POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY (Studi Deskriptif Kualititatif Pola Komunikasi Ibu pada Anak Penderita Kelayuan Fungsi Otak di Surabaya).

POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY
(Studi Deskriptif Kualititatif Pola Komunikasi Ibu pada Anak Penderita Kelayuan Fungsi
Otak di Surabaya)

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada
J urusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer sitas
Pembangunan Nasional Veteran Surabaya

Oleh :
ANDHITA NURLAILA AYU SORAYA
NPM. 0843010020

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2012
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pola Komunikasi Ibu pada Anak Penderita Kelayuan
Fungsi Otak di Surabaya)

Disusun Oleh :
ANDHITA NURLAILA AYU SORAYA
NPM. 0843010020

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Pembimbing Utama

Dr s. Syaifuddin Zuhri M.Si
NPT. 3 7006 94 0035 1

Mengetahui,
DEKAN

Dra. Hj. Suparwati M.Si

NPT. 19550718 198302 2001

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY
(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu dan Anaknya yang Menderita Kelayuan Fungsi
Otak di Surabaya)
Oleh :
ANDHITA NURLAILA AYU SORAYA
NPM. 0843010020
Telah dipertahankan dihadapan dan diteriman oleh tim penguji skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Surabaya
Pembimbing Utama

Tim Penguji
Ketua


Dr s. Syaifuddin Zuhri M.Si
NPT. 3 7006 94 0035 1

J uwito, S.Sos, M.Si
NPT. 3 6704 95 00361
Sekertaris

Dr s. Syaifuddin Zuhri M.Si
NPT. 3 7006 94 0035 1
Anggota

Dr. Catur Suratnoaji, Msi
NPT. 368 04 9 400 281
DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si
NIP. 030 203 679

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iii

ABSTRAKS
ANDHITA. 0843010020. POLA KOMUNIKASI IBU PADA ANAK PENDERITA CEREBRAL
PALSY (Studi Deskr iptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu pada Anak Pender ita Kelayuan Fungsi
Otak di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Sur abaya)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi ibu pada anak yang
menderita cerebral palsy di Sekolah Luar Biasa Penyandang Cacat Surabaya. Dalam penelitian ini penulis
menyandingkannya dengan teori komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi proses pengiriman pesan
dari komunikator kepada komunikan dengan efek atau umpan balik yang langsung. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana data diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi
narasumber. Data disajikan secara detail dan mendalam untuk memahami pola komunikasi yang terjadi.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pola komunikasi yang dominan terjadi pada
hubungan ibu dan anak penderita cerebral palsy ini ialah pola komunikasi authoritative, yaitu pola
komunikasi demokratis. Artinya, para ibu menerima kondisi anak apa adanya dan berusaha segala cara
yang baik dalam memfasilitasi tumbuh kembang anaknya dengan control seimbang dan tidak menyakiti
hati anak.
Kata kunci : pola komunikasi, hubungan ibu dan anak, cerebral palsy


ABSTRACT
ANDHITA. 0843010020. COMMUNICATION PATTERNS IN CHILDREN MOTHER
CEREBRAL PALSY (Qualitative Descr iptive Study of Communication Patter ns in Children Mother
Br ain Disfunction in Patients Special School Development Foundation for Disabled Children
Sur abaya)
This study aims to determine how the communication patterns of mothers in children with
cerebral palsy at the School of Extraordinary People With Disabilities Surabaya. In this study the authors
used by interpersonal communication theory, communication is the process of sending messages from the
communicator to the communicant with the effects or the direct feedback. This study used a qualitative
descriptive method, where data is obtained based on personal experience sources. Data are presented in
detail and depth to understand the communication patterns that occur.
The results of this study concluded that the dominant patterns of communication that occurs in
the relationship between mother and child with cerebral palsy it is authoritative communication patterns,
ie patterns of democratic communication. That is, the mother receives the child's condition is and tried
every way in facilitating the development of the child to control balance and not hurt the child.
Key words: communication patterns, the relationship between mother and child, cerebral palsy.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan limpahan
rahmat, karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul “POLA KOMUNIKASI
IBU PADA ANAK PENDERITA CEREBRAL PALSY” dapat selesai guna
memenuhi syarat mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi, FISIP – UPN Veteran
Jawa Timur.
Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak berikut :
1.

Muhammad SAW untuk inspirasi “perjuangan” memaknai hidup.

2.

Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.

3.


Dra. Ec. Hj Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

4.

Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.

5.

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim, sekaligus merangkap sebagai dosen
pembimbing. Segenap saran perbaikan, ilmu dan energy yang tercurah, menjadi
spirit yang menemani penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

6.

Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP
hingga UPN “Veteran” Jatim.


7.

Keluargaku tercinta : Bapak, Mama, Abang, Kak Ifa, Iman dan Ucup serta
keluarga Tante Reni yang selalu memberi cinta tanpa pamrih dengan segala
keterbatasannya.

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8.

Keluarga besar INKAI SMPN 17 Surabaya. Terimakasih atas pengorbanan dan
pengertiannya, sehingga penulis dapat merasakan menjadi manusia luar biasa.
Maaf bila harus meletakkan semua cerita bersama kawan-kawan sampai di sini.
Walau kebersamaan kita tidak intens lagi, sejarah tentangku biarkan menjadi
spirit untuk generasi berikutnya yang jauh lebih baik, amin.

9.


Kawan-kawan terbaikku : Indr a Prasetya, sobat lama yang tak pernah lelah
memotivasi dan berjuang bersama selama bertahun-tahun. Maaf, bila waktuku
bersamamu mengurusi para Kohai tidak bisa lama. Etha Wicaksono, Kr isha
Ciesa, Tiqa Lestiana dan Tanti, terimakasih untuk pengalaman bersama
selama di UPN. Semoga kebersamaan kita lebih dari sekedar kehadiran secara
fisik dan spirit persahabatan senantiasa mempererat tali silaturahmi di antara
kita. Tyas Hikari, terimakasih sudah ditemani berjuang ketemu Pak Udin di
tiap waktu sibuknya. Juga bersedia membantuku pontang-panting mencari data.

10.

Hilman Wardhana Adam. Terimakasih atas shock therapy kecil yang sempat
menjatuhkan semangatku dan justru sebagai pemicu selesainya skripsi ini.
Terimakasih juga karena kamu mau menyelesaikannya.

11.

Kawan-kawan di My Secret Gar den. Terimakasih pengertian, inspirasi hidup
dan dukungannya. Eltaft, RW2, Aulia Ar t, terimakasih juga dukungan,

kegembiraan dan kerjasamanya. I never forget all of our story.

12.

Keluarga Nabila, Keluarga Olan, Keluarga Argo, Keluarga Ryan dan Keluarga
Dani. Terimakasih dukungannya dengan menjadi narasumberku yang berharga.

13.

Para pengelola, pengajar, siswa dan orangtua terkasih di SLB YPAC Surabaya.
Terimakasih dukungan materil dan immaterial kepada penulis. Mengenal
mereka membukakan mata, hati dan telinga untuk survive tanpa keangkuhan.
iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14.

Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Untuk segala

bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran

selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan
penulis, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah
pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, 30 Mei 2012
Penulis

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN J UDUL .................................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJ UAN UJ IAN LISAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10
BAB II. KAJ IAN PUSTAKA ................................................................................................. 11
2.1 Landasan Teori ...................................................................................................... 11
2.1.1 Komunikasi ................................................................................................. 11
2.1.2 Komunikasi Interpersonal ............................................................................ 12
2.2 Komunikasi Keluarga ............................................................................................ 24
2.3 Pengertian Pola Komunikasi .................................................................................. 27
2.3.1 Pola Komunikasi dalam Keluarga ................................................................ 28
2.3.2 Pengertian Keluarga .................................................................................... 32
2.4 Pengertian Ibu ....................................................................................................... 33
viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.5 Pengertian Anak .................................................................................................... 33
2.6 Cerebral Palsy ...................................................................................................... 34
2.6.1 Manifestasi Klinis dan Spesifikasi Cerebral Palsy ....................................... 38
2.7 Kerangka Berpikir ................................................................................................. 42
BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................................... 43
3.1 Definisi Operasional .............................................................................................. 43
3.1.1 Komunikasi Ibu dan Anak ........................................................................... 43
3.2 Subyek dan Informan Penelitian ............................................................................ 44
3.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 46
3.4 Teknik Analisis Data ............................................................................................. 48
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 49
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data......................................... 49
4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ............................................................ 49
4.1.2 Identitas Responden .................................................................................... 55
4.1.3 Penyajian Data ............................................................................................ 57
4.2 Analisis Data ......................................................................................................... 58
4.3 Pembahasan ........................................................................................................... 84
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 85
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 85
5.2 Saran ...................................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 87
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 89

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Komunikasi interpersonal atau biasa disebut komunikasi antarpribadi,
adalah komunikasi yang terjalin atau berlangsung antara dua orang atau
sekelompok kecil orang. Dengan pengertian lain, komunikasi antarpribadi yaitu
proses pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh seseorang lainnya
dengan efek atau umpan balik yang langsung (Liliweri, 1997:12).
Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita.
Johnson (1981) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh
komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia.
Pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual
dan sosial kita. Perkembangan kita sejak bayi sampai masa dewasa mengikuti
pola semakin luasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan
ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi,
lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan
bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan
sosial kita sangan ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain itu.
Kedua, identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi
dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar
maupun tidak kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua
tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita.
1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Ketiga, dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji
kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar
kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain
tentang realitas yang sama. Tentu saja, pembandingan sosial (social comparison)
semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.
Keempat, kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh
kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orangorang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup
kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu
kita akan menderita, merasa sedih, cemas, frustasi.
Bila kemudian kita menarik diri dan menghindar dari orang lain, maka
rasa sepi dan terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan
penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin. Bahkan mungkin
juga penderitaan fisik.
Agar merasa bahagia, kita membutuhkan konfirmasi dari orang lain, yakni
pengakuan berupa tanggapan dari orang lain yang menunjukkan bahwa diri kita
normal, sehat dan berharga. Lawan dari konfirmasi adalah diskonfirmasi, yakni
penolakan dari orang lain berupa tanggapan uang menunjukkan bahwa diri kita
abnormal, tidak sehat dan tidak berharga. Semuanya itu hanya kita peroleh lewat
komunikasi antarpribadi, komunikasi dengan orang lain (Supratiknya, 1995 : 10).
Liliweri (1997), juga menambahkan pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan
yang dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat serta perilaku

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

manusia. Dan suatu kesimpulan yang bisa terlihat dari berbagai penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai hubungan
erat dengan sikap dan perilaku manusia.
Komunikasi interpersonal atau individu adalah komunikasi yang terjadi
dalam keluarga. Di mana kondisi ini berlangsung dalam sebuah interaksi pribadi,
yaitu antara suami dan istri, ayah terhadap anak, ibu kepada anak, serta anak
dengan anak. Komunikasi keluarga berlangsung timbal balik dan bergantian. Bisa
dari orangtua ke anak, dari anak ke orangtua atau dari anak ke anak.
Dalam komunikasi keluarga, tanggungjawab orangtua adalah mendidik
anak. Maka, komunikasi yang terjadi dalam keluarga bernilai pendidikan. Ada
sejumlah norma yang diwariskan orangtua pada anak. Misalnya norma agama,
norma akhlak, norma sosial, norma etika dan estetika serta norma moral (Bahri,
2004:37).
Sebuah keluarga akan berfungsi optimal bila di dalamnya terdapat pola
komunikasi terbuka, sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan nyaman
serta memiliki kehidupan spiritual terjaga (Kriswanto, 2005:9). Oleh karena itu
komunikasi dalam keluarga diharapkan efektif untuk membangun suasana
keluarga, karakter anak serta penguatan pasangan antara ayah dan ibu.
Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan
yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Kenyataannya, sering
kita gagal saling memahami. Sumber utama kesalahpahaman dalam komunikasi
adalah cara penerima menangkap makna suatu pesan berbeda dari yang dimaksud

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

pengirim, karena pengirim gagal mengkomunikasikan maksudnya dengan tepat
(Supratiknya, 1995 : 34).
Komunikasi efektif penting dalam keluarga. Hampir 80% waktu kita
digunakan untuk berkomunikasi. Baik tidaknya keluarga, sangat dipengaruhi oleh
baik tidaknya komunikasi yang ada di dalamnya (www.republika.co.id : June 16,
2006 20:05:23 PM).
Dalam konteks ini, peneliti bermaksud mengetahui komunikasi yang
terjalin pada orangtua, khususnya ibu yang memiliki anak penderita kelayuan
fungsi otak atau cerebral palsy (CP). Komunikasi efektif penting diterapkan pada
ibu yang memiliki anak penderita cerebral palsy. Karena ibu merupakan orangtua
yang melahirkan dan paling dekat membimbing anak dalam kehidupan seharihari. Dari ibu pula pendidikan pertama manusia dimulai. Ibu memiliki peran vital
dalam kehidupan seorang anak.
Cerebral palsy masuk dalam kategori difable daksa. Difable kepanjangan
dari different ability people atau orang dengan kemampuan berbeda. Tidak lagi
menggunakan istilah “cacat”. Istilah “cacat” sudah mulai dikikis. Kata atau istilah
“cacat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti rusak. Kata ini pada
dasarnya hanya tepat diberikan pada barang atau benda mati.
Kata “cacat” yang dilekatkan pada para penyandang cacat selama ini
banyak mengacu kepada kondisi ketidakmampuan, kelemahan, ketidakberdayaan,
kerusakan dan makna lain yang berkonotasi negatif. Seperti tuna daksa, tuna
wicara, tuna rungu, dan bahkan kata cacat itu sendiri merupakan kata bermakna
negatif. Tuna berarti hilang atau tidak memiliki, sedangkan cacat berarti rusak.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

Begitu juga dalam Bahasa Inggris, ada kata disability yang artinya
ketidakmampuan.
Karena itulah, pada 1998, beberapa aktifis gerakan penyandang cacat
mengenalkan istilah baru untuk mengganti sebutan cacat, yaitu difable. Istilah
difable bermakna orang yang berbeda kemampuan, sehingga yang ada sebenarnya
hanyalah perbedaan, bukan kecacatan (Fuad, 2010).
Data jumlah difable di Indonesia 2009 mencatat ada 11.580.117 orang
yang terdiri atas difable netra sebanyak 3.474.035 orang, difable daksa sebanyak
3.010.830 orang, difable rungu sebanyak 2.547.626 orang, difable mental
sebanyak 1.289.614 orang. Sisanya difable kronis sebanyak 1.158.012 orang
(www.jpn.com, Jum'at, 03 Desember 2010 , 17:44:00).
Dalam kategori difable daksa, terdiri dari berbagai macam jenis perbedaan
kondisi fisik. Salah satunya cerebral palsy. Cerebral palsy atau CP adalah
gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam
perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan nonprogresif akibat kelainan pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya. Cerebreal palsy atau paralisis otak merupakan kelainan
dengan beberapa tipe dan tingkatan dapat terjadi segera sebelum lahir, pada waktu
lahir atau sesaat setelah lahir.
Menurut Clark (1964), cerebral palsy merupakan suatu keadaan kerusakan
jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan
tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum
susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik. Kelainan ini
bermanifestasi mulai pada masa bayi, anak-anak dan menetap seumur hidupnya,
secara klinis berupa gangguan terhadap fungsi otot volunteer dan persepsi serta
kadang disertai gangguan mental (www.srcibd.com).
Kelainan tersebut ada kondisi seumur hidup yang mempengaruhi
komunikasi antara otak dan otot. Hal ini menyebabkan keadaan permanen dan
sikap gerakan yang tidak terkoordinasi. Umumnya beberapa ahli mengartikan
bahwa cerebral palsy sebagai kondisi yang ditemukan pada anak berupa kejang
atau kekauan disertai mobilitas dan kemampuan bicara rendah.
Karena kesulitan berkomunikasi ini, penyampaian pesan dari ibu selaku
komunikator terhambat kepada anak penderita cerebral palsy sebagai komunikan.
Begitu pula sebaliknya. Padahal, mereka tinggal dalam satu rumah dengan
intensitas kebutuhan berkomunikasi tinggi sebagai antar anggota keluarga. Hal ini
menjadi persoalan utama yang menarik bagi peneliti untuk mengetahui cara
berkomunikasi mereka di dalam hambatan salah satu unsur proses komunikasi
tidak berfungsi maksimal.
Secara psikologis, anak penderita cerebral palsy sedikit atau banyak
memiliki gangguan mental. Membuatnya seperti hidup dalam dunia sendiri.
Menurut Isnawati, pengajar sekolah luar biasa, penderita cerebral palsy memiliki
gangguan penyerta berbeda pada tiap orang. Ada yang semi autis, namun
memiliki IQ 140. Ada yang suka memukul kepalanya sendiri jika merasa tidak
suka terhadap sesuatu. Ada pula yang tidak ingin diusik tingkah lakunya,
sehingga ia seperti bebas melakukan hal yang diinginkannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

Dalam kondisi fisik dan saraf yang tidak sempurna, fakta keluarga tidak
bisa menerima kondisi berbeda yang dialami anak demikian banyak ditemukan.
Salah satunya Riska, 18, siswa Sekolah Luar Biasa YPAC Surabaya.
Kesehariannya di rumah ia dihadapkan pada ibunya yang menuntut harus bisa
segala hal yang diajarkan padanya. Di sekolahpun, bila ia tidak bisa memahami
materi pelajaran, Si Ibu akan melontarkan kata celaan, seperti “goblok” dan
lainnya.
Kebiasaan ini yang membuat Riska sering mengumpat celaan sama pada
teman-temannya di sekolah. Riska juga tidak bisa mengungkapkan pendapatpendapatnya dan harus menuruti ibunya. Perasaan tidak setuju pun harus
ditelannya dalam-dalam, agar ibunya tidak selalu mengatakannya bodoh.
Hal serupa juga bisa saja dialami para penderita cerebral palsy lainnya.
Keadaan berbeda secara fisik dan mental menjadi penghambat pertumbuhan daya
komunikasi mereka. Bila sejak kecil hambatan seperti ini tidak dapat ditangani
dengan baik oleh ibu dalam membantu tumbuh kembang anak penderita cerebral
palsy, anak-anak tersebut tidak dapat berkembang maksimal terutama dalam
berkomunikasi.
Padahal seorang ibu sedapat munkin mendampingin anaknya dengan
penuh cinta dan kasih sayang. Terlebih bila Si Anak mengalami kondisi berbeda.
Terutama di usia anak-anak. Selain membutuhkan sosok luar biasa ibu sebagai
penopang hidupnya yang masih rentan, anak juga kerap mempercayai ibu sebagai
sahabat setianya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Kadang

masalah

tidak

berhenti

pada

rendahnya

kemampuan

berkomunikasi anak saja. Peran serta ibu yang tidak intens dalam pendidikan di
keluarga turut mempengaruhi kualitas komunikasi antar anggota keluarga yang
memiliki anak penderita cerebral palsy. Ibu bekerja, sehingga anak hanya diasuh
oleh pengasuh rumah tangga.
Pagi dibangunkan oleh pengasuh. Lalu dimandikan, makan disuapi, ke
toilet dituntun, sampai mengantar dan menunggu di sekolah dilakukan bersama
pengasuh. Ibu hanya bertemu pandang dengan sedikit komunikasi. Ibu hanya
mengetahui sekilas perkembangan anaknya.
Bahkan ada pula ibu yang merasa malu dengan kondisi anaknya. Sejak
anak didiagnosis dokter menderita cerebral palsy, rasa khawatir, was-was dan
malu muncul dalam diri orangtua. Mereka berharap anaknya tumbuh dan
beraktifitas normal. Mereka berharap anaknya tumbuh membanggakan dengan
segudang prestasi.
Kondisi seperti ini justru semakin memperkecil peluang komunikasi antara
ibu dengan anak. Fungsi pengasuh justru menggantikan fungsi ibu secara penuh.
Dengan keterbatasan pendidikan pengasuh rumah tangga, mereka tidak optimal
membantu tumbuh kembang anak, terutama dalam hal berkomunikasi. Minimnya
akses informasi para pengasuh rumah tangga tidak memungkinkan mereka
mengetahui kondisi anak penderita cerebral palsy.
Mereka tidak tahu jenis penyakitnya, cara perlakuan-perlakuan khusus dan
penanganan seperti apa yang harus dilakukan. Juga yang paling penting adalah
cara membantu belajar anak cerebral palsy, baik belajar berkomunikasi, belajar

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

mengenal lingkungan sekitar, ataupun belajar secara akademik. Dengan kata lain,
peran orangtua tidak bisa digantikan seenaknya oleh pengasuh.
Sisi lain, ibu menyerahkan pendidikan-pendidikan penting tersebut di atas
kepada para guru di sekolah luar biasa. Walaupun ibu ikut mengantarkan ke
sekolah, masih ada pula yang menuntut agar anaknya dapat bersikap seperti anak
normal. Masih rendahnya sikap menerima ibu terhadap kondisi anak-anak
mereka.
Fenomena-fenomena itu yang menjadi bahan observasi peneliti. Peneliti
tertarik mengetahui bagaimana pola komunikasi yang terjalin antara ibu dengan
anak penderita cerebral palsy. Pola komunikasi ibu yang memiliki anak penderita
cerebral palsy tentu sangat berbeda dengan pola komunikasi ibu yang memiliki
anak normal. Hal ini mengharuskan orangtua melakukan penyesuaian diri dalam
mendidiknya, sehingga akan membantu perkembangan anak penderita cerebral
palsy. Ibu sebagai orang terdekat dalam kehidupan anak dapat membantu
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sikap penuh cinta kasih dan penerimaan
terhadap kondisi apapun merupakan hal yang dibutuhkan anak.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah mengenai
“Bagaimanakah pola komunikasi yang terjalin antara ibu kepada anak penderita
kelayuan fungsi otak di Surabaya?”

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pola
komunikasi ibu pada anak penderita kelayuan fungsi otak di Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Ilmu Pengetahuan
1. Memberikan sumbangsih literatur bidang ilmu komunikasi yang
berkaitan dengan tema pola komunikasi dalam ranah difable.
2. Menjadi media informasi perkembangan sosial budaya dalam ranah
kontruksi sosial masyarakat.
1.4.2 Praktis
1. Menjadi wacana, renungan dan media belajar para orangtua yang
memiliki anak difable (Different Ability People) atau anak dengan
kemampuan berbeda.
2. Menjadi media pendukung perubahan istilah dan paradigma baru
tentang difable atau orang yang berkemampuan berbeda.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti
“pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Secara garis besar, proses
komunikasi haruslah

unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu

pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan
komunikan (penerima pesan) (Suprapto, 2009 : 5).

Sedangkan definisi komunikasi yang relevan diungkapkan oleh Gerald
R. Miller, bahwa komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu
pesan kepada penerima dengan niat yang disadarai untuk mempengaruhi
perilaku penerima. Didukung pula oleh Carl I. Hovland yang mengatakan
komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan

rangsangan

(biasanya

lambang-lambang

verbal)

untuk

mengubah perilaku orang lain (komunikan) (Mulyana, 2001 : 62).

Jadi, komunikasi dapat diartikan sebagai proses transfer informasi atau
pesan dari komunikator yang mengirim pesan kepada komunikan yang
menerima pesan. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan
informasi atau pesan kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.
11

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

2.1.2 Komunikasi Interper sonal

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang pesan
efektif digunakan, terutama lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang
bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan, di dalam kenyataan seringkali
disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh, seperti
senyuman, tertawa, dan menggeleng atau menganggukkan kepala (Parwito,
2007 : 2).

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan
komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau
lebih, baik secara organisasi maupun pada kerumunan orang. Para ahli teori
komunikasi mendefinisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda. Menurut
Hardjana (2003 : 85), komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka
antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan
secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula.

Bittner (1985 : 10) mengemukakan pemikiran komunikasi antarpribadi
adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerima pesan orang lain atau
sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan peluang untuk
memberikan umpan balik segera. Lebih lanjut Bittner menerangkan bahwa
komunikasi antarpribadi berlangsung apabila pengirim menyampaikan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium
suara manusia (human voice).

Sementara Trenholm dan Jensen (1995 : 26) mendefiniskan komunikasi
antarpribadi sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara
tatap muka. Nama lain dari komunikasi ini adalah diadik (dyadic). Komunikasi
diadik biasanya bersifat spontan dan informal. Partisipan satu dengan yang lain
saling menerima umpan balik secara maksimal. Partisipan berperan secara
fleksibel sebagai pengirim dan penerima. Segera setelah orang ketiga
bergabung di dalam interaksi, berhentilah komunikasi antarpribadi dan menjadi
komunikasi kelompok kecil (small group communication).

Saluran komunikasi antarpribadi dapat dighunakan untuk melihat
struktur keluarga. Karena saluran komunikasi ini paling tinggi frekuensinya
digunakan untuk berkomunikasi. Beberapa anggota keluarga lebih banyak
menggunakan waktunya untuk berbicara dengan yang lain.

Masih menurut Trenholm dan Jensen (1995 : 277-278), tipikal pola
interaksi dalam keluarga menunjukkan jaringan komunikasi. Struktur jaringan
keluarga sangat bervariasi satu dengan yang lain. Jaringan tersebut terpusat
pada salah satu anggota keluarga yang melayani sebagai gate keeper (penjaga
gawang) untuk menjaring beberapa pesan. Kemudian dipertukarkan kepada
seluruh anggota keluarga (Wiryanto, 2004 : 34).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Adapun bentuk khusus dari komunikasi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi, yaitu :

1. Komunikasi Diadik (dyadic communication)

Yakni komunikasi yang berlangsung antar dua orang. orang
pertama adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang
lagi adalah komunikan yang menerima pesan tersebut. Dalam
komunikasi ini, komunikator selalu memusatkan perhatiannya hanya
pada diri komunikan, sehingga ketika dialog terjadi antara keduanya
selalu berlangsung serius dan intensif.

2. Komunikasi Triadik (triadic communication)

Yakni komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga
orang, yaitu seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika A
yang menjadi komunikator, maka ia pertama akan menyampaikan
komunikasi kepada B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi akan
beralih kepada komunikan C secara berdialogis.

Dibandingkan dengan komunikasi triadik, komunikasi diadik lebih
efektif. Hal itu dikarenakan komunikator memusatkan perhatiannya kepada
seorang komunikan, sehingga komunikator dapat menguasai frame of reference
komunikan sepenuhnya. Selain itu, umpan balik yang berlangsung akan
belangsung juga terjadi (Rohim, 2009 : 70-71).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Ini disebabkan proses komunikasi yang berlangsung efektif, seperti
yang dapat dijelaskan pada gambar sebagai berikut :

Bidang Pengalaman
Bidang Pengalaman
Pengirim – Penerima

Pengirim – Penerima
Pesan - Pesan

EFEK
Encoding - decoding

EFEK
Encoding - Decoding

Gangguan

Gambar 1. Model Komunikasi Interpersonal secara umum

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa komponen-komponen
komunikasi antapribadi adalah sebagai berikut (Devito, 2007 : 10) :

1. Pengirim – Penerima

Dalam komunikasi interpersonal paling tidak melibatkan dua
orang.

Tiap

orang

terlibat

dalam

komunikasi

antarpribadi

memfokuskan dan mengirimkan pesan sekaligus menerima dan
memahami pesan. Fungsi pengirim dan penerima pesan dilakukan oleh
setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

2. Encoding – Decoding

Pesan yang akan disampaikan dikode atau diformulasikan
terlebih dulu dengan menggunakan kata, symbol dan sebagainya.
Sebaliknya tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesanpesan yang diterima disebut decoding. Pengirim pesan juga bertindak
sebagai penerima pesan, maka fungsi decoding-encoding dilakukan
oleh setiap orang yang terlibat.

3. Pesan-Pesan

Pesan ini bisa berbentuk verbal, seperti kata-kata atau
nonverbal seperti symbol, bahasa tubuh, serta gabungan antara bentuk
verbal dan nonverbal.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media yang menghubungkan
pengirim atau penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi
personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok
lebih persuasive dibandingkan dengan saluran media massa. Hal ini
disebabkan karena :

a. Penyampaian pesan melaui saluran komunikasi personal dapat
dilakukan secara langsung kepada khalayak yang dituju, bersifat
pribadi dan manusiawi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

b. Penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat
dilakukan secara rinci dan lebih fleksibel dengan kondisi layak.
c. Keterlibatan khalayak cukup tinggi.
d. Komunikator dapat secara langsung mengetahui reaksi, umpan
balik dan tanggapan atas isi pesan yang disampaikan.
e. Komunikator dapat dengan segera memberikan penjelasan apabila
terdapat kesalahpahaman atau kesalahan persepsi dari pihak
khalayak atas pesan yang disampaikan.

5. Gangguan (noise)

Gangguan atau noise seringkali ada dalam komunikasi
antarpribadi. Adapun gangguan itu terdiri dari :

a. gangguan fisik, biasanya berasal luar dan mengganggu transmisi
pesan seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya.
b. Gangguan psikologis, gangguan ini timbul karena adanya
perbedaan gagasan dan penilaian subyektif di antara orang yang
terlibat dalam komunikasi, seperti perbedaan nilai, sikap dan
sebagainya.
c. Gangguan semantic, terjadi karena kata atau symbol yang
digunakan dalam komunikasi sering memiliki arti ganda, sehingga
menyebabkan penerima gagal menangkan maksud pesan yang
disampaikan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

6. Umpan balik (feedback)

Pengirim dan penerima secara terus-menerus bergantian
memberikan umpan balik dalam berbagai cara, baik verbal maupun
nonverbal. Umpan balik bersifat positif apabila dirasa saling
menguntungkan. Bersifat netral apabila tidak menimbulkan efek.
Bersifat negative jika merugikan.

7. Konteks

Ada dua dimensi konteks dalam komunikasi antarpribadi, yaitu :

a. Dimensi fisik, mencakup tempat di mana komunikasi
berlangsung.
b. Dimensi

sosial

psikologi,

mencakup

hubungan

yang

memperhatikan masalah status, peranan yang dimainkan,
norma-norma kelompok masyarakat, keakraban, formalitas dan
sebagainya.

8. Bidang Pengalaman (field of experience)

Komunikasi akan terjali apabila para pelaku yang terlibat
dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

9. Efek

Dibandingkan
antarpribadi dinilai

bentuk
paling

komunikasi
ampuh

lainnya,

mengubah

komunikasi

sikap,

perilaku

kepercayaan dan opini komunikan. Hal ini disebabkan komunikasi
dilakukan dengan tatap muka.

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan
tetap mempertahankan kedinamisannya, Hardjana (2003 : 86) menjelaskan
komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri tetap sebagai berikut :

1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal.

Artinya pesannya dikemas dalam bentuk verbal dan nonverbal.
Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya, selalu
mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan
atau dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal.

2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu.
a. Perilaku spontan (spontaneous behavior), yaitu perilaku yang
dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi
secara kognitif. Artinya perlaku ini terjadi begitu saja. Jika verbal,
perilaku spontan bernada asal bunyi. Perilaku nonverbal dapat
terjadi seperti misalkan meletakkan telapak tangan pada dahi
waktu kita sadar telah berbuat keliru atau lupa.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

b. Perilaku menurut kebiasaan (script behavior), yaitu perilaku yang
kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan pada
situasi tertentu dan dimengerti orang. misalkan ucapan “Selamat
datang” kepada teman yang datang, “Apa kabar” pada waktu
berjumpa dengan teman dan sebagainya. Dalam bentuk nonverbal,
misalnya berjabat tangan dengan teman, mencium tangan orangtua
atau memeluk kekasih. Perilaku seperti itu sering kita lakukan
tanpa terlalu mempertimbangkan artinya dan terjadi secara spontan
karena sudah mendarah daging.
c. Perilaku sadar (contrived behavior), yaitu perilaku yang dipilih
karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu
dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan
orang yang akan dihadapi, urusan yang harus diselesaikan, dan
situasi serta kondisi yang ada.
3. Komunikasi

interpersonal

adalah

komunikasi

yang

berproses

pengembangan (development process).

Komunikasi interpersonal berbeda tergantung dari tingkat
hubungan pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang
dikomunikasikan dan cara pesan dikomunikasikan. Komunikasi itu
berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut
makin mendalam dan berakhir dengan saling pengenalan yang amat
mendalam. Tetapi juga dapat putus, sampai akhirnya saling
melupakan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi dan
koherensi.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka,
oleh karena itu, kemungkinan umpan balik besar sekali. Dalam
komunikasi itu penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan
menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, di antara pengirim dan
penerima pesan terjadi interaksi yang satu mempengaruhi yang lain
dan keduanya saling mempengaruhi dan member serta menerima
dampak.

Pengaruh itu terjadi pada dataran kognitif-pengetahuan, efektifperasaan dan behavioral-perilaku. Semakin berkembang komunikasi
interpersonal itu, semakin intensif umpan balik dan interaksinya
karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah peran dari penerima
pesan menjadi pemberi pesan dan sebaliknya dari pemberi pesan
menjadi penerima pesan.

Agar komunikasi onterpersonal itu berjalan teratur, dalam
komunikasi itu pihak yang terlibat saling menanggapi sesuai dengan
isi pesan yang diterima. Dari sini terjadilah koherensi dalam
komunikasi baik antara pesan yang disampaikan dan umpan balik yang
diberikan, maupun dalam keseluruhan komunikasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

5. Komuniasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu.

Agar berjalan baik, komunikasi interpersonal hendaknya
mengikuti peraturan tertentu. Peraturan itu ada yang intrinsik dan ada
yang

ekstrinsik.

Peraturan

intrinsik

adalah

peraturan

yang

dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus
berkomunikasi satu sam lain. Peraturan ini menjadi patokan perilaku
dalam komunikasi interpersonal.

Sedangkan

peraturan

ekstrinsik

adalah

peraturan

yang

ditetapkan oleh situasi atau masyarakat. Peraturan ekstrinsik oleh
situasi , misalnya pada waktu melayat, nada bicara dalam komunikasi
interpersonal berbeda dengan ketika pesta, komunikasi interpersonal
ketika berada di masjid berbeda dengan di lapangan.

Peraturan ekstrinsik oleh masyarakat misalnya komunikasi
interpersonal yang dilakukan oleh dua orang yang sedang pacaran di
rumah, tidak berlangsung melebihi pukul 9 malam. Peraturan
ekstrinsik sering menjadi pembatasan komunikasi.

6. Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif.

Komunikasi

interpersonal

bukan

sekedar

serangkaian

rangsangan-tanggapan, stimulus-respon, tetapi serangkaian proses
saling penerimaan, penyerapan dan penyampaian tanggapan yang
sudah diolah oleh masing-masing pihak.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

7. Komunikasi interpersonal saling mengubah.

Komunikasi

interpersonal

juga

berperan

untuk

saling

mengubah dan mengembangkan. Melalui komunikasi, pihak yang
terlibat komunikasi dapat saling member inspirasi, semangat dan
dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan dan sikap yang sesuai
dengan topik yang dibahas bersama. Karena itu, komunikasi
interpersonal

merupakan

wahana

untuk

saling

belajar

dan

mengembangkan wawasan, pengetahuan dan kepribadian.

Rumanti (2002 : 105)
interpersonal

menciptakan

rasa

juga menambahkan bahwa komunikasi
saling

pengertian,

kepercayaan,

saling

menghargai, mempererat hubungan sosial atau kerja. Mampu mengatasi konflik
menjadi sesuatu yang membangun. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal
dianggap

sebagai komunikasi efektif dalam

penyampaian

pesan

dari

komunikator kepada komunikan.

Komunikasi interpersonal yang efektif menurut Billie J. Walstroom
dalam Liliweri (2002 : 209) dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :

1. Menghormati pribadi orang lain.
2. Mendengarkan dengan senang hati.
3. Mendengarkan tanpa menilai.
4. Keterbukaan terhadap keterbukaan dan keragaman.
5. Empati.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

6. Bersikap tegas.
7. Kompetensi komunikasi.

Jadi, dalam konteks ini komunikasi interpersonal merupakan komunikasi
tatap muka antara komunikator kepada komunikan dalam menyampaikan pesan.
Dengan komunikasi interpersonal, proses penyampaian pesan lebih efektif
mengubah perilaku tanpa meninggalkan unsur kemanusiaan seperti empati,
saling menghargai, menghormati dan terbuka antara partisipan komunikasi.

2.2 Komunikasi Keluarga

Berbagai

literatur

banyak

mengungkapkan

bahwa

komunikasi

antarpribadi kerap terjadi dalam keluarga. Karena waktu seseorang lebih banyak
bertemu dengan keluarga dan berkomunikasi dalam rumah atau lingkup
keluarga. Hal berlangsung intens, ada timbal balik dan silih berganti dari
orangtua kepada anak maupun sebaliknya.

Komunikasi keluarga mencakup komunikasi suami dan istri, komunikasi
orangtua dan anak. Ketika membahas komunikasi orangtua dan anak juga
penting diperhatikan sikap konsisten dan kesepakatan dalam mengasuh serta
mendidik anak. Kalau memiliki komunikasi yang baik atau telah terbangun
jembatan komunikasi dalam keluarga, masalah apapun dalam keluarga lebih
mudah diselesaikan. Banyak keluarga pecah biasanya bukan karena kemampuan
komunikasi mereka, tapi banyak di antara mereka tidak ingin belajar untuk
membangun pilar komunikasi keluarga (Syumanjaya, 2009 : 57).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

Dalam komunikasi keluarga, peran orangtua sangat penting. Kualitas
komunikasi yang terjalin di antara anggota keluarga dipengaruhi kualitas
komunikasi yang dimiliki oleh orangtua. Komunikasi akan sukses bila orangtua
memiliki kredibilitas di mata anaknya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar komunikasi di keluarga bisa efektif (www.republika.co.id: March 31,2008:
11:29) :

1. Respek

Komunikasi harus diawali dengan saling menghargai. Adanya
penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa atau timbale balik
dari si penerima.

2. Empati

Empati adlaah kemampuan menempatkan diripada situasi dan
kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah
kemampuan mendengar dan mengerti orang lain sebelum didengar dan
dimengerti orang lain.

Orangtua yang baik akan memahami anaknya untuk mengerti
keinginannya, tapi akan berusaha memahami anaknya terlebih dahulu. Ia
akan membuka dialog dengan mereka, mendegar keluhan dan harapannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

3. Audibel

Berarti dapat didengarkan atau bisa dimengerti dengan baik.
Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa
diterima oleh si penerima pesan. Raut muka cerah, bahasa tubuh yang
baik, kata-kata sopan atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi
yang audible ini.

4. Jelas

Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak
menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan.

5. Rendah hati

Sikap rendah hati mengandung makna saling menghargai, tidak
memandang rendah, lemah lembut, sopan dan penuh pengendalian diri.

E.B Surbakti (2008 : 211) menyebut komunikasi keluarga sebagai
komunikasi tatap muka, karena hampir semua komunikasi di dalam rumah tangga
terjadi secara oral atau lisan. Hal ini selain lebi

Dokumen yang terkait

Komunikasi Antar Pribadi Ibu Kepada Anak (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Ibu Kepada Anaknya yang Disekolahkan di Pondok Pesantren dalam Membangun Motivasi Belajar Anak ).

0 2 17

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTISME Pola Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penderita Autisme (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme di SDLBN Bangunharjo, Pulisen, Boyolali).

0 0 13

POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY (Studi Deskriptif Kualititatif Pola Komunikasi Ibu pada Anak Penderita Kelayuan Fungsi Otak di Surabaya).

0 0 99

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola KomunikasiIbu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya).

0 0 86

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya).

0 1 86

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo ).

16 62 99

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya)

0 0 22

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola KomunikasiIbu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya)

0 0 22

POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY (Studi Deskriptif Kualititatif Pola Komunikasi Ibu pada Anak Penderita Kelayuan Fungsi Otak di Surabaya)

0 0 19

POLA KOMUNIKASI IBU DAN ANAKNYA YANG MENDERITA CEREBRAL PALSY (Studi Deskriptif Kualititatif Pola Komunikasi Ibu pada Anak Penderita Kelayuan Fungsi Otak di Surabaya)

0 0 19