Praktik Sosial Komunitas Street Art Sukoharjo Art Crew (SAC) di Sukoharjo.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya dunia seni, terlebih lagi seni jalanan atau
yang biasa akrab dikatakan steet art, maka tak terelakkan bahwa street art
ini sudah mulai memenuhi tembok-tembok kota di Indonesia. Mulai dari
seni mural, graffiti, dan poster-poster dapat dijumpai di jalan-jalan dikotakota besar umumnya, namun street art ini terkadang membuat temboktembok itu menjadi kotor, tapi ada yang membuat tembok-tembok-tersebut
menjadi lebih indah. Hal-hal negatif, seperti kotor, tidak beraturan, dan
tidak nyaman dilihat karena karya-karya yang dibuat dengan sembarangan
dan tidak dibuat dengan serius. Selain itu, ada juga yang memiliki hal-hal
yang positif, seperti memiliki makna, permainan warna yang indah, dan
dibuat dengan serius.
Street art sendiri sebenarnya terbagi menjadi beberapa kategori
seni jalanan yang dikembangkanya yaitu meliputi stencil graffiti, sticker
art, wheat pasting dan seni poster jalanan, proyeksi video, seni intervensi,
guerrilla art, flash mobbing, mural dan instalasi jalanan. Namun dalam
pengkaryaan yang sering terlihat yakni graviti dan mural. Dengan
memadukan kombinasi warna yang membentuk suatu hasil karya yang
mempunyai pesan yang ingin disampaikan seniman itu sendiri.
Graffiti berasal dari bahasa Yunani “Graphein” yang artinya

menuliskan. Bisa diartikan juga sebagai sebuah coretan gambar atau katakata pada dinding atau permukaan ditempat umum dan tempat prribadi.
Graffiti merupakan kegiatan seni rupa yang menggunakan komposisi
warna, garis, bentuk dan volume untuk menuliskan kalimat tertentu pada
media dinding. Graffiti sendiri merupakan salah satu perilaku seni lukis
jalanan yang didasari dari budaya pop art yang beraliran Hip-hop yang
banyak berkembang dinegara-negara maju.
1

Graffiti sering kali dipandang sebagai bentuk pencarian identitas
anak muda atau untuk sekedar menunjukkan eksistensi seniman jalanan.
Aksi para seniman jalanan pun sering berhadapan dengan aparat kota
bahkan tidak jarang juga berhadapan dengan aparat kepolisian karena
dipandang sebagai aksi yang merusak. Keberadaan bomber yang telah
menjadi subkultur anak muda dipandang sebagai pemberontakan atas
struktur urban semakin diterima.
Perkembangan Mural modern di Indonesia berkembang pesat pada
masa awal kemerdekaan. Saat itu penggunaan Mural sebagai pembakar
semangat rakyat untuk berjuang, maka dibuatlah banyak mural bertema
nasionalisme. Pada masa orde baru, mural lebih banyak dibuat untuk
berkampanye pembangunan atau proyek pemerintah.

Street art pada saat ini banyak berkembang di kota-kota besar
seperti di Yogyakarta dan Bandung. Fenomena street art yang lebih
banyak berkembang di kota-kota besar dikarenakan banyaknya anak muda
kota yang mempunyai jiwa seni dan membentuk beberapa komunitas
untuk meluangkan karyanya. Street art di Indonesia tidak lepas dari segi
ekonomi. Perkembangan jaman dan kreatifitas orang-orang yang
mempunyai jiwa seni menjadikan mural dan graffiti di Indonesia sebagai
sebuah papan iklan guna menarik minat orang yang melihatnya.
Komunitas Sukoharjo Art Crew (SAC) merupakan sebuah
komunitas yang awalnya berawal dari masyarakat awam yang berada di
Kabupaten Sukoharjo. Pada perkembanganya individu-individu yang
mempunyai sebuah tujuan yang sama dan dengan didasari jiwa seni
mereka berkumpul dengan membentuk sebuah komunitas. Dengan kata
lain komunitas ini sebenarnya adalah bagian masyarakat yang memiliki
tujuan yang sama dalam sebuah sistem atau wadah.
Komunitas SAC merupakan sebuah komunitas yang terbentuk dari
perkumpulan beberapa anak-anak muda di Sukoharjo. Komunitas ini aktif
dalam pembuatan seni mural dan graffiti ketika meraka melihat tembok
2


kosong dan untuk mengisi waktu luang disaat belum bisa tidur, saat itu
juga mereka meluangkan kreativitasnya. Pada dasarnya komunitas ini
terbentuk karena ingin meluangkan kreativitas dan peduli akan keadaan
sosial sekarang
Anggota Komunitas SAC sering berkumpul di salah satu
Angkringan Mas Tambur yang berada di Sukoharjo. Pemikiran mereka
sering muncul ketika saling berkomunikasi di Angkringan tersebut. Dalam
menuangkan karyanya yang mereka buat seringkali bersumber dari
masalah-masalah yang mereka temui sendiri di kehidupan sehari-hari,
serta mengangkat isu-isu yang hangat berkembang saat ini. Mural dan
graffiti yang mereka buat biasanya membutuhkan beberapa komponen alat
dalam pembuatanya, mulai dari cat dengan beberapa warna dan kuas.
Dalam pengerjaanya, Komunitas SAC membagi tugas masingmasing mulai dalam mencari tempat untuk digambar, penyediaan
komponen alat serta pembagian tugas saat pengerjaan gambar. Pendanaan
mereka dalam penyediaan alat pembuatan mural berasal dari iuran
anggotanya. Malam hari sering dipilih komunitas ini untuk membuat mural
karena pada malam hari merupakan saat yang sepi dan saat mereka biasa
berkonsentrasi untuk meluangkan karyanya.
Hasil karya Kominitas SAC tersebar di tembok-tembok yang sering
terlihat banyak orang dan bisa dikatakan ruang publik dimana semua orang

bisa mengetahui karya mereka. Gambar yang mereka buat tidak hanya di
Kabupaten Sukoharjo, melainkan diberbagai tempat di Surakarta, seperti
dinding pembatas sekolahan, pagar pembatas yang terbuat dari tembok dan
gedung-gedung yang sudah tidak terpakai. Pada dasarnya komunitas ini
hanya ingin memanfaatkan ruang publik yang sudah tidak terpakai agar
dapat dimanfaat sebagai tempat pembuatan mural dan graffiti.
Tujuan Komunitas SAC adalah membuat sebuah karya mural yang
bisa dilihat semua orang sebagai karya seni yang menyampaikan sebuah
pesan sosial serta dapat meluangkan keluh kesah mereka dalam sebuah
3

gambar, serta sebagai sebuah eksistensi yang ingin mereka bangun melalui
karya graffti yang mereka buat. Namun, dalam kenyataanya mereka
mempunyai banyak kendala yang dihadapi, baik dari ketersediaan tempat,
dimana tempat yang dipilih komunitas ini adalah ruang publik dengan
tujuan karya yang mereka tampilkan dapat langsung dilihat oleh
masyarakat dan diapresiasi.
Ruang pulik yang mereka pilih adalah tempat dimana orang dapat
melihat jelas karya yang mereka buat. Kominitas ini membuat karyanya di
tembok-tembok fasilitas umun, seperti tembok sekolahan, tembok rumah

sakit, dan pagar pembatas antar sebuah bangunan yang terbuat dari beton.
Tidak hanya itu, komunitas ini seringkali menggambar ditembok rumah
masyarakat yang terlihat lebar dan terbilang semua orang dapat
melihatnya.
Pada dasarnya ruang-ruang publik di atas adalah tempat yang
dilarang, baik dilihat dari segi hukum dan orang yang temboknya tidak
suka ada coretan yang dibuat oleh komunitas ini. Hal inilah yang
dikeluhkan oleh Komunitas SAC dalam memperoleh ruang untuk
membuat mural. Kekurangan ruang yang dihadapi komunitas ini membuat
mereka mencuri-curi waktu dalam membuat karya seni, dengan membuat
mural dan graffiti pada malam hari disaat masyarakat sudah tidak
beraktifitas.
Ruang publik yang diasumsikan masyarakat sebagai tempat yang
nyaman dan bersih menjadi sebuah tempat yang penuh dengan karya dari
komunitas ini. Sebagai salah satu bentuk sajian visual yang hadir di ruang
sosial sekaligus ruang publik. Karya mereka tentu tidak dapat dibaca dan
dimaknai ala kadarnya. Sebab karya mereka akan terlihat tidak menarik
ketika dikonsumsi oleh sebagian kecil masyarakat.
Kurangnya ruang publik dan ruang sosial untuk membuat karya
seni sangat dikeluhkan oleh Komunitas SAC. Keinginan untuk selalu

diberikan ruang publik selalu ada pada benak setiap anggota kominitas ini.
4

Dengan kata lain kreativitas mereka tidak terbatas dan terbentur oleh
ketidak tersedianya ruang untuk membuat karya seni. Masalah-masalah
yang sering timbul baik yang dialami dikehidupan sehari-hari dan masalah
global yang selalu hangat untuk dibicarakan membuat komunitas ini tidak
kehabisan bahan pemikiran dalam membuat mural.
Pemaknaan mural di ruang publik tidak hanya ditelan mentahmentah, karena mural banyak berisi tentang sebuah keluh kesah kehidupan
sehari-hari atau masalah sosial dan masalah-masalah politik. Melainkan
mural dibuat sebagai sebuah himbauan sosial yang sifatnya membangun.
Oleh karena itu mural ditempatkan di ruang publik.
Salah satu karya Komunitas SAC yang menyerukan sebuah
himbauan atau sebuah ajakan terdapat disalah satu pagar yang berada di
Solo baru, dibelakang Carefur. Mural yang bertuliskan “Sinau sing sregep
ben pinter, ojo gur bolos wae” dalam bahasa Indonesia diartikan “ Belajar
yang rajin supaya pintar, jangan Cuma bolosa saja”. Mural ini berisi
sebuah ajakan kepada semua pelajar untuk belajar yang rajin. Sebuah
himbauan atau ajakan yang sederhana dan dalam memaknainya tidak
terlalu sulit. Selain itu Graffiti yang mereka buat berrtujuan sebagai

eksistensi komunitas SAC itu sendiri.
Itulah kenapa ruang publik menjadi tempat yang dicari Komunitas
Mural dalam menuangkan karyanya. Akan tetapi sulitnya mencari ruang
publik yang ada serta perijinan yang sulit membuat mereka seperti kucingkucingan dengan aparat keamanan dan masyarakat yang tidak setuju akan
adanya coretan dinding. Polemik yang terjadi antara komunitas Street art
dengan masyarakat sering kali terjadi. Masih banyak masyarakat yang
menggap seni lukis jalanan itu hanya mengganggu kenyamanan ruang
publik dan menjadikanya tidak sedap dipandang. Seringnya dua elemen ini
berbenturan mengakibatkan banyak masalah didalamnya. Sebenarnya pada
konteks sosiologis bahwa individu-individu yang berada didalam
komunitas ini adalah bagian dari masyarakat.
5

Masih banyak masyarakat yang tidak menyukai seni lukis jalanan
di ruang publik, baik itu didinding milik masyarakat atau fasilitas ruang
pulik. Seperti halnya yang pernah dialami komunitas SAC saat meraka
membuat mural disalah satu dinding milik masyarat. Mereka pernah
dianggap sebagai sampah yang sering mengotori tembok. Dengan
anggapan yang negatif itu komunitas ini selalu mencuri-curi waktu dimana
keadaan sekitar dirasa nyaman untuk membuat mural atau dengan kata lain

mereka membuat mural dengan cara yang ilegal. Akan tetapi ada pula
yang menyukai karya mereka dengan berpendapat positif tentang karya
yang mereka buat. Pernah juga komunitas SAC diminta untuk
menggambar dinding salah satu masyarrakat dengan mural. Mereka
dibekali dengan ketersediaan tempat dan alat yang disediakan oleh salah
satu masyarakat yang senang dengan karya mereka.
Dengan uraian latar belakang di atas mengenai hal yang dihadapi
oleh Komunitas street art SAC maupun masyarakat mengenai praktik
karya seni jalanan. Saya akan mengadakan sebuah penelitian dengan
tujuan memetakan atau menggambarkan Komunitas street art SAC.
Karena dalam kehidupan sosial, antara masyarakat dan komunitas
bersinggunggungan secara langsung dalam lingkup yang sama di
Sukoharjo. kedua elemen ini mempunyai masalah yang berbeda. Akan
tetapi masih dalam sebuah lingkup yang sama, yaitu memaknai sebuah
karya di ruang publik yang menggambarkan realitas sosial di Sukoharjo.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
permasalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana habitus, modal dan ranah Komunitas Street Art
Sukoharjo Art Crew (SAC) di Sukoharjo?

2. Bagaimana Praktik sosial Komunitas Street Art SAC di
Sukoharjo?

6

C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
tujuan penulisan ilmiah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana habitus, modal dan ranah Komunitas
Street Art Sukoharjo Art Crew (SAC) di Sukoharjo.
2. Untuk mengetahui Praktik Sosial Komunitas Street Art Sukoharjo
Art Crew (SAC) di Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan
Ilmu Pengetahuan Sosial terutama kajian-kajian Sosiologi dan Post
Modern


mengenai seni mural di Sukoharjo karena kajian ini

digambarkan melalui Teori Praktik milik Pierre Bourdieu yang
mengkaji pergerakan seni dari sebuah komunitas.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan
informasi dan rekomendasi bagi Pemkab Sukoharjo terkait penataan
ruang publik dan media ekspresi seni para seniman khususnya seniman
mural di Sukoharjo.

7