kebijakan yang mengatur jalannya proses kerja pendidikan.
Kebijakan yayasan tersebut tertuang dalam bentuk keputusan-keputusan yang
berlaku di seluruh unit yang ada di PGH.
Peningkatan mutu pendidikan di PGH dilakukan melalui program
utama yaknipeningkatan mutu akademis dan peningkatanmutu administrasi
umum dan keuangan.
Untuk meningkatkan kuaUtas program dan mutuakademis yayasan
PGH telah megupayakan : a) peningkatan kuaUtas tenaga kependidikan
melalui metoda off dan on the job tiaining; b) peningkatan kuaUtas peserta
didik melalui kegiatan penambahan jam pelajaran yang bermuatan strategis,
melalui bimbingan belajar, pelayanan khusus bagi siswa yang memiUki
kemampuan khusus, pengembangan Islam terpadu (intra dan ektra); c)
rasionaUsasi dan reorganisasi serta pengembangan materi pendidikan; d)
restrukturisasi dan mekanisme organisasi
e) penataan manajemen
administrasi akademik, keuangan dan administrasi umum; f) peningkatkan
kesejahteraan personaUa; g) peningkatan kerja melalui upaya komputerisasi
h) pengembangan sarana perkantoran; laboratorium; ruang kelas; j)
peningkatan hubungan sosial dan kemasyarakatan khususnya meUbatkan
kepedutian orang tua siswa mengenai kemajuan siswa dankemajuan sekolah.
44
B. Deskripsi Lingkungan Fisik, dan Sosial Budaya
SMP PGH I
SMP PGH I sebagai suatu sistem persekolahan
tidak berada dalam
suatu dunia hampa, ia berada dan akan dipengaruhi oleh Ungkungan baik
tis^'k maupun sosial budaya. Karena itu orang-orang yang terUbat dalam
pendiHikan khususnya siswa pada saat berinteraksi dengan Ungkungannya
akan terjadi tarik menarik menurut ukuran kekuatan antara kedua belah
pihak.
SMP PGH I berada pada Ungkungan yang berbeda dengan sekolahsekolah lain baik secara fisik, maupun sosial
budaya. Secara fisik ia berada
pada Ungkungan perkotaan, dikeUUngi jalan-jalan raya, dilalui kendaraan
dari berbagai arah, dan dikeUUngi bangunan-bangunan rumah tinggi dan
mewah
miUk pribadi yang sedikit banyak akan mempengaruhi jalannya
proses pendidikan. Karena itu, Yayasan PGII telah mengupayakan sarana fisik
bangunan
melalui
penataan
Ungkungan
fisik sekolah yang dapat
mengkondisikan orang-orang yang terUbat di dalamnya. Secara fisik bangunan
SMP PGH I dibatasi oleh dinding tembok yang memisahkan antara bagunan
rumah dengan sekolah, baik dari
belakang, kiri dan maupun kanan.
Sementara di bagian depan dibatasi oleh pagar yang memisahkan antara
halaman Ungkungan sekolah dengana jalan raya.
Penataan bangunan fisik yang digambarkan di atas dapat mengisolasi
para siswa dari keramaian di luar gedung sekolah, settinga selama para siswa
berada di
Ungkungan sekolah kecil kemungkinannya terpengaruh oleh
45
keramaian di
luar sekolah. Para siswa tidak dapat meninggalkan sekolah
sembarangan, terutama saat-saat istirahat karena pintu masuk ke sekolah
hanya satu arah yakni bagian depan yang dipagar dan dijaga oleh petugas
sekolah (piket dan satpam).
Bangunan sekolah SMP
bangunan ada yang
PGH I terdiri atas enam bangun, tiap
berlantai satu dan berlantai dua. Setiap bangungan
bervariasi ada yang terdiri atas dua ruangan,
empat enam, delapan,
sembilan, dan sepuluh ruangan. Dari tiga puluh sembilan ruangan, tiga puluh
satu ruangan digunakan ruangan kelas, sementara yang lainnya digunakan
ruang guru, BP, kantin sekolah, koperasi sekolah. Tiga ruangan lantaiatas
digunakan kantor staf yayasan PGH, kantor SMP, Kantor SMA, dua ruangan
lantai atas
dipergunakan LPK IATT, sementara ruangan lain yang kecil
dipergunakan gudang, dapur dan labolatorium serta dilengkapai pula dengan
sarana-sarana wudu bagi guru, siswa putra dan putri
Salah satu diantara enam bangunan adalah bangunan mesjid yang
terletak di tengah 5 bangunan.
Bagunan mesjid yang diletakan di tengah
bangunan-bangunan memberikan suasana tersendiri bagi orang-orang yang
terUbat didalamnya khususnya para siswa. Bangunan mesjid yang ada di SMP
PGH I tidak hanya digunakan untuk kegiatan ritual semata seperti shalat
berjamaah para siswa dengan para
kegiatan
guru, tetapi digunakan pula untuk
lain yang bermanfaat bagi pengembangan
siswa. Di mesjid
ditemukan para siswa yang sedang diskusi mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Di samping sebelah selatan mesjid terdapat perpustakan, tidak heranbila
46
mesjid juga
sering dimanfaatkan oleh para siswa
membaca buku
perpustakaan
Munculnya nama PGH hampir bersamaan dengan berakhirnya masa
revolusi kemerdekaan, dan tokoh-tokoh pendirinya terdiri dari orang-orang
yang
punya komitmen keagaman yang sangat kuat Latar belakang ini
memberikan pengaruh yang cukup besar bagi penyelenggaraan maupun
perkembangan pendidikan di yayasan PGH, khususnya diSMP PGH I.
Proses kaderisasai para pernimpin dan para pelaksana pendidikan dan
layanan bantu terus diupayakan, sejalan dengan misi yang diemban yayasan
PGH. PemiUhan personil baik untuk pelaksana pendidikan (gum) maupun
layanan bantu, tidak hanya sekedar mempertimbangkan bidang akademis,
tetapi komitmen keagamaan mereka diperhatikan secara khusus. Sebelum
gum diangkat sebagai tenaga yayasan, diseleksi terlebih dahulu dan
diwawancarai untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan girah (semangat)
keagamaannya. Proses seperti itu menjadikan Ungkungan sosial (individu dan
kelompok) di SMP PGH I diwamai nilai-nilai keagamaan.
Kesamaan pandangan terhadap agama melahirkan suasana tertentu
berapaa interaksi yang khas keagamaan antara para gum maupun siswa.
Interaksi tersebut pada giUrannya dapat menimbulkan proses sosiaUsasi yang
berpengaruh pada perkembangan siswa, karena proses sosiaUsasi melalui
pergaulan mempakan bagian daripendidikan.
SMP PGH I sebagai salah satu lembaga pendidikan berfungsi sebagai
tempat sosiaUsasi Proses sosiaUsasi di sekolah tersebut diarahkan untuk
47
menyiapkan siswa agar dapat menyesuaikan diri dan mampu melaksanakan
berbagai
peran yang mungkin akan dihadapi siswa setelah terjun ke
masyarakat Proses sosiaUsasi di SMP PGH I, dimulai dengan pengenalan
perangkat tata nilai serta peran-peran yang haras dilakukan di masyarakat
sesuai dengan keadaan masing-masing. Karena sekolah sebagai tempat
sosiaUsasi SMP PGII I berupaya melakukan penataan sedemikian rupa yang
memungkinkan
bagi
para siswa dapat mengenai menghayati dan
melaksanakan apa yang seharusnya ia kerjakan. Pembiasaan diri bagi para
siswa dengan tata nilai dalam Ungkunganterbatas seperti di sekolah, atau di
masyarakat-masyarakat tertentu dikenalkan sejak dini
Upaya penataan ikUm diselaraskan dengan Ungkungan sosial yang
ada, yang mendukung bagi lahirnya suasana keagamaan di Ungkungan
sekolah. Upaya tersebut diwujudkan dengan cara membiasakan baca
•basmalah" pada setiap pelajaran, membaca al-quran beberapa ayat shalat
berjamah bersama antara pimpinan sekolah, guru dan para siswa. Berdo'a
bersama setelah shalat doa bersama
pada
saat berakhir
pelajaran,
memberikan sentuhan nilai-nilai keagamaan melalui bidang studi dan melalui
nasihat-nasihat yang diberikan guru pada siswa sebelum atau sesudah
pelajaran berakhir.
Pendptaan suasana keagamaan di sekolah melalui proses sosiaUsasi
pimpinan sekolah, guru dan semua unsur yang terUbatdi dalamnya dapat
memberikan pengaruh yang berarti bagi siswa. Melalui proses itu siswa
diharapkan dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dalam kehidupan
48
sehari-hari, dan dapat mewujudkannya secara maksimal manakala mereka
telah terjun di tengah-tengah masyarakat, karena disadari bahwa sekolah
khususnya SMP PGH Imerupakan batu loncatan untuk hidup dimasyarakat.
C. Kurikulum Yang Berlaku di SMP PGH I
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendi
i^dikan
nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan
Ungkungan,
kebutuhan pembangunan nasionai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai
denganjenis dan jenjang masing-masing.
Rumusan dasar tersebut di SMP PGH I telah dijabarkan dalamsemua
program pengajaran termasuk pendidikan agama Islam yang disesuaikan
dengan program yang berlaku di yayasanPGH.
Materi program kurikuler yang berlaku di Ungkungan yayasan
Pendidikan PGH mengacu pada materi program kurikuler yang ditetapkan
Depdikbud dan materi program kurikuler lokal sebagai materi tambahan yang
berlaku di Ungkungan yayasan PGH. Materi program tambahan yaitu
penambahan pelajaran bidang studi agama sebanyak 4 jam setiap semester
untuk sduruh tingkat dan jenjang darijumlah jamyang sudahditentukan oleh
kurikulum nasionai Pengadaan program baca al-quran sebanyak 1jam tiap
semester untuk seluruh tingkat dan seluruh jenjang pendidikan. Pengadaan
program pelajaran bahasa arab sebanyak 2jam dan 1jam pelajaran salat setiap
semester untuk seluruh tingkat dan seluruh jenjang pendidikan.
49
Penambahan jam pelajaran untuk bidang studi yang diujikan pada
EBTANAS dan UMPTN yang meUputi bidang PMP, bahasa indonesia,
matematika, fisika, biologi bahasa Inggris, sosiologi antropologi setiap
semester 5 dan 6 pada jenjang SMA di Ungkungan yayasan pendidikan PGII
melalui metoda bimbingan belajar. Penambahan jam pelajaran kealaman yang
meUputi bidang studi matematika, fisika, kimia dan biologi sebanyak 2 jam
untuk siswa kelas 1, semester 3,4 dan 5 bagi yang termasuk kategori A pada
jenjang SMA yang dilakukan oleh guru panutan. Penambahan jam pelajaran
akuntansi otomotif dan elektrordka sebanyak 2 jam untuk siswa kelas satu
semester 3, 4 dan 5 bagi siswa kategori B dan atau C pada jenjang SMA yang
dilakukan oleh guru panutan. Pengadaan jam pelajaran keterampilan
komputer untuk siswa kelas 1 pada semester 1,2,3 dan 4 pada jenjangSMA
dilakukan oleh instruktur Komputer.
Lembaga pendidikan di Ingkungan yayasan PGH memiUki khas
tersendiri. Bagi lembaga ini memiUki keleluasaan dalam menerapkan nilai-
nilai keislaman, terutama yang menyangkut muatan kurikulum bidang agama
Islam dengan tambahan bahasa arab, shalat dan al-quran dan ditambah lagi
dengan kegiatan ekstra keagamaan (mentoring),
Kurikulum nasional dan kurikulum tambahan (lokal) dilaksanakan
secara terpadu, meskipun masih tersendat Terpadunya PAI di SMP PGII I
merupakan ciri khas yang diharapkan dapat menjadi nilai dasar yang mampu
mewamai seluruh kegiatan pendidikan di SMP PGH I. Untuk memantapkan
nilai-nilai keislaman di sekolah tersebut, diupayakan secara optimal melalui
50
keterpaduan kegiatan intra dengan ektra kurikuler pendidikan agama.
Keterpaduan antara pendidikan agama yang ditetapkan secara formal dalam
kurikulum nasional dengan program pendidikan agama tambahan khas PGH
dapat dilihat dalam skema berikut:
Pendidikan Agama Islam
Intrakulikuler
Ektrakurikuler
1.Agama Kurikulum 2 jam
2.Tambahan Khtn PGH
a. Shalat 1 jam
b.Quran 1 jam
c. Bahas a Arab 2jarrt
Selain
1. Mentoring Umum
2. Mentoring Khusus
melalui pendidikan agama, untuk mewamai kegiatan
pendidikan di SMP PGH I, diupayakan pula melalui intra kurikuler bidangbidang studi non pendidikan agama, dengan cara mengaitkan bidang studi
dengan nilai-nilai Islam atau model justifikasi ilmu dengan ayat quran. Konsep
ini dikembangkan melalui cara pencarian ayat quran dalam setiap surat,
menentukan sari tilawah (ide pokok) lalu ditentukan hubungan keilmuan atau
kandungan nilainya.
Upaya ini masih belum terlaksana secara maksimal
masih bersifat spontan, dan belum tertuang dalam perencanaan pengajaran.
Sementara itu program ektra kuiikuler yang berlaku di Ungkungan
yayasan pendidikan PGH mengacu kepada meteri program ektra kurikuler
51
yang ditetapkan Depdikbud. Materi program ektra kurikuler lokal sesuai
dengan kondisi yayasan pendidikan PGH, secara taktis dibagi kedalam tiga
kegiatan utama yaitu
peningkatan kemampuan organisasi peningkatan
motivasi dan pengembangan bakat, serta peningkatan wawasan keilmuan.
Peningatan wawasan keilmuan diupayakan pula melalui kegiatan
mentoring yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi Pelaksanaan mentoring
terdiri atas bidang studi yang diebtanaskan dan pendidikan agama Islam.
Untuk bidang studi yang ebtanaskan dibimbing oleh guru-guru
bidang studi yang diangkat secara khusus sebagai pembimbing mentoring.
Sedangkan untuk mentoring keagamaan dibimbing oleh guru tertentu yang
ditunjuk oleh sekolah baik dari guru pendidikan agama maupun guru bidang
studi lain. Pelaksanaan program mentoring tidak hanya dibimbing oleh guru,
tapi meUbatkan para siswa kelas tiga, khususnya kelas 3 D sebagaikelas
pitihan (kelas khusus siswa terbaik).
Pendidikan agama di SMP PGH I diarahkan bagi pengembangan,
penyaluran, perbaikan, pencegahan, penye- suaian, sebagai sumber nilai dan
sebagai pengajaran.
Pelaksanaan pendidikan khususnya pendidikan keagamaan yang
intra maupun ektra kurikurer, ditempuh melalui beberapa pendekatan anta-a
lain, pendekatan pengalaman yaitu memberikan pengalaman keagamaan
kepada peserta didik dalam rangka membina nilai-nilai reUgius, hal ini
dilakukan di kelas maupun di luar kelas, di mesjid bahkan di dalam
52
masyarakat melalui kegiatan bakti sosial (baksos) yang dilaksanakan tiap
semester atau menjelang Uburan
Selain itu ditempuh pula melalui pendekatan pembiasaan yakni
membiasakan siswa untuksenantiasa mengamalkan ajaran agama. Karena itu
setiap hari pada jam pertama belajarmereka dibiasakan inembaca al-Quran
sesuai dengan batas (hanca) masing-masing kelas . Setiap waktu shalat
terutama salat ashar mereka dibiasakan salat berjamaah dengan guru-guru,
setiap hari Jumat dianjurkan juga salat jumat di sekolah dansetiap haribagi
siswa putri diwajibkan menggunakan pakaian seragam khas, berbaju panjang
disertai kerudung yang dilengkapi atribut sekolah.
Untuk membina keagamaan ditempuh pula melalui pendekatan
emosional yakni usaha untuk menggugah perasaan danemosi peserta didik
dalam
menyakini memahami dan menghayati ajaran agama, serta
menggunakan pendekatan rasional yakni usaha untukmemberikan peranan
kepada rasio dalam memahami kebenaran ajaran agama.
D. Deskripsi tentang Siswa SMP PGII I
Siswa sebagai manusia dengan segalt potensi yang dinuUkinya, perlu
dibina dan dikembangkan
lebih lanjut daiamsebuahinstitusi pendidikan,
karena itu siswa menempati titik sentral dalam proses pendidikan.
Siswa yang masuk ke SMP PGII I tak jauhberbeda dengan sekolah-
sekolah swasta lain, mereka terdiri dari para lulusan SD baik negeri
maupun swasta. Masuknya siswa ke sekolah tersebut, tidak lepas dari
53
pengaruh keinginan orang tua, mereka memiUki motivasi-motivasi tertentu
antara lain :
1. Untuk pemantapan nilai-nilai yang telah diterima baik oleh putranya, baik
di rumah maupun di sekolah.
Dengan motivasi ini para orang tua
percaya bahwa SMP PGH I memiUki misi keislaman sejalan dengan nama
yang ditanapilkannya. Karena itu orang tua
mendaftarkan putranya
langsung ke SMP PGH I tanpa mendaftarkan ke sekolah negeri, tanpa
memperWtungkan besar kecunya NEM Namun input siswa yang orang
tuanya memiUki motivasi demikian jumlahnya tidak banyak.
2. Pertimbangan akademis yaitu orang tua siswa tetap mendaftarkan putranya
ke negeri terlebih dahulu. Setelah tidak diterima, orang tua mendaftarkan
putranya ke SMP PGH I, karena secara akademis sekolah tersebut memiliki
kelebihan dibandingkan dengan SMP swasta lainnya. Siswa yang orang
tuanya beralasan akademik jumlahnya paling banyak.
3. Karena pertimbangan lain yang berkaitan dengan minimnya kemampuan
orang tua mendidik keagamaan anaknya dan orang tua merasa kewalahan.
Dengan dimasukannya ke SMP PGH I orang tua berharap, sekolah akan
mampu menjtdi" bengkel akhlak • bagi putranya.
Sejalan oangan adanya kecenderungan motivasi dan kepercayaan
masyarakat seperti itu, maka untuk mengatur jalannya proses pendidikan bagi
para siswa, yayasan mengatur dan menetapkan hak dan kewajiban siswa yang
dapat mengikat dan menimbulkan kebanggaan siswa terhadap lembaga (SMP
PGII I) sebagai almamaternya.
54
Yayasan dan sekolah
telah
menetapkan, para siswa berhak
mendapatkan perlakuan yang baik dan terpuji selaras dengan nilai Islam, baik
dalam kegiatan belajarmengajar maupun di luar kegiatan belajar mengajar.
Siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
sesuai bakat, minat dan kemampuannya, mengikuti program pendidikan atas
dasar jenjang berkelanjutan; mendapatkan fasiUtas belajar, hadiah prestasi dan
bantuan lain, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Para siswa berhak pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau
tingkatannya
lebih tinggi sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
memperoleh penilaian hasil belajar dan berhak mendapatkan pelayanan
khusus. Para siswa SMP PGII I berkewajiban untuk berperilaku sebagai
seorang muslim yang shaleh, baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun di
luar kegiatan belajar mengajar.
Siswa berkewajiban mematuhi semua ketentuan yang berhubungan
dengan pelaksanaan pendidikan; menanggung biaya pendidikan PGII yakni
uang pangkal atau bangunan, sumbangan penyelenggaraan pendidikan, uang
evaluasi mentoring dan Iain-lain sejalan dengan aturan yang berlaku di
sekolah
Sejalan dengan ketetapan sekolah para siswa mengenakan seragam
putih biru sama sepertiseragamSMP lainnya,hanya saja seragam bagi putri
panjang menutup aurat disertai kerudung pu