HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB Hubungan Antara Kelengkapan Pengisian Dokumen Autopsi Verbal Dengan Keakuratan Penentuan Sebab Utama Kematian Di Puskesmas Wilayah Surakarta.

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN
AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB
UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh :
NINAWATI
J410101023
Pembimbing I
Pembimbing II

: Sri Sugiarsi, SKM, M.Kes
: Dwi Linna Suswardhany, SKM, MPH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012


ABSTRAK

Ninawati. J410101023
HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN
AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB
UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA
xiii+58+19
Autopsi verbal merupakan suatu metode pencatatan data kematian yang terjadi di
luar sarana pelayanan kesehatan. Sebagai sebuah metode yang baru dilaksanakan di
Indonesia, penggalian informasi mengenai kematian almarhum/ah terkendala oleh
kurang lengkapnya pengisian dokumen autopsi verbal oleh perawat sehingga
banyak diagnosis tertulis sebagai ill-defined condition. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara kelengkapan pengisian dokumen autopsi verbal
dengan keakuratan penentuan sebab utama kematian di Surakarta. Metode
penelitian ini menggunakan rancangan observational dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokumen autopsi verbal
sebanyak 2058 dokumen dari 17 puskesmas. Pemilihan sampel dengan multistage
random sampling sebanyak 83 dokumen. Uji statistik menggunakan chi square
dengan program SPSS 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kelengkapan pengisian dokumen autopsi verbal dengan keakuratan
penentuan sebab utama kematian dengan analisis nilai p=0,001 (CI=95%).
Kata kunci

: autopsi verbal, sebab utama kematian

Surakarta,
Pembimbing I

Sri Sugiarsi, SKM, M.Kes

Juli 2012
Pembimbing II

Dwi Linna Suswardhany, SKM, MPH

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan


Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI
VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN
DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA
Disusun Oleh : Ninawati
NIM
: J410101023
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 18 Juli 2012 dan telah diperbaiki sesuai
dengan masukan Tim Penguji.

LATAR BELAKANG
Angka kematian merupakan data statistik yang dapat digunakan untuk
menentukan masalah-masalah kesehatan, menentukan prioritas masalah, sehingga
dapat juga digunakan untuk menentukan seberapa jauh dan bagaimana intervensi
dalam bidang kesehatan masyarakat sebagai penyelesaiannya. Angka kematian

tersebut bersumber dari data kematian dan penyebab utama kematian (underlying
cause of death). Akan tetapi, pada kenyataannya Masih banyaknya penduduk yang
berada di garis kemiskinan menyebabkan banyaknya kematian yang terjadi di luar
fasilitas kesehatan sehingga pencatatan kematian menjadi tidak lengkap. Data di Dinas
Kesehatan Kota Surakarta menunjukkan bahwa selama tahun 2009 ada 2969 kasus
kematian dan 2546 kasus diantaranya adalah warga yang tinggal di Surakarta. Hanya
37% diantaranya yang meninggal di sarana pelayanan kesehatan, sisanya meninggal di
rumah. Sedangkan menurut laporan kematian Disdukcapil pada tahun yang sama,
terdapat 3724 kasus kematian usia lebih dari 5 tahun, namun hanya 19% (731 kasus)
yang lengkap identitasnya. Sisanya (81%) terdapat pencatatan identitas yang tidak
lengkap atau ada kasus-kasus kematian usia 5 tahun ke atas yang belum dicatat
karena meninggal di rumah.
Sistem Registrasi Kematian Indonesia (Indonesian Mortality Registration System
Strengthening Project) merupakan sistem pencatatan dan pelaporan data kematian
terpadu yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mendapatkan angka kematian yang
valid. Sebagai terobosan untuk mendapatkan data kematian dan sebab kematian di
Indonesia, dikembangkan sistem pencatatan kematian melalui Autopsi Verbal (AV).
Teknik AV ini dapat menjadi teknik baru yang cukup representatif dan dapat dipercaya
untuk mencatat dan menentukan penyebab kematian yang terjadi di luar sarana
pelayanan kesehatan.

Autopsi verbal dalam kenyataannya di Surakarta, dilakukan oleh paramedis
puskesmas dengan melakukan kunjungan rumah ke kediaman keluarga dekat
almarhum.ah untuk mencari penyebab kematian. akan tetapi, dalam pelaksanaanya
memperlihatkan masalah tentang kelengkapan pengisian kuesioner autopsi verbal. Hal
ini menyulitkan dokter dalam menentukan penyebab dasar kematian almarhum/ah.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran tentang kelengkapan pengisian
kuesioner autopsi verbal dan hubungannya terhadap keakuratan penentuan sebab
utama kematian di puskesmas Surakarta.
METODE PENETILIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan studi korelasi yakni
mencari hubungan antara kelengkapan pengisian kuesioner autopsi verbal dengan
keakuratan penentuan sebab utama kematian. 83 sampel diambil dengan teknik
multistage random sampling dengan jumlah populasi 2058 dokumen dari keseluruhan
17 puskesmas di wilayah kerja Kota Surakarta. Pengumpulan data melalui kuesioner.
Analisis analitik menggunakan uji Chi-square.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kelengkapan pengisian kuesioner autopsi verbal
Hasil penelaahan dokumen terhadap kelengkapan pengisian kuesioner autopsi verbal
kematian usia di atas 5 tahun, yang dilakukan oleh perawat puskesmas dapat

dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Kelengkapan pengisian lembar kuesioner autopsi verbal
NO
Observasi Dokumen
Lengkap
Tidak lengkap
n
%
n
%
1.
Pelayanan kesehatan yang diterima
53
64
30
36
2.
Gejala yang menyertai kematian
45
54

38
46
3.
Ringkasan riwayat perjalanan penyakit
51
61
32
39
4.
Ringkasan keterangan sebab kematian
75
90
8
10
Penelaahan menemukan hanya 54% pengisian gejala kematian yang diisi lengkap oleh
perawat. Kelengkapan tertinggi adalah pada item ringkasan keterangan sebab kematian
yang diisi oleh dokter yang nantinya akan menentukan sebab kematian. Pada item
ringkasan riwayat perjalanan penyakit lengkap sebanyak 61%, sedangkan persentase
kelengkapan item pelayanan kesehatan yang diterima pasien sebesar 64%.
Ketidaklengkapan pengisian item gejala yang menyertai kematian salah satunya

dipengaruhi oleh kurang telitinya perawat dalam melengkapi setiap pertanyaan dalam
kuesioner AV. Penggalian informasi yang kurang lengkap juga menjadi penyebab
ketidaklengkapan pengisian kuesioner AV. Sebagai contoh,almarhum/ah dengan sebab
kematian stroke, tidak menunjukkan gejala kelumpuhan pada anggota badan. Akan
tetapi pada ringkasan riwayat perjalanan peyakit perawat menuliskan bahwa
almarhum/ah tidak mampu lagi bergerak menjelang kematiannya. Hal ini menunjukkan
ketidakkonsistenan pengisian kuesioner autopsi verbal. Dalam kuesioner autopsi verbal
juga, terdapat grup pertanyaan yang secara khusus diperuntukkan pada almarhum/ah
wanita usia 10 – 54 tahun, akan tetapi banyak perawat yang tidak mau mengisi karena
terlalu banyak pertanyaan dalam kuesioner. Perawat jga tidak melakukan pemeriksaan
terhadap kelengkapan pengisian setiap pertanyaan dalam kuesioner apabila terdapat
pertanyaan yang terlewati.
Perawat juga kurang konsisten didalam menggali keterangan mengenai pelayanan
kesehatan apa yang pernah diterima oleh almarhum/ah. Sebagai contoh pada
kuesioner terubuka dimana perawat menceritakan riwayat perjalanan penyakit
almarhum/ah, perawat menyatakan bahwa almarhum/ah sebelumya berobat ke praktik
dokter swasta, sebelum akhirnya meninggal. Akan tetapi, pada grup pertanyaan tentang
pelayanan kesehatan yang diterima, tidak terisi.
Tugas pewawancara autopsi verbal salah satunya adalah menggali keterangan tentang
riwayat perjalanan penyakit almarhum/ah, apakah sudah pernah berobat sebelumnya

ke sarana pelayanan kesehatan dan menanyakan keterangan penyakit almarhum/ah
lengkap dengan hasil pemeriksaan penunjang. Beberapa perawat yang “profesional”
dapat menggali informasi lebih jauh mengenai hasil tersebut. Sebagai contoh
almarhum/ah yang menderita penyakit diabetes mellitus selama ± 8 tahun, ternyata

terdeteksi sakit ginjal dengan hasil kreatinin tinggi (>4) serta terdapat pembengkakan
pada anggota tubuhnya. Maka dokter dapat menyimpulkan dari keterangan pendukung
lainnya bahwa almarhum/ah menderita gagal ginjal.
Penelaahan dilakukan terhadap kuesioner autopsi verbal dimana pada grup pertanyaan
tentang riwayat perjalanan penyakit tidak terisi dengan lengkap. Hasil penelitian
menunjukkan masih terdapat 39% keusioner tidak terisi lengkap pada item riwayat
perjalanan penyakit. Pada kuesioner pertanyaan terbuka, diterangkan bahwa
almarhum/ah menderita penyakit maag kronis, tetapi tidak disebutkan pada rincian jenis
penyakit yang pernah menyerang almarhum/ah serta berapa lama menderita penyakit
tersebut. Ada juga dalam yang menyebutkan bahwa almarhum/ah menderita komplikasi
penyakit antara hipertensi, diabetes, dan TB paru. Akan tetapi, pada kuesioner terbuka
pewawancara tidak menuliskannya, serta tidak dijelaskan lebih rinci pada grup gejala
yang menyertai. Sehingga, sekali lagi kekonsistenan pengisian data dalam kuesioner
autopsi verbal akan menunjukkan juga kelengkapan autopsi verbal.
Persentase kelengkapan tertinggi adalah pada grup ringkasan keterangan sebab

kematian, yakni sebesar 90%. Pada item pertanyaan yang merupakan jenis kuesioner
terbuka, dilengkapi dan diisi oleh dokter yang akan menentukan sebab kematian.
Sehingga pada kenyataannya, tugas membuat resume perjalanan penyakit dan tanda
dan gejala serta keterangan sebab kematian yang dapat diidentifikasi dilakukan oleh
dokter, bukan pewawancara/perawat. Hal ini tidak sesuai dengan tupoksi yang ada.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pelaksanaan autopsi verbal yang
dilakukan oleh perawat yang bekerja di puskesmas wilayah Kota Surakarta hanya untuk
sekedar kelengkapan syarat administrasi. Mereka hanya ingin menunjukkan bahwa
program telah dikerjakan, akan tetapi pelaksanaannya masih belum sesuai dengan
standar. Pelaksanaan autopsi verbal hanya bersifat normatif untuk memenuhi kebijakan
yang telah digariskan oleh dinas kesehatan bahwa setiap kematian rumah di Surakarta
harus terlapor dan dilaksanakan autopsi verbal. Beban kerja dan beban program yang
banyak menjadi kendala yang umum dialami oleh perawat untuk melaksanakan autopsi
verbal secara serius dan teliti.
Deskripsi keakuratan penentuan penyebab dasar kematian (underlying cause of death)
Hasil penelaahan terhadap kuesioner autopsi verbal, didapatkan bahwa dalam
menentukan penyebab dasar kematian almarhum/ah belum dilaksanakan secara
optimal. Hal ini ditunjukka dari persentase keakuratan penentuan sebab dasar
kematian, 58% diantaranya sudah akurat sesuai dengan peraturan di dalam ICD-10.
Sisanya yakni 42% belum akurat disebabkan kesalahan dalam memilih sebab kematian

sebagai penyebab dasar atau penyebab antara. Dokter menentukan sebab kematian
berdasarkan kesimpulan yang memuat tentang sebab kematian.
Dari hasil penelaahan kuesioner autposi verbal juga diperoleh kesimpulan bahwa
kematian terbanyak adalah dikarenakan penyakit degenerasi/senility, sehingga dokter
merasa sulit untuk menentukan sebab dasar yang paling tepat untuk mewakili

keterangan yang sesuai dengan autopsi verbal. Berikut disajikan penyebab dasar
kematian yang diteliti.
Grafik 1 Penentuan sebab dasar kematian berdasarkan autopsi verbal

14
12
10
8
6
4
2
0

Dari 1 di atas terlihat bahwa penyebab dasar yang paling banyak diatara penyebab
dasar yang lain adalah kasus stroke, disusul oleh sebab lain – lain diantaranya
hipertensi, fall in some level, gastroenteritis acute, COPD dan lain – lain. Apabila
penyebab dasar ini dikelompokkan ke dalam masing – masing sistem tubuh maka
dijelaskan dalam grafik berikut.
Grafik 2 penentuan sebab dasar kematian berdasarkan kelompok penyakit

pola penyakit penyebab utama
kematian
17%

5%
infeksi
28%

sirkulasi

pernapasan
18%

pencernaan
neoplasma
6%
3%1%

11%

kecelakaan

11%

Grafik 2 menunjukkan bahwa penyebab dasar paling banyak adalah disebabkan karena
penyakit jantung dan pembuluh darah, yakni sebesar 28%, selanjutnya kasus penyakit
terkait system pencernaan sebesar 16%, dan kasus – kasus yang termasuk ke dalam
grup senility and ill-defined sebesar 18%.

Penentuan sebab dasar kematian dilakukan dengan mencermati semua keterangan
yang terdapat pada kuesioner autopsy verbal yang meliputi gejala dan tanda, riwayat
perjalanan penyakit, pelayanan kesehatan yang pernah diterima, sebab kematian
menurut pewawancara dan ringkasan keterangan sebab kematian. Semua informasi
diramu, dianalisis sehingga didapatkan sebab kematian yang sesuai.
Hasil penelaahan tentang penentuan sebab dasar kematian menunjukkan 42% belum
akurat sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam ICD-10 tentang mortality coding.
Sebagai contoh, dalam menentukan penyebab dasar kematian almarhum/ah dengan
riwayat kehilangan nafsu makan selama beberapa hari, selama itu pula pasien
mengalami diare berat, hingga pasien lemas, tidak mempunyai energi dan dehidrasi
tinggi. Pasien mempunyai penyakit hipertensi dalam jangka waktu yang lama. Pada
sertifikat medis penyebab kematian dituliskan penyebab kematia sebagai berikut.
I.

Penyebab langsung
Penyebab antara

a) volume depletion
b) anorexia
c) GEA
Penyebab dasar
d) hipertensi
II. Kondisi lain yang berkonstribusi : Gastritis acute

Sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam ICD-10 vol 2 yang menjadi penyebab
dasar adalah yang tertulis pada Part I (d) yakni hipertensi. Penentuan penyebab dasar
tersebut kurang tepat sesuai dengan rule of mortality coding. Sebagai contoh dalam
menentukan sebab dasar kematian (underlying cause of death) apabila terdapat
diagnosis volume depletin (E86) dengan diagnosis yang tersebut lain berada pada
rentang blok A00 – A09, maka yang seharusnya menjadi penyebab dasar kematian
adalah yang tersebut pada rentang A00 – A09 (code to be). Sehingga dalam kasus ini
yang menjadi underlying cause of death adalah GEA (A09).
Masih adanya penentuan sebab utama kematian yang kurang tepat salah satunya
disebabkan oleh dokter yang belum memahami betul peraturan untuk menentukan
diagnosis kematian dalam ICD-10. Hal ini disebabkan karena tidak semua dokter
mendapatkan petlatihan bagaimana menentukan sebab dasar kematian berdasarkan
ICD-10. Begitupula dengan kuesioner autopsi verbal sendiri, dokter merasa bahwa sulit
menentukan sebab dasar kematian dengan autopsi verbal yang kurang lengkap
informasinya. Sebagai contoh, pasien yang meninggal tanpa sebab – sebab yang pasti
dan tertulis pada autopsi verbal, pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit
apapun, dalam hal ini dokter sulit untuk menentukan penyebab dasar kematian
(unknown identifiying cause of death). Maka bagi dokter, kelengkapan informasi yang
terdapat pada autopsi verbal sangat membantu dalam mereka menentukan sebab
dasar kematian.
Hubungan antara kelengkapan pengisian autopsi verbal dengan penentuan sebab
dasar kematian

Uji hubungan variabel dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
kelengkapan pengisian autopsi verbal dengan kekauratan penentuan sebab dasar
kematian. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square, namun apabila
tidak memenuhi persyaratan uji yang dimaksud, penelitian ini menggunakan uji fisher
exact. Berikut hasil uji berdasarkan program SPSS versi 16.
Gambar 3.uji statistik

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai sig/p 0.000 < 0.005, sehingga H0 ditolak.
Kesimpulan dari uji statistik diatas adalah terdapat hubungan yang signifikan antara
kelengkapan pengisian autopsi verbal dengan keakuratan penentuan sebab dasar
kematian. Hal ini sesuai dengan WHO (2008) dimana kelengkapan informasi yang
diperoleh dalam wawancara autopsi verbal akan berpengaruh terhadap keakuratan
penentuan sebab utama kematian.
Pelaksanaan autopsi verbal belum sesuai dengan standar disebabkan salah satunya
adalah keterbatasan dana. Sesuai dengan ketentuan, untuk mendapatkan keterangan
yang lengkap tentang penyebab kematian dalam autopsi verbal, seharusnya kunjungan
rumah tidak hanya dilakukan sekali saja. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kematangan data yang telah diperoleh sebelumnya pada kunjungan rumah/wawancara
pertama dengan keterangan pada wawancara kedua tentunya dengan situasi
wawancara yang berbeda. Karena situasi wawancara juga mempengaruhi hasil
wawancara.
KESIMPULAN.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan kesimpulan ada hubungan antara
kelengkapan pengisian kuesioner autopsi verbal dengan keauratan penentuan sebab
utama kematian. Hasil penelaahan dokumen autpsi verbal didapatkan persentase
kelengkapan pengisian terendah adalah pada grup isian tentang gejala dan tanda yang
menyertai kematian. Banyak pertanyaan yang harus diisi membuat perawat enggan
untuk mengisi dengan lengkap, serta adanya ketidak konsistenan perawat dalam
mengisi kuesioner antara pertanyaan terbuka dan tertutup. Dalam penentuan sebab
dasar kematian, dokter merasa kesulitan karena belum pernah mendapat pelatihan
tentang bagaimana mendapatkan diagnosis yang benar untuk menentukan sebab dasar
kematian sesuai dengan peraturan dalam ICD-10, melalui autopsy verbal. Bagi mereka,
kelengkapan informasi dan penggalian informasi lebih dalam tentang riwayat penyakit
serta keterangan sebab kematian mutlak diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2006. Peningkatan
Sistem Registerasi Kematian di Indonesia. Pedoman Pewawancara Autopsi
Verbal. Jakarta : Depkes RI.
.
Depkes RI. 2010. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negri dan Menteri Kesehatan
Nomor 15 tahun 2010 dan Nomor 162/Menkes/PB/I/2010 tentang
Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian.
Depkes RI. 2008. Bekerjasama dengan WHO. Buku Panduan Penentuan Kode
Penyebab Kematian menurut ICD-10. Jakarta : Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Depkes RI.
Naga, M. A. 2001. Pemanfaatan Kodefikasi Diagnosis Sistem ICD-X bagi Kepentingan
Informasi Medis. Kumpulan Makalah Lokakarya Nasional Rekam Medis
(untuk kalangan sendiri).
Soleman N, Chandramohan D, Shibuya K. 2006. Verbal Autopsy : Current Practices
and Challenges. Bulletin WHO 84:239-245.
Tugiyarti U. 2009. Analisis Sistem Monitoring Terhadap Persepsi Mutu Pelaporan
Autopsi Verbal oleh Bidan pada Kasus Kematian Bayi di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2009. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
WHO. 2004. International Statistical Classification of Disease and Related Health
Problems Tenth Revision Volume 2 second edition. Geneva: World Health
Organization.
Wibawa S, Wirawan W, Purnama C, Hasanbasri M. 2007. Otopsi Verbal Kematian
Maternal-Perinatal Stufdi Kasus Menindaklanjuti Temuan-Temuan
Lapangan di Pesisir Selatan Sumatera Utara. Jurnal Working Paper Series
No.9 Juli 2007, first draft. Yogyakarta : KPMK Universitas Gadjah Mada.

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Supervisi, Motivasi Perawat Dengan Kelengkapan Pengisian Dokumen Asuhan Keperawatan Di RSUD Tugurejo Semarang.

0 3 12

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Tuberkulosis Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

2 15 16

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Tuberkulosis Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

1 6 16

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PADA DOKUMEN REKAM MEDIS Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten K

9 44 16

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PADA DOKUMEN REKAM MEDIS Hubungan Antara Kelengkapan Informasi Medis Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten K

0 1 18

HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Kasus Obstetri Berdasarkan ICD-10 di RSUD DR Moewardi Surakarta.

0 4 16

HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Kasus Obstetri Berdasarkan ICD-10 di RSUD DR Moewardi Surakarta.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB Hubungan Antara Kelengkapan Pengisian Dokumen Autopsi Verbal Dengan Keakuratan Penentuan Sebab Utama Kematian Di Puskesmas Wilayah Surakarta.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Kelengkapan Pengisian Dokumen Autopsi Verbal Dengan Keakuratan Penentuan Sebab Utama Kematian Di Puskesmas Wilayah Surakarta.

0 3 6

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN KUESIONER AUTO PSI VERBAL DENGAN KEAKURATA N PENENTUAN SEBAB DASAR KEMAT IAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA | Ninawati | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 68 230 1 PB

0 0 5