Studi Deskriptif Mengenai Coping Strategy pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta di Jakarta Pusat.

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran Coping Strategy pada petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta di Jakarta Pusat. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kuesioner. Penelitian ini melibatkan 65 responden yang ditarik dari populasi yang berjumlah 75 orang, dengan menggunakan teknik penarikan sampel purposive sampling.

Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner Ways of Coping dari Lazarus & Folkman (1984) yang telah dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan sampel penelitian. Alat ukur ini terdiri atas 49 item dengan nilai validitas item antara 0.321-0.767 dan derajat reliabilitas sebesar 0.921.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta di Jakarta Pusat sebagian besar (72,3%) menggunakan coping strategy yang seimbang. Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi kesehatan, keyakinan yang positif, dukungan sosial, serta sumber-sumber material berkaitan dengan pemilihan coping strategy.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan penelitian korelasional mengenai kondisi kesehatan, keyakinan yang positif, dukungan sosial, serta sumber-sumber material terhadap coping strategy.


(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This research was conducted with the aim to find a description of the coping strategy used by firefighters in Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta at Central Jakarta. The design used in this study is a descriptive research design using a questionnaire. The study involved 65 respondents were drawn from a population of 75 peoples, used purposive sampling technique.

Measuring instruments used are the Ways of Coping Questionnaire developed by Lazarus and Folkman (1984) which has been modified by the researcher. The questionnaire consists of 49 items with item validity between 0.321 to 0.767 and the degree of reliability of 0.921.

The result of the research showed that the most of firefighters in Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta at Central Jakarta used balanced coping strategy (72,3%). The analysis result showed that health condition, positive beliefs, social support, also material sources correlated with the chosen coping strategy.

Suggestions for further research is conducted correlational research about health condition, positive beliefs, social support, also material sources correlated with coping strategy.


(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Judul Lembar Pengesahan

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

ABSTRAK………i

ABSTRACT………...………ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR BAGAN...xi

DAFTAR LAMPIRAN………..xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian...9

1.3.2 Tujuan Penelitian...9

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis...9


(4)

vii

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis...10

1.5 Kerangka Pemikiran...10

1.6 Asumsi...22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coping Strategy 2.1.1 Definisi Coping Strategy………23

2.1.2 Fungsi Coping Strategy………..…24

2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Coping Strategy………..27

2.2 Stres 2.2.1 Teori Stres dari Cox………...29

2.2.2 Teori Stres dari Lazarus……….31

2.2.3 Stressor………..……….34

2.2.4 Akibat Stres………36

2.3 Penilaian Kognitif 2.3.1 Proses Penilaian Kognitif 2.3.1.1 Proses Penilaian Primer………..37

2.3.1.2 Proses Penilaian Sekunder……….40

2.3.1.3 Penilaian Kembali (Reappraisal)………...41

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Penilaian Kognitif 2.3.2.1 Faktor Individual………42

2.3.2.2Faktor Situasional………...44


(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha

2.5 Perkembangan Usia Dewasa………..48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian...51

3.2 Bagan Prosedur Penelitian...51

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian...52

3.3.2 Definisi Variabel 3.3.2.1 Definisi Konseptual...52

3.3.2.2 Definisi Operasional...52

3.4 Alat Ukur 3.4.1 Alat Ukur Coping Strategy...55

3.4.1.1 Spesifikasi Alat Ukur...56

3.4.2 Prosedur Pengisian...57

3.4.3 Sistem Penilaian...57

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang...58

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.5.1 Validitas Alat Ukur...59

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur...59

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.5.1 Populasi Sasaran...60

3.5.2 Karakteristik Populasi...60


(6)

ix

Universitas Kristen Maranatha

3.6 Teknik Analisis Data...61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel………..62

4.2 Hasil Penelitian………..62

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian……….67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………76

5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoritis……….77

5.2.2 Saran Praktis………...77

DAFTAR PUSTAKA...78

DAFTAR RUJUKAN...79 LAMPIRAN


(7)

x

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Tabel 3.2 Sistem Penilaian

Tabel 3.3 Golongan Coping Strategy Tabel 3.4 Pengkategorian Coping Strategy Tabel 4.2 Coping Strategy

Tabel 4.3 Bentuk Coping Strategy Pada Petugas Pemadam Kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat yang Menggunakan Coping Strategy

Problem Focused

Tabel 4.4 Bentuk Coping Strategy Pada Petugas Pemadam Kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat yang Menggunakan Coping Strategy


(8)

xi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Bagan 3.1 Prosedur Penelitian


(9)

xii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-Kisi Alat Ukur Coping Strategy Lampiran 2 : Lembar Persetujuan

Lampiran 3 : Kuesioner Data Penunjang dan Kuesioner Coping Strategy Lampiran 4 : Validitas dan Reliabilitas Coping Strategy

Lampiran 5 : Tabel Data Mentah Coping Strategy

Lampiran 6 : Hasil Crosstabs Coping Strategy dan Data Penunjang

Lampiran 7 : Hasil Crosstabs Coping Strategy dengan Aspek Coping Strategy Lampiran 8 : Perhitungan Setiap Aspek Dalam Kedua Jenis Coping Strategy Lampiran 9 : Tabel Data Mentah Faktor yang Memengaruhi Coping Strategy Lampiran 10 : Perbandingan Problem Focused dan Emotional Focused

Lampiran11 : Pengenalan DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat Lampiran 12 : Surat Perizinan


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah 664,01 Km² (www.kemendagri.go.id, diakses 20 Oktober 2013) dengan jumlah penduduk yang mencapai 10.187.595 jiwa pada tahun 2011 (dki.kependudukancapil.go.id, diakses 20 Oktober 2013). Itu berarti kepadatan penduduk di wilayah Jakarta berkisar 15.000 jiwa per kilometer persegi. Berbagai kegiatan pembangunan terus dilaksanakan di DKI Jakarta, baik yang menyangkut infrastruktur, seperti transportasi, perhubungan maupun sarana yang berupa bangunan fisik seperti gedung-gedung perkantoran, perdagangan, industri, pariwisata, dan rumah-rumah pemukiman penduduk.

Dalam upaya pemenuhan sarana fisik bangunan ini, muncul kecenderungan terus bertambahnya jumlah bangunan sehingga semakin berkurangnya lahan-lahan kosong di Jakarta. Banyaknya jumlah sarana fisik bangunan mengakibatkan semakin tinggi peluang terjadinya bahaya kebakaran. Selain itu, dengan banyaknya pemukiman padat penduduk yang ada, membuat DKI Jakarta sebagai kota yang memiliki intensitas ancaman kebakaran yang tinggi (kebakaran.jakarta.go.id, diakses 20 Oktober 2013).

Berdasarkan data DPK-PB DKI Jakarta, jumlah kebakaran sepanjang tahun 2011 terdapat 405 kasus kejadian kebakaran. Pada tahun 2012 kejadian kebakaran


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha mencapai 1.039 kasus, sedangkan pada tahun 2013 telah mencapai 997 kasus. Pada tahun 2014 (Januari-November), telah terjadi 946 kebakaran di DKI Jakarta (megapolitan.kompas.com, diakses 15 November 2014). Dari data kejadian kebakaran dan penanggulangan bencana provinsi DKI Jakarta, penyebab kebakaran terbesar disebabkan oleh korsleting listrik (> 632 total kejadian kebakaran), sisanya disebabkan oleh lampu, kompor meledak, rokok, dan juga berbagai faktor yang lain.

Untuk menanggulangi kebakaran dan meminimalisir kerugian yang dialami masyarakat DKI Jakarta, dibentuklah dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta sebagai jawaban terhadap permasalahan kebakaran dan bencana lainnya yang selama ini terus eksis menyertai perjalanan kota Jakarta. Berdasarkan peraturan Gubernur provinsi daerah khusus ibukota Jakarta nomor 96 tahun 2009, struktur dari organisasi DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat adalah sebagai berikut: kepala dinas, sekretariat, bidang pencegahan kebakaran, bidang operasi, bidang sarana, bidang penanggulangan bencana, dan bidang partisipasi masyarakat.

Bidang operasi merupakan unit kerja lini dinas dalam pengendalian operasi pemadaman kebakaran dan penanggulangan penyelamatan jiwa. Petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat pada bidang operasi sebagian besar berusia 21-41 tahun. Mereka memiliki tiga tugas pokok; pertama, pencegahan kebakaran; kedua, pemadaman kebakaran; ketiga, penyelamatan jiwa dari ancaman kebakaran dan bencana lain, seperti banjir, bangunan runtuh,


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha tumpahan bahan-bahan berbahaya, kecelakaan transportasi, dan sebagainya (kebakaran.jakarta.go.id, diakses 23 Oktober 2013).

Selama melakukan tugas operasionalnya, pemadam kebakaran dituntut untuk mampu mengenali jenis-jenis bahaya yang mungkin timbul pada saat bekerja (DEPDAGRI, dalam Rahmi S; 2012). Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran antara lain seperti jatuh dari ketinggian selama bekerja dengan menggunakan tangga, menembus medan yang berasap dan terbakar sehingga mengganggu pasokan udara bersih, kehadiran gas CO2 dan hasil

pembakaran lainnya di udara, menghirup bahan-bahan atau gas kimia beracun saat melakukan pemadaman, memasuki bangunan terbakar yang rawan runtuh, memasuki kawasan rawan listrik, dan sebagainya (ILO, 2000).

Jika melihat paparan di atas, petugas pemadam kebakaran merupakan pekerjaan berbahaya dan memiliki tingkat resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Petugas pemadam kebakaran senantiasa dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang tinggi, tanggung jawab yang besar, serta keharusan untuk bekerja secara cepat, akurat pada situasi yang kritis dan berbahaya (R. Afrianti, 2011: 487). Schuller (dalam Lestari, 2009) menyatakan beberapa jenis pekerjaan yang dikategorikan beresiko tinggi, salah satunya yaitu pemadam kebakaran. Pekerjaan ini dianggap beresiko tinggi karena dapat menyebabkan luka ringan, luka sedang, luka parah, kecacatan bahkan kematian pada pekerjaannya (www.beritajakarta.com, diakses 21 Oktober 2013). Dari 75 petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat, petugas yang mengalami luka ringan yaitu sebanyak 9 orang pada tahun 2011, sebanyak 23 orang pada tahun 2012, sebanyak 7 orang pada tahun


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha 2013, dan 13 orang pada tahun 2014 (Data dari Kepala Bagian PARTIMAS DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat).

Situasi pekerjaan yang telah dipaparkan di atas dihayati sebagai stressor oleh pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat. Stressor adalah tuntutan atau tekanan lingkungan yang mengganggu dan membebani serta melampaui batas kemampuan penyesuaian diri individu sehingga menyebabkan stres (Lazarus, 1984). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 1995 Tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang membagi jenis pekerjaan berdasarkan resiko yang terkandung di dalam pekerjaan, pemadam kebakaran masuk ke dalam kategori IV. Hal ini berarti pemadam kebakaran digolongkan sebagai pekerjaan berisiko stres berat (Charles, 2007).

Stressor yang ada selama bekerja memunculkan akibat berbeda-beda pada

lima belas petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta. Di antara lima belas petugas tersebut, tujuh orang petugas memiliki pengalaman melihat tiga orang rekan kerja mereka tertimpa reruntuhan bangunan ketika berada di lokasi kebakaran tahun 2009 silam, (dimana satu orang meninggal dunia dan dua orang mengalami luka-luka sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit), mereka mempersepsi pengalaman tersebut sebagai suatu yang berbahaya dan mengancam sehingga muncul rasa takut pada diri mereka bahwa dirinya akan mengalami kejadian serupa suatu hari nanti. Perasaan takut tersebut sampai saat ini membuat empat dari tujuh orang tersebut merasakan jantung mereka berdetak lebih cepat (physiological effects) dan tiga dari tujuh orang berkeringat dengan jumlah yang


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha lebih banyak pada telapak tangan maupun dahi ketika berada di lokasi kebakaran terutama ketika sedang berusaha memadamkan api (physiological effects).

Sementara delapan dari lima belas orang petugas pemadam kebakaran tidak memiliki pengalaman melihat kematian rekan kerja mereka. Dari delapan orang yang ada, dua orang petugas mengalami kelelahan secara fisik yang ikut memengaruhi mood petugas tersebut. Satu orang petugas menjadi lebih sensitif dan mudah terpancing emosi, terutama ketika menerima perilaku negatif dari masyarakat ketika berada di lapangan (subjective effects).Seorang petugas lainnya pernah sampai membentak anaknya yang memintanya untuk membantu mengerjakan tugas sekolah (subjective effects).Satu orang petugas merasa pusing dan mengalami gangguan pernapasan ketika menghirup asap hasil pembakaran ketika sedang berada di lapangan (health effects), sehingga mengganggu konsentrasinya ketika memadamkan api di lapangan (cognitive effects).

Stressor yang melebihi kemampuan yang terus-menerus berulang tersebut

membuat satu dari delapan orang petugas merasa jenuh sehingga memengaruhi semangat kerjanya menjadi menurun (organizational effects). Empat dari delapan orang petugas lainnya mengaku tidak dapat tidur nyenyak, gelisah (behavioral

effects), dan terbangun satu sampai dua jam sekali untuk memastikan bahwa

dirinya tidak melewatkan panggilan darurat pun dialami oleh pemadam .

Dengan munculnya akibat-akibat stres tersebut, selanjutnya petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat akan berusaha untuk menanggulangi situasi yang ada dengan mengevaluasi apa yang mungkin dan apa yang dapat mereka lakukan. Dalam menghadapi stres beserta akibat yang


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha menyertainya, individu kemudian akan berpikir, disertai dengan perilaku, untuk mengatasi tuntutan dari dalam dan luar diri yang dianggap beban, melampaui sumber daya yang ia miliki, atau membahayakan keberadaan dan kesejahteraannya yang disebut juga coping strategy (Lazarus, 1984). Coping

strategy bertujuan untuk meregulasi pikiran serta perasaan individu. Hal tersebut

sangat penting karena dengan kemampuan coping strategy yang efektif membantu individu untuk menoleransi dan menerima situasi yang menekan, serta tidak merisaukan situasi yang tidak dapat dikuasai oleh mereka (Lazarus dan Folkman, 1984).

Coping strategy menurut Lazarus ada dua, yaitu problem focused coping

dan emotional focused coping. Problem focused coping yaitu dimana individu menggunakan strategi kognitif dalam mengatasi stres pada saat menghadapi masalah dan mencoba untuk menyelesaikannya. Dua orang (13,3%) petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat yang mengalami kelelahan fisik dimana dapat memengaruhi mood mereka, yang mereka lakukan yaitu dengan rutin berolahraga, menjaga pola makan, membuat jadwal latihan fisik secara teratur di pagi hari supaya tubuh pemadam tetap bugar dan siap melakukan aktivitas fisik yang berat, seperti memanjat tangga, mengangkat selang yang berat, dan sebagainya (Planful problem solving). Seorang (6,7%) petugas pemadam kebakaran yang kesulitan berkonsentrasi, yang ia lakukan yaitu lebih disiplin untuk memakai masker oksigen ketika sedang bertugas memadamkan api (Planful problem solving). Kedua petugas pemadam kebakaran mengaku bahwa setelah melakukan tiga hal tersebut, mereka menjadi tidak mudah lelah melakukan


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha aktivitas berat, namun hal tersebut tidak membantu ketiga petugas pemadam kebakaran dalam mengendalikan emosinya. Mereka masih saja kurang mampu mengontrol emosi karena sifat temperamental sudah melekat dalam diri petugas pemadam kebakaran tersebut. Seorang petugas lainnya mengaku bahwa setelah memakai masker oksigen, ia lebih berkonsentrasi ketika bertugas di lapangan karena ia tidak lagi merasakan pusing dan gangguan pernapasan.

Tujuh orang (46,7%) pemadam yang merasa takut bahwa dirinya akan meninggal ketika memasuki bangunan terbakar yang rawan runtuh atau terpapar bahaya yang mungkin menimpa mereka saat di lokasi kebakaran, yang mereka lakukan yaitu mengantisipasi hal tersebut dengan memilih bekerja di unit kendaraan lain saja yang dirasa lebih aman, seperti: menyiapkan selang dan peralatan, mencari sumber mata air (Planful problem solving). Hal itu membuat petugas pemadam lebih fokus ketika bekerja, terhindar dari pemikiran akan bahaya yang mengancam dirinya, sehingga kerja mereka di lapangan menjadi lebih optimal.

Strategi kedua adalah emotional focused coping, yaitu individu memberikan respon terhadap stres secara emosional, terutama menggunakan penilaian

defensive (bertahan). Seorang pemadam (6,7%) yang merasa jenuh dengan stressor yang berulang sehingga memengaruhi semangat kerjanya menjadi

menurun, dimana memengaruhi optimalitas kerja yang beresiko mendapat teguran dari kepala pleton, maka pemadam tersebut memilih untuk bercerita pada orang lain. Ia mengaku menceritakan permasalahannya kepada sesama pemadam atau istrinya guna meminta solusi (seeking social support) untuk mengatasi


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha kejenuhannya agar dapat mengembalikan semangat kerjanya. Setelah bertukar pikiran dan menerima saran dari orang lain ia merasa lega. Ia menyadari betapa penting perannya bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan, merasa bahwa dirinya membantu menyelamatkan orang banyak (bukan hanya nyawa, melainkan materi) sehingga mendorongnya untuk kembali semangat bekerja.

Empat orang pemadam (26,7%) yang tidak dapat tidur nyenyak mengalihkan situasi tersebut dengan menonton tv yang difasilitasi oleh kantor, atau melalui jalan merokok (escape avoidance). Intensitas merokok mereka meningkat dua kali lipat dari biasanya ketika berada dalam kondisi stres. Pemadam mengaku bahwa mereka rata-rata menghabiskan > 6 batang rokok setiap hari, dimana jumlah ini meningkat 2 kali lipat dari biasanya. Menurut mereka, dengan merokok membuat mereka menjadi lebih relaks. Dengan menonton tv juga membantu pikiran mereka menjadi lebih tenang dan tidak memikirkan masalah yang sedang menimpa mereka.

Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa petugas pemadam kebakaran, yang menurut penelitian memiliki tingkat stressful yang tinggi, cenderung menggunakan coping strategy problem focused dan hasilnya efektif dalam menanggulangi tuntutan serta keadaan stres yang dihadapi. Sementara menurut Anderson (dalam Lazarus & Folkman; 1984), pada pekerjaan dengan derajat stres yang tinggi, coping strategy yang cenderung digunakan adalah emotional focused. Karena itu peneliti tertarik untuk meneliti coping strategy pada petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat.


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui bagaimana coping strategy yang dominan digunakan pada petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran bentuk

coping strategy yang digunakan pada petugas pemadam kebakaran di Dinas

Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran bentuk

coping strategy yang digunakan pada petugas pemadam kebakaran di Dinas

Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat berdasarkan bentuk-bentuk spesifik coping strategy problem focused dan coping

strategy emotional focused.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi bidang ilmu psikologi industri dan organisasi guna memperkaya pemahaman mengenai fenomena stres yang ada pada lingkungan kerja petugas pemadam kebakaran.


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha 2. Memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain yang tertarik untuk

memilih topik yang sama dan berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai

coping strategy khususnya pada petugas pemadam kebakaran. 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi pada ketua pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat mengenai coping strategy yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dalam mengatasi permasalahan yang dialami selama melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang pemadam kebakaran. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menyusun program yang membantu petugas pemadam kebakaran dalam meregulasi atau mengatasi stres, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mental petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat.

2. Memberikan informasi secara langsung pada petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat mengenai coping strategy yang digunakan oleh pemadam kebakaran sehingga dapat menjadi masukan apakah coping strategy tersebut membantu mereka mengatasi stres yang dialami dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang pemadam kebakaran.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pemadam kebakaran adalah salah satu jenis pekerjaan yang dikategorikan memiliki resiko kerja yang tinggi dan berbahaya bagi keselamatan (Schuller, dalam Lestari; 2009). Tuntutan pekerjaan pemadam tidak hanya mencegah dan


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha memadamkan kebakaran, tetapi juga melakukan penyelamatan jiwa dari bencana lain seperti banjir, bangunan runtuh, kecelakaan transportasi, dan sebagainya. Pekerjaan ini dianggap beresiko tinggi karena dapat menyebabkan luka ringan, luka sedang, luka parah, kecacatan, bahkan kematian pada pekerjaannya.

Petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat yang sebagian besar berada pada rentang usia 21-41 tahun berada dalam tahap pekembangan dewasa awal (usia 18-19 atau awal 20-an sampai akhir 30-an mendekati 40 tahun) dimana mereka memainkan peran baru dengan memulai kehidupan rumah tangga, memiliki anak, menjadi orangtua, dan pencari nafkah bagi keluarga (Santrock, 1999). Situasi pekerjaan yang beresiko tinggi terhadap luka, cacat, bahkan kematian dalam tugas tersebut memunculkan perasaan takut dalam benak pemadam bahwa mereka tidak dapat lagi bekerja secara optimal maupun tidak dapat menafkahi keluarganya. Hal ini dihayati oleh petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat sebagai peristiwa yang menekan dan stressful.

Menurut Lazarus, stressor adalah tuntutan atau tekanan lingkungan yang mengganggu dan membebani serta melampaui batas kemampuan penyesuaian diri individu sehingga menyebabkan stres. Terdapat tiga tipe kejadian yang menyebabkan stres (Lazarus & Cohen, 1977: 12-13), yaitu: Pertama, perubahan besar, seringkali bersifat catalysmic dan memengaruhi sejumlah besar individu. Fenomena catalysmic tertentu biasanya secara universal dianggap stressful dan di luar kendali siapapun. Dalam hal ini, petugas pemadam kebakaran yang berada di lokasi kejadian kebakaran/bencana melihat secara langsung sejumlah masyarakat


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha yang meninggal dunia, baik karena tertimpa reruntuhan bangunan, meninggal karena terjebak di dalam bangunan, dan sebagainya, atau melihat rekan kerja yang mengalami luka-luka ketika berada di lokasi kejadian. Hal tersebut menimbulkan ketakutan bahwa mereka akan mengalami kejadian serupa suatu saat nanti.

Kedua, perubahan besar yang memengaruhi satu atau beberapa individu, yaitu kejadian kehilangan yang terjadi pada level individual dan juga berada di luar kendali siapapun. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat kehilangan rekan sesama pemadam yang meninggal dunia saat sedang bertugas di lapangan.

Daily hassless yang menjadi tipe kejadian ketiga yang menyebabkan stres,

yaitu masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, berupa hal kecil yang dapat mengganggu atau menyulitkan individu. Masalah-masalah yang sering dijumpai petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat misalnya menghadapi masyarakat yang tidak kooperatif, menghadapi masyarakat yang marah-marah dan mencaci maki pemadam, maupun kemacetan saat menuju lokasi kebakaran.

Tiga tipe kejadian yang menyebabkan stres di atas kemudian akan dievaluasi oleh petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat melalui primary appraisal dan secondary appraisal. Primary appraisal merupakan proses mental yang berhubungan dengan aktivitas evaluasi apakah suatu stimulus yang dihadapi individu berada dalam penghayatan tertentu. Pada

primary appraisal, petugas pemadam kebakaran akan mengevaluasi apakah stressor tersebut relevan atau tidak dengan keadaan dirinya, dan apakah stressor


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha tersebut dirasakan sebagai sesuatu yang mengancam atau menekan dirinya. Pada penilaian ini, akan menghasilkan bentuk penghayatan stres yaitu irrelevant,

benign-positive, dan stress appraisal.

Penghayatan stres irrelevant yaitu jika suatu stimulus atau situasi (stressor) yang dirasakan tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat, tidak bermakna, dan tidak ada keterkaitannya dengan diri pemadam sehingga dapat diabaikan. Benign-positive yaitu jika stressor tertentu dihayati sebagai hal yang positif dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan diri petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat. Sedangkan stress appraisal yaitu bentuk penghayatan petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat terhadap

stressor. Stressor dikategorikan stressfull apabila dihayati sebagai sesuatu yang

merugikan (harm/loss), ancaman, atau suatu yang menantang.

Stressor yang menimbulkan penghayatan tersebut kemudian perlu

ditanggulangi oleh petugas pemadam kebakaran. Dalam usaha menanggulangi keadaan stres, selanjutnya pemadam kemudian akan melakukan secondary

appraisal. Secondary appraisal dilakukan untuk menentukan apa yang dapat dan

harus dilakukan individu terhadap suatu situasi stres. Pada secondary appraisal petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat mengevaluasi seberapa besar kemampuannya dalam menjalani tuntutan, tanggung jawab, dan resiko pekerjaannya, menentukan apa yang dapat dan harus dilakukan terhadap suatu situasi atau stressor tertentu. Pada penilaian ini mereka mencoba memahami


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha potensi dalam diri. Setelah melakukan secondary appraisal maka akan menentukan coping strategy yang akan digunakan dan yang sesuai terhadap masalah yang dihadapi. (Lazarus, 1984: 35)

Coping strategy (Lazarus, 1984: 141) dapat diartikan sebagai usaha untuk

mengubah tingkah laku dan kognitif secara konstan untuk mengatur tuntutan-tuntutan internal dan atau eksternal yang spesifik yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya yang dimiliki individu. Dalam hal ini, petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat akan berpikir, disertai dengan perilaku, untuk mengatasi suatu situasi yang dianggap menekan. Coping strategy ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang timbul oleh suatu situasi (Lazarus, 1984).

Menurut Lazarus (1984) coping strategy lebih ditujukan pada hal-hal yang dilakukan seseorang untuk mengatasi situasi stres atau tuntutan pekerjaannya.

Coping strategy ini dipandang sebagai faktor penyeimbang yang membantu

petugas pemadam kebakaran menyesuaikan diri terhadap stressor pekerjaan yang dialaminya. Coping strategy ada dua, yaitu yang berpusat pada emosi (emotional

focused coping) dan yang berpusat pada masalah (problem focused coping).

Petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat dengan derajat stres ringan dan moderat cenderung menggunakan coping strategy

problem focused, sementara petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta

di Jakarta Pusat dengan derajat stres berat cenderung menggunakan coping


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha Emotional focused coping berfungsi untuk mengatur respon emosi terhadap stressor, dengan lebih terfokus menjaga perasaan dan ketenangan batin. Bentuk coping strategy yang termasuk di dalamnya adalah: Seeking social support, yaitu

menggambarkan usaha untuk mencari dan menerima dukungan informasi maupun emosional dari berbagai pihak. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat melakukan interaksi sosial agar mendapat dukungan untuk bertahan menghadapi tekanan yang muncul di pekerjaan, seperti meminta saran serta informasi dari rekan sesama pemadam, atasan, keluarga.

Self-control, yaitu menggambar usaha untuk mengatur perasaan diri serta

mengatur tindakan diri sendiri. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat mengatur pikiran dan perasaan saat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Proses kognitif diperlukan agar petugas pemadam kebakaran dapat menanggulangi perasaan yang tidak diinginkan serta tindakan yang dapat merugikan kesejahteraan diri sendiri maupun orang lain. Misalnya saat menghadapi masyarakat yang mencaci maki dan memberi perlakuan negatif pada pemadam, ia dapat mengendalikan perasaannya dan tidak terpancing emosi.

Distancing, yaitu menggambarkan usaha untuk melepaskan diri atau

berusaha tidak melibatkan diri dalam masalah. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat memandang bahwa sumber stres perlu dihindari agar tidak mengancam kesejahteraannya. Misalnya dengan membaca buku atau menonton


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha televisi untuk sementara waktu guna meredakan stres terhadap masalah yang dihadapi.

Bentuk coping strategy lain yang juga menjadi bagian dari emotional

focused coping, yaitu: Positive reappraisal, yakni menggambarkan usaha untuk

menciptakan penilaian positif dengan berfokus pada pertumbuhan diri serta dimensi keagamaan. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat cenderung mencari harapan-harapan yang positif dari keadaan yang menekan dengan melakukan introspeksi dan evaluasi diri ketika menghadapi masalah, atau melalui jalan berdoa.

Escape avoidance, yaitu menggambarkan tentang harapan serta berusaha

untuk menghindari setiap masalah yang muncul. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat berusaha menghindar dari setiap masalah yang muncul misalnya melalui makan, minum, merokok, atau tidur. Accepting responsibility, yaitu mengakui atau menyadari permasalahan yang dialami diri sendiri, menerima kenyataan, dan bertanggung jawab atas situasi tersebut. Dalam hal ini petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat menerima semua kenyataan yang Ia hadapi berkaitan dengan pekerjaannya dan siap untuk menerima konsekuensi dari hal tersebut.

Coping strategy yang berpusat pada masalah (problem focused coping)

berfungsi untuk memecahkan masalah. Bentuk coping strategy yang termasuk di dalamnya adalah planful problem solving, yaitu menggambarkan usaha


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha pemecahan masalah dengan tenang dan hati-hati yang disertai pendekatan analisis untuk memecahkan masalah tersebut. Petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat memikirkan akibat dari keadaan yang menekan dan merencanakan sesuatu untuk mengatasi keadaan tersebut; dan Confrontative coping, yaitu menggambarkan usaha dalam mengubah situasi, dan berani mengambil resiko. Petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat mencari cara untuk mengatasi keadaan yang menekan dirinya, dengan secara langsung mengungkapkan pendapatnya berkaitan dengan kondisi yang dihadapi, atau mengungkapkan emosi yang dimiliki pada orang-orang disekitarnya. Misalnya, secara langsung mengungkapkan kekesalan pada atasan atau rekan kerja.

Coping strategy yang digunakan petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI

Jakarta di Jakarta Pusat dapat dikategorikan cenderung terfokus pada masalah, cenderung terfokus pada emosi, atau menggunakan keduanya. Hal ini tergantung pada frekuensi penggunaan coping strategy yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat. Coping strategy dikategorikan problem focused dan emotion focused apabila frekuensi penggunaan

coping strategy yang terfokus pada masalah dan coping strategy yang terfokus

pada emosi berada pada kategori yang sama. Menurut Lazarus & Folkman (1984: 157) coping strategy yang efektif adalah apabila individu menggunakan kedua jenis coping strategy secara seimbang.


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha Terdapat enam faktor yang memengaruhi pemilihan jenis coping strategy (Lazarus & Folkman, 1984: 159-164), yaitu: Kesehatan dan energi yang merupakan sumber fisik pemadam kebakaran (prima atau tidak) yang dapat memengaruhi upaya petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat dalam menangani atau menanggulangi stres. Petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat akan lebih mudah menanggulangi stres apabila dalam keadaan tubuh yang sehat, sementara menjadi kurang efektif menanggulangi stres bila berada dalam kondisi sakit atau kurang prima;

Keterampilan memecahkan masalah, yaitu bagaimana petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat memiliki kemampuan untuk secara aktif dan efisien mencari jalan keluar dalam menghadapi segala tantangan dan hambatan yang ditemui selama menjalankan tugas dan tanggung jawab. Bagaimana petugas pemadam kebakaran dapat tetap berpikir jernih meskipun berada di bawah tekanan masyarakat.

Faktor lain yaitu keyakinan yang positif, mencakup adanya nilai moral,

belief, sikap optimis, yang merupakan sumber daya psikologis yang penting dalam

menanggulangi stres. Hal tersebut dihayati oleh petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat yang berperan positif memertahankan pandangan bahwa tuntutan kerja yang dimiliki dan semua hambatan yang memicu stres selama pelaksanaan tanggung jawab pekerjaannya dapat diselesaikan dengan


(28)

19

Universitas Kristen Maranatha baik. Begitu pula sebaliknya apabila petugas pemadam kebakaran DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat memiliki keyakinan yang negatif.

Faktor selanjutnya yaitu keterampilan sosial secara efektif yang memudahkan pemecahan masalah yang dapat dilakukan bersama orang lain. Keterampilan ini menggambarkan petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat dapat membangun dan memertahankan relasi sosial yang memberikan dampak positif bagi kinerja mereka, seperti relasi profesional yang terjalin dengan sesama pemadam, para staff pemadam, maupun dengan masyarakat. Hal ini dapat menjadi penentu adanya penilaian yang muncul dalam masyarakat mengenai petugas pemadam kebakaran. Dengan keterampilan sosial, membantu petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat untuk menyelesaikan masalah dengan orang lain, dan secara umum memberikan kontrol perilaku kepada pemadam atas interaksi sosialnya dengan rekan pemadam dan/atau masyarakat.

Adanya dukungan sosial dari orang lain. Individu dapat memeroleh informasi, bantuan secara nyata dan dukungan emosional yang dapat membantu dalam menangani stres. Dalam hal ini, petugas pemadam kebakaran mendapat dukungan dari sesama petugas pemadam kebakaran, staff pemadam, maupun keluarga untuk menanggulangi masalah yang terjadi selama bekerja. Selain itu adanya sumber material yang dapat mendukung terlaksananya penanggulangan secara efektif, baik berupa uang, maupun sarana dan pra-sarana yang tersedia di lingkungan kerja. Dalam hal ini, sumber material tersebut dapat mendukung


(29)

20

Universitas Kristen Maranatha kelancaran dan keberhasilan kinerja petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat. Misalnya, bonus tambahan yang didapatkan petugas pemadam kebakaran, ruang istirahat yang kondusif, atribut kelengkapan tahan api petugas pemadam kebakaran, ketersediaan mobil pemadam kebakaran dalam menangani kejadian kebakaran/bencana, maupun sirine pada kendaraan pemadam kebakaran.

Penjelasan di atas mengenai coping strategy dapat digambarkan melalui bagan berikut:


(30)

21

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Skema Kerangka Berpikir

Petugas Pemadam

kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat

Primary appraisal

Penghayatan terhadap stres

Secondary

appraisal Coping strategy

Problem focused: Confrontative

Coping

Planful Problem Solving

Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan jenis coping strategy:

 Kesehatan dan energi

 Keterampilan memecahkan masalah

 Keyakinan yang positif

 Keterampilan sosial secara efektif

 Dukungan sosial

 Sumber-sumber material

IrrelevantBenign-positive

Seimbang Tipe kejadian Stressor:

 Perubahan besar yang dialami sejumlah besar individu.

 Perubahan besar yang dialami oleh satu atau beberapa individu.

Daily hassless.

Emotional Focused: Seeking Social

Support Self-Control Distancing Positive

Reappraisal Escape Avoidance Accepting

Responsibility Stress appraisal


(31)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat mengalami stres dengan derajat yang berbeda-beda.

2. Derajat stres yang dialami petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat dapat memengaruhi penggunaan coping strategy.

3. Terdapat tiga bentuk coping strategy yang digunakan pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat, yaitu dapat berfokus pada masalah (problem focused coping), berfokus pada kondisi emosi (emotional focused coping), atau seimbang.


(32)

76

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta di Jakarta Pusat sebagian besar menggunakan coping strategy yang seimbang, antara problem

focused maupun emotional focused. Petugas pemadam kebakaran sebagian

kecil menggunakan coping strategy emotional focused dan coping strategy

problem focused.

2. Petugas yang sebagian besar sering menggunakan coping strategy problem

focused, ternyata menggunakan strategi accepting responsibility yang

merupakan bentuk dari coping strategy emotional focused. Hal ini berkaitan dengan keyakinan diri yang positif bahwa mereka dapat yakin mampu menerima dan menghadapi masalah yang menimpa petugas.

3. Petugas yang sebagian besar jarang menggunakan coping strategy

emotional focused, ternyata menggunakan strategi escape avoidance yang

merupakan bentuk dari coping strategy emotional focused.

4. Pemilihan coping strategy yang seimbang pada petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat berkaitan dengan


(33)

77

Universitas Kristen Maranatha kondisi kesehatan, keyakinan yang positif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka peneliti memandang perlu mengajukan beberapa saran:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan melakukan penelitian lanjutan untuk melihat korelasi kondisi kesehatan, keyakinan yang positif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material terhadap coping strategy.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi ketua pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat dapat menyediakan jasa konselor atau psikolog untuk memberikan pelatihan program management stress, misalnya relaksasi, pada petugas pemadam kebakaran.

2. Bagi petugas pemadam kebakaran agar lebih terbuka, lebih interaktif, dan lebih ingin berbagi kepada orang lain setiap kali mengalami masalah. Saling memberi support satu sama lain ketika menghadapi masalah. Petugas pemadam kebakaran diharapkan mampu mengenali diri sendiri dengan lebih baik, mampu menyadari, menerima, menghadapi setiap masalah kehidupan.


(34)

78

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Rini & Indah Suci W. 2011. Stresor Kerja dan Insomnia Pada Petugas

Pemadam Kebakaran di Jakarta Selatan. (Online). Volume 61 Nomor 12.

Diakses 15 November 2014.

Cox, Tom. 1978. Stress. London: Macmillan.

Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology: A Life-Span Approach. New York: McGraw-Hill.

Lazarus, Richard S. & Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

________________. 2007. Adolescence, 11th edition. New York: McGraw-Hill. Sugiyono. 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Uyanto, Stanislaus S, Ph.D. 2009. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS Edisi


(35)

78

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Adiputra, Fendy. 2013. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress Pada

Ex-Pasukan Perdamaian Garuda Pasca Bertugas di Negara Kongo. Skripsi.

Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Charles. 2007. Hubungan Antara Psychological Well Being dengan Stres Kerja

pada Petugas Pemadam Kebakaran di DKI Jakarta. Skripsi. Jakarta:

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2011. (http://dki.kependudukancapil.go.id/? option=com_content&view=article&id=4&Itemid=63, diakses 20 Oktober 2013.)

Kebakaran.jakarta.go.id (diakses 20 Oktober 2013).

Novianita, Gadis, 2013. Kesejahteraan Psikologi Petugas Pemadam Kebakaran. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Profil Provinsi DKI Jakarta. (

http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta, diakses 20 Oktober 2013).

Shafwani, Rahmi. 2012. Gambaran Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam

Kebakaran di Dinas Pencegahan Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

13 Warga Tewas akibat Kebakaran di Sepanjang 2014. (http://megapoli- tan.kompas.com/read/2014/11/09/18281061/13.Warga.Tewas.akibat.Keba karan.di.Sepanjang.2014, diakses 15 November 2014)


(1)

Petugas Pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat

Primary appraisal

Penghayatan terhadap stres

Secondary

appraisal Coping strategy

Problem focused: Confrontative

Coping

Planful Problem Solving

Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan jenis coping strategy:  Kesehatan dan energi

 Keterampilan memecahkan masalah  Keyakinan yang positif

 Keterampilan sosial secara efektif  Dukungan sosial

 Sumber-sumber material

IrrelevantBenign-positive

Seimbang Tipe kejadian Stressor:

 Perubahan besar yang dialami sejumlah besar individu.

 Perubahan besar yang dialami oleh satu atau beberapa individu.  Daily hassless.

Emotional Focused: Seeking Social

Support Self-Control Distancing Positive

Reappraisal Escape Avoidance Accepting

Responsibility Stress appraisal


(2)

22

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

1. Petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat mengalami stres dengan derajat yang berbeda-beda.

2. Derajat stres yang dialami petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat dapat memengaruhi penggunaan coping strategy.

3. Terdapat tiga bentuk coping strategy yang digunakan pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta di Jakarta Pusat, yaitu dapat berfokus pada masalah (problem focused coping), berfokus pada kondisi emosi (emotional focused coping), atau seimbang.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Petugas pemadam kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPK-PB) DKI Jakarta di Jakarta Pusat sebagian besar menggunakan coping strategy yang seimbang, antara problem focused maupun emotional focused. Petugas pemadam kebakaran sebagian kecil menggunakan coping strategy emotional focused dan coping strategy problem focused.

2. Petugas yang sebagian besar sering menggunakan coping strategy problem focused, ternyata menggunakan strategi accepting responsibility yang merupakan bentuk dari coping strategy emotional focused. Hal ini berkaitan dengan keyakinan diri yang positif bahwa mereka dapat yakin mampu menerima dan menghadapi masalah yang menimpa petugas.

3. Petugas yang sebagian besar jarang menggunakan coping strategy emotional focused, ternyata menggunakan strategi escape avoidance yang merupakan bentuk dari coping strategy emotional focused.

4. Pemilihan coping strategy yang seimbang pada petugas pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat berkaitan dengan


(4)

77

Universitas Kristen Maranatha kondisi kesehatan, keyakinan yang positif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka peneliti memandang perlu mengajukan beberapa saran:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan melakukan penelitian lanjutan untuk melihat korelasi kondisi kesehatan, keyakinan yang positif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material terhadap coping strategy.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi ketua pemadam kebakaran di DPK-PB DKI Jakarta di Jakarta Pusat dapat menyediakan jasa konselor atau psikolog untuk memberikan pelatihan program management stress, misalnya relaksasi, pada petugas pemadam kebakaran.

2. Bagi petugas pemadam kebakaran agar lebih terbuka, lebih interaktif, dan lebih ingin berbagi kepada orang lain setiap kali mengalami masalah. Saling memberi support satu sama lain ketika menghadapi masalah. Petugas pemadam kebakaran diharapkan mampu mengenali diri sendiri dengan lebih baik, mampu menyadari, menerima, menghadapi setiap masalah kehidupan.


(5)

Afrianti, Rini & Indah Suci W. 2011. Stresor Kerja dan Insomnia Pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta Selatan. (Online). Volume 61 Nomor 12. Diakses 15 November 2014.

Cox, Tom. 1978. Stress. London: Macmillan.

Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology: A Life-Span Approach. New York: McGraw-Hill.

Lazarus, Richard S. & Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

________________. 2007. Adolescence, 11th edition. New York: McGraw-Hill. Sugiyono. 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Uyanto, Stanislaus S, Ph.D. 2009. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS Edisi Ketiga. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(6)

78

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Adiputra, Fendy. 2013. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress Pada Ex-Pasukan Perdamaian Garuda Pasca Bertugas di Negara Kongo. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Charles. 2007. Hubungan Antara Psychological Well Being dengan Stres Kerja pada Petugas Pemadam Kebakaran di DKI Jakarta. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2011. (http://dki.kependudukancapil.go.id/? option=com_content&view=article&id=4&Itemid=63, diakses 20 Oktober 2013.)

Kebakaran.jakarta.go.id (diakses 20 Oktober 2013).

Novianita, Gadis, 2013. Kesejahteraan Psikologi Petugas Pemadam Kebakaran. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Profil Provinsi DKI Jakarta. (

http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta, diakses 20 Oktober 2013).

Shafwani, Rahmi. 2012. Gambaran Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegahan Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

13 Warga Tewas akibat Kebakaran di Sepanjang 2014. (http://megapoli- tan.kompas.com/read/2014/11/09/18281061/13.Warga.Tewas.akibat.Keba karan.di.Sepanjang.2014, diakses 15 November 2014)