Evaluasi Hasil Terapi Obat Anti Tuberkulosis Fase Intensif pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Kotamadya Bandung Tahun 2013-2014.

(1)

ABSTRAK

EVALUASI HASIL TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS FASE INTENSIF PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN 2013-2014

I Nyoman Surya Negara, 1210087

Pembimbing I : Dr. J. Teguh Widjaja, dr., SpP., FCCP Pembimbing II : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA(K)

Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah utama kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia. Salah satu target program pemberantasan tuberkulosis paru adalah angka konversi BTA positif menjadi BTA negatif minimal 80% selama masa pengobatan intensif. Tujuan. Mengevaluasi hasil terapi Obat Anti Tuberkulosis fase intensif pada penderita tuberkulosis paru kasus baru dan pengobatan ulang di Puskesmas Kotamadya Bandung tahun 2013 dan 2014 berdasarkan konversi BTA.

Metode. Deskriptif retrospektif dengan pengambilan data sekunder penderita tuberkulosis paru dari Dinas Kesehatan Kotamadya Bandung periode Januari 2013-Desember 2014 dan wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kotamadya Bandung. Hasil. Hasil penelitian pada penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak terbanyak dengan hasil BTA positif yaitu sebanyak 1.155 (56,21%) pada tahun 2013 dan sebanyak 1.125 (58,38%) pada tahun 2014. Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok usia 15-34 tahun. Angka konversi BTA penderita tuberkulosis paru kasus baru dan pengobatan ulang pada tahun 2013-2014 masih di bawah target 80% yaitu sebesar 74,72% tahun 2013 dan 74,25% tahun 2014 pada pasien kasus baru dan 72,41% tahun 2013 dan 68,11% tahun 2014 pada pasien pengobatan ulang.

Simpulan. Kasus tuberkulosis paru di Kotamadya Bandung tahun 2013-2014 berdasarkan hasil pemeriksaan dahak terbanyak adalah BTA positif, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 15-34 tahun, angka konversi BTA penderita tuberkulosis paru kasus baru dan pengobatan ulang fase intensif masih di bawah target 80%.


(2)

ABSTRACT

EVALUATION OF INTENSIVE PHASE ANTI TUBERCULOSIS THERAPY IN LUNG TUBERCULOSIS PATIENT IN BANDUNG WITHIN 2013 TO

2014 PERIOD

I Nyoman Surya Negara, 1210087

Tutor 1 : Dr. J. TeguhWidjaja, dr., SpP., FCCP Tutor 2 : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA(K)

Background. Tuberculosis is one infectious disease that has become a public

health issue, especially in Indonesia. One target of lung tuberculosis eradication program is conversion rate of positve acid fast bacilli (AFB) to negative acid fast bacilli at least 80% in intensive treatment phase.

Objective. To evaluate the outcome of intensive phase anti-tuberculosis

medication in patients with new and relapsed cases of lung tuberculosis in Bandung on 2013 and 2014 based on acid fast bacilli conversion and to determine the factors of failed acid fast bacilli conversion.

Methods. Retrospective descriptive study with collection of lung tuberculosis

patient secondary data from Bandung public health office within January 2013 to December 2014 and interview with the head of Disease Control and Environmental Health division in Bandung public health office.

Results. The result in lung tuberculosis patient based on sputum examination, the

most commonly found AFB was AFB positive with 1155 cases (56.21%) in 2013 and 1125 cases (58.38%) in 2014. The highest prevalence occured in 15 to 34 years old age group. AFB conversion rate of new and relapsed cases of lung tuberculosis patients in 2013 to 2014 was still below the 80% target , which was 74.72% in 2013 and 74.25% in 2014 in new case patients and 72.41% in 2013 and 68.11% in 2014 in relapsed treatment patients.

Conclusion. Lung tuberculosis case in Bandung within 2013 to 2014 period,

based on the most sputum examination was AFB positive, the highest prevalence found in 15 to 34 years old age group, AFB conversion rate of new and relapsed case lung tuberculosis intensive phase treatment was still below 80% target.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 3

1.3.1 Maksud Penelitian ... 3

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Akademis ... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ... 3

1.5Landasan Teoritis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Paru ... 5

2.2 Histologi Sistem Respirasi ... 6

2.3 Tuberkulosis ... 7

2.3.1 Epidemiologi Tuberkulosis ... 7


(4)

2.3.3 Klasifikasi Tuberkulosis ... 9

2.3.4 Etiologi Tuberkulosis ... 10

2.3.5 Patogenesis Tuberkulosis... 11

2.3.6 Manifestasi Klinis Tuberkulosis ... 13

2.3.7 Diagnosis Tuberkulosis ... 13

2.3.8 Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis ... 14

2.3.9 Terapi Tuberkulosis ... 16

2.3.9.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ... 16

2.3.9.2 Panduan Pemberian OAT ... 19

2.3.9.3 Hasil Terapi Tuberkulosis ... 20

2.3.10 Pencegahan Tuberkulosis ... 22

2.3.11 Komplikasi Tuberkulosis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian ... 23

3.2 Metode Penelitian ... 23

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

3.3.1 Populasi...23

3.3.2 Sampel ... 24

3.4 Kriteria Sampel Penelitian ... 24

3.5 Variabel Penelitian ... 24

3.6 Definisi Operasional/ Konsepsional Variabel ... 24

3.7 Prosedur Penelitian... 25

3.8 Metode Analisis Data ... 25

3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.10 Aspek Etik Penelitian ... 26


(5)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 34

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 39


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Dosis dan Jenis OAT Berdasarkan Berat Badan ... 18 2.2 OAT Kombinasi Dosis Tetap ... 19 2.3 Kemungkinan Hasil Terapi OAT ... 21 4.1 Jumlah Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kelompok Umur dan Hasil

Pemeriksaan Dahak Sebelum Terapi pada Fase Intensif di Puskesmas

Kotamadya Bandung Tahun 2013 ... 27 4.2 Jumlah Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kelompok Umur dan Hasil

Pemeriksaan Dahak Sebelum Terapi pada Fase Intensif di Puskesmas

Kotamadya Bandung pada Tahun 2014 ... 28 4.3 Tabel Hasil Konversi BTA Tahap Intensif pada Penderita Tuberkulosis Paru

Kasus baru di Puskesmas Kotamadya Bandung Tahun 2013 dan 2014 ... 31 4.4 Tabel Hasil Konversi BTA Tahap Intensif pada Penderita Tuberkulosis Paru

yang Menjalani Pengobatan Ulang di Puskesmas Kotamadya Bandung Tahun 2013 dan 2014 ... 32


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Anatomi Paru ... 5

2.2 Insidensi Tuberkulosis Paru di Seluruh Dunia pada Tahun 2013 ... 8

2.3 M. tuberculosis pada Pemeriksaan Mikroskopik dengan Pewarnaan Ziehl-Neelsen ... 11

2.4 Patogenesis Tuberkulosis Paru ... 13

2.5 Alur Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru ... 14


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 ... 39 Lampiran 2 ... 40 Lampiran 3 ... 48


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sering menyerang organ paru. Sampai saat ini tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan dan masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbanyak kedua akibat penyakit infeksi setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menyikapi hal tersebut, World Health Organization (WHO) mencanangkan tuberkulosis paru sebagai kedaruratan dunia (WHO, 2013).

Menurut Global Tuberculosis Report 2014, pada tahun 2013 sebanyak 9 juta orang terinfeksi tuberkulosis dan 1,5 juta orang meninggal akibat penyakit tersebut. Diperkirakan dari 9 juta orang yang terinfeksi, lebih dari 56% berasal dari wilayah Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat. Dari sekian banyak kasus, Indonesia menempati urutan kelima dari 22 negara yang termasuk dalam High Burden Country dengan jumlah kasus insidensi terbesar pada tahun 2013, setelah India, China, Nigeria, dan Pakistan (WHO, 2013).

Pada tahun 2013, prevalensi tuberkulosis di Indonesia sebesar 0,4% per 100.000 penduduk. Dengan kata lain, 400 orang dari 100.000 penduduk Indonesia menderita penyakit tuberkulosis (Kemenkes RI, 2014). Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi Jawa Barat sebesar 62.225 orang pada tahun 2012. Kotamadya Bandung ditetapkan sebagai daerah dengan prevalensi kesakitan tuberkulosis yang cukup tinggi yaitu sebanyak 2.482 kasus tuberkulosis paru yang terdiagnosis secara klinis dan laboratoris (DEPKES, 2013).

Berdasarkan rekomendasi WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD), pengobatan penyakit tuberkulosis paru terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.


(10)

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S) (PDPI, 2006).

Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan tersebut adalah menentukan angka perubahan (konversi) sputum pada penderita. Angka konversi adalah persentase penderita baru tuberkulosis paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif selama dua bulan. Target program pemberantasan tuberkulosis paru salah satunya ialah angka konversi minimal 80% selama masa pengobatan intensif khususnya pada penderita paru dengan BTA positif. Keberhasilan angka konversi yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula (Kemenkes RI, 2014).

Pada pengobatan fase intensif masih ditemukan penderita tuberkulosis paru gagal konversi yang berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan keberhasilan pencapaian program. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya resistensi kuman tuberkulosis paru terhadap OAT dan berpotensi menularkan penyakit tuberkulosis paru kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya, sehingga meningkatkan angka kesakitan dan kematian kasus tuberkulosis paru. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang evaluasi hasil terapi OAT fase intensif pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Kotamadya Bandung tahun 2013-2014.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Berapa jumlah persentase terbanyak penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak di Puskesmas Kotamadya Bandung pada tahun 2013 dan tahun 2014.


(11)

4. Berapa persentase konversi BTA penderita tuberkulosis paru pengobatan ulang pada akhir fase intensif di Puskesmas Kotamadya Bandung tahun 2013 dan 2014.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menilai hasil terapi OAT pada penderita tuberkulosis paru kasus baru dan pengobatan ulang di Puskesmas Kotamadya Bandung pada tahun 2013 dan tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi hasil terapi OAT fase intensif pada penderita tuberkulosis paru kasus baru dan pengobatan ulang di Puskesmas Kotamadya Bandung tahun 2013 dan tahun 2014 berdasarkan konversi BTA.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Karya tulis ini diharapkan dapat memperluas wawasan bagi tenaga medis dalam penatalaksanaan terhadap penderita tuberkulosis paru.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hasil terapi OAT terhadap penderita tuberkulosis paru kasus baru dan pengobatan ulang di Puskesmas Kotamadya Bandung dengan tujuan menambah informasi bagi pelayanan kesehatan primer dalam memberikan penatalaksanaan yang tepat bagi penderita tuberkulosis.


(12)

1.5 Landasan Teoritis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Insidensi penyakit tuberkulosis di dunia masih tinggi dan hingga saat ini belum ada satu negara pun yang bebas dari penyakit tuberkulosis. Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah kasus insidensi terbesar pada tahun 2013 diantara 22 negara yang termasuk dalam High Burden Country. Prevalensi tuberkulosis di Indonesia mencapai 680.000 kasus atau 272 per 100.000 populasi (WHO, 2013). Bandung merupakan daerah dengan prevalensi kasus tuberkulosis yang cukup tinggi sebanyak 2.482 kasus tuberkulosis paru yang terdiagnosis secara klinis dan laboratoris. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian tuberkulosis adalah sistem imun menurun, lamanya pengobatan tuberkulosis, pola hidup yang tidak sehat seperti merokok dan minum alhokol (DEPKES, 2013). Pengobatan penyakit tuberkulosis paru terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Pengobatan fase intensif diberikan OAT kategori satu yang terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Konversi pada bulan ke-2 hingga ke-3 terapi merupakan prediktor yang baik bagi kesuksesan regimen terapi tuberkulosis. Pada kenyataannya, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi angka konversi pengobatan tuberkulosis paru dengan OAT di setiap daerah, seperti tidak teratur minum obat, pasien putus obat, dan pasien lalai pada jadwal pemeriksaan bulan kedua (PDPI, 2006).


(13)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Jumlah penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak terbanyak dengan hasil BTA positif yaitu sebanyak 1.155 kasus (56,21%) pada tahun 2013, dan sebanyak 1.125 kasus (58,38%) pada tahun 2014. 2. Prevalensi tuberkulosis paru tertinggi ditemukan pada kelompok umur

15-34 tahun yaitu pada tahun 2013 prevalensi tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun sebanyak 482 kasus (23,45%), dan pada tahun 2014 prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun sebanyak 442 kasus (22,94%).

3. Penderita tuberkulosis paru pada pasien kasus baru yang mengalami konversi menjadi BTA negatif pada akhir fase intensif pada tahun 2013 dan tahun 2014 masih dibawah target 80% yaitu sebanyak 733 kasus (74,72%) tahun 2013, dan sebanyak 698 kasus (74,25%) tahun 2014. 4. Penderita tuberkulosis paru pada pasien pengobatan ulang yang

mengalami konversi menjadi BTA negatif pada akhir fase intensif belum mencapai target 80% yaitu sebanyak 126 kasus (72,41%) tahun 2013 , dan sebanyak 126 kasus (68,11%) tahun 2014.


(14)

5.2 Saran

1. Dinas Kesehatan diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petugas kesehatan melalui pelatihan dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas.

2. Tenaga kesehatan diharapkan melakukan promosi kesehatan mengenai tuberkulosis terutama dalam mencegah penularan tuberkulosis dan pentingnya minum obat teratur serta meningkatan kerja sama dengan berbagai pihak terutama PMO dalam memberikan pengawasan minum obat yang lebih ketat terhadap pasien tuberkulosis untuk menurunkan angka putus obat dan gagal berobat.

3. Bagi masyarakat, diharapkan turut berperan aktif dan peduli dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis paru.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G., Carroll, K. C., Butel, J., & Morse, S. 2012. Jawetz, Melnick & Adelberg's Medical Microbiology (26th ed.). New York: McGraw-Hill Medical. h 305-506

Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Basic TB Facts – Risk Factors. Retrieved from http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm. 24 Oktober 2015.

Crofton, John, Norman Horne, Fred Miller. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. h 95 – 110.

DEPKES. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan 2. Jakarta

DEPKES. 2013. Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2012. http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINS I_2012/12_Profil_Kes.Prov.JawaBarat_2012.pdf. 24 Oktober 2015.

Drew, R., 2015. Isoniazid: An Overview. [Online]

Available at: http://www.uptodate.com/contents/isoniazid-an-overview [Accessed 12 September 2015].

Drew, R., 2015. Rifamycins - Rifampin, Rifabutin, Rifapentine. [Online] Available at: http://www.uptodate.com/contents/rifamycins-rifampin-rifabutin-rifapentine [Accessed 12 September 2015].

Erfina M, Zarfiardy A, Maya S. 2013. Profil Penderita Tuberkulosis Paru yang di Rawat Inap di Bagian Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 01 Januari – 31 Desember 2013. http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/article/download/8221/7892. 29 November 2015.

Faika R. 2015. Prevalensi Penyakit Tuberculosis Paru di Kota Metro Provinsi Lampung Tahun 2011-2013. 4 (1) : 25 – 31.

Hall, J. E. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier. h 597-602.


(16)

Iis K. 2010. Angka Konversi Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati

dengan Obat Antituberkulosis (OAT) Paket Kategori Satu di BP4 Garut. 42 (1) : 32 – 36.

Katzung, B., Masters, S. & Trevor, A., 2012. Basic and Clinical Pharmacology. 12th ed. New York: McGraw-Hill.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Knechel, Nancy A. 2009. Tuberculosis: pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Criticalcarenurse. 29 (2).

Kumar, Abbas, Fausto, & Aster. 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease (9th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier. h 392 – 396.

Kurniawan N, Rahmalia S. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru. JOM (2) : 1.

Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, & Loscalzo J. 2015. Harrison's Principles of Internal Medicine (19th ed.). New York, NY: McGraw-Hill. h 102 – 495.

Mescher A L. 2013. Junqueira's Basic Histology (13th ed.). New York, NY: McGraw-Hill. h 349 – 367.

Netter F H. 2006. Atlas of human anatomy 4th edition. Elsavier. Available from http://www.netterimages.com/image/4872.html. 12 Oktober 2015.

Nyta H M, Azizman S, Fifia C. 2014. Penilaian Keberhasilan Program TB DOTS Berdasarkan Angka Keberhasilan Pengobatan Dan Konfersi Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2008 – Desember 2012. JOM (2) : 1. PDPI. 2006. Tuberkulosis. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html. 10

Oktober 2015.


(17)

Putz R. 2006. Sobotta Atlas of Human Anatomy (14th ed.). Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer. h 54.

Rajni, Rao N, & Meena L. 2011. Biosynthesis and Virulent Behavior of Lipids Produced by Mycobacterium tuberculosis: LAM and Cord Factor: An Overview. Biotechnology Research International , 2011, 1-7.

Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI hal 863-871. Jakarta: InternaPublishing. h 863 – 863-871.

Standring S. 2008. Gray's Anatomy: The Anatomical Basis for Clinical Practice (40th ed.). London: Elsevier Churchill-Livingstone. h 998 – 1005.

The Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Core Curriculum on Tuberculosis: What the Clinician Should Know (6th ed.). DeKalb County: CDC.

WHO. 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines (4th ed.). Geneva: The WHO Press. 8 September 2015.

_______. 2013. Global Tuberculosis Report 2014. Geneva: The WHO Press. 2 Oktober 2015.

_______. 2013. Definitions and Reporting Framework for Tuberculosis - 2013 Revision. Geneva: The WHO Press. 17 September 2015.

_______. 2013. Tuberculosis Country Profiles: Indonesia. Retrieved from https://extranet.who.int/sree/Reports?op=Replet&name=%2FWHO_HQ_Rep orts%2FG2%2FPROD%2FEXT%2FTBCountryProfile&ISO2=ID&LAN=E N&outtype=html. 11 November 2015.

_______. 2015. WHO monitoring of Xpert MTB/RIF roll-out. Retrieved September 12, 2015, from http://who.int/tb/laboratory/mtbrifrollout/en/. 28 September 2015.


(1)

1.5 Landasan Teoritis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Insidensi penyakit tuberkulosis di dunia masih tinggi dan hingga saat

ini belum ada satu negara pun yang bebas dari penyakit tuberkulosis. Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah kasus insidensi terbesar pada tahun 2013 diantara 22 negara yang termasuk dalam High Burden Country. Prevalensi tuberkulosis di Indonesia mencapai 680.000 kasus atau 272 per 100.000 populasi (WHO, 2013). Bandung merupakan daerah dengan prevalensi kasus tuberkulosis yang cukup tinggi sebanyak 2.482 kasus tuberkulosis paru yang terdiagnosis secara klinis dan laboratoris. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian tuberkulosis adalah sistem imun menurun, lamanya pengobatan tuberkulosis, pola hidup yang tidak sehat seperti merokok dan minum alhokol (DEPKES, 2013). Pengobatan penyakit tuberkulosis paru terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Pengobatan fase intensif diberikan OAT kategori satu yang terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Konversi pada bulan ke-2 hingga ke-3 terapi merupakan prediktor yang baik bagi kesuksesan regimen terapi tuberkulosis. Pada kenyataannya, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi angka konversi pengobatan tuberkulosis paru dengan OAT di setiap daerah, seperti tidak teratur minum obat, pasien putus obat, dan pasien lalai pada jadwal pemeriksaan bulan kedua (PDPI, 2006).


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Jumlah penderita tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak terbanyak dengan hasil BTA positif yaitu sebanyak 1.155 kasus (56,21%) pada tahun 2013, dan sebanyak 1.125 kasus (58,38%) pada tahun 2014. 2. Prevalensi tuberkulosis paru tertinggi ditemukan pada kelompok umur

15-34 tahun yaitu pada tahun 2013 prevalensi tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun sebanyak 482 kasus (23,45%), dan pada tahun 2014 prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun sebanyak 442 kasus (22,94%).

3. Penderita tuberkulosis paru pada pasien kasus baru yang mengalami konversi menjadi BTA negatif pada akhir fase intensif pada tahun 2013 dan tahun 2014 masih dibawah target 80% yaitu sebanyak 733 kasus (74,72%) tahun 2013, dan sebanyak 698 kasus (74,25%) tahun 2014. 4. Penderita tuberkulosis paru pada pasien pengobatan ulang yang

mengalami konversi menjadi BTA negatif pada akhir fase intensif belum mencapai target 80% yaitu sebanyak 126 kasus (72,41%) tahun 2013 , dan sebanyak 126 kasus (68,11%) tahun 2014.


(3)

5.2 Saran

1. Dinas Kesehatan diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petugas kesehatan melalui pelatihan dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas.

2. Tenaga kesehatan diharapkan melakukan promosi kesehatan mengenai tuberkulosis terutama dalam mencegah penularan tuberkulosis dan pentingnya minum obat teratur serta meningkatan kerja sama dengan berbagai pihak terutama PMO dalam memberikan pengawasan minum obat yang lebih ketat terhadap pasien tuberkulosis untuk menurunkan angka putus obat dan gagal berobat.

3. Bagi masyarakat, diharapkan turut berperan aktif dan peduli dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis paru.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G., Carroll, K. C., Butel, J., & Morse, S. 2012. Jawetz, Melnick &

Adelberg's Medical Microbiology (26th ed.). New York: McGraw-Hill

Medical. h 305-506

Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Basic TB Facts – Risk Factors. Retrieved from http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm. 24

Oktober 2015.

Crofton, John, Norman Horne, Fred Miller. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. h 95 – 110.

DEPKES. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan 2. Jakarta

DEPKES. 2013. Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2012. http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINS

I_2012/12_Profil_Kes.Prov.JawaBarat_2012.pdf. 24 Oktober 2015.

Drew, R., 2015. Isoniazid: An Overview. [Online]

Available at: http://www.uptodate.com/contents/isoniazid-an-overview [Accessed 12 September 2015].

Drew, R., 2015. Rifamycins - Rifampin, Rifabutin, Rifapentine. [Online] Available at: http://www.uptodate.com/contents/rifamycins-rifampin-rifabutin-rifapentine [Accessed 12 September 2015].

Erfina M, Zarfiardy A, Maya S. 2013. Profil Penderita Tuberkulosis Paru yang di Rawat Inap di Bagian Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 01 Januari – 31 Desember 2013.

http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/article/download/8221/7892.

29 November 2015.

Faika R. 2015. Prevalensi Penyakit Tuberculosis Paru di Kota Metro Provinsi Lampung Tahun 2011-2013. 4 (1) : 25 – 31.

Hall, J. E. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier. h 597-602.


(5)

Iis K. 2010. Angka Konversi Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati

dengan Obat Antituberkulosis (OAT) Paket Kategori Satu di BP4 Garut. 42 (1) : 32 – 36.

Katzung, B., Masters, S. & Trevor, A., 2012. Basic and Clinical Pharmacology. 12th ed. New York: McGraw-Hill.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Knechel, Nancy A. 2009. Tuberculosis: pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Criticalcarenurse. 29 (2).

Kumar, Abbas, Fausto, & Aster. 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis of

Disease (9th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier. h 392 – 396.

Kurniawan N, Rahmalia S. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru. JOM (2) : 1.

Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, & Loscalzo J. 2015.

Harrison's Principles of Internal Medicine (19th ed.). New York, NY:

McGraw-Hill. h 102 – 495.

Mescher A L. 2013. Junqueira's Basic Histology (13th ed.). New York, NY: McGraw-Hill. h 349 – 367.

Netter F H. 2006. Atlas of human anatomy 4th edition. Elsavier. Available from http://www.netterimages.com/image/4872.html. 12 Oktober 2015.

Nyta H M, Azizman S, Fifia C. 2014. Penilaian Keberhasilan Program TB DOTS Berdasarkan Angka Keberhasilan Pengobatan Dan Konfersi Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2008 – Desember 2012. JOM (2) : 1. PDPI. 2006. Tuberkulosis. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html. 10

Oktober 2015.


(6)

Putz R. 2006. Sobotta Atlas of Human Anatomy (14th ed.). Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer. h 54.

Rajni, Rao N, & Meena L. 2011. Biosynthesis and Virulent Behavior of Lipids Produced by Mycobacterium tuberculosis: LAM and Cord Factor: An Overview. Biotechnology Research International , 2011, 1-7.

Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI hal 863-871. Jakarta: InternaPublishing. h 863 – 863-871.

Standring S. 2008. Gray's Anatomy: The Anatomical Basis for Clinical Practice (40th ed.). London: Elsevier Churchill-Livingstone. h 998 – 1005.

The Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Core Curriculum on

Tuberculosis: What the Clinician Should Know (6th ed.). DeKalb County:

CDC.

WHO. 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines (4th ed.). Geneva: The WHO Press. 8 September 2015.

_______. 2013. Global Tuberculosis Report 2014. Geneva: The WHO Press. 2 Oktober 2015.

_______. 2013. Definitions and Reporting Framework for Tuberculosis - 2013

Revision. Geneva: The WHO Press. 17 September 2015.

_______. 2013. Tuberculosis Country Profiles: Indonesia. Retrieved from

https://extranet.who.int/sree/Reports?op=Replet&name=%2FWHO_HQ_Rep orts%2FG2%2FPROD%2FEXT%2FTBCountryProfile&ISO2=ID&LAN=E N&outtype=html. 11 November 2015.

_______. 2015. WHO monitoring of Xpert MTB/RIF roll-out. Retrieved September 12, 2015, from http://who.int/tb/laboratory/mtbrifrollout/en/. 28 September 2015.


Dokumen yang terkait

Kekerapan Tuberkulosis Paru Pada Pasangan Suami-Isteri Penderita Tuberkulosis Paru

0 15 7

Faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat anti Tuberkulosis pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskemas Pamulang Tangerang Selatan Provinsi Banten periode Januari 2012 – Januari 2013

5 51 83

HUBUNGAN KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU FASE INTENSIF Hubungan Kepatuhan Dan Keberhasilan Terapi Pada Pasien Tuberkulosis Paru Fase Intensif di Instalasi Rawat Jalan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

0 2 12

VARIASI GAMBARAN FOTO THORAX TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) SELAMA Variasi Gambaran Foto Thorax Tuberkulosis Paru Pada Anak Sebelum dan Sesudah Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Selama 6 Bulan di RSU

0 0 13

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS WIROSARI – PURWODADI TAHUN 2009.

0 1 16

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DAN KEPATUHAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Dan Kepatuhan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di RSUD Dr. Moewardi.

0 3 12

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DAN KEPATUHAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Dan Kepatuhan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di RSUD Dr. Moewardi.

0 1 15

Gambaran Demografi Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Daerah Kotamadya Bandung Periode Januari 2013-Desember 2014.

0 4 17

Gambaran Tuberkulosis Ekstra Paru di Puskesmas Kotamadya Bandung Tahun 2013.

0 4 16

Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 115