Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja pada Tenaga Perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta.

(1)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja baik secara simultan maupun parsial. Studi dilakukan pada tenaga perawat Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Tzu Chi di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan verifikatif. Penelitian ini dilakukan pada populasi perawat sebanyak 81 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi pada perawat Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Tzu Chi di Jakarta berada pada kategori lemah, sedangkan, sedangkan gaya kepemimpinan berada pada kategori sedang, dan kepuasan kerja berada pada kategori puas. Berdasarkan analisis multiple linear regression terbukti bahwa secara simultan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan memengaruhi kepuasan kerja, namun secara parsial budaya organisasi tidak memengaruhi kepuasan kerja signifikan.


(2)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze and determine the influence of organizational culture and leadership style on job satisfaction, either simultaneously or partially. Study held on population of nurses at Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi, Jakarta, with a population of 81 people. This research used descriptive and verification method.

The results showed that organizational culture is in weak category, while leadership style is in moderate category. Satisfaction level of nurses is in satisfy category. Based on the results of multiple linear regression, researcher found there is influences of organizational culture and motivation on job satisfaction simultaneously, but organizational culture did not influence job satisfaction partially.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas berkat serta penyertaan Tuhan Yesus Kristus, sehingga tesis ini yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Pada Tenaga Perawat Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta” ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen dalam bidang sumber daya manusia pada Program Studi Magister Manajemen Universitas Maranatha.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat, sumber kekuatan dan penghiburan. 2. Bapak Dr. Yusuf Osman Raihin, M.M. selaku dosen pembimabing dan Ketua

Program Studi Magister Manajemen Universitas Kristen Maranatha atas bimbingan, dukungan dan dorongan untuk penulis.

3. Bapak Drs. A. Hadi Soepadma, M.M. dan bapak Dr. Adang Widjana, M.M. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan kritik dan saran yang berharga bagi penulis.

4. Bapak Andhi Sukma, Bapak Ardian Sitompul, Ibu Shenia selaku staf Tata Usaha MM, seluruh dosen program S2 Magister Manajemen Universitas Kristen Maranatha, dan Perpustakaan yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan dan pembuatan tesis

5. Martapura Raihin, Alm. dan Naswiati Raihin, Surachmi Mangundjaja, kakek dan nenek tercinta atas doa dan dukungan bagi penulis.


(4)

6. Kedua orang tua yang terkasih Alexandrey Mangundjaja dan Erna Meliana Raihin, kedua saudara yang terkasih Rangga Adhiputra dan Andhika Rakmaputra. Untuk Praditya Hasnanto Muliasetia, Amanda Sari Salim, keluarga besar Raihin, Mangundjaja, Rikin dan Muliasetia untuk semua kasih, doa, perhatian dan dorongan yang begitu besar bagi penulis.

7. Sahabat-sahabat di masa kuliah Shendy, Cory dan Galih untuk setiap waktu dan perjuangan bersama mulai dari awal perkuliahan hingga lulus bersama. 8. Rekan-rekan MM angkatan XXXI: Bu Tuty, Suhardi, Hendra, Stevanus,

Maria, Rizal, Ficky. Tetap kompak dan semangat!

9. Bapak dr. Tonny Ch. Muliasetia selaku Direktur Utama Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta yang telah membantu memberi saran dan masukan, serta memperbolehkan diadakannya penelitian di RSKB, serta semangat, dorongan dan perhatian bagi penulis.

10.Ibu Zr. Bernadeth selaku Kepala Perawat dan Ibu Suharti selaku staf GA yang telah meluangkan waktu untuk menerima penulis melakukan penelitian, memberikan masukan dan saran. Untuk seluruh perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Yayasan Cinta Kasih Tzu Chi yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Semoga kasih dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus menyertai dan membalas segala kebaikan Bapak/Ibu yang telah membantu penulis.

Bandung, Mei 2015 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

1.2.1Identifikasi Masalah ... 6

1.2.2Perumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 10

2.1 Kajian Kepustakaan ... 10

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10

2.1.1.1 Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia ... 11

2.1.1.2 Tujuan Sumber Daya Manusia ... 11

2.1.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia ... 12

2.1.2 Budaya Organisasi ... 14

2.1.2.1 Konsep Budaya Organisasi ... 14


(6)

2.1.2.4 Konsekuensi Budaya Organisasi ... 18

2.1.3 Gaya Kepemimpinan ... 19

2.1.3.1 Konsep Gaya Kepemimpinan ... 19

2.1.3.2 Teori Kontingensi ... 20

2.1.3.3 Konsekuensi Gaya Kepemimpinan ... 26

2.1.3.4 Fungsi Kepemimpinan dalam Sektor Pelayanan Kesehatan ... 27

2.1.4 Kepuasan Kerja ... 28

2.1.4.1 Konsep Kepuasan Kerja ... 28

2.1.4.2 Dimensi Kepuasan Kerja... 28

2.1.4.3 Anteseden Kepuasan Kerja ... 29

2.1.4.4 Konsekuensi Kepuasan Kerja ... 31

BAB III RERANGKA PEMIKIRAN, MODEL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 35

3.1 Rerangka Pemikiran ... 35

3.2 Model Penelitian ... 37

3.3 Hipotesis Penelitian ... 37

BAB IV METODE PENELITIAN ... 39

4.1 Operasionalisasi Variabel ... 39

4.2 Populasi ... 47

4.3 Metode Penelitian... 47

4.3.1 Uji Validitas ... 50

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 52

4.3.3 Uji Asumsi Klasik ... 52

4.3.4 Pengujian Hipotesis ... 55

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN ... 57

5.1 Hasil Pengumpulan Data ... 57

5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 59


(7)

5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan

Masa Kerja Responden ... 60

5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Per Bulan Responden ... 61

5.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Divisi Kerja Responden ... 62

5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

5.2.1 Uji Validitas ... 63

5.2.2 Uji Reliabilitas ... 66

5.3 Analisis Deskriptif ... 66

5.3.1 Analisis Deskriptif Variabel Budaya Organisasi ... 68

5.3.2 Analisis Deskriptif Variabel Gaya Kepemimpinan... 74

5.3.3 Analisis Deskriptif Variabel Kepuasan Kerja ... 79

5.4 Uji Asumsi Klasik ... 88

5.4.1 Uji Normalitas ... 88

5.4.2 Uji Multikolinearitas ... 89

5.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 89

5.4.4 Uji Autokorelasi ... 89

5.5 Uji Multiple Regression Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja ... 91

5.5.1 Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Secara Parsial (Uji T) ... 93

5.5.2 Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Secara Simultan (Uji F) ... 94

5.6 Uji Determinasi ... 95

5.7 Implikasi Manajerial ... 96

BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN ... 98

6.1 Kesimpulan ... 98


(8)

DAFTAR REFERENSI ... 104 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Fungsi MSDM ... 13

Tabel 2.2 Gaya Kepemimpinan Path Goal Theory ... 23

Tabel 4.1 Operasionaliasi Variabel ... 41

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Jenis Kelamin Responden ... 58

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Usia Responden ... 59

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pendidikan Responden ... 59

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Status Responden ... 60

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Masa Kerja Responden ... 60

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Penghasilan Per Bulan Responden . 61 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Divisi Kerja Responden ... 62

Tabel 5.8 Uji Validitas Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja ... 63

Tabel 5. 9 Uji Reliabilitas Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja ... 66

Tabel 5.10 Skoring Jawaban Kuesioner Budaya Organisasi ... 67

Tabel 5.11 Skoring Jawaban Kuesioner Gaya Kepemimpinan ... 67

Tabel 5.12 Skoring Jawaban Kuesioner Kepuasan Kerja ... 68

Tabel 5.13 Skor Jawaban Responden Variabel Budaya Organisasi ... 68

Tabel 5.14 Skor Jawaban Responden Variabel Budaya Organisasi Dimensi Managing Change ... 71

Tabel 5.15 Skor Jawaban Responden Variabel Budaya Organisasi Dimensi Achieving Goals ... 68

Tabel 5.16 Skor Jawaban Responden Variabel Budaya Organisasi Dimensi Coordinating Teamworks ... 70

Tabel 5.17 Skor Jawaban Responden Variabel Budaya Organisasi Dimensi Customer Orientation ... 71


(10)

Dimensi Cultural Strength ... 72 Tabel 5.19 Interpretasi Gaya Kepemimpinan ... 74 Tabel 5.20 Skor Jawaban Responden Variabel Gaya Kepemimpinan

Dimensi Directive Style... 75 Tabel 5.21 Skor Jawaban Responden Variabel Gaya Kepemimpinan

Dimensi Supportive Style ... 76 Tabel 5.22 Skor Jawaban Responden Variabel Gaya Kepemimpinan

Dimensi Participative Style ... 77 Tabel 5.23 Skor Jawaban Responden Variabel Gaya Kepemimpinan

Dimensi Achievement-Oriented Style ... 78 Tabel 5.24 Skor Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja ... 79 Tabel 5.25 Skor Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja

Dimesi Work Itself ... 80 Tabel 5.26 Skor Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja

Dimesi Pay ... 81 Tabel 5.27 Skor Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja

Dimesi Promotion ... 82 Tabel 5.28 Skor Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja

Dimesi Supervision ... 82 Tabel 5.29 Skor Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja

Dimesi Coworkers ... 83 Tabel 5.30 Uji Normalitas Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan

Dan Kepuasan Kerja ... 88 Tabel 5.31 Uji Multikolinearitas Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan

Dan Kepuasan Kerja ... 89 Tabel 5.32 Uji Heteroskedastisitas Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan

Dan Kepuasan Kerja ... 90 Tabel 5.33 Uji Autokorelasi Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan

Dan Kepuasan Kerja dengan Menggunakan Uji Dubin-Watson ... 88 Tabel 5.34 Uji Multiple Regression Pengaruh Budaya Organiasasi, Gaya


(11)

Tabel 5.35 Pengaruh Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan terhadap

Kepuasan Kerja Secara Parsial (Uji T) ... 93 Tabel 5.36 Pengaruh Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan terhadap

Kepuasan Kerja Secara Simultan (Uji F) ... 94 Tabel 5.37 Uji Determinasi Budaya Organiasasi, Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja ... 95


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Situasional Leadership ... 22 Gambar 2.2 Respon-respon terhadap Ketidakpuasan Kerja ... 34 Gambar 4.1 Model Struktural Hubungan Variabel Budaya Organisasi


(13)

DAFTAR BAGAN

Halaman


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah sumber daya yang penting bagi setiap organisasi. Agar dapat bersaing di era kompetisi global ekonomi saat ini, kunci kesuksesannya terletak pada sumber daya manusia. Manusia kini tidak lagi dipandang sebagai biaya, tetapi sebagai aset bagi organisasi. Organisasi yang people centered menerima profit yang lebih besar dan rendahnya jumlah karyawan yang keluar dari organisasi (Kreitner & Kinicki, 2001:4). Oleh karenanya penting bagi organisasi untuk mengelola sumber daya manusia dengan baik.

Ketika suatu organisasi mengelola sumber daya manusianya dengan baik, organisasi akan mendapatkan keuntungan yang dapat dirasakan secara langsung. Keuntungan bagi organisasi tersebut diantaranya menciptakan lingkungan yang mampu mendorong perilaku secara aktif, mampu mengkomunikasian tujuan organisasi, menstimulasi para pekerjanya untuk berpikir kritis, mampu mengidentifikasi kesenjangan antara kondisi organisasi saat ini dengan visi organisasi, mengidentifikasi kelemahan dan kesempatan organisasi untuk berkembang, dan terlebih lagi menciptakan ikatan di dalam organisasi tersebut (Gomez-Mejia, Balkin, Cardy; 2012:49-50).

Dalam beberapa dekade terakhir ini, peran manajemen sumber daya manusia telah mengalami perubahan yang besar. Di dalam bidang pelayanan kesehatan, faktor yang berkaitan dengan manusia adalah hal yang menjadi fokus utama.


(15)

Sumber daya manusia adalah faktor penting yang menentukan kinerja keuangan dan keberlangsungan organisasi pelayanan kesehatan (Khatri, Wells, McKune & Brewer; 2010:9).

Untuk mempertahankan keunggulan kompetitif, organisasi perlu membina hubungan dengan karyawannya, sehingga karyawan akan merasa puas dengan pekerjaannya (Lund, 2003:222). Bila dilihat pada level organisasi, organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan dengan organisasi dengan karyawan yang lebih tidak puas (Robbins & Judge, 2015:53). Namun ketika karyawan mengalami ketidakpuasan dalam bekerja, maka komitmen karyawan terhadap organisasi akan menjadi rendah, dan mereka akan mencari kesempatan untuk keluar dari organisasi. Jika mereka merasa tidak adanya kesempatan bagi mereka, maka baik secara emosional atau mental, karyawan akan menarik diri dari organisasi. Oleh karenanya, kepuasan kerja sangat dibutuhkan untuk mengukur kecenderungan karyawan untuk keluar dan mengukur kontribusi karyawan terhadap organisasi secara keseluruhan (Lok & Crawford, 2004:321-322).

Perawat memegang posisi penting di dalam pelayanan kesehatan. Apabila ada perawat profesional yang keluar dari organisasi, maka untuk menggantinya perusahaan harus mengeluarkan biaya yang besar dan juga waktu yang tidak sedikit. Kepuasan kerja pada perawat profesional harus menjadi perhatian besar bagi organisasi yang bergerak di bidang kesehatan manapun (Strydom & Roodt, 2006:15). Kepuasan kerja adalah komponen yang penting dalam kehidupan perawat yang dapat berdampak pada keamanan pasien, produktivitas dan kinerja


(16)

kerja, kualitas pelayanan, kecenderungan untuk bertahan atau keluar dari organisasi serta komitmen baik terhadap organisasi maupun terhadap profesi perawat (Murrels, Robinson & Griffiths, 2008:1).

Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi, untuk selanjutnya disebut RSKB, didirikan sebagai sarana bagi Yayasan Buddha Tzu Chi untuk memberi pelayanan pengobatan dengan biaya terjangkau bagi masyarakat sekitar atau yang kurang mampu. Fasilitas pelayanan yang ada di rumah sakit ini diantara lain Unit Gawat Darurat (UGD), poli bedah, anak, kebidanan, mata, gigi, penyakit tulang, fasilitas rawat inap, radiologi, dan laboratorium dengan jumlah tenaga perawat sebanyak 91 orang.

Berdasarkan survey yang dilakukan pada 30 orang tenaga perawat didapatkan sebanyak 96,7% perawat merasa gaji yang didapat tidak sesuai dengan pengalaman kerja, kinerja, tanggung jawab dan beban kerja (lihat lampiran 1). Perawat juga mengeluhkan transparansi pemberian gaji karena tidak adanya slip gaji yang diberikan pada karyawan setiap bulannya. RSKB yang bernaung di bawah Yayasan Buddha Tzu Chi memiliki ciri khas yang membedakan rumah sakit ini dengan rumah sakit lainnya, yaitu pelayanan yang berbasis budaya humanis. RSKB adalah rumah sakit nonprofit, yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berlandaskan pada sifat welas asih dan kasih sayang. Oleh karena nilai-nilai kemanusiaan dan sosial yang ditanamkan dalam rumah sakit ini mendasari seluruh kegiatan RSKB, maka kompensasi tidak diteliti secara khusus sebagai faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.


(17)

Dari 30 orang perawat yang menjadi responden survey, sebanyak 66,75 perawat mengeluhkan beban kerja yang tidak sesuai dengan kapasitas mereka. Hal ini salah satunya disebabkan karena mereka merasa jumlah tenaga perawat kurang sehingga terkadang mereka harus diperbantukan ke bagian lain apabila kurang tenaga kerja. Sebanyak 50% perawat merasa situasi kerja membosankan, tidak jelas dan tidak nyaman. Keluhan karyawan berkaitan dengan pekerjaan sehari-harinya juga meliputi tidak adanya rotasi antar bagian sehingga perawat merasa jenuh dengan rutinitas pekerjaannya. Sebanyak 50% perawat menghayati manajemen kurang memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri dan mengembangkan karir. Perawat mengeluhkan manajemen jarang mengadakan pelatihan baik yang bersifat keterampilan medis maupun pelatihan lainnya. Tidak adanya jenjang karir yang jelas menjadi keluhan perawat. Sebanyak 10% perawat menghayati rekan kerja tidak bisa bekerja sama, dan tidak bisa saling membantu pekerjaan satu sama lain.

Penghayatan karyawan terhadap pekerjaannya, kesempatan mengembangkan diri dan karir serta rekan kerja merupakan bagian dari budaya organisasi (Sashkin, 2003:3). Agar organisasi mampu bersaing secara kompetitif, maka manajemen perlu mengelola organisasi secara strategis. Pengelolaan tersebut meliputi struktur organisasi, kompetensi sumber daya manusia, strategi sumber daya manusia, sumber daya manusia alih daya (outsourcing), serta budaya organisasi (Khatri & Budhwar, 2002:167-169). Oleh karenanya, penting bagi suatu organisasi untuk mengelola dan membangun budaya organisasi yang kuat.


(18)

Budaya organisasi berdampak pada kesuksesan suatu organisasi. Organisasi yang sukses adalah hasil dari budaya yang kuat dan positif (Peters & Waterman, seperti yang dikutip dalam Wallace dan Wesse; 1995:183). Budaya organisasi dan sistem di dalam industri kesehatan mempengaruhi rendahnya kesalahan medis dan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien. Perawat profesional biasanya mencari lingkungan yang terbuka, terpercaya, dan mendukung karyawan untuk berkembang. Ketika perawat berada di dalam lingkungan yang kondusif, mereka akan menampilkan kinerja yang melebihi kapasitas mereka, dan mengurangi angka kesalahan medis yang dilakukan oleh perawat (Khatri, Bajeva, Boren & Mammo; 2006:116-117). Selain mendukung kinerja perawat dan kesuksesan organisasi, budaya organisasi adalah salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja (Lund, 2003:235).

Apabila dilihat dari fenomena di atas, sebanyak 63,3% perawat menghayati supervisor dan manajemen rumah sakit kurang memberikan perhatian bagi karyawan dan bagi kesejahteraan karyawan itu sendiri. Sebanyak 43,3% perawat merasa supervisor kurang menanggapi keluhan atau masukan yang disampaikan oleh perawat, dan 33,3% perawat menghayati supervisor dan manajemen rumah sakit sudah menanggapi keluhan, tetapi perawat menghayati penyelesaian keluhan dirasakan kurang cepat atau tidak ada penyelesaian sama sekali.

Tanggapan dan sikap pemimpin terhadap perawat tersebut menimbulkan ketidak puasan terhadap sistem dan pemimpin rumah sakit ini. Padahal menurut Miller & Monge, dalam McKenna (2000:278) mengemukakan kepuasan kerja karyawan ditentukan oleh pemimpin yang people centred dan pemimpin yang


(19)

partisipatif. Selain budaya organisasi, Rizi (2013:9) mengemukakan berdasarkan hasil riset-riset sebelumnya, kepemimpinan adalah salah satu faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kepemimpinan mempengaruhi motivasi dan dedikasi karyawan dalam bekerja.

Dengan memperhatikan budaya RSKB yang humanis dan berlandaskan cinta kasih serta pentingnya pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja perawat, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja pada Tenaga Perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta.

1.2Identifikasi dan Perumu san Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat ditarik identifikasi masalah sebagai berikut:

1) Adanya ketidakpuasan dalam pekerjaan pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta, hal ini dapat dilihat dari tingginya presentase keluhan perawat baik yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisor maupun rekan kerja.

2) Budaya yang diterapkan di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta adalah budaya yang khas yang menekankan pada kemanusiaan dan cinta kasih. Budaya melayani ini tidak menekankan pada profit tetapi menitikberatkan pada pelayanan. Dengan tuntutan yang besar dari


(20)

perusahaan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut, diasumsikan mempengaruhi kepuasan kerja. Bila nilai budaya organisasi diterima dengan baik oleh perawat, maka akan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

3) Faktor ketidakpuasan perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta diduga karena kurangnya kepemimpinan yang mampu mendukung, mendorong perawat untuk mencapai tujuan organisasi, memperhatikan atau ikut terlibat langsung dalam pekerjaan dan pengambilan keputusan.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana budaya organisasi pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta?

2) Bagaimana gaya kepemimpinan pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta?

3) Bagaimana kepuasan kerja pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta?

4) Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta baik secara simultan maupun parsial?


(21)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui budaya organisasi pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta.

2) Untuk mengetahui gaya kepemimpinan pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta.

3) Untuk mengetahui kepuasan kerja pada tenaga perawat di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta.

4) Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan pada terhadap kepuasan kerja di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta baik secara simultan maupun parsial.

1.4Manfaat Penelitian 1) Bagi peneliti

- Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang gaya kepemimpinan, budaya organizational, dan kepuasan kerja.

- Sebagai salah satu sarana dalam membandingkan teori-teori dan ilmu yang didapat peneliti dengan fakta di lapangan.

2) Bagi pihak Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta


(22)

- Penelitian ini diharapkan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pihak manajemen, terutama Human Resource Department, untuk membantu mengidentifikasi gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadapkepuasan kerja pada tenaga perawat.

- Penelitian ini diharapkan digunakan sebagai bahan pertimbangan pihak manajemen untuk pengambilan keputusan strategis, terutama yang berkaitan dengan sumber daya manusia.

3) Bagi akademisi

- Memberikan informasi dan bahan pertimbangan yang dapat membantu penelitian sejenis.


(23)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN, RERANGKA PEMIKIRAN, MODEL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Kepustakaan

Bab ini berisi tentang deskripsi teoritis variabel penelitian yang meliputi teori-teori budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan kepuasan karyawan serta hasil-hasil dari peneliti terdahulu yang meneliti penelitian serupa, dengan memfokuskan hubungan variabel budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja karyawan.

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) sering dihubungkan dengan strategi untuk mengelola orang-orang dalam suatu organisasi guna mencapai tujuan bisnis. MSDM sering dilihat sebagai suatu mekanisme pengintegrasian antara kebijakan perusahaan dan penerapannya dalam mengelola SDM, dalam kaitannya dengan strategi organisasi, dan sebagaimana akhir-akhir ini diungkapkan, bahwa manusia adalah sumber yang perlu dikelola seperti juga sumber-sumber yang lain. Manusia lebih dipandang sebagai aset perusahaan daripada sebagai biaya (Cushway, 1994:4)


(24)

2.1.1.1 Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah proses merekrut, melatih, menilai dan memberi kompensasi karyawan, serta memperhatikan hubungan pekerja, kesehatan, keamanan serta keadilan (Dessler, 2015:36). MSDM didefinisikan Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright (2006:5) sebagai kebijakan, praktik dan sistem yang memengaruhi perilaku, sikap dan kinerja karyawan.

MSDM adalah bagian dalam suatu organisasi yang berfokus pada dimensi

manusia yang di dalamnya terdapat fungsi penempatan kerja (staffing), pelatihan,

pengembangan, motivasi dan maintenance karyawan (De Cenzo & Robbins;

1996:8). Cushway (1994:5-6) mendefinisikan MSDM sebagai rangkaian strategi, proses, dan aktivitas yang didesain untuk menunjang tujuan perusahaan dengan

cara mengintegrasikan kebutuhan perusahaan dan individu.

2.1.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Cushway (1994:6-7) mengemukakan tujuan MSDM mencakup hal-hal berikut ini:

- Memberikan saran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna

memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya;

- Melaksanakan dan memelihara semua kebiakan dan prosedur SDM yang

diperlukan utnuk memastikan pencapaian tujuan organisasi;

- Membantu perkembangan arah dan strategi organsisasi secara keseluruhan,


(25)

- Menyediakan bantuan dan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka;

- Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan atar pegawai untuk

memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi;

- Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen

organisai;

- Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelokaan

SDM.

2.1.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Cascio (2003:6) mengemukakan fungsi MSDM sebagai berikut : 1. Staffing

Staffing mencakup aktivitas yang terdiri dari (1) mengidentifikasi kebutuhan kerja di dalam suatu organisasi; (2) menentukan jumlah orang dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan; (3) melakukan perekrutan, seleksi dan promosi kandidat yang memenuhi standar.

2. Retention

Retention mencakup aktivitas yang terdiri dari (1) memberikan penghargaan terhadap karyawan yang menampilkan kinerja kerja secara efektif; (2) memastikan terjalinnya hubungan yang harmonis antara pekerja dan manager; (3) memelihara keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja.


(26)

3. Development

Development adalah fungsi HRM yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi karyawan di dalam pekerjaannya dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian dan karakteristik lainnya.

HR specialist biasanya menggunakan istilah kompetensi untuk menggambarkan hal tersebut di atas.

4. Adjustment

Adjustment adalah aktivitas yang bertujuan untuk memelihara kepatuhan terhadap peraturan yang ada di dalam suatu organisasi.

5. Managing change

Managing change adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk mengantisipasi dan merespon terhadap perkembangan yang terjadi baik di dalam lingkungan organisasi maupun yang di luar. Proses ini juga bertujuan untuk memampukan karyawan di semua level untuk mampu mengatasi perubahan.

Sedangkan Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright membagi fungsi MSDM ke dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Fungsi MSDM

Employement and recruiting Wawancara, perekrutan, pengetesan, kordinasi perjanjian kerja sementara

Training and development Orientasi, pelatihan keterampilan manajemen kinerja, peningkatan produktivitas

Compensation Administrasi gaji dan upah, job descriptions,

kompensasi, pembayaran insentif, evaluasi kinerja.

Benefits Asuransi, administrasi cuti, rencana pension, pembagian keuntungan, rencana saham.


(27)

Employee services Program pendampingan karyawan, layanan relokasi, layanan pindah penempatan

Employee and community relations

Survey perilaku, relasi dengan serikat,

publikasi, kepatuhan terhadap hukum tenaga kerja, disiplin

Personnel records Sistem informasi, rekam data

Health and safety Inspeksi keselamatan, tes obat-obatan, kesehatan, kesejahteraan

Strategic planning Sumber daya manusia asing, peramalan, perencanaan, merger dan akuisisi

(Sumber : Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright, 2006:6)

2.1.2 Budaya Organisasi

2.1.2.1 Konsep Budaya Organisasi

Budaya adalah fenomena dinamis dan yang melatar belakangi munculnya sesuau yang memengaruhi manusia di dalam berbagai cara. Budaya secara konstan dilakukan dan diciptakan dari interaksi satu orang dengan yang lainnya dan dibentuk dari perilaku individu tersebut (Schein, 2010:3). Budaya didefinisikan sebagai keyakinan normatif dan perilaku yang diharapkan di dalam suatu unit organisasi (Cooke & Szumal, seperti yang dikutip dalam Glisson, 2005:436). Keyakinan dan harapan ini menjelaskan bagaimana suatu tugas dijalankan dalam suatu unit organisasi dan menjadi dasar bagi pekerja yang ada di dalam orgasnisasi tersebut untuk bekerja (Glisson, 2005:436).

Budaya organisasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka (Jewel & Siegall, 1998:380). Hills dan Jones, seperti yang dikutip dalam Mehr (2012:782) mengemukakan budaya organisasi adalah kumpulan nilai dan norma yang dibagikan oleh orang atau kelompok di dalam


(28)

suatu organisasi dan mengendalikan bagaimana orang atau kelompok tersebut berinteraksi satu sama lain dan dengan stakeholder di luar organisasi. Selain itu, Vandeveer dan Menefee (2006:189) mendefinisikan budaya organisasi sebagai individu-individu di dalam suatu organisasi yang memiliki persepsi yang serupa dan berbagi nilai inti – suatu rangkaian peraturan dasar atau petunjuk untuk memberikan dasar pemahaman bagi anggota di dalam kelompok dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Staw (1991:313) mengemukakan budaya organisasi adalah pola dari dasar asumsi-asumsi yang diciptakan, ditemukan dan dikembangkan dalam proses belajar untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan adaptasi terhadap eksternal dan integrasi internal – pola asumsi-asumsi yang bekerja dengan cukup baik sehingga cukup untuk dikatakan valid dan oleh karenanya, diajarkan pada anggota organisasi yang baru sebagai cara yang benar untuk melakukan persepsi,berpikir dan merasakan relasi permasalahan tersebut. Sashkin dan Rosenbach (2013:3) mendefinisikan budaya organisasi sebagai nilai dan kepercayaan yang saling dibagikan di antara anggota organisasi tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka secara garis besar budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai, keyakinan, pola-pola asumsi yang dibagikan dan diyakini kebenarannya sehingga dijadikan sebagai petunjuk mengenai bagaimana anggota organisasi menjalankan tugasnya, saling berinteraksi satu dengan lainnya, memecahkan masalah, dan beradaptasi dengan lingkungan luar (Cooke & Szumal, seperti yang dikutip dalam Glisson, 2005;


(29)

Glisson, 2005; Hills & Joones, seperti yang dikutip dalam Mehr, 2012; Staw, 1991; Vandefeer & Menefee, 2006; Sashkin & Rosenbach, 2013)

2.1.2.2 Dimensi Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki 5 dimensi, yaitu managing change, achieving goals,

coordinating teamwork, cultural strength dan customer orientation (Sashkin & Rosenbach, 2013:4-6).

1. Managing change

Bagaimana organisasi mampu beradaptasi dan mengatasi secara efektif terhadap perubahan yang ada di dalam lingkungan. Organisasi adalah sistem yang terbuka karena semua organisasi terbuka, hingga batas tertentu, terhadap pengaruh dari lingkungan. Fakta ini semakin terlihat jelas sekarang ini, dimana teknologi dan sosial berubah secara cepat dibandingkan masa lampau. 2. Achieving goals

Seluruh organisasi harus mencapai sejumlah target atau tujuan untuk klien atau pelanggan. Peran klien atau pelanggan sangat penting dalam perusahaan mengembangkan skala-skala tertentu untuk mengukur orientasi pelanggan. Perusahaan yang memiliki tujuan yang fokus dan terjabarkan dengan jelas memiliki pengaruh yang kuat terhadap kesuksesan dan pencapaian perusahaan.

3. Coordinating teamwork

Kemampuan suatu organisasi untuk bertahan bergantung pada sebaik apa usaha masing-masing individu dan kelompok dalam organisasi saling terikat,


(30)

terkornisasi dan tersusun sehingga usaha setiap orang dalam kelompok dapat secara efektif selaras satu dengan yang lainnya.

4. Cultural strength

Setiap organisasi memiliki budaya yang terbentuk dari pola nilai dan keyakinan yang dibagikan oleh beberapa, sebagian besar atau seluruh anggota organisasi. Ketika ada banyak nilai dan keyakinan yang berbeda dalam suatu organisasi, ikatan budaya tersebut akan semakin longgar. Tetapi juga nilai dan keyakinan dalam suatu kelompok dibagikan secara kuat oleh sebagian besar atau seluruh anggota organisasi, maka budaya tersebut akan semakin kuat dan akan semakin jelas terlihat.

5. Customer orientation

Organisasi terkadang memliki tujuan yang spesifik terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah produk atau jasa tersebut selaras dengan apa yang diinginkan oleh klien atau pelanggan. Betapapun kuatnya suatu budaya dan betapapun baiknya fungsi-fungsi organisasi tersebut mampu memiliki kinerja yang baik, jika tidak ada yang menginginkan apa yang organisasi tersebut hasilkan atau lakukan, maka organisasi tersebut tidak akan sejahtera.

2.1.2.3 Anteseden Budaya Organisasi

Budaya organisasi terbentuk karena seseorang mengambil peran pemimpin ketika melihat bagaimana kemampuan sejumlah orang mampu mencapai sesuatu yang tidak mungkin dicapai oleh seorang diri (Schein, 2010:3; Staw, 1991:315).


(31)

Greenberg dan Baron, seperti yang dikutip dalam Yuwono, Suhariadi, Handoyo, Fajrianthi & Septarini (2005:258-259), mengemukakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan budaya organisasi yaitu pendiri organisasi, interaksi internal.

2.1.2.4 Konsekuensi Budaya Organisasi

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa:

- Kepuasan kerja (Lund, 2003:228; Chang & Lee, 2007:176). Budaya organisasi

secara signifikan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.

- Budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen

organisasi (Ghina, 2012:167). Penelitian ini mengungkapkan bahwa budaya organisasi adalah salah satu penyebab munculnya sikap karyawan terhadap organisasi untuk mengikatkan diri dan tetap berada di dalam suatu organisasi.

- Organizational citizenship behavior (Mohanty & Rath, 2013:72). Hasil penelitian ini mengungkapkan seluruh aspek budaya organisasi memengaruhi OCB secara positif. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kerangka tertentu budaya organisasi memiliki potensi untuk membentuk OCB karyawan dalam suatu organsisasi sehingga muncul asumsi bahwa apabila budaya organisasi ditumbuhkan dalam suatu organsiasi, maka akan memunculkan perilaku OCB.

- Kesehatan mental (Glisson, 2005:442). Manager yang suportif,

mengembangkan kemampuan individu, membina hubungan interpersonal yang positif, dan memotivasi individu untuk mencapai kesuksesan berdampak pada kesehatan mental individu.


(32)

- Kreativitas (Tajali, 2013:1241). Terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dan kreativitas.

Robbins (2011:558-559) mengemukakan konsekuensi budaya organisasi sebagai berikut ini :

- Budaya organisasi dapat menciptakan iklim organisasi. Iklim organisasi

mengacu pada persepsi anggota suatu organisasi yang dibagikan bersama tentang organisasi mereka dan lingkungan pekerjaan.

- Budaya organisasi meningkatkan komitmen organisasi.

- Budaya organisasi meningkatkan konsistensi perilaku karyawan, diaman hal

ini secara jelas menguntungkan bagi perusahaan.

2.1.3 Gaya Kepemimpinan 2.1.3.1 Konsep Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah pengaruh yang membentuk perilaku dan nilai orang lain (Schein, 2010:3). Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses memengaruhi suatu kelompok yang terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Hughes, 2012:5). Robbins (2011:410) mengemukakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai visi atau tujuan tertentu.

Kepemimpinan adalah bagaimana pemimpin memotivasi subordinatnya untuk mencapai tujuan tertentu (House, dalam Northouse, 2004:123). Northouse (2004:3) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses dimana individu memengaruhi sekelompok individu lainnya untuk mencapai tujuan yang sama. Northouse mengemukakan empat komponen yang diidentifikasikan sebagai


(33)

fenomena utama di dalam kepemimpinan yaitu (a) kepemimpinan adalah proses, (b) kepemimpinan adalah pengaruh, (c) kepemimpinan berlaku dalam konteks kelompok, dan (d) kepemimpinan melibatkan pencapaian tujuan.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka kepemimpinan dapat dirangkum sebagai kemampuan, proses memengaruhi dan memotivasi sekelompok individu untuk mencapai visi atau tujuan tertentu yang membentuk perilaku dan nilai individu (Hughes, 2012; House, dalam Northouse, 2004; Robbins, 2011; Schein, 2010).

2.1.3.2 Teori Kontingensi

Berdasarkan teori kontingensi, kepemimpinan adalah proses yang melibatkan aspek pemimpin, pengikut dan situasi. Efektivitas suatu organisasi dapat dimaksimalkan jika pemimpin mampu membuat perilaku para pengikutnya sejalan antara situasi tertentu dan karakteristik pengikut itu sendiri (Hughes, 2012:520).

Berikut ini adalah beberapa teori kepemimpinan yang berdasarkan prinsip kontingensi yang terdapat dalam Hughes (2012:521, 530-531)

1. Leader-Member Exchange (LMX) theory

Teori ini membahas bagaimana interaksi pemimpin dengan anggota kelompoknya. Pemimpin tidak memperlakukan semua pengikutnya secara seragam dan sama rata. Secara umum, kelompok ini terbagi menjadi dua


(34)

pemimpin dan pengikut berkualitas rendah, tidak adanya relasi interpersonal ketika menjalankan suatu kewajiban.

Sedangkan pada in-group, pemimpin membentuk hubungan yang

berkualitas tinggi, yang melebihi tuntutan pekerjaannya. Hubungan ini menguntungkan kedua belah pihak. Sebagai imbalan atas kinerja kerja yang

tinggi dari subordinat, pemimpin dapat memberikan empowerment,

sponsorship dan mentoring. 2. Situational Leadership Model

Pada model kepemimpinan situasional, keefektifan seorang pemimpin tergantung pada fleksibilitasnya terhadap subordinat yang berbeda dengan memberikan perlakuan yang berbeda-beda. Teori ini membagi dua struktur yang membentuk model kepemimpinan situasional.

Struktur yang pertama adalah task behavior, yaitu sejauh mana pemimpin

mengutarakan tanggung jawab individu dan kelompok. Task behavior

mencakup mengutarakan apa yang harus dilakukan oleh subordinat, bagaimana melakukannya, kapan harus melakukannya, dan siapa yang akan

melakukannya. Struktur yang kedua adalah relationship behavior, yaitu

seberapa banyak pemimpin terlibat dalam komunikasi dua arah. Relationship behavior mencakup mendengarkan, mendorong, memfasilitasi, mengklarifikasi, menjelaskan mengapa suatu tugas itu penting, dan memberikan dukungan.


(35)

Gambar 2.1 Situational leadership

(Sumber : Hughes, Ginnet dan G. J. Curphy. 2012:531)

3. Path-goal Theory

Path-goal theory pada awalnya dikembangkan oleh Evans (1970) dan kemudian dimodifikasi oleh House (1971), dirancang untuk mengidentifikasi gaya yang dipraktekkan oleh para pemimpin pada umumnya untuk memotivasi

subordinatnya dalam mencapai tujuan Path-goal theory mendorong gagasan

bahwa motivasi memegang peranan penting dalam bagaimana supervisor dan subordinatnya berinteraksi, dan bagaimana subordinat tersebut meraih keberhasilan melalui interaksi yang dilakukan oleh supervisor dan subordinat (Murdoch, 2013:15).

Path-goal theory menggunakan asumsi dasar yang sama dengan teori ekspektansi. Pemimpin yang efektif akan menyediakan atau memastikan

ketersediaan penghargaan bagi pengikutnya (the goal) dan membantu mereka


(36)

dengan hal tersebut, pemimpin akan membantu pengikutnya untuk mengidentifikasi dan menyingkirkan hambatan dan menghindari jalan buntu. Pemimpin juga akan memberikan dukungan emosional saat diperlukan (Robbins, 2011:418-419).

Tugas dan tanggung jawab pemimpin ini akan memengaruhi meningkatnya peluang pengikut untuk mengerahkan dirinya dalam berkinerja dan ekspektansi untuk mendapatkan penghargaan setelah menampilkan kinerja. Dengan kata lain, perilaku pemimpin akan memperkuat keyakinan pengikutnya bahwa jika mereka mengeluarkan sejumlah usaha tertentu, mereka akan mampu menyelesaikan sebuah tugas dan jika mereka menyelesaikan tugas itu, mereka akan mendapatkan hasil yang dihargai (Northouse, 2004:123-124).

Path-goal theory tersusun atas tiga struktur yaitu leaders behaviors, followers dan situation (Hughes, 2012)

1. Leader behaviors

Path-goal theory mengasumsikan bahwa pemimpin bisa menggunakan berbagai gaya kepemimpinan yang berbeda pada pengikut yang berbeda, tetapi juga bisa menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda pada pengikut yang sama tetapi dalam situasi yang berbeda.


(37)

Tabel 2.2 Gaya kepemimpinan path-goal theory Directive

leadership

Pemimpin memberi tahu pengikutnya apa yang

diharapkan, bagaimana melakukannya, kapan harus dilakukan dan bagaimana pekerjaan mereka selaras dengan pekerjaan orang lain. Perilaku ini meliputi melakukan penjadwalan, membentuk norma-norma, dan menjelaskan ekspektasi yang diharapkan dari pengikut dalam prosedur dan regulasi.

Supportive leadership

Supportive behavior mencakup membina relasi yang

ramah, mengekspresikan kepedulian terhadap

kesejahteraan pengkut serta kebutuhannya, dan membuka diri terhadap pengikutnya. Perilaku ini ditandai dengan memperlakukan pengikut sama rata sambil menyadari perbedaan status antara pemimpin dan pengikutnya.

Participative leadership

Pemimpin dan pengikutnya saling berbagi mengenai masalah yang berkaitan dengan pekerjaan, mendengarkan saran, perhatian dan rekomendasi pengikutnya, dan mempertimbangkan masukan dari pengikut dalam proses pengambilan keputusan.

Achievement-oriented leadership

Pemimpin menampilkan perilaku menuntut dan

mendukung dalam interaksinya dengan peingkut.

Pemimpin akan membuat target yang menantang untuk kelompoknnya, dan secara terus menerus mencari cara


(38)

untuk meningkatkan kinerja kelompok. Pemimpin dengan gaya seperti ini mengharapkan pengikutnya untuk selalu menampilkan kinerja yang tinggi. Pemimpin juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap pengikutnya bahwa pengikutnya mampu untuk menampilkan usaha yang cukup, mampu untuk mencapai hasil yang diharapkan, dan lebih jauh lagi akan memberikan tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang.

(Sumber : Northouse, 2004:125-127)

2. The followers

Dalam path-goal theory, terdapat dua variable pengikut yaitu yang berkaitan dengan kepuasan pengikut dan yang berkaitan dengan persepsi pengikut terhadap kemampuannya dibandingkan dengan tugas yang mampu diselesaikannya. Dalam konteks kepuasan kerja pengikut, pengikut akan mendukung pemimpinnya sepanjang pengikut melihat perilaku pemimpinnya berarti meningkatkan kepuasan mereka. Kepuasan pengikut tidak hanya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, tetapi juga oleh karakter dan locus of control mereka.

3. The situation

Variabel lainnya yang terdapat dalam teori ini adalah situasi yang di dalamnya terdapat tugas, sistem otoritas formal dan kelompok kerja utama. Ketiga faktor ini mampu memengaruhi kepemimpinan sebagai faktor motivasional, atau faktor yang menghambat perilaku pengikut, atau sebagai penghargaan. Selain


(39)

memengaruhi pemimpin, situasi juga berpengaruh terhadap kepuasan pengikut yaitu dalam kemampuan, keterampilan atau kepribadian.

2.1.3.3 Konsekuensi Kepemimpinan

Path-goal theory mengemukakan bahwa, tergantung pada pengikut dan situasi, gaya kepemimpinan yang berbeda dapat meningkatkan penerimaan pengikut terhadap pemimpin, meningkatkan kepuasan kerja, dan meningkatkan ekspetansi bahwa usaha yang mereka lakukan dapat menghasilkan kinerja yang efektif dan diikuti dengan penghargaan (Hughes, Ginnett & Curphy; 2012:542).

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, kepemimpinan dapat mempengaruhi beberapa variabel, diantaranya :

- Kepuasan kerja (Rizi, 2013:9; Wallace, 1995:187). Kepuasan kerja

dipengaruhi secara positif oleh gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan tertentu dalam situasi tertentu di tempat kerja berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan. Semakin kuat pengaruh gaya kepemimpinan, semakin besar kepuasan kerjanya.

- Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap learning organization (Chang &

Lee, 2007:176). Bila organisasi mampu menggunakan kepemimpinan dengan baik, organisasi akan mungkin menciptakan visi yang dibagikan bersama lebih tinggi disbanding sebelumnya, mampu mengembangkan individu dan mampu berkorporasi secara sistematis.

- Budaya organisasi (Wallace, 1995:187). Gaya kepemimpinan memiliki


(40)

dihasilkan oleh kepemimpinan yang menekankan budaya pada anggota kelompoknya.

2.1.3.4 Fungsi Pemimpin Dalam Sektor Pelayanan Kesehatan

Flarey, dalam Marquis dan Huston (2003:20-21) mengemukakan agar rumah sakit mampu untuk menghadapi perubahan yang cepat dalam sektor kesehatan, maka organisasi memerlukan peran pemimpin berdasarkan proses manajemen sumber daya manusia berikut ini:

- Mobilizing

Pemimpin harus mampu memberikan pengaruh kepada subordinatnya untuk menerima perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

- Enabling

Pemimpin harus menjadi pelatih dan mentor bagi karyawannya salah satunya

dengan empowerment.

- Defining

Pemimpin harus menciptakan tujuan yang cukup tinggi dengan mengambil resiko untuk masa depan organisasi.

- Measuring

Pemimpin harus mengukur kinerja organisasi secara terus menerus, salah satunya dengan mengukur kepuasan konsumen.


(41)

- Communicating

Pemimpin harus mengkomunikasikan tujuan dan budaya organisasi, oleh karenanya organisasi membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjabarkan secara detail, sekaligus efektif dan antusias.

2.1.4 Kepuasan Kerja

2.1.4.1 Konsep Kepuasan Kerja

Berikut ini adalah beberapa definisi kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah:

- Sebuah perasaan postif terhadap pekerjaan yang dihasilkan dari evaluasi atas

karakteristik-karakteristiknya (Robbins & Judge, 2011:114),

- perasaan positif dan negatif serta sikap yang dihayati terhadap pekerjaan (Schultz & Schultz, 1994:271),

- kondisi emosional yang menyenangkan sebagai hasil dari penilaian kerja dan

pengalaman kerja seseorang (Locke, seperti yang dikutip dalam McKenna, 2000:277),

- respon emosional positif yang muncul dari penilaian kerja atau aspek spesifik

dalam pekerjaan (Smith, seperti yang dikutip dalam Rizi, 2013:8).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka kepuasan kerja dapat disimpulkan sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan yang muncul dari hasil penilaian kerja atau aspek spesifik dalam pekerjaan, dan pengalaman seseorang (Locke, seperti yang dikutip dalam McKenna, 2000; Robbins & Judge, 2015; Smith, seperti yang dikutip dalam Rizi, 2013; Schultz & Schultz, 1994 p.271).


(42)

2.1.4.2 Dimensi Kepuasan Kerja

Smith, Kendall dan Hulin dalam Luthans (2011:141-142) mengemukakan lima dimensi yang membentuk kepuasan kerja,yaitu

1. The work itself. Sejauh mana pekerjaan tersebut mampu menyediakan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

2. Pay. Sejauhmana upah yang diterima oleh karyawan dan derajat

bagaimana upah tersebut dirasakan sesuai dibandingkan dengan orang lain di dalam organisasi.

3. Promotion opportunities. Kesempatan untuk memperoleh promosi di dalam organsiasi.

4. Supervision. Sejauh mana kemampuan supervisor untuk memberikan bimbingan secara teknis dan bimbingan terhadap karyawan.

5. Coworkers. Derajat sejauh mana rekan kerja dirasakan mampu secara kemampun teknis dan memberikan dukungan sosial.

2.1.4.3 Anteseden Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja tergantung pada faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, mulai karakter pekerjaan dan lingkungan pekerjaan itu sendiri, serta faktor personal yang meliputi usia, kesehatan, jumlah pengalaman kerja, stabilitas emosi, status sosial, aktivitas rekreasional, keluarga dan relasi sosial lainnya (Schultz & Schultz, 1994:277-281). Berikut ini adalah faktor personal yang memengaruhi kepuasan kerja


(43)

Aamodt (2010:367) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan

munculnya kepuasan kerja adalah individual predisposition, satisfaction with life,

job expectations, organizational fit, perceptions of fairness, coworkers, stressors,

dan the job itself. McKenna (2000:277-278) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kepuasan kerja, yaitu:

1. Gaji dan tunjangan. Pentingnya keadilan dalam pemberian penghargaan

adalah faktor yang harus dipertimbangkan (Witt & Nye, 1992).

2. Promosi. Level kepuasan kerja tergantung pada sistem yang diterima

untuk melakukan pekerjaan, baik itu sistem berdasarkan merit atau senioritas, atau sistem lainnya.

3. Pekerjaan. Pekerjaan yang di dalamnya meliputi (1) keterampilan yang

digunakan untuk melakukan tugas pekerjaan (Glisson & Durick, 1988); (2) ketertarikan dan tantangan moderat yang muncul dari pekerjaan tersebut (Katzell, Thompson & Guzzo, 1992); (3) ambiguitas dalam pekerjaan, bagaimana individu-individu mengerti pekerjaan mereka secara jelas (Glisson & Durick, 1988).

4. Kepemimpinan. Pemimpin yang people centred dan pemimpin yang

partisipatif menentukan kepuasan kerja (Miller & Monge, 1986).

5. Kelompok kerja. Kelompok kerja internal dan rekan kerja yang suportif memiliki fungsi nilai dimana mereka biasanya akan menghalangi ketidakpuasan tersebut muncul ke permukaan, dibandingkan dengan meningkatkan kepuasan kerja.


(44)

6. Kondisi kerja. Jika kondisi tempat bekerja baik, nyaman, dan aman, bila diatur dengan tepat akan memengaruhi kepuasan kerja.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:

- Kepuasan kerja (Lund, 2003:228; Chang & Lee, 2007:176). Budaya organisasi

secara signifikan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.

- Kepuasan kerja (Rizi, 2013:9; Wallace, 1995:187). Kepuasan kerja

dipengaruhi secara positif oleh gaya kepemimpinan.

- The operation of learning organization memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja (Chang & Lee, 2007:176)

2.1.4.4 Konsekuensi Kepuasan Kerja

Robbins & Judge (2011:119-121) mengemukakan dampak kepuasan kerja sebagai berikut:

1. Kinerja

Bila dilihat pada level organisasi, bukan individual, organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan dengan organisasi dengan karyawan yang lebih tidak puas .

2. Organizational Citizenship Behavior

Karyawan yang puas akan cenderung membicarakan hal yang positif dengan organisasi, membantu orang lain, dan bekerja melebihi apa yang diharapkan dalam pekerjaannya. Lebih lanjut, karyawan yang puas lebih


(45)

mau untuk mengerjakan tugas di luar pekerjaan mereka karena mereka ingin mendapatkan pengalaman yang postif. Beberapa penelitian berikutnya mengatakan kepuasan kerja memengaruhi OCB melalui persepsi keadilan.

3. Kepuasan pelanggan

Karyawan yang puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh pelanggan. Kualitas ini membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan.

4. Absenteeism

Ada hubungan negatif yang moderat antara kepuasan kerja dan absenteeism. Karyawan yang tidak puas akan lebih sering meninggalkan pekerjaan, sedangkan karyawan yang lebih puas cenderung memiliki kehadiran yang lebih tinggi dibanding karyawan yang lebih tidak puas. 5. Turnover

Ada hubungan negatif antara kepuasan kerja dan turnover, namun untuk hal ini, hubungannya lebih kuat dibandingkan absenteeism. Meskipun demikian, ada faktor-faktor lain di luar kepuasan yang juga memengaruhi kecenderungan seseorang untuk meninggalkan organisasi, seperti kondisi bursa kerja, harapan terhadap peluang pekerjaan lainnya, dan posisi seseorang dalam organisasi tersebut. Penelitian sebelumnya mendapati adanya moderator antara kepuasan kerja dan turnover yaitu level kinerja karyawan. Secara spesifik, tingkat kepuasan lebih tidak penting digunakan


(46)

untuk memprediksi turnover bagi superior performes karena organisasi biasanya memberikan effort yang lebih terhadap individu tersebut, baik dalam hal kenaikan gaji, pujian, pengakuan, kesempatan promosi dan selanjutnya. Namun hal sebaliknya terjadi pada individu dengan poor performance. Mereka kemungkinan akan merasakan tekanan yang lebih besar yang mendorong mereka untuk berhenti. Oleh karenanya, kepuasan

kerja lebih signifikan memengaruhi poor performers untuk tetap bertahan

dalam organisasi dibandingkan dengan superior performers.

6. Perilaku menyimpang di tempat kerja

Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku khusus, termasuk upaya pembentukan serikat kerja, penyalahgunaan hakikat, pencurian di tempat kerja, pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku ini adalah indikator sebuah sindrom yang lebih luas yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (atau penarikan diri karyawan).

Robbins dan Judge (2015:52-53) membedakan dua dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif untuk memahami konsekuensi ketidakpuasan, sebagai berikut:

- Keluar. Respon keluar mengarahkan perilaku untuk meninggalkan organisasi,

termasuk mencari sebuah posisi yang baru serta pengunduran diri.

- Suara. Respon suara termasuk secara aktif dan konstruktif mencoba untuk

memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan mengambil beberapa bentuk aktivitas serikat.


(47)

- Kesetiaan. Respon kesetiaan berarti secara pasif tetapi optimis menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi saat menghadapi kritikan eksternal.

- Pengabaian. Respon pengabaian secara pasif membiarkan kondisi-kondisi itu

memburuk, termasuk absen atau keterlambatan kronis, berkurangnya usaha, dan tingkat kesalahan yang bertambah.

Gambar 2.2 Respon-respon terhadap Ketidakpuasan Kerja


(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang budaya organisasi dan gaya kepemimpinan yang mengambil studi pada tenaga perawat Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Budaya organisasi di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta dalam penelitian ini ada dalam kategori lemah, artinya budaya organisasi belum sepenuhnya dapat dipahami secara baik oleh perawat. Padahal budaya organisasi berdampak pada kesuksesan suatu organisasi. Organisasi yang sukses adalah hasil dari budaya yang kuat dan positif. Budaya organisasi dan sistem di dalam industri kesehatan mempengaruhi rendahnya kesalahan medis dan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.

2) Gaya kepemimpinan yang menonjol di Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta pada penelitian ini adalah adalah gaya kepemimpinan achievement oriented style dan directive style, yang keduanya berada pada kategori moderat. Artinya, perawat menghayati pemimpinnya memberikan pemahaman yang jelas akan tugas dan tanggung jawabnya, serta mendorong perawat untuk mencapai tujuan tersebut. Selain


(49)

itu, pemimpin memberikan arahan yang jelas dalam memberikan tugas dan penerapan norma serta kebijakan yang berlaku.

3) Budaya organisai dan gaya kepemimpinan secara simultan mempengaruhi kepuasan kerja pada tenaga perawat Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta, namun apabila dilihat secara parsial pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

i) Budaya organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, artinya semakin baik budaya organisasi yang terbentuk dalam lingkungan Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta, tidak mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan kerja perawat secara signifikan.

ii) Gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja, dimana semakin kuat gaya kepemimpinan yang terbentuk dalam lingkungan Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta, maka semakin baik kepuasan kerja yang dihayati oleh perawat.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka peneliti ingin mengajukan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi Rumah


(50)

Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi di Jakarta, yaitu antara lain:

1) Meningkatkan pemahaman dan internalisasi budaya organisasi yang sudah ada diantaranya dengan memberikan pelatihan dan mengevaluasi budaya organisasi secara berkala, dengan dibantu oleh peran pemimpin.

2) Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Jakarta secara kontinyu melakukan evaluasi terhadap tujuan dan target yang akan dicapai, serta mendorong peran perawat untuk menentukan tujuan atau target yang berhubungan dengan pekerjaan. Peran pemimpin dalam mengarahkan dan mendorong perawat untuk mencapai target tertentu akan berdampak bagi kepuasan kerjanya.

3) Memberikan kesempatan bagi pegawai yang memiliki kompetensi yang baik untuk mendapat promosi sesuai dengan kemampuannya, serta memberikan penghargaan yang disesuaikan dengan kompetensi masing-masing.


(51)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Aamodt, Michael G. 2010. Industrial/organizational psychology. 6th edition. Belmont : Cengage learning.

Cascio, Wayne F. 2003. Managing human resources : Productivity, quality of work life, profits. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Cushway, Barry. 1994. The fast-track MBA series : Human resource management. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

De Cenzo, David A. dan S.P. Robbins. 1996. Human resource management. 5th edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Dessler, Gary. 2015. Human resource management. Global edition. 14th edition. Harlow : Pearson Education Limited

Gomez-Mezia, Luis R. dan R.L. Cardy. 2012. Managing human resources. 7th edition. New Jersey : Pearson.

Hughes, Richard L., R. C. Ginnet dan G. J. Curphy. 2012. Leadership : Enhancing the lessons of experience. 7th edition. New York : McGraw-Hill.

Jewel, Linda M. dan M. Siegall,. 1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Arcan.

Kreitner, R., dan A. Kinicki. 2001. Organizational behavior. 5th edition. New York : McGraw Hill.


(52)

Luthans, Fred. 2011. Organizational behavior. 12th edetion. Boston : McGraww Hill International Edition.

Marquis, Bessie L. dan C. J. Huston. 2003. Leadership roles and management functions in nursing : Theory and application. 4th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

McKenna, Eugene. 2000. Business psychology and organisational behaviour. A student’s handbook. 3rd

edition. Philadephia : Taylor & Francis Inc.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Noe, Raymod A., J.R. Hollenbeck, B. Gerhart, dan P.M. Wright. 2006. Human resource management. Gaining a competitive advantage. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Northouse, Peter G. 2004. Leadership : Theory and practice. 3rd edition. California : Sage Publication, Inc.

Robbins, Stephen P. dan T.A. Judge. 2011. Organizational behavior. 14th edition. New Jersey : Pearson Education Limited.

Robbins, Stephen P., T.A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi. Edisi 16. Jakarta : Salemba Empat.

Schein, Edgar H. 2010. Organizational Culutre and Leadership. 4th edition. San Fransisco : Jossey-Bass.


(53)

Schultz, Duane P. dan S. E. , Schultz. 1994. Psychology and work today : An introduction to industrial and organizational psychology. 6th edition. New York : Macmillan Publishing Company.

Staw, B. M. 1991. Psychological dimensions of organizational behavior. New York : Macmillan Publishing Company.

Sugiyono. 2011. Metode penelitian pendidikan : Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sunjoyo, Setiawan R., V. Carolina, N. Magdalena, A. Kurniawan. 2002. Aplikasi SPSS untuk smart riset (Program IBM SPSS 21.0). Bandung : Alfabeta.

Umar, Husein. 2013. Metode penelitian untuk skripsi dan tesis bisnis. Edisi kedua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Vandeveer, Rodney C., M. L. Menefee. 2006. Human behavior in organizations. London : Pearson College Division.

Yuwono, I., F. Suhariadi, S. Handoyo, M. B. S. Fajrianthi, dan B. G. Septarini. 2005. Psikologi industri dan organisasi. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.


(54)

DAFTAR REFERENSI

Chang, Su-Chao dan M-S. Lee. (2007). A study on relationship among leadership, organizational culture, the operation of learning organization and

employees’ job satisfaction. The learning organization 14(2). 155-186

Ghina, A. (2012). The influence of corporate culture on organizational commitment : Case study of civil government organization in Indonesia. International journal of basic and applied science. 1(2). 156-170

Glisson, Charles., Green, Philip. (2005). The effects of organizational culture and climate on the access to mental health care in child welfare and juvenile justice systems. Administration and policy in mental health and mental health services. 33(4). 433-448.

Khatri, Naresh., Bajeva, Alok., Boren, Suzanne A., Mammo, Abate. (2006). Medical errors and quality of care: from conrol to commitment. California management review. 48(3). 115-141.

Khatri, Naresh., Budhwar, Pawan S. (2002). A study of strategic HR issues in an Asian context. Personel Review. 31(2). 166-188.

Khatri, Naresh., Wells, Jack., McKune, Jeff., Brewer, Mary. (2010). Strategic human management issues in hospitals: A study of a university and a community hospital. Hospital Topics. 84(4). 9-20


(55)

Lok, Peter., Crawford, John. (2004). The effect of organizational culture and leadership style on job satisfaction and organizational commitment. Journal of management development. 23(4). 321-338.

Lund, Daulatram B. (2003). Organizational culture and job satisfaction. Journal of business and industrial marketing, 18(3).219-236.

Mehr, Shagyegh K., Kenari, Bita A., Emadi, Somayeh., Hoseini, Maryam S. (2012). Relationship between organizational culture with effectiveness of staffs of physical education offices of Mazandaran province. European journal of experimental biology. 2(3). 781-785.

Murdoch, Leana Polston. (2013). An investigation of path-goal theory, relationship of leadership style, supervisor-related commitment, and gender. Emerging leadership journeys. 6(1). 13-44.

Murrels, Trevor., Robinson, Sarah., Griffiths, Peter. (2008). Job satisfaction trends

during nurse’s early career. BMC Nursing. 7(7). 1-13.

Rizi, Rezyan M., Azadi, Aida., Farsani, Maryan E., Aroufzad, Shahram. 2013. Relationship between leadership styles and job satisfaction among physical education organizations employees. European journal of sports and exercise science. 2(1). 7-11

Sashkin, Marshall., Rosenbach, William E. (2013). Organizational culture assessment questionnaire. International and Pan-American Copyright Conventions.


(56)

Stanton, Jeffrey M., Sinar, Evan F., Balzer, William K., Julian, Amanda L. Thoresen, Paul., Aziz, Shahnaz., Fisher, Gwenith G., Smith, Patricia C. (2001). Development of a compact measure of job satisfaction: The abridged job descriptive index. Educational and psychological measurement. 61(6). 1104-1122.

Strydom, Annalie., Roodt, Gert. (2006). Developing a predictive model of subjective organizational culture. Journal of industrial psychology. 32(4). 15-25.

Tajali, Seyyed A., Safania, Ali M., Moosavi, Seyyed J. (2013). The relationship between organizational culture and creativity in physical education experts in university of applied science and technology. International journal of sport studies. 3(11). 1237-1245

Wallace, Mike., Weese, James. (1995). Leadership, organizational culture, and job satisfaction in canadian CA Organizations. Journal of sport management. 9. 182-193


(1)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Aamodt, Michael G. 2010. Industrial/organizational psychology. 6th edition.

Belmont : Cengage learning.

Cascio, Wayne F. 2003. Managing human resources : Productivity, quality of

work life, profits. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Cushway, Barry. 1994. The fast-track MBA series : Human resource

management. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

De Cenzo, David A. dan S.P. Robbins. 1996. Human resource management. 5th

edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Dessler, Gary. 2015. Human resource management. Global edition. 14th edition.

Harlow : Pearson Education Limited

Gomez-Mezia, Luis R. dan R.L. Cardy. 2012. Managing human resources. 7th

edition. New Jersey : Pearson.

Hughes, Richard L., R. C. Ginnet dan G. J. Curphy. 2012. Leadership :

Enhancing the lessons of experience. 7th edition. New York : McGraw-Hill.

Jewel, Linda M. dan M. Siegall,. 1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern.

Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Arcan.


(2)

Luthans, Fred. 2011. Organizational behavior. 12th edetion. Boston : McGraww

Hill International Edition.

Marquis, Bessie L. dan C. J. Huston. 2003. Leadership roles and management

functions in nursing : Theory and application. 4th edition. Philadelphia :

Lippincott Williams & Wilkins.

McKenna, Eugene. 2000. Business psychology and organisational behaviour. A student’s handbook. 3rd

edition. Philadephia : Taylor & Francis Inc.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Noe, Raymod A., J.R. Hollenbeck, B. Gerhart, dan P.M. Wright. 2006. Human resource management. Gaining a competitive advantage. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Northouse, Peter G. 2004. Leadership : Theory and practice. 3rd edition.

California : Sage Publication, Inc.

Robbins, Stephen P. dan T.A. Judge. 2011. Organizational behavior. 14th edition.

New Jersey : Pearson Education Limited.

Robbins, Stephen P., T.A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi. Edisi 16. Jakarta : Salemba Empat.

Schein, Edgar H. 2010. Organizational Culutre and Leadership. 4th edition. San


(3)

Schultz, Duane P. dan S. E. , Schultz. 1994. Psychology and work today : An

introduction to industrial and organizational psychology. 6th edition. New

York : Macmillan Publishing Company.

Staw, B. M. 1991. Psychological dimensions of organizational behavior. New York : Macmillan Publishing Company.

Sugiyono. 2011. Metode penelitian pendidikan : Pendekatan kuantitatif, kualitatif,

dan R&D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sunjoyo, Setiawan R., V. Carolina, N. Magdalena, A. Kurniawan. 2002. Aplikasi

SPSS untuk smart riset (Program IBM SPSS 21.0). Bandung : Alfabeta.

Umar, Husein. 2013. Metode penelitian untuk skripsi dan tesis bisnis. Edisi kedua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Vandeveer, Rodney C., M. L. Menefee. 2006. Human behavior in organizations. London : Pearson College Division.

Yuwono, I., F. Suhariadi, S. Handoyo, M. B. S. Fajrianthi, dan B. G. Septarini. 2005. Psikologi industri dan organisasi. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.


(4)

DAFTAR REFERENSI

Chang, Su-Chao dan M-S. Lee. (2007). A study on relationship among leadership, organizational culture, the operation of learning organization and employees’ job satisfaction. The learning organization 14(2). 155-186

Ghina, A. (2012). The influence of corporate culture on organizational commitment : Case study of civil government organization in Indonesia.

International journal of basic and applied science. 1(2). 156-170

Glisson, Charles., Green, Philip. (2005). The effects of organizational culture and climate on the access to mental health care in child welfare and juvenile justice systems. Administration and policy in mental health and mental

health services. 33(4). 433-448.

Khatri, Naresh., Bajeva, Alok., Boren, Suzanne A., Mammo, Abate. (2006). Medical errors and quality of care: from conrol to commitment. California

management review. 48(3). 115-141.

Khatri, Naresh., Budhwar, Pawan S. (2002). A study of strategic HR issues in an Asian context. Personel Review. 31(2). 166-188.

Khatri, Naresh., Wells, Jack., McKune, Jeff., Brewer, Mary. (2010). Strategic human management issues in hospitals: A study of a university and a community hospital. Hospital Topics. 84(4). 9-20


(5)

Lok, Peter., Crawford, John. (2004). The effect of organizational culture and leadership style on job satisfaction and organizational commitment. Journal

of management development. 23(4). 321-338.

Lund, Daulatram B. (2003). Organizational culture and job satisfaction. Journal of

business and industrial marketing, 18(3).219-236.

Mehr, Shagyegh K., Kenari, Bita A., Emadi, Somayeh., Hoseini, Maryam S. (2012). Relationship between organizational culture with effectiveness of staffs of physical education offices of Mazandaran province. European

journal of experimental biology. 2(3). 781-785.

Murdoch, Leana Polston. (2013). An investigation of path-goal theory, relationship of leadership style, supervisor-related commitment, and gender.

Emerging leadership journeys. 6(1). 13-44.

Murrels, Trevor., Robinson, Sarah., Griffiths, Peter. (2008). Job satisfaction trends during nurse’s early career. BMC Nursing. 7(7). 1-13.

Rizi, Rezyan M., Azadi, Aida., Farsani, Maryan E., Aroufzad, Shahram. 2013. Relationship between leadership styles and job satisfaction among physical education organizations employees. European journal of sports and exercise

science. 2(1). 7-11

Sashkin, Marshall., Rosenbach, William E. (2013). Organizational culture assessment questionnaire. International and Pan-American Copyright


(6)

Stanton, Jeffrey M., Sinar, Evan F., Balzer, William K., Julian, Amanda L. Thoresen, Paul., Aziz, Shahnaz., Fisher, Gwenith G., Smith, Patricia C. (2001). Development of a compact measure of job satisfaction: The abridged job descriptive index. Educational and psychological measurement. 61(6). 1104-1122.

Strydom, Annalie., Roodt, Gert. (2006). Developing a predictive model of subjective organizational culture. Journal of industrial psychology. 32(4). 15-25.

Tajali, Seyyed A., Safania, Ali M., Moosavi, Seyyed J. (2013). The relationship between organizational culture and creativity in physical education experts in university of applied science and technology. International journal of

sport studies. 3(11). 1237-1245

Wallace, Mike., Weese, James. (1995). Leadership, organizational culture, and job satisfaction in canadian CA Organizations. Journal of sport management. 9. 182-193


Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Tk. II Kesdam I/BB tahun 2004

1 37 87

Pengaruh Kompetensi, Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Tenaga Perawat Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa

0 6 226

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL PERAWAT PADA RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR.

0 3 18

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL PERAWAT PADA RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN DENGAN

0 2 13

PENDAHULUAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL PERAWAT PADA RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR.

0 3 10

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU DAN KARYAWAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU DAN KARYAWAN PADA YAYASAN TRI ASIH JAKARTA.

0 3 15

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI, GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP Pengaruh Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Organisasi Publik (StudiEmpiris pada SKPD Pemerintah Kab

1 6 17

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pdam Boyolali.

1 1 14

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pdam Boyolali.

0 1 15

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, IKLIM ORGANISASI DAN STRES KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Nuning Purwanti

0 0 14