POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo ).

(1)

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

VITA PERMANA S.PARATHON NPM 0643010042

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGDI ILMU KOMUNIKASI

JAWA TIMUR


(2)

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo )

Disusun Oleh:

VITA PERMANA S.PARATHON NPM. 0643010042

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 15 April 2010

Pembimbing Utama Tim Penguji: 1. Ketua

Dra. Sumardjijati, M.Si Ir. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 030 233 610 NIP. 030 203 679 2. Sekretaris

Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 00351 3. Anggota

Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 030 233 610 Mengetahui,

DEKAN

Dra.Ec.Hj.Suparwati, M.Si NIP. 030 175 349


(3)

(Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo)

Oleh :

Vita Permana S.Parathon NPM. 0643010042

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Pembimbing Utama

Dra.Sumardjijati, M.Si NIP. 030 233 610

Mengetahui, DEKAN

Dra.Ec.Hj.Suparwati, M.Si NIP. 030 175 349


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Indigo (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu Dengan Anak Indigo.)”

Skripsi disusun guna memenuhi persyaratan akademik yang harus ditempuh sebagai status kelulusan program S1 mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dengan selesainya skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra. Sumardjijati. M. Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bantuannya dalam penyusunan laporan ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak, antara lain:

1. Kepada Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Kepada Bapak Juwito, S.Sos, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Kepada Ibu Dra. Sumardjijati. M. Si selaku dosen pembimbing skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Keluarga dan semua teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongannya selama ini.

  i


(5)

  ii

Akhirnya dengan segala kekurangan dan kesederhanaan skripsi ini, semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi almamater tercinta Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Surabaya, 23 Maret 2010


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Kegunaan Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 15

2.1.1 Komunikasi ... 15

2.1.2 Komunikasi Interpersonal ... 16

2.1.3 Tahap-tahap Komunikasi Antar Pribadi ... 21

2.1.4 Efektifitas Komunikasi ... 22

2.1.5 Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi ... 23

2.1.6 Syarat-syarat agar Komunikasi Menjadi Lebih efektif ... 24

2.2 Pengertian Pola Komunikasi ... 24

2.3 Teori Atribusi ... 28

2.4 Pengertian Keluarga ... 29

2.4.1 Fungsi Keluarga ... 29

2.4.2 Komunikasi Keluarga ... 32


(7)

Dalam Keluarga ... 36

2.5 Pengertian Orang Tua ... 40

2.6 Pengertian Anak ... 41

2.7 Indigo ... 42

2.7.1 Ciri-ciri lain anak Indigo ... 43

2.7.2 Ciri-ciri Lain Anak Indigo ... 44

2.7.3 Luka Emosional yang Dialami Anak-anak – Indigo ... 46

2.8 Kerangka Berpikir ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 52

3.2 Lokasi Penelitian ... 56

3.3 Subyek Penelitian dan Informan Penelitian ... 57

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 58

3.5 Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Analisa Data ... 61

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 61

4.1.2 Penyajian Data ... 61

4.1.2.1 Identitas Responden ... 61

4.1.2.2 Penyajian Data ... 68


(8)

LAMPIRAN 1

Wawancara (Depth Interview) dengan Ibu dari Anak Indigo

1. Latar belakang pendidikan ibu

2. Perasaan ibu ketika mengetahui bahwa anaknya indigo

3. Perlakuan ibu terhadap anak setelah mengetahui anaknya indigo 4. Peraturan – peraturan yang diterapkan dalam lingkungan keluarga 5. Punishment yang diberikan saat anak berbuat kesalahan

6. Karakter anak indigo

7. Cara Ibu melatih kemampuan anaknya yang indigo agar dapat bersosialisasi 8. Upaya ibu dalam menangani anak ibu yang indigo


(9)

Indigo (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu Dengan Anak Indigo)

Indigo adalah istilah yang diberikan kepada anak yang menunjukkkan perilaku lebih dewasa dibandingkan usianya. Anak indigo pada umumnya tidak menginginkan diperlakukan sebagai anak-anak. Tidak jarang mereka sering tidak menuruti bahkan membantah nasehat orang tua mereka. Orang tua kebanyakan tidak dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan anaknya yang indigo, sehingga orang tua tidak dapat menyampaikan pesannya kepada anak anaknya yang indigo. Seperti diketahui, anak indigo memiliki dunia sendiri dan tidak memiliki inisiatif untuk bersosialisasi dengan orang lain, karena itu dibutuhkan kedekatan emosional antara orang tua dan anaknya yang indigo agar dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.Tanpa pola komunikasi dan dukungan yang baik dalam keluarga yang mempunyai anak indigo, maka anak indigo tidak akan berkembang dengan baik sesuai yang diharapkan orang tua, oleh karena itu pola komunikasi sangat dibutuhkan untuk menggali kelebihan serta bakat anak. Disini komunikasi antara orang tua dan anak indigo adalah saran yang paling utama.

Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi hubungan orang tua dengan anak yaitu autoritarian (cenderung bersikap bermusuhan), permissive (cenderung berperilaku bebas) dan authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan depth interview (wawancara mendalam) dan observasi (pengamatan) pada beberapa keluarga yang meliputi orang tua (ibu rumah tangga) yang memiliki anak indigo sebagai informan untuk mengetahui permasalahan penelitian yang terjadi antara ibu dengan anak indigo. Setelah data diperoleh, peneliti akan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan mengkategorikan sesuai pola komunikasi keluarga hubungan ibu dengan anak secara deskriptif.

Hasil analisis data terdapat 4 orang ibu yang memiliki anak indigo sebagai informan yang dijadikan subyek penelitian. Dua orang ibu di antaranya menganut pola komunikasi secara otoriter atau authoritarian. Satu orang ibu menganut pola komunikasi permissive atau cenderung membebaskan dan sisanya menganut pola komunikasi demokratis atau authoritative .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi keluarga yang banyak diterapkan ibu menggunakan pola komunikasi authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan). Pada pola komunikasi ini orang tua (ibu) merasa mempunyai wewenang yang besar pada anak, seperti menghukum secara fisik, tidak memberikan kebebasan berpendapat dan mengatur anak sesuai kehendak orang tua (ibu). Tetapi ada saat-saat di mana seorang ibu penganut pola otoriter menerapkan pola komunikasi permisive di saat ibu membebaskan anaknya dalam bersosialisasi.


(10)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah segala sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia untuk mempertahankan hidupnya.Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan komunikasi, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk mempertahankan hidupnya.Komunikasi antar manusia tercipta melalui komunikasi, baik itu komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal (simbol, gambar, atau media komunikasi lainnya).Selain untuk mempertahankan hidupnya, komunikasi juga mempunyai fungsi untuk memelihara hubungan dan memperoeh kebahagiaan.

Kata komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal.(Effendy, 2002: 3). Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. ( Effendy, 2002 : 5 )

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjalin atau berlangsung antara dua orang atau sekelompok kecil orang. Dengan pengertian lain, komunikasi antar pribadi yaitu proses pengiriman pesan dari seseorang dan


(11)

diterima oleh seseorang dengan efek dan timbal balik yang langsung. ( Liliweri, 1997 : 12 ). Menurut Liliweri, komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan yang dianggap palng efektif untuk mengubah sikap, pendapat serta perilaku manusia. Dan suatu kesimpulan yang bisa terlihat dari berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai hubungan erat dengan sikap dan perilaku manusia. (Liliweri, 1997 : 12 & 123)

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi individual atau komunikasi yang terjadi dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik serta silih berganti, bisa dari anak ke orang tua atau dari orang tua ke anak, ataupun dari anak ke anak. Tanggung jawab orang tua dalam komunikasi keluarga adalah mendidik.

Dalam konteks komunikasi keluarga, sistem pesan yang dimiliki keluarga merupakan sistem yang unik. Setiap keluarga pasti memiliki sistem pesan yang unik untuk menyediakan makna sehubungan dengan fungsi utamanya memberi bentuk pada kehidupan berkeluarga. Dengan kata lain, sebagai penyedia komunikasi untuk memberikan bentuk dan isi dalam kehidupan berkeluarga ketika anggota terlibat dalam fungsi yang terkait dengan keluarga (Galvin, 982 : 12)

Keluarga sebagai sistem terkecil dalam sebuah masyarakat memiliki fungsi – fungsi yang secara umum meletakkan dasar kehidupan dan membantu generasi penerusnya untuk bertahan. Maka peran orang tua sebagai peran utama dalam keluarga yang berinteraksi dengan seorang anak sangat memiliki peranan yang penting dalam pembentukan dan perkembangan mental anak.


(12)

3

Hubungan keluarga dapat terganggu oleh kehadiran seorang anak yang kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya seperti anak indigo. Karena anak indigo memiliki kemampuan khusus yang membutuhkan peranan besar dari kedua orang tuanya dalam proses pembentukan karakter dan mental anak tersebut.

Walaupun mereka telah sampai pada usia remaja sampai dewasa sekali pun, peranan orang tua dalam memahami dan mendidik anak – anak yang dikategorikan memiliki ’dunia sendiri’ atau dapat berkomunikasi dengan bangsa-bangsa halus ini masih tetap dibutuhkan.

Berbagai penelitian di dunia menemukan bahwa jumlah anak yang memiliki cakra mata ketiga atau yang biasa disebut dengan anak indigo dari tahun ke tahun semakin meningkat. Lebih dari 85% anak Indigo lahir tahun 1992 atau sesudahnya, 90% lahir tahun 1994, dan 95% atau lebih lahir saat ini (beberapa orang mengatakan 99%) adalah anak-anak Indigo. (www.google.com,13 Oktober 2009 : 20.52 WIB). Namun tidak ada data yang valid mengenai jumlah anak indigo yang lahir di dunia ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya keberadaan anak-anak indigo di dunia ini.

Banyak anak-anak sekarang yang terkategorikan sebagai Anak Indigo, juga disebut Children of the Sun oleh para ahli dari Amerika. Atau disebut juga sebagai Millennium Children. Para ahli mengatakan lebih dari 90% (di lain buku menyebutkan lebih dari 80 %) dari anak-anak di bawah 12 tahun, dan beberapa mengatakan walau dalam persentase yang tidak besar terdapat Indigo dewasa.


(13)

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura, mendapat dukungan psikiater Dr. McGreggor di San Diego University. Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah 1980. Warna itu bisa dilihat dengan Foto Kirlian atau dengan alat generasi baru sejenis seperti Video Aura.

Warna nila menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra (dari bawah ke atas), dalam bahasa Sansekerta disebut Cakra Ajna, yang terletak di dahi, di antara dua mata.

Anak indigo adalah anak-anak yang memiliki aura dominan berwarna nila, namun fisiknya sama seperti anak lainnya. Di samping itu anak indigo memiliki roh yang sudah tua (old soul) sehingga dalam keseharian, tidak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua. Ciri-ciri lain yang mudah dikenali adalah mempunyai kemampuan spiritual tinggi. Anak Indigo kebanyakan bisa melihat sesuatu yang belum terjadi atau dapat melihat masa lalu. Bisa pula melihat makhluk atau mater-materi halus yang tidak tertangkap oleh indera penglihatan biasa. Kemampuannya untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, bukan hanya merasakan, tapi juga mengerti. Seperti menyontek, mengerti pengertian orang lain.

Anak-anak ini memiliki kesadaran yang lebih tinggi daripada kebanyakan orang, mengenai siapa diri mereka dan tujuan hidup mereka. Seringkali anak


(14)

5

indigo tidak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada.Anak indigo memiliki kebijaksanaan yang tinggi dan tingkat kesadaran ”di luar tahun”. Mereka bisa menjadi sangat blak – blakan ketika mereka sedang berbicara. Seorang anak indigo akan berbicara seperti layaknya orang dewasa sehingga menyebabkan orang tua mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka.

Anak indigo sering didiagnosis dengan Hiperaktif Attention Deficit Disorder (ADHD) bahwa mereka menjadi tidak ramah ketika berada dalam suatu komunitas bukan orang indigo. Mereka adalah orang – orang yang sangat energik dan senang menjelaskan sesuatu. Mereka juga cenderung sangat animasi dan dramatis. Kekeliruan identifikasi terhadap anak Indigo sebagai anak kurang perhatian dan hiperaktif atau ADD (Attention Deficit Disorder = atau Gangguan Kekurangan Perhatian) dan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder = Gangguan Hiperaktif Kekurangan Perhatian) adalah salah satu sebab kesalahan perlakuan terhadap mereka sehingga menyebabkan orang tua menyepelekan cara berkomunikasi dengan anak mereka yang tergolong indigo ini.

Kemampuan sangat istimewa memang banyak ditemukan di dalam diri anak indigo dan kemampuan itu terkadang menjadi sesuatu yang sangat istimewa bagi mereka, sering juga kemampuan itu tidak muncul ketika akan digunakan dalam kesengajaan. Kemampuan intuisi yang sangat tinggi jelas mereka miliki banyak laporan yang menyebutkan bahwa mereka melihat dunia melalui suatu paradigma dan kaca mata yang baru. Dalam hal spiritualitas mereka sangat dalam,


(15)

sehingga memiliki kemampuan intrapersonal yang berbeda, dan merupakan suatu tingkat kesadaran diri yang berbeda.

Pandangan yang mengaitkan para anak indigo dengan sesuatu yang bersifat irasional dan cenderung mistis di Indonesia sudah menjadi suatu stigma yang berlaku, karena memang terkait dengan kebudayaan masyarakat Indonesia itu sendiri, sebagian besar masih memiliki kebudayaan mistis yang kental. Dalam kelahirannya di negeri Indonesia masih banyak juga yang tidak perduli dengan fenomena ini dan juga banyak yang tidak mengetahui.

Banyak anak-anak indigo yang tidak dapat menyalurkan bakatnya, hal ini banyak terjadi akibat dari pola asuh orang tua yang melihat keberadaan mereka sebagai sesuatu yang aneh dan menjurus pada penyakit. Maka, tak jarang pada awal kemunculannya, mereka dikatakan sebagai anak yang aneh, anak yang tidak wajar dan sangat mengganggu. Selain itu, perilaku hiperaktif mereka di cap sebagai anak yang tidak mau patuh atau bandel.

Akibatnya mereka merasa tertekan dan merasa tidak nyaman dengan keadaan mereka. Belum lagi penolakan secara terang-terangan terhadap mereka yang menyebabkan tekanan mental (psikis) pada awal kehidupannya. Hal itu sangat berbahaya bagi pekembangan karakter dan mentalnya di masa mendatang jika tidak dengan segera ditangani.

Menurut pemahaman orang awam (selain indigo), kemampuan indigo dianggap sebagai penyakit. Karena pada umumnya, lingkungan disekitar anak-anak indigo, menganggap perilaku mereka berbeda dari perilaku yang biasa ditunjukkan oleh para anak-anak pada umumnya. Sehingga perbedaan-perbedaan


(16)

7

tersebut, maka anak-anak indigo disebut sebagai anak yang ”tidak normal”, mengalami gangguan mental dan sakit.

Anak indigo menunjukkan seperangkat atribut psikologis baru dan luar biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak didokumentasikan sebelumnya. Anak-anak Indigo memahami perbedaan yang sangat tipis antara dunia kasat dan dunia spiritual, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengakses informasi dari sini, yang orang lain tidak mampu. Kebanyakan perilaku anak Indigo dapat dipahami dari aspek ini. Pola ini memiliki faktor-faktor unik yang umum, yang mengisyaratkan agar orang-orang yang berinteraksi dengan mereka (para orangtua, khususnya) mengubah perlakuan dan pengasuhan terhadap mereka guna mencapai keseimbangan. Mengabaikan pola-pola baru ini akan kemungkinan besar berarti menciptakan ketidakseimbangan dan frustasi dalam benak anak indigo sendiri dari kehidupan baru yang berharga ini.

Anak indigo cenderung sering salah paham dan introvert atau menutup diri dengan orang tua mereka. Orang tua mereka sendiri pun terkadang mengalami kesulitan dalam memahami mereka. Kekurangtahuan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menghadapi anak semacam ini akhirnya menjadi kendala bagi orang tua dalam berkomunikasi serta dalam berinteraksi dengan anak berkemampuan khusus ini. Orang tua pun cenderung menganggap mereka ini sama seperti anak lainnya sehingga titik temu dalam komunikasi antara orang tua-anak indigo tidak pernah ketemu. Hingga akhirnya tidak sedikit pertengkaran dan perselisihan yang terjadi antara orang tua dengan anak saat berkomunikasi.


(17)

Anak indigo dilahirkan ke dunia dengan tantangan yang tidak mudah dilalui. Mereka berada pada tingkat sensitivitas yang tinggi dan sulit dipahami, sehingga hanya dapat diterima oleh orangtua yang bersifat tidak menentang. Sifat non-konformis terhadap sistem dan disiplin yang ada akan menyulitkan mereka untuk mematuhi sistem peraturan yang di miliki oleh orang tua mereka. Anak indigo lebih bersikap acuh ketika dihadapkan pada aturan-aturan yang telah diberlakukan orang tua terhadap mereka. Mereka akan cenderung bersikap melanggar dan menentang peraturan tersebut. Sifat ini akan menyulitkan orang tua untuk mengajak mereka untuk berkomunikasi dan memahami apa yang mereka inginkan.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Wendy Chapman, 1982, peneliti dari Inggris, yang menjelaskan bahwa anak indigo adalah anak-anak yang umumnya tidak mudah diatur oleh kekuasaan, tidak mudah berkompromi, emosional dan beberapa diantaranya memiliki tubuh rentan, sangat berbakat atau berkemampuan akademis baik, dan mempunyai kemampuan metafisis. Mereka bisa melihat permasalahan lebih mendalam. Intuisi anak seperti itu juga kuat. (www.google.com, 14 Oktober 2009, 23.21 WIB). Ketika orang tua berbohong terhadap mereka pun , mereka akan segera mengetahuinya dan menyebabkan keengganan mereka untuk berkomunikasi lagi dengan orang tua mereka. Apabila komunikasi yang terjadi demikian, maka akan membuat sang anak tidak pernah percaya lagi terhadap orang tua mereka dan cenderung menyepelekan orang tua mereka di kala sang anak diajak untuk berkomunikasi lagi.


(18)

9

Kemampuan indra keenam yang tidak hanya dalam hal penglihatan, tapi juga pendengaran dan lainnya membuat mereka cenderung asyik dalam dunianya sendiri yakni dengan berbicara dengan ”temannya” sendiri ketimbang dengan orang tua mereka. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan ”teman anak indigo” adalah makhluk halus yang pada umumnya sering mereka jumpai dalam kehidupan mereka sehari-hari karena kemampuan khusus mereka yang dimiliki sejak lahir. Perilaku orang tua pada umumnya cenderung mengabaikan tingkah laku anak mereka tersebut dan tidak mau memahami dunia mereka sehingga timbul konflik saat berkomunikasi.

Karena kemampuan khusus yang dimiliki oleh anak indigo, mereka menghadirkan tantangan baru bagi orang tua mereka maupun sistem sekolah yang ada saat ini untuk menemukan cara yang tepat demi membantu dan membimbing mereka. Sistem yang ada saat ini tampaknya tidak memiliki cukup instrumen untuk menyediakan lingkungan yang tepat demi memenuhi kebutuhan mereka. Banyak anak berbakat yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan sekolah sehingga mereka dikatakan bermasalah seperti terkena Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Disorder) atau autisme. Sebenarnya, kemampuan mereka jauh di depan. Kebutuhan mereka lebih banyak. Di samping mengajarkan cara menghafalkan data, banyak pendidik menyatakan bahwa sekolah juga seharusnya mengajarkan anak-anak cara mengambil keputusan, cara makan yang benar, bahkan cara menanam bahan makanan, dan cara untuk bermeditasi. Sekolah semestinya mengusahakan cara-cara untuk memanfaatkan apa yang ada dalam diri anak, membuka kebijaksanaannya yang bersemayam di sana secara alami.


(19)

Jika orang tua tak mengerti bahwa anaknya indigo, umumnya si anak cenderung memberontak, agresif dan nakal. Tak sedikit yang kemudian bentrok dengan kehendak orang tuanya. Jika orang tua masih otoriter membatasi aktivitas spiritual anak indigo, si anak pasti akan berontak. Ada juga yang mengharapkan jawaban yang spesial saat berkomunikasi dengan anak indigo, justru dia akan bertingkah seperti anak kecil. Kalau kita anggap dia biasa saja, justru akan muncul sendiri secara spontan, di konsep ini tidak ada yang tua dan muda dan sebenarnya personaliti juga lebih bebas.

Tak diragukan lagi, orang tua berperan besar dalam memperingan beban indigo yang dipikul sang anak. Peran orang tua amat vital. Orangtua harus mampu memberi pengertian pada anak indigo tentang potensi mereka yang lain. Dalam budaya Timur, orang tua kerap merasa memiliki otoritas yang tidak boleh dibantah. Nasihat atau kata-kata orang tua lebih bersifat instruktif dibandingkan informatif. Mengingat anak indigo sulit dalam menerima otoritas absolut, pola asuh atau cara berkomunikasi yang instruktif tidak cocok untuk anak indigo. Apabila seorang anak indigo diperintah untuk duduk diam tanpa diberitahu sebab atau tujuannya, ia tidak akan mau diam. Hal-hal seperti inilah yang seringkali menjadi masalah dalam hubungan antara anak indigo dan orang tuanya.Tantangan saat ini adalah untuk orang tua dalam mendidik anaknya yang termasuk dalam kategori indigo. Karena itulah ditekankan perlunya para orang tua yang anaknya indigo untuk ‘bersatu’. Paling tidak, mereka bisa melakukan sharing soal jurus terbaik menangani anak-anak indigo.


(20)

11

Kebanyakan anak indigo menjadi anti sosial karena lingkungan tidak mau menerima apa adanya, memahami visi, misi dan cita – cita mereka yang mulia akan kehidupan ini. Anak indigo yang frustasi dengan sikap penolakan di lingkungan mereka, khususnya orang tua mereka. Inilah yang menyebabkan adanya gangguan komunikasi antara anak dan orang tua dalam keluarga. Perlakuan orang tua mereka yang cenderung menolak dan tidak mengakui adanya sifat indigo dalam anak mereka membuat para anak indigo merasa diasingkan dan tidak diakui keberadaannya oleh orang tua mereka. Hal ini menyebabkan anak indigo malas berkomunikasi dengan orang tua mereka sendiri dan sering terjadi kesalahpahaman antara anak dan orang tua.

Komunikasi yang seharusnya berjalan lancar dan sewajarnya menjadi tidak terkendali. Anak indigo cenderung selalu membangkang kepada nasehat dan semua perkataan yang terlontar dari orang tua mereka sendiri dan tidak mau tahu menahu mengenai keberadaan orang tua mereka di sekitanya. Feedback yang seharusnya dapat dipahami oleh orang yang diajak bicara yakni anak indigo sendiri menjadi terhambat. Pola komunikasi yang demikian ini merupakan pola komunikasi yang kurang bagus dan menjadi tidak dapat berjalan dengan sukses.

Anak indigo juga sering susah diatur oleh orang tuanya. Mereka umumnya tidak mudah diatur oleh kekuasaan. Padahal dalam sebuah keluarga, orang tualah yang menjadi pengendali dan pemegang kekuasaan terhadap anak-anaknya. Hal inilah yang menjadi permasalahan ketika orang tua belum menyadari juga bahwa anak mereka adalah anak indigo.


(21)

Hadirnya anak indigo dalam sebuah keluarga merupakan suatu di luar dugaan orang tua mana pun karena para orang tua umumnya tidak pernah menyangka akan memiliki anak yang memiliki kelebihan di atas anak normal lainnya. Bahkan tidak banyak orang tua yang dapat berinteraksi, serta mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan anaknya sehingga orang tua tidak bisa menyampaikan pesannya kepada anaknya. Orang tua tidak mengerti apa yang diinginkan dan apa yang dimaksud oleh anaknya. Anak menjadi kurang dekat dengan orang tuanya sehingga anak indigo menjadi merasa terasing dan kurang kasih sayang. Akibatnya anak menjadi lebih tertarik dengan ’dunianya sendiri’ dan anti sosial terhadap lingkungan di luar komunitas indigo sendiri.

Anak indigo sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang di sekitarnya yang bukan dari kalangan indigo. Mereka menjadi cenderung menarik diri dari interaksi sosial di sekitarnya kecuali bertemu dengan orang sesama indigo. Seperti diketahui anak indigo ’memiliki dunia sendiri’ sehingga mereka akan berperilaku untuk menarik diri dan tidak memiliki inisiatif untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena itu dibutuhkan kedekatan emosional dengan orang tua dan pengakuan dari orang tua terhadap dirinya bahwa ia adalah seorang anak indigo agar dapat lebih terbuka terhadap lingkungan sosialnya yang bukan indigo. Dunia sendiri yang dimaksudkan di sini adalah mereka yakni anak indigo sendiri cenderung lebih asyik dan tertarik untuk berkomunikasi dengan temen-temen mereka dari ’bangsa halus’ atau dengan kata lain yang biasa disebut sebagai hantu. Dengan adanya pengakuan dari orang tua terhadap dirinya yang indigo ini diharapkan anak indigo menjadi peka dan mau menjalin interaksi


(22)

13

dengan lingkungan sosialnya di luar indigo. Hal ini tentu sangatlah tidak mudah untuk dilakukan, terlebih jika respon yang muncul tidak seperti yang diharapkan.

Kebanyakan orang tua selalu menganggap sama anak indigonya dengan anak non-indigo lainnya sehingga mereka sering mengalami konflik dengan anaknya. Orang tua cenderung berperilaku cuek dan tidak mau tahu akan keberadaan anaknya yang memiliki indigo. Kehadiran anak indigo di tengah keluraga dan lingkungan sering disalahpahami sebagai anak yang pembangkang, susah diatur dan berlagak dewasa. Beberapa anak indigo menjadi sangat pendiam dan penyendiri, ada yang menjadi pemberontak dan tidak mau diatur, bahkan ada yang tidak mau lagi bersekolah. Orang tua,sebagai anggota keluarga seringkali kehabisan akal menghadapi tingkah laku anak indigo.

Perlakuan yang tidak wajar juga sering mereka terima dari lingkungannya, mulai dari rumah, sekolah dan masyarakat. Ada yang memperlakukan mereka seperti sesuatu yang sangat luar biasa dan menakjubkan dan ada juga yang memandang mereka terlalu rendah seperti orang sakit dan harus dihindari. Perlakuan yang tidak wajar ini akan membentuk suatu individu dengan pribadi yang juga tidak wajar. Hal ini perlu diperhatikan terutama bagi para orang tua. Terlalu cepatnya para orang tua dalam mengambil kesimpulan seorang anak mengalami kelainan dan juga ketidak sabaran orang tua dalam mendidik anaknya akan menimbulkan “ketidak beresan” bagi anak Indigo. Komunikasi yang seimbang pun antara orang tua dan anak menjadi terhambat dan kurang lancar. Orang tua cenderung menerapkan berbagai pola komunikasi dengan anak mereka seperti Authoritarian (cenderung bersikapn bermusuhan), Permissive (cenderung


(23)

bersikap bebas), atau dengan pola Authoritative (cenderung bersikap menghindar dari kegelisahan, kekacauan).

Sebagai orang tua, mereka harus berbuat sesuatu untuk mengembangkan diri si anak secara keseluruhan meliputi tingkah laku yang diharapkan dan membuat anak indigo merasa diakui keberadaannya oleh orang tua mereka. Agar serta mereka dapat berinteraksi dengan orang tua mereka, mau mematuhi peraturan yang telah diberlakukan orang tua mereka dan agar komunikasi antara anak indigo dengan orang tua mereka menjadi lancar. Dilatarbelakangi kondisi seperti di atas, maka peneliti tertarik untuk mengenal dan memahami pola komunikasi orang tua yang memiliki anak indigo. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak indigo. Penelitian ini mengidentifikasi bagaimana pola komunikasi orang tua pada anak indigo.

Pendekatan kualitatif yang digunakan ini meyakini bahwa realitas itu berwajah banyak, bersifat holistik, dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Pendekatan kualitatif memandang individu itu sangat beragam sehingga tidak mungkin dikelompokkan dalam satu sifat. Di sini akan diteliti mengenai pola komunikasi orang tua yang memiliki anak indigo didasarkan pada data kualitatif yang diperoleh dengan teknik in-depth interview. Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan data, karena teknik memungkinkan untuk menggali bagaimana pola komunikasi orang tua, aksi, dan interaksi berlangsung di antara subyek penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi apa saja mengenai bagaimana pola komunikasi orang tua yang


(24)

15

memiliki anak indigo, di mana yang dijadikan partisipan adalah orang tua yang memiliki anak indigo.

1.2. Perumusan Masalah

Bedasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka

dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah pola komunikasi

keluarga dengan anak indigo?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi

antara keluarga dengan anak indigo.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, penelitian ini

diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola

komunikasi interpersonal dalam sebuah keluarga yang memiliki anak

indigo.


(25)

Hasil penelitian ini dapat memberi masukan pada orang tua

tentang cara berkomunikasi terhadap anak indigo melalui cara

pendekatan pola – pola komunikasi orang tua dan anak.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori 2.1.1. Komunikasi

Komunikasi merupakan sebuah kata yang abstrak dan memiliki sejumlah arti. Kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin yaitu communis yang berarti “sama”, atau communicare yang berarti “membuat sama” (Mulyana,2001:41). Demikian pula pakar komunikasi yang lain,Harold Lasswell (Pakar Ilmu Komunikasi) memaparkan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect” (Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu).

Seorang Psikologi Eksperimen, seorang pelopor komunikasi Amerika dalam bukunya Intentional Infuence (Hovland,Jannis and Kelly,1953) yakni Carl L Hovland menyatakan: “Communication is the pocess to modify the behaviour of other individuals” (Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain) atau dengan kata lain komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus dengan tujuan untuk mengubah atau membentuk perilaku orang lain.


(27)

2.1.2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal biasa disebut komunikasi antarpribadi. Adapun yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan dari seseorang kepada orang lain atau kelompok kecil kepada kelompok kecil lainnya dengan beberapa efek umpan balik. De Vito dalam Liliweri (1997), menjelaskan pengertian dari komunikasi antarpersonal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Pada hakikatnya menurut Effendi, pengertian dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar seorang komunikator, yaitu yang menyampaikan pesan dengan komunikan, yaitu penerima pesan. Effendy berpendapat bahwa jenis komunikasi tersebut dianggap cara komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia. Ciri unik lainnya adalah bahwa komunikasi interpersonal juga menuntut adanya tindakan yang saling memberi dan menerima antar pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku yang ada dalam proses komunikasi antar pribadi saling bertukar informasi, pikiran dan gagasan (Sandjaja, 1993 : 117). Lebih khususnya dalam komunikasi antar pribadi arus komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi. Sebab dalam komunikasi antarpribadi efek atau umpan balik dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui komponen – komponen yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi dapat dijelaskan melalui gambar berikut :


(28)

17

Gambar 2.1.2 Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa komponen – komponen komunikasi antarpibadi adalah sebagai berikut (De Vito, 2007 : 10)

1. Pengirim-Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim-penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim-pengirim-penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Contoh komunikasi antara orang tua dan anak, guru dengan murid dan sebagainya.

2. Encoding-Decoding

Encoding adalah tindakan menghasilkan pesan, artinya pesan-pesan yang akan yang akan disampaikan dikode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata simbol dan sebagainya. Sebaliknya tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima, disebut


(29)

sebagai decoding. Dalam komunikasi antarpribadi, karena pengirim, juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Contoh : penggunaan bahasa daerah.

3. Pesan-Pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan ini bisa berbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal, contoh Materi pelajaran.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa.

Hal ini disebabkan karena pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara langsung kepada khalayak yang dituju, bersifat pribadi dan manusiawi. Kedua, penyampaian melalui komunikasi personal dapat dilakukan secara rinci dan lebih fleksibel dengan kondisi nyata khalayak. Ketiga, keterlibatan khalayak dalam komunikasi cukup tinggi. Keempat, pihak komunikator atau sumber dapat langsung dapat mengetahui reaksi, umpan balik, dan tanggapan dari pihak khalayak atas isi pesan yang disampaikannya. Kelima, pihak komunikator atau sumber dapat dengan segera memberikan penjelasan apabila terdapat kesalahpahaman atau kesalahan pesepsi dari khalayak atas pesan yang


(30)

19

disampaikannya. Contoh dalam komunikasi antarpribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran tentang indera pendengar melalui suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, dan lain sebagainya).

5. Gangguan atau Noise

Seringkali pesan-pesan yng dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsungnya komunikasi, yang terdiri dari :

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya. b. Gangguan Psikologis

Gangguan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap, dan sebagainya.

c. Gangguan Semantik

Gangguan, ini terjadi karena kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi, sering kali memiliki arti ganda, sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap dari maksud – maksud pesan yang disampaikan. Contoh : perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.


(31)

6. Umpan Balik

Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi antarpribadi, karena pengirim dan penerima secara terus-menerus dan bergantian memberikan umpan balik dalam berbagai cara, baik secara verbal maupun non verbal. Umpan balik ini bersifat saling menguntungkan. Bersifat positif apabila tidak menimbulkan efek. Dan bersifat negatif apabila merugikan.

7. Konteks

Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah konteks yang mempengaruhi isi dan bentuk pesan yang disampaikan. Ada 2 dimensi konteks dalam komunikasi antar, yaitu :

a. Dimensi Fisik, mencakup tempat di mana komunikasi berlangsung, misalnya komunikasi antar guru dengan murid di dalam kelas. Di sini berperan sebagai dimensi fisik.

b. Dimensi Sosial Psikologi, mencakup hubungan yang memperhatikan masalah status, peranan yang dimainkan, norma-norma kelompok masyarakat, keakraban, formalitas dan sebagainya.

8. Bidang Pengalaman (Field of Experience)

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi antarpribadi. Komunikasi akan terjadi apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.


(32)

21

9. Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini komunikan. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka.

Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran serta perasaan. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap individu, di mana mereka dapat berbagi rasa, pengetahuan serta mempererat hubungan antara sesama individu pada masyarakat di lingkungannnya. Komunikasi interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian dan saling mempengaruhi antar seseorang dengan orang lain (Djamadin, 2004 : 17-19).

Dengan adanya kesembilan unsur komunikasi di atas, diharapkan adanya suatu peningkatan hubungan interpersonal yang baik antara orang tua dan anak yang dapat terjalin melalui sebuah pembicaraan.

2.1.3. Tahap-Tahap Komunikasi Antar Pribadi

Kebanyakan hubungan mungkin semua berkembang melalui tahap-tahap (Knapp,984;Wood,1982) antara lain :

1. Kontak, merupakan beberapa macam persepsi alat indera. Melihat, mendengar, membaui seseorang. Menurut beberapa periset selama tahap inilah dalam empat menit interaksi awal yaitu seseorang


(33)

memutuskan ingin melanjutkan hubungan atau tidak dan kualitas seseorang akan terlihat jelas di sini, seperti sikap ingin bersahabat, keterbukaan dan kehangatan.

2. Keterlibatan, merupakan tahap pengenalan lebih jauh. Ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita.

3. Keakraban, pada tahap ini seseorang lebih jauh mengikatkan diri dan mungkin membina hubungan primer (primer relationship) dan seseorang berani mengungkap rahasia besar dalam dirinya.

4. Perusakan, merupakan tahap penurunan hubungan ketika ikatan hubungan antara kedua belah pihak melemah karea merasa hubungan ini tidak sepenting yang dikira.

5. Pemutusan, merupakan pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua belah pihak (Devito, 2007 : 235)

2.1.4. Efektifitas Komunikasi

Secara umum, dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

”Komunikasi yang efektif mengandung pengiriman dan penerimaan informasi yang paling cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua pihak dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi” (Moekijat, 2000 : 146).


(34)

23

2.1.5. Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The International Communication yang dikutip Soemiati (Soemati, 1993 : 50-51) ada beberapa hal yang mendukung terciptanya efektifitas dalam komunikasi antar pribadi yaitu :

1. Keterbukaan, yaitu adanya kemauan untuk membuka diri, menyatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang tadinya tetap disembunyikan yang berhubungan dengan komunikasi pada saat itu serta keterbukaan dalam memberikan tanggapan secara spontandan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain. 2. Empati, sebagai suatu perasaan individu yang merasa sama seperti

yang dirasakan orang lain (menempatkan diri pada posisi orang lain).

3. Dukungan, suatu dukungan situasi terhadap kritik maupun caci maki.

4. Rasa positif, dimana komunikasi akan positif bila dirasakan situasi yang positif sehingga mau aktif dan membuka diri.

5. Kesamaan, kesamaan dalam bidang pengalaman, seperti sikap, perilaku, nilai dan sebagainya.


(35)

2.1.6. Syarat-Syarat agar komunikasi menjadi lebih efektif Menciptakan suasana komunikasi yang menguntungkan :

1. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti. 2. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat

dipihak komunikan.

3. Pesan dapat menggugah kepentingan di pihak komunikan yang dapat menguntungkan.

4. Pesan dapat menumbuhkan penghargaan atau reward di pihak komunikan.

2.2. Pengertian Pola Komunikasi

Pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap sedangkan komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Dengan demikian yang dimaksud pola komunikasi adalah pola hubungan antara 2 orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga dapat dipahami (Bahri, 2004 : 1)

Sedangkan menurut Tarmudji (1998:27) Pola komunikasi adalah gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara suatu komponen komunikasi dengan komponen lainnya.Sedangkan komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia yang lainnya. Ilmu komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan


(36)

25

antar ras, membina persatuan dan kesatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 1993 : 27).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik suatu pola komunikasi mengkaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas, dengan komponen yang merupaka bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Dengan begitu gagal atau berhasilnya sebuah komunikasi antara orang tua dengan anak terdapat suatu pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dan anak. Bisa diartikan model komunikasi atau cara-cara komunikasi yang terjadi dalam suatu keluarga, yaitu antara ayah, dan anak, ibu dan anak juga anak dan anak itu sendiri.

Ada tiga pola komunikasi hubungan orang tua dan anak (Tubbs dan Moss, 2001 : 26) :

a. Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan (sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku, keras cenderung emosional dan bersikap menolak.

b. Permissive (cenderung bersikap bebas)

Dalam hal ini sikap penerimaan orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan pada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedangkan anak bersikap agresif, kurang memiliki rasa


(37)

percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasinya rendah.

c. Authoritative (cenderung bersikap menghindar dari kegelisahan, kekacauan)

Dalam hal ini sikap penerimaan dan kontrolnya tinggi, bersikap responsive terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapatnya, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas dan berorientasi terhadap prestasi (Yusuf, 2001 : 51)

Begitu pentingnya faktor komunikasi dalam keluarga ini sehingga (Wrigh, 1999 : 93 ) mengatakan bahwa salah satu cara terpenting untuk membantu anak-anak menjadi dewasa yang berarti adalah dengan belajar berkomunikasi kepada mereka secara positif. Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh urutan kelahiran dalam keluarga, struktur syaraf dan lain sebagainya, dan hubungan orang tua dan anggota keluarga menjadi peran penting pembentukan kepribadian dan tingkah laku anak.

Pendapat ini diperkuat oleh (Ahmadi, 1999 : 248), mengatakan bahwa suasana rumah yang hangat dan adanya perhatian, pengakuhan, penghargaan, kasih sayang dan saling percaya akan melahirkan anak-anak yang kelak hidup dengan nilai-nilai positif pula.


(38)

27

Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk selain menerima satu sama lain (Rakhmat, 2002 : 129). Adapun sikap yang saling mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah :

a. Mau mendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan sesering mungkin sampai pada perasaan dan permasalahan yang mendalam.

b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan menunjukkan perhatian melalui syarat-syarat verbal dan nonverbal saat komunikasi berlangsung.

c. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk mengutarakan pikiran dan perasaannya dan kebebasan menunjukkan reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan positif tanpa adanya unsur keterpaksaan.

Menurut Hastuti dalam (Kartono, 2000 : 154) akibat dari pola komunikasi ini adalah :

a. Pikiran akan berkembang karena anak dapat mengungkapkan isi hatinya atau pikirannya dan dapat mengemukakan usul – usul serta berpendapat berdasarkan penalarannya.

b. Orang tua anggota keluargalainnya akan mengetahui dan mengikuti perkembangan jalan pikiran anak dan perasaan anak selanjutnya.


(39)

2.3. Teori Atribusi

Teori ini diperkenalkan oleh Heider pada tahun 1958 melalui bukunya yang bejudul ”The Psycologi Interpersonal Relation” . Heider mengemukakan jika anda melihat perilaku orang lain, maka anda juga harus melihat sebab tindakan seseorang. Dengan demikian anda sebagai pihak yang memulai komunikasi harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi perilaku yang tampak di depan anda. Heider seperti dikutip Rakhmat (2000) mengungkapkan ada dua jenis atribusi yaitu atribuasi kausalitas dan atribusi kejujuran (Liliweri, 2001 : 52).

Contoh, jika anda mengamati perilaku seseorang pertama-tama anda harus bisa menentukan dahulu apa yang menyebabkan perilaku itu terjadi, apakah faktor situasional atau personal. Dlam teori atribusi lazim disebut kualitas eksternala dan kualitas internal. Intinya hanya mempertanyakan perilaku orang lain tersebut dipengaruhi oleh faktor situasional atau faktor-faktor personal. Itulah ”atribusi kausalitas”.

Kedua, yaitu atribusi kejujuran, Robert A, Baron, dan Don Byrne yang dikutip Rakhmat (1988) mengemukakan, ketika seorang memperlihatkan atribusi kejujuran maka ada dua hal yang harus diamati : (1) sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat umum ; (2) sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari anda akibat pernyataan anda. Makin besar jarak antara pendapat pribadi dengan pendapat umum maka kita makin percaya dia jujur.


(40)

29

2.4. Pengertian Keluarga

Menurut Sigelman dan Shaffer (dlam Yusuf, 2001 : 36), bahwa kieluarga adalah unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap di dunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistemyang lebih besar.

Pengertian Keluarga juga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dari hubungan sosial. Dalam dimensi hubungan darah, merupakan kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lainnya. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya atau belum menikah. Sedangkan keluarga besar (extended family) adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan keluarga yang lebih luas dari ayah, ibu, dan anak-anak seperti kakek, nenek, ayah, ibu, paman, bibi, dan anggota keluarga lainnya.

Keluarga memiliki peran penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

2.4.1. Fungsi Keluarga

Yusuf (2001:39) menyebutkan beberapa fungsi keluarga. Dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut :


(41)

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasa biologisnya. Kebutuhan itu meliputi : (a) pangan, sandang, papan (b) hubungan seksual suami istri dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan.

2. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasa dalam sebagian besar masyarakat primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.

3. Fungsi Pendidikan

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai ”transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penenaman, pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan ketrampilan – ketrampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

4. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determine factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan


(42)

31

lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleransi, menghargai pandapat atau gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matamg dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, agama, budaya).

5. Fungsi Perlindungan

Keluarga sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman, atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik psikologis) bagi para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya. Maka dari itu keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasiinterior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.

7. Fungsi Agama (religius)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing, atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan


(43)

terhindar dari beban-beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta bepartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.

2.4.2. Komunikasi Keluarga

Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga di mana di dalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1998 : 198).

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua dalam memilihpola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan ada hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa dan Gunarsa, 2001 ; 205 ).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan,pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dalam linkungan keluarga diharapkantebina komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan harmonis antara orang tua dan anak, diharapkan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak dalam membicarakan masalah dan


(44)

33

kesulitan yang dialami oleh anak (Munandar, 1993 : 23). Di sinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering disebut Komunikasi Keluarga.

Dengan adanya kesamaan pandangan akan timbul pemahaman antar orang tua dan anak, sehingga antar oang tua dan anak akan saling terbuka dan berterus terang dalam membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh anak (Conger, 1997 : 234 ). Keterbukaan komunikasi antar orang tua dan anak sangat diperlukan dalam proses sosialisasi dan bermanfaat dalam menghindarkan konflik yang terjadi pada remaja maupun pada hubungan orang tua dan anak. Sehinggadengan adanya komunikasi antar orang tua dan anak dapat membantumemecahkan masalah anak (Gunarsa, 2000 : 206).

Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka (Pratikno, 1987 : 23). Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidak mudah karena ada faktor-faktor yang enjadi penghambat, yaitu :

a. Orang tua biasanya measa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

b. Orang tua dan anak tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

c. Orang tua hanya membeikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi anak.

d. Hubungan antara orang tua dan anak hanya terjadi secara singkat dan formal, karena selalu sibuknya orang tua.


(45)

e. Anak tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta memberikan pandangan-pandangannya secara bebas (Soekanto, 1993 : 15).

2.4.3. Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga

Dalakm komunikasi,dikenal dengan istilah interpersonal communication atau komunikasi interpersonal adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil dengan beberapa efek dan umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam upaya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehingga terjadi kontak pribadi atau personal contact (Effendy, 2003 : 8). Dengan demikian mereka yang terlibat dalam komunikasi ini masing-masing menjadi pembicara dan pendengar. Nampakya adanya upaya untuk terjadinya pengertian bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Dalam proses komunikasi interpersonal, ketika pesan disampaikan, umpan balikpun terjadi saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikannya (Effendy, 2003 : 15). Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator, selain itu umpan balik dapat memberikan komunikator bahan informasi bahwa sumbangan – sumbangan pesan mereka yang


(46)

35

disampaikan menarik atau tidak bagi komunikan (Effendy, 2003 : 14). Umpan balik ini bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan bersifat positif ketika respon komunikan berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya umpan balik dikatakan negatif ketika respon komunikan tidak menyenangkan komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasi tersebut.

Selain pengelompokkan di atas, umpan balik dapat pula dinyatakan secara verbal maupun non verbal seperti halnya dengan penyampaian pesan. Umpan balik verbal adalah tanggapan dari komunikan yang dinyatakan dengan kata-kata secara singkat maupun secara panjang lebar, sedangkan umpan balik non verbal ialah tanggapan komunikan yang bukan berupa kata-kata melainkan hanya berupa isyarat tertentu.

Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegosiasi, menghargai kebebasan dan privasi antara anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi efektif diharapkan dapat mengarahkan anak untuk mampu mengambil keputusan, mendukung perkembangan otonomi dan kemandirian dan lain-lain. (Fuhrman, 2001 : 218)

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan faktor yang penting bagi perkembangan diri anak, karena ketiadaan komunikasi di dalam suatu keluarga akan bersifat fatal sepeti timbulnya perilaku menyimpang pada anak (Irwanto dalam Yanto dan Irwanto, 2001 : 83)

Tidak bena anggapan orang bahwa semakin sering seseorang melakukan komunikasi antar pribadi dengan orang lain, maka makin baik hubungan mereka.


(47)

Persoalannya adalah bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan (Rakhmat, 2002 : 129). Hal ini berarti bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasi itu, melainkan seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.

2.4.4. Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam keluarga. Beberapa faktor penting ubtuk menetukan jelas tidaknya informasi yang dikomunikasikan di dalam keluarga sehingga dapat mebgarahkan pada komunikasi yang efektif yaitu :

1. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relatif lebih jelas, dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak konsistenan yang membuat anak bingung dalam menafsirkan informasi tersebut (Irwanto dalam Yatim dan Irwanto, 1991 : 85).

2. Ketegasan (Assertiveness)

Ketegasan tidak berarti otoriter. Ketegasan membantu meyakinkan anak atau anggota keluarga yang lain bahwa komunikator benar-benar meyakini nilai atau sikapnya. Bila perilaku orang tua ingin ditiru oleh anak-anak, maka ketegasan akan memberikan


(48)

37

jaminan bahwa mengharapkan anak-anak berperilaku seperti yang diharapkan (Irwanto dalam Yatim dan Irwanto, 1991 : 85-86).

3. Percaya (Trust)

Faktor percaya adalah paling penting karena percaya menemukan efektivitas komunikasi, meningkatkan komunikasi antar pribadikarena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab (Rakhmat, 2002 : 130). Ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap percaya (Rakhmat, 2002 : 131) yaitu :

a) Menerima

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan prang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan sikap yang melihat orang lain sebagaia manusia, sebagai individu yang patut dihargai tetapi tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya (Rakhmat, 2002 : 132).

b) Empati

Empati dianggap sebagai memahami orang lain dan membayangkan diri pada kejadian yang menimpa orang lain,


(49)

melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain rasakan (Rakhmat, 2002 : 32).

c) Kejujuran

Manusiab tidak menaruhkpercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pndapatnya. Kejujuran dapat menyebabkan perilaku seseorang dapat diduga. Ini mendorong untuk percaya antara yang satu dengan yang lain (Rakhmat, 2002 : 133).

4. Sikap Sportif

Sikap sportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonalakan gagal karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada pesan orang lain (Rakhmat, 2002 : 133). Perilaku yang menimbulkan iklim defensif dan sportif antara lain :

a) Deskripsi

Deskripsi artinya penyampaian perasaan atau persepsi tanpa menilai. Hubungan antara orang tua dan anak bersifat horizontal dan sama (Rakhmat, 2002 : 135). b) Orientasi Masalah

Orientasi masalah artinya adalah mengkomunikasikan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah dengan tidak


(50)

39

mendikte pemecahan, megajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan cara mencapainya (Rakhmat, 2002 : 135).

c) Spontanitas

Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motifd yang terpendam (Rakhmat, 2002 : 135). d) Persamaan

Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horisontal dan demokratis. Artinya tidak mempertegas perbedaan, tidak menggurui, tidak berbincang, tapi berbincang pada tingkat yang sama dan mengkomunikasikan penghargaan serta rasa hormat pada pebedaan dan keyakinan (Rakhmat, 2002 : 135).

e) Provosionalisme

Provosionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat seseorang (Rakhmat, 2002 : 135).

5. Sikap Terbuka

Sikap terbuka mendorong terbukanya saling pengertian, saling menghargai, saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (Rakhmat, 2002 : 36).


(51)

6. Bersikap Positif

Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atau pandangan positif terhadap diri orang, perasaan positif untuk berkomunikasi dan ”menyerang” seseorang yang diajak berinteraksi. Perilaku ”menyerang” dapat dilakukan secara verbal seperti katakan ”aku suka kamu” atau ”kamu nakal”. Sedangkan perilaku ”menyerang” yang bersifat non verbal berupa senyuman, pelukan, bahkan pukulan. Perilaku ”menyerang” dapat bersifat positif yang merupakan bentuk penghormatan atau pujian dan mengandung perilaku yang diharapkan. ”Menyerang” negatif bersifat menentang atau menghukum hati seseorang secaa fisik maupun psikologis (Devito, 2007 : 59). Pentingnya ”menyerang” dinyatakan oleh Kristina bahwa ”menyerang” positif perlu diberikan kepada anak jika anak memang pantas menerimanya. ”Menyerang” secara negatif itu jika diperlukan asal dalam batas wajar seperti menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang tua tetap memberikan penjelasan alasan bersikap demikian (Kartono, 2004 : 153).

2.5. Pengertian Orang Tua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Orang tua adalah Ayah dan Ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991 : 12), orang tua dibagi menjadi tiga macam yaitu :


(52)

41

a. Orang Tua Kandung

Orangtua Kandung adalah Ayah dan Ibu yang mempunyai hubungan darah secara biologis (yang melahirkan).

b. Orang Tua Angkat

Pria dan Wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan ketentuan hukum atau adat yang berlaku. c. Orang Tua Asuh

Orang tua yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas dasar kemanusiaan.

Dari pengertian di atas maka arti orang tua adalah pria dan wanita yang dianggap mempunyai hubungan ikatan darah maupun sosial yang mampu mendidik, merawat, membiayai, seta membimbing hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan (berkelanjutan).

2.6. Pengertian Anak

Anak dalam hal ini berusia 6 – 12 tahun yang tinggal bersama orangtua yang masih lengkap ataupun salah satunya ( ayah atau Ibu meninggal ). Dalam satu rumah dan memiliki hubungan darah secara langsung masih butuh perhatian lebih dari orang tua, karena pada usia tersebut anak mengalami perubahan dalam hal berpikir, berperilaku juga meniru apa yang mereka lihat. Harus disadari bahwa pemikiran anak – anak berbeda dengan pemikiran orang dewasa. Untuk menjelaskan bagaimana anak – anak tumbuh dan berkembang dalam berfikir


(53)

berinteraksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya (dalam Fitri, 2001 : 35 ) membagi perkembangan pada anak – anak dalam empat tahap yaitu :

1. Tahap Sensorimotor ( dari lahir hingga usia 2 tahun) 2. Tahap Pre – operational ( usia 2 – 7 tahun)

3. Tahap Concrete Operation ( usia 12 Tahun )

Anak merupakan Rahmat Allah yang diamanatkan kepada orangtuanya yang membutuhkan pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang dan perhatian. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan. (Yusuf, 2006 : 12)

Seorang anak mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang lain. Seorang anak akan dapat menyerap nilai-nilai, norma dan etika dari budaya sosialnya terutama dari orangtuanya (David, 2004 : 114)

Karena memang dalam kenyataannya anak suka meniru sikap dan perilaku orang tua dalam keluarga, Anak secara kualitatif maupun kuantitatif tidak sama dengan orang dewasa. Bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil (miniature adult). Sehingga memperlakukan anak (memberi hukuman, mengejar disiplin) sama saja dengan mempelakukan orang dewasa (Sarwono, 2004 : 37)

2.7. Indigo

Kata indigo ditemukan Nancy Ann Torp, seorang konselor / psikolog, pada tahun 1970-an. Nancy adalah seorang peneliti aura manusia dan menghubungkannya dengan kepribadian. Anak indigo memiliki aura nila. Mereka


(54)

43

mempunyai banyak kelebihan. Indigo adalah salah satu warna pelangi, yaitu campuran warna biru dan merah tua. Disebut anak indigo dikarenakan berdasarkan warna yang disesuaikan perkembangan manusia. Ditandai satu oktaf warna, yaitu masa merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu, indigo dan manusia. Warna – warna itu mewakili cakra yang ada dalam tubuh manusia.

(www.dunianyawanita.com/.../502-anak-indigo-lahir-millenium-spiritual-lahir,

6 November 2009, 09 : 55 )

Anak Indigo adalah anak laki-laki atau perempuan yang menunjukkan sekumpulan atribut psikologis yang baru dan tidak biasa, serta memperlihatkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak terdokumentasi sebelumnya. Pola ini memiliki factor-faktor yang luar biasa unik yang menghendaki para orang tua dan guru mengubah perlakuan dan pengasuhan mereka terhadap anak-anak ini. Tujuannya adalah membantu anak-anak tersebut mencapai keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan mereka, serta membantu mereka menghindai frustasi. (Caroll and Tobler, 2000 : 01)

2.7.1. Ciri – Ciri Umum Anak Indigo

Ciri-ciri paling umum dari anak indigo : (Carroll and Tobler, 2000 : 02) 1. Mereka memiliki perasaan ”pantas berada di sini”, dan terkejut bila orang

lain tidak berpandangan seperti itu.

2. Harga diri bukanlah persoalan besar . Mereka sering memberitahu orang tua tentang ”siapa diri mereka”.

3. Mereka memiliki kesulitan dengan otoritas absolut (otoritas tanpa penjelasan atau pilihan) dan sering mengalami miss-communication


(55)

dengan lawan bicara khususnya orang tua yang tidak memahami tentang ”keberadaan” mereka.

4. Mereka benar-benar tidak akan melakukan hal-hal tertentu; sebagai contoh menunggu di antrean sulit bagi mereka.

5. Mereka merasa frustasi dengan sistem yang berorientasi pada ritual dan tidak memerlukan pemikiran kreatif.

6. Mereka sering melihat cara-cara yang lebih baik dalam melakukan segala sesuatu, baik di rumah maupun di sekolah, yang membuat tampak seperti ”perusak sistem” (tidak patuh pada sistem apa pun).

7. Mereka tampak antisosial kecuali bila mereka berada bersama dengan orang-orang sejenis dengan mereka. Jika tidak ada orang lain dengan kesadaran yang sama di sekitar mereka, mereka sering berpaling ke dalam diri, merasa seperti tidak ada orang yang memahami mereka. Sekolah sering kali menjadi luar biasa sulit bagi mereka secara sosial.

8. Mereka tidak malu memberitahu Anda tentang apa yang mereka butuhkan. 9. Mempunyai kesadaran diri yg tinggi, terhubung dengan sumber (Tuhan).

2.7.2. Ciri-ciri Lain Anak Indigo:

(

www.arsitek-peradaban.cybemq.com/../apakah-anak-anda-tergolong-anak-anak-indigo,6 November 2009, 10:24)

1. Mempunyai kesadaran diri yg tinggi, terhubung dengan sumber (Tuhan). 2. Mengerti jika dirinya layak untuk berada di dunia.


(56)

45

3. Mempunyai pengertian yang jelas akan dirinya.

4. Tidak nyaman dengan disiplin dan cara yang otoriter tanpa alasan yang jelas. 5. Menolak mengikuti aturan atau petunjuk.

6. Tidak sabaran dan tidak suka bila harus menunggu.

7. Frustasi dengan sistem yang sifatnya ritual dan tidak kreatif. 8. Mereka punya cara yg lebih baik dlm menyelesaikan masalah. 9. Sebagian besar adalah orang yg menimbulkan rasa tidak nyaman.

10. Tidak bisa menerima hukuman yang tanpa alasan, selalu ingin alasan yang jelas.

11. Mudah bosan dengan tugas yg diberikan. 12. Kreatif.

13. Mudah teralihkan perhatiannya, bisa mengerjakan banyak hal bersamaan. 14. Menunjukan intuisi yang kuat.

15. Punya empati yang kuat terhadap sesama, atau tidak punya empati sama sekali.

16. Sangat berbakat dan rata-rata sangat pintar.

17. Saat kecil sering diidentifikasi menderita ADD / ADHD (Atenttion Defisit Disorder = susah konsentrasi) / ADHD (Attention Defisit and Hyperactive Disorder = hiperaktif).

18. Mempunyai visi dan cita-cita yang kuat.

19. Pandangan mata mereka terlihat, bijaksana, mendalam dan tua. 20. Mempunyai kesadaran spiritual atau mempunyai kemampuan psikis.


(57)

21. Mengekspresikan kemarahan dan mempunyai masalah dengan menahan amarah.

22. Membutuhkan dukungan untuk menemukan diri mereka.

2.7.3. Luka Emosional yang Dialami Anak-anak Indigo

Ada 17 luka emosional yang bisa dialami anak-anak indigo, yakni : (Dosick, 2007 : 84-156)

1. Kemarahan

Kebutuhan untuk mempertahankan diri sendiri, melalui serangan,melawan kekerasan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang marah mungkin mengeluarkan amarah yang hebat dan bersikap menentang

2. Duka Cita

Dukacita adalah tangisan perpisahan. Seorang anak yang mengalami dukacita mungkin marah menarik diri, takut, menyangkal atau bahkan menghukum diri sendiri

3. Ketakutan

Ketakutan adalah pengalaman berada dalam bahaya karena terlalu kecil. Seorang anak yang mengalami ketakutan mungkin menunda-nunda waktu, memiliki ketakutan atau fobia terhadap hal-hal tertentu (misalnya


(58)

47

ketinggian, tempat yang sempit, tempat yang sempit, binatang), tidak mau lepas dari seseorang, mengarang cerita kosong atau berbohong.

4. Ketidakpercayaan

Ketidakpercayaan adalah tidak dapat mengandalkan realitas apa pun sebagai hal yang pasti. Seorang anak yang tidak percaya mungkin berbohong, kekurangan motivasi, menguji (diri sendiri dan orang lain) batas dan ketentuan, menampakkan kekurangyakinan.

5. Keputusasaan

Keputusasaan adalah melepaskan hubungan dengan napas Tuhan. Seorang anak yang mengalami keputusasaan mungkin menyerah, marah, menarik diri, tidak mau mencoba, tidak mau mengikuti pengarahan – pengarahan atau peraturan – peraturan, menunjukkan kemarahan.

6. Penderitaan

Penderitaan adalah keyakinan pada kesendirian. Seorang anak yang menderita mungkin cemas, tertekan, cengeng, hanya memiliki sedikit toleransi, tidak dapat memusatkan perhatian atau berkonsentrasi, mudah frustasi, khawatir.

7. Rasa Malu

Rasa malu adalah perasaan jengah di hadapan seluruh jagat raya. Seorang anak yang merasa malu mungkin menarik diri, tidak ingin berpartisipasi, mengalami perasaan jengah, takut pada keterbukaan, bersembunyi.


(59)

Ketidakamanan adalah pengalaman tidak memiliki dasar yang kuat di dalam. Seorang anak yang mengalami ketidakamanan mungkin menghabiskan banyak waktu dalam dunia khayalan, membual, berbohong.

9. Egoisme

Egoisme adalah ketakutan untuk keluar dan berinteraksi dengan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang egois mungkin mengalami ledakan amarah dan tertutup.

10. Kehilangan

Kehilangan adalah tidak dapat menemukan hatinya sendiri. Seorang anak yamg mengalami kehilangan akan tidak mau lepas dari seseorang dan menjadi ”orangtua kecil”.

11. Kepanikan

Kepanikan adalah pengalaman tergantung di udara tanpa ada sesuatu yang dipegang atau bertahan. Seorang anak yang mengalami kepanikan mungkin memiliki tingkat frustasi yang rendah.

12. Perasaan Rendah Diri

Perasaan rendah diri adalah keyakinan ”Aku tidak akan pernah sebaik Tuhan”. Seorang anak yang mengalami perasaan rendah diri mudah jengah dan takut tetapi tidak dapat berkata apapun.

13. Kebencian

Kebencian adalah pengalaman merasa seolah orang tidak layak mendapatkan penyatuan. Seorang yang mengalami rasa benci ini mungkin


(60)

49

menjadi seorang yang kritis, suka berkata kotor, mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan dan merendahkan orang lain.

14. Kejengkelan

Kejengkelan adalah memegang kebenaran sebagai respons terhadap kurangnya martabat yang diekspresikan untuk makhluk-makhluk Tuhan. Seorang anak yang jengkel mungkin membenarkan diri sendiri.

15. Iri Hati

Iri hati adalah menginginkan apa yang dimiliki para malaikat. Seorang yang iri hati mungkin menyuap, merayu, mengadu.

16. Dendam

Dendam adalah keinginan agar dunia sesuai dengan visi internal. Seoang yang dendam mungkin akan sengit, kritis pada orang lain.

17. Perasaan Bersalah

Perasaan bersalah membuat diri sendiri bertanggung jawab atas kurangnya kesempurnaan di dunia. Seorang yang memiliki pesaan bersalah mungkin bersikap introvert atau tertutup, tidak mempercayai orang lain, tidak ingin ditemukan, berbohong.

2.8. Kerangka Berpikir

Angka jumlah kelahiran anak dengan kemampuan khusus (indigo) makin menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hubungan keluarga dapat terganggu dengan keadaan miss-communication yang terjadi antara orang tua dan anak indigo. Bahkan kebanyakan anak indigo malah disebut mengalami penyakit


(61)

dengan diagnosa gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ADD (Attention Deficit Disorder), atau bahkan autis. Tidak banyak orang tua yang dapat berinteraksi, serta mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehingga pesan yang disampaikan orang tua tidak dapat dimengerti oleh sang anak. Orang tua pun juga tidak dapat mengerti apa yang diinginkan si anak.

Tanpa pola komunikasi yang baik terhadap anak indigo dalam keluarga, komunikasi yang efektif tidak akan pernah terjadi. Oleh karena itu pola komunikasi yang efektif sangat dibutuhkan untuk memahami, mengenali dan mengembangkan bakat dan kemampuan khusus yang dimiliki oleh mereka (anak indigo). Serta untuk mengarahkan perilaku yang ada pada diri anak agar patuh terhadap peraturan.

Dalam keluarga, orang tua yang memiliki anak indigo bertanggung jawab memberikan pendidikan dan terapi emosional untuk anak – anaknya tentang bagaimana anak dapat patuh terhadap peraturan dan otoritas yang diterapkan oleh orang tua.

Oleh karena itu orang tua yang memiliki anak indigo harus lebih intens dalam menerapkan komunikasi interpersonal yang baik dalam membimbing anak indigo agar anak dapat mematuhi peraturan terapan orang tua, bersosialisasi dalam masyarakat dan menghadapi lingkungan sekitar demi masa depan anak.

Meningkatnya jumlah anak indigo yang lahir justru barbanding terbalik dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap keberadaan anak indigo mereka. Anak – anak indigo lahir ke dunia ini untuk memimpikan dan mewujudkan kesempurnaan dunia kita yang akan datang. (Dosick, 2007 : 13)


(62)

51

Banyak orang tua yang memiliki anak indigo tidak mau mengakui keberadaan anak-anak mereka yang indigo. Bahkan kerap mendiagnosa mereka sebagai anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ADD (Attention Deficit Disorder), atau bahkan autis. Keterlambatan orang tua dalam memahami anak – anak mereka yang indigo sering membuat anak menjadi merasa frustasi dan tidak dapat berkembang dengan baik dengan kemampuan yang mereka miliki (indigo).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi interpersonal yang efektif. Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan dan pengaruh pada sikap, hubungan dan tindakan makin baik (Effendy, 2002 : 8). Komunikasi yang efektif juga akan menimbulkan hubungan yang makin baik diantara kedua belah pihak. Dan hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak yang baik pula (Rakhmat, 2002 : 13).

Di dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan data, karena tersebut memungkinkan untuk menggali bagaimana pola komunikasi keluarga, aksi, dan interaksi berlangsung di antara subyek penelitian.


(63)

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga. tidak ada pengukuran variabel x dan y. Penelitian difokuskan pada pola komunikasi yang dilakukan orang tua dengan anak yang memiliki kemampuan khusus (Indigo). Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif.

Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kountur, 2003 : 53). Metode ini merupakan suatu metode yang berupaya untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena tertentu secara terperinci, yang pada akhirnya akan diperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang fenomena yang sedang diteliti.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai latar alami/pada konteks dan suatu keutuhan dan penelitian sebagai alat (instrumen).

2. Bersifat deskriptif

3. Lebih memperhatikan proses daripada produk semata 4. Makna merupakan soal yang esensial


(1)

Hubungan keluarga dapat terganggu oleh kehadiran seorang anak yang tidak dapat menyesuaikan diri atau tidak sempurna secara fisik atau mental. Walaupun semua anak kecil membutuhkan lebih banyak waktu, perhatian dan tenaga orang tua dibandingkan dengan anak yang lebih besar, anak yang tidak sempurna sebagaimana anak indigo akan terus mencapai usia dimana mereka seharusnya sudah lebih mandiri sering meningkatnya kebutuhan mereka seiring dengan bertambahnya usia.

Peran orang tua sebagai orang pertama dalam keluarga yang berinteraksi dengan seorang anak sangat memiliki peranan dalam menentukan pembentukan dan perkembangan mental anak untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh anak. Didalamnya tercakup pemberian kasih sayang, penerimaan, penyediaan, aturan dan disiplin, mendorong kompetensi serta kepercayaan diri, menampilkan model peran yang pantas dan menciptakan sebuah lingkungan yang menarik dan responsive.

Sikap dan perlakuan orang tua yang baik adalah mempunyai karakteristik : (a) memberikan curahan kasih sayang, (b) besikap menghargai anak, (c) menerima anak sebagaimana anak biasanya, (d) mau mendengar keluhan anak, (e) memaafkan kesalahan anak dan meminta maaf bila ternyata orang tua sendiri salah kepada anak, (f) meluruskan kesalahan anak dengan pertimbangan atau alasan-alasan yang tepat (Yusuf, 2002 : 139).

Sikap yang demokratis memberikan informasi secara terbuka serta memberikan kesempatan anak untuk mengemukakan pendapat. Semangat yang diberikan orang tua menjadi jurus jitu untuk menjalin kedekatan diantara mereka,


(2)

anak akan merasa dirinya diperhatikan. Bekal pendidikan yang cukup dari orang tua diharapkan anak mempunyai sikap yang kuat dan tangguh dalam mengahadapi segala macam godaan. Hal ini akan menjadikan anak percaya diri, bersahabat dan berusaha memberikan jalan yang terbaik untuk orang tuanya dengan sepenuh hati tanpa keterpaksaan.


(3)

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat 3 jenis pola komunikasi dalam keluarga yang memiliki anak indigo, yaitu pola komunikasi authoritarian (otoriter), pola komunikasi permissive (membebaskan), dan pola komunikasi authoritative (demokratis). Namun secara garis besarnya hasil penelitian ini adalah kebanyakan keluarga yang memiliki anak indigo menganut pola komunikasi authoritarian atau pola hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak yang otoriter.

Pola komunikasi yang banyak diterapkan dalam keluarga yang memiliki anak indigo adalah pola komunikasi secara authoritarian atau otoriter. Hal ini disebabkan ibu merasa mempunyai wewenang yang besar dalam mendidik dan membimbing anaknya. Pada keluarga yang menerapkan pola komunikasi otoriter ada saat-saat di mana seorang ibu menerapkan pola komunikasi secara otoriter dan tidak. Tetapi pada saat yang sama yakni di saat anak dalam melakukan interaksi atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, semua informan yang dijadikan penelitian dalam penelitian ini menerapkan pola komunikasi yang cenderung membebaskan anak untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan siapa saja.

Pada awalnya ketika orang tua mengetahui bahwa anaknya indigo, mereka mempunyai perasaan malu, minder, dan takut serta ada yang menganggap anak indigo merupakan anugerah dan karunia Tuhan yang patut disyukuri dan dijaga.


(4)

Pola komunikasi pada ibu yang kurang bisa menerima anaknya yang indigo menyebabkan orang tua kurang bisa melakukan pendekatan pada anaknya. Kemudian kurangnya kepercayaan orang tua pada orang lain untuk ikut andil dalam berinteraksi dengan anaknya yang indigo juga menyebabkan anak indigo kurang bias bersosialisasi. Orang tua menganggap anak indigo itu harus benar-benar dijaga dan dirawat hingga anak penyandang indigo bisa menghilangkan perilakunya yang indigo, sehingga dalam merawat dan mengasuh anak indigo orang tua terlalu overprotective, mereka terkadang cenderung menggunakan hukuman fisik (mencubit, memukul, sampai mengikat kaki dan tangannya) apabila anak mereka berbuat kesalahan. Namun hal tersebut tidak terjadi secara terus – menerus tetapi hanya pada saat-saat tertentu ketika sang anak berbuat kesalahan sehingga ketika anak tidak berbuat kesalahan, ibu tetap biasa dan wajar – wajar saja memperlakukan anaknya yang indigo.

5.2. SARAN

1. Untuk penelitian pola komunikasi yang sejenis berikutnya sebaiknya dilakukan pengambilan data terhadap sumber-sumber terkait.

2. Pola komunikasi yang seharusnya digunakan pada anak indigo adalah pola komunikasi yang demokratis sebagai acuan pola hubungan antara orang tua dengan anaknya, khususnya anaknya yang indigo, maka hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak dapat terjalin dengan baik karena kedudukan antara anak dengan orang tua sejajar berkomunikasi, serta hendaknya orang tua memelihara hubungan yang


(5)

harmonis antar anggota keluarga. Hubungan yang harmonis, penuh pengertian, dan kasih sayang akan membuahkan perkembangan perilaku anak yang baik.

3. Orang tua dari anak penyandang indigo harus lebih intens dalam menerapkan komunikasi interpersonal dalam membimbing anakindigo. Serta memberikan pendidikan dan terapi kepada anaknya untuk melatih bakatnya, sehingga kemampuan anak indigo akan semakin meningkat. 4. Dari hasil temuan di lapangan, selain fakta-fakta yang didapat oleh

informan, peneliti juga menemukan bahwa orang tua penyandang indigo harus dihadapkan pada masalah baru setelah anaknya lulus dari sekolah, bagi mereka yang berkebutuhan khusus masalah tersebut adalah kenyataan bahwa hampir tidak ada sekolah umum yang menerima anak akibat kekurangan yang dimiliki dan menyarankan mereka bersekolah di SLB. Padahal dalam proses terapi yang dibutuhkan bagi pengembangan kemampuan anak indigo, tahapan yang paling menentukan adalah saat anak dicoba dimasukkan ke dalam kelompok besar yang merupakan suatu kelas pada sekolah umum. Untuk itulah diperlukan perhatian lebih dari pihak terkait, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional untuk mengatur kebijakan penerimaan dan kurikulum bagi anak dengan berkebutuhan khusus.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (1999) Psikologi Sosial. Jakarta. Penerbit : PT. Rineka Cipta. Bahri, Syaiful Djamarah. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak

dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta : PT. Rineka Cipta.

DR. Dr. Y. Handoyo, M.PH (2003). Indigoma. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer. Kelompok Gramedia.

Efendy, Onong Uchjana MA. (2002). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya.

Galvin, Kathleen M, and Brommel, Bernard J. (1982). Family Communication : Cohesion and Change. Scoot, Foresman and Company, Illinois.

Kartono, Ronny. (2003). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta. PPM.

Kountur, Ronny. (2003). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta. PPM.

Kriswanto, Clara. (2005). Keluargaku Permata Hatiku. Jakarta : Jagadnita Publishing.

Liliweri, Alo (1997). Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Moeleong, J.L. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P (2001). Psikologi Perkembangan Masa Remaja. Yogyakarta. Penerbit : Gajah Mada University Pers.

Pearson, Judi. C. (1992). Communication in the Family : Seeking Satisfaction and Change. Harper & Faw, Publisher, New York.

Rakhmat, Jalaludin. (2002). Psikologi Komunikasi. Bandung. Penerbit : Remaja Rosdakarya.

Triantoro Safiria. (2005). Indigome : Pemahaman Baru untuk hidup Bermakna bagi Orang Tua. Yogyakarta. Penerbit : graham Ilmu.