APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.).

APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI
DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN
MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
KUALITAS HASIL
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

KASLI DAN UPIK YELIANTI
RINGKASAN
Penelitian tentang Aplikasi Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik dengan
dekomposernya dan kerjasamanya dengan CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
kentang telah dilakukan di Kebun Percobaan BPTP Sukarami Solok Sumatera Barat dari
bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai dosis dengan
dan tanpa CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Percobaan ini dirancang
dengan Rancangan Split-split Plot, dengan Petak Utama adalah: pemberian CMA (tanpa dan
diberi CMA), Anak Petak adalah: jenis pupuk organik terbaik (TKTH, JPTH, TTTH), dan anakanak petak adalah: dosis pupuk organik (0, 10, dan 15 t/ha). Hasil percobaan
memperlihatkan bahwa terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada
dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap variabel tinggi tanaman, ILD, LAB dan
LTT. Terdapat interaksi yang nyata antara pemberian FMA dengan dosis pupuk organik dan
antara perlakuan FMA dengan pupuk organik terhadap variabel jumlah umbi pertanaman dan
bobot segar umbi per tanaman. Hasil umbi terbaik diperoleh pada perlakuan tanpa FMA

dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH, yaitu sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha), sedangkan
untuk perlakuan pemberian FMA diperoleh hasi tertinggi sebesar 164.45 g/tanaman (9.30
t/ha). Kandungan gizi umbi kentang juga dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pupuk
organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa FMA seperti kadar karbohidrat, gula, protein,
lemak dan asam askorbat (vitamin C). Kandungan karbohidrat cenderung meningkat seiring
dengan peningkatan dosis pupuk organik, sedangkan kandungan gula memperlihatkan
bahwa tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik dan perlakuan + FMA dengan 0 t/ha
mempunyai kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk
organik 10 dan 20 t/ha. Kandungan lemak cenderung menurun sejalan dengan peningkatan
dosis pupuk organik. Untuk kandungan protein menunjukkan bahwa tanpa FMA dan tanpa
pupuk organik memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan diberi FMA
dengan berbagai dosis pupuk organik. Sementara kandungan vitamin C memiliki
kecenderungan lebih tinggi sejalan dengan penambahan dosis pupuk organik.

SUMMARY
The experiment was carried out at Research Station at BPTP Sukarami West Sumatera, from
December 2007 to April 2008. The goal of this research is to study about the interaction of the
aplication of organic fertilizer with different level with or without AMF to growth and qulaity of
potatoes. This research was arranged in Split-Split Plot Design, with Main Plot are: AMF (with
or without AMF), Subplot are: a kind of organic fertlizers (cascing of empty bunch palm oil,

compost of paddy straw, and compost of thitonia diversifolia), and the sub-sub plot are: level
of organic fertilizers (0, 10, and 20 t/ha). The observation are included: height, LAI, NAR,
CGR, number of tubers, fresh weight and also quality (nutritional content). The result showed
that there is a significant interactions between organic fertilizers with different level with or
without AMF to growth and quality of potatoes yield. The result indicated that the best growth
and yield was obtained by giving organic fertilizer from thitonia diversiflolia with 20 t/ha
without AMF, the fresh weight of tuber is:165.72 g/plant and with AMF by giving organic

1

fertilizer from cascing of empty bunch palm oil with 20 t/ha is 164.45 g/plant. The nutrititional
content of yield showed that carbohydrate and vitamin C were increased as increasing level
of organic fertlizer with or without AMF, sugar content. protein, and lipid were decreased as
increasing the level of organic fertlizer.

PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu bahan pangan yang
mempunyai nilai kandungan gizi yang cukup tinggi. Umbi kentang mampu
menyediakan bahan makanan yang bergizi karena kentang mengandung
karbohidrat, protein, vitamin


B dan C, serta mineral fosfor, magnesium dan

kalium (International Potato Centre, 1984). Kentang mengandung karbohidrat
sebesar 2.171 kg/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan terigu dan padi berturutturut yaitu 981 kg/ha dan 1.548 kg/ha. Di samping sebagai sumber karbohidrat,
kentang juga dapat menunjang diversifikasi pangan, komoditas ekspor nonmigas dan sebagai bahan baku industri.
Di Indonesia pertanaman kentang terdapat di daerah dataran tinggi dengan
kisaran 1.000-3.000 m dpl, dan daerah sentra produksi kentang adalah: Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan
Sumatera Barat serta Jambi (Pitojo, 2004). Secara umum produksi kentang di
Indonesia masih relatif rendah, yaitu 15.3 ton/ha dan produksi kentang di
Sumatera Barat pada tahun yang hanya 12.7 ton/ha (BPS 2003) jika
dibandingkan dengan produksi kentang di negara subtropis seperti USA dan
Belanda yang sudah mencapai 37.4 ton/ha dan 45.1 t/ha (Rubatsky dan
Yamaguchi, 1995). Oleh karena itu, tanaman kentangmerupakan tanaman
hortikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia.
Tanaman kentang lebih menyukai hidup pada tanah yang subur, gembur dan
banyak mengandung bahan organik. Kondisi yang demikian akan menyebabkan
rasa umbi


lebih enak dan mempunyai kandungan karbohidratnya tinggi. Di

samping itu, kulit umbi juga mengkilat dan bentuknya juga baik. Kualitas umbi
yang demikian sangat disukai oleh konsumen apalagi jika dibudidayakan dengan
menggunakan pupuk organik yang berasal dari perombakan bahan organik yang
tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk

2

meningkatkan kualitas tanaman kentang tersebut melalui pengaplikasian pupuk
organik dan FMA sebagai pupuk hayati.
Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik seperti TKKS,
thitonia, dan jerami padi dengan berbagai dekomposer (Trichoderma, cacing
tanah, dan EM-4) dan kerjasamanya dengan FMA dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif pengembalian kesuburan tanah yang murah, hemat, dan ramah
terhadap lingkungan. Pupuk organik dapat berperan ganda, di samping dapat
meningkatkan kesuburan tanah baik secara kimia melalui peningkatan
kandungan bahan organik dan unsur hara tanah, maupun secara fisik melalui
perbaikan struktur tanah, dan secara biologi melalui peningkatan aktivitas
mikroorganisme tanah. Sedangkan FMA dapat membantu tanaman dalam

meningkatkan penyerapan unsur hara dan air.
TKKS,

thitonia,

dan

jerami

padi

merupakan

bahan

organik

yang

keberadaannya sangat melimpah dan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai

sumber pupuk organik karena banyak mengandung unsur hara baik makro
maupun mikro. Unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg serta hara mikro
seperti ZN, Mn, dan Cu sangat diperlukan oleh tanaman kentang untuk aktivitas
kehidupannya, sehingga dihasilkan umbi kentang yang sehat, bergizi dan proses
budidayanya tidak merusak lingkungan.
Hasil Penelitian Tahap I Tahun I adalah tentang: Penentuan kualitas pupuk
organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi beberapa bahan organik
dengan dekomposernya memperlihatkan bahwa pupuk organik terbaik adalah
hasil dekomposisi TKKS dengan dekomposer cacing tanah, sedang untuk bahan
organik jerami padi dan thitonia dengan dekomposer T.harzianum. Indikator
kualitas pupuk organik adalah kandungan hara baik makro, maupun mikro, dan
kandungan asam-asam organik serta kandungan ZPT. Sedangkan hasil
Penelitian Tahap II Tahun I tentang: “Isolasi dan Identifikasi FMA yang terdapat
pada Rhizosfir tanaman Kentang” menunjukkan bahwa jumlah dan jenis spora
FMA tergolong banyak, namun setelah diuji kecocokan spora tunggal dengan
tanaman kentang memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena
itu, perbanyakan inokulan dilakukan dengan menggunakan propagul aktif yang
berasal dari spora dan akar kentang bermiselia.

3


Pengaplikasian pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati pada tanaman
kentang belum banyak informasinya dan diharapkan dapat menanggulangi
penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang semakin hari semakin meningkat
penggunaannya dan keberadaannya pun sulit ditemui (langka). Pada Penelitian
Tahap III Tahun II ini adalah tentang: Aplikasi pupuk organik hasil terbaik dan
kerjasamanya dengan FMA terhadap pertumbuhan dan kuaitas hasil kentang.
Hasil penelitian Tahun II ini diharapkan diperoleh kentang yang memiliki kualitas
yang lebih baik di lapangan yang pada akhirnya dihasilkan umbi kentang yang
sehat,

mengandung nilai gizi, dan ramah lingkungan. Rasa juga merupakan

indikator kualitas dan rasa sangat ditentukan oleh kandungan karbohidratnya.
Tanaman kentang yang ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik,
dan gembur menyebabkan rasa umbi kentang lebih enak dan kandungan
karbohidratnya lebih tinggi.
Dalam era pasar bebas, setiap negara harus meningkatkan daya saingnya
produk agar dapat berperan dalam perdagangan dunia dan dapat menjadi tuan
rumah di negeri sendiri, sehingga produk domestik tidak tergeser oleh oleh produk

luar negeri.Di era tersebut, produk yang diunggulkan tidak saja dituntut mempunyai
potensial hasil yang tinggi tetapi juga penekanan terhadap kualitas produk mutlak
diperlukan, sehingga produk yang ditawarkan mampu bersaing di pasaran. Dengan
demikian, kentang yang ditawarkan sebagai produk prioritas hortikultura harus
mempunyai kualitas yang sesuai dengan keinginan dan selera berbagai segmen.
Selama ini peningkatan produksi kentang selalu menjadi prioritas utama
dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida dengan dosis yang cukup tinggi.
Namun, kenyataannya pada saat ini ada kecendrungan preferensi konsumen
terhadap hasil tanaman yang dikelola secara alami dengan menggunakan pupuk
organik dan pupuk hayati dengan alasan hasil tanaman tersebut sehat dan proses
produksinya tidak mencemari lingkungan.
Kentang merupakan salah tanaman pangan yang mendapat prioritas untuk
dikembangkan di Indonesia dan berdasarkan volumenya kentang menempati
peringkat keempat setelah padi, gandum, dan Jagung. Kentang lebih menyukai
hidup pada tanah-tanah yang subur, kaya akan bahan organik, dan gembur serta
mempunyai drainase yang baik. Tanaman kentang yang ditanam di tanah yang
subur, kaya akan bahan organik, dan gembur menyebabkan rasa umbi kentang lebih

4


enak dan kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
suatu kajian tentang aplikasi pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati terhadap
pertumbuhan dan kualitas hasil kentang. Pupuk organik hasil perombakan beberapa
bahan organik seperti tandan kosong kelapa sawit, jerami padi, dan thitonia dengan
dekomposer dapat menghasilkan pupuk organik yang memiliki kandungan hara baik
makro maupun mikro yang cukup tinggi. Di samping itu, pupuk organik tersebut juga
mengandung asam-asam organik seperti asam oksalat, asam laktat dan asam
asetat serta mengandung ZPT seperti: auksin, sitokinin
dan giberalin yang sangat berguna dalam menunjang pertumbuhan tanaman
khususnya tanaman kentang. Aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati FMA pada
tanaman kentang tentu akan menghasilkan tanaman yang berkualitas, sehat dan
mengandung nilai gizi. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan
pupuk hayati, di samping dapat menguragi penggunaan pupuk kimia dan pestisida
juga dapat menjadi solusi dalam penanganan limbah terutama limbah sisa pertanian
dan industri.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian Tahun II ini merupakan penelitian Tahap III yaitu: ”Aplikasi pupuk
hayati hasil terbaik yang dikombinasikan dengan FMA sebagai pupuk hayati
terhadap pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang”.
(1) Waktu dan Tempat:

Percobaan ini dilakukan di lapangan yaitu di Kebun Percobaan BPTP Sumatera
Barat di Sukarami Solok dengan ketinggian tempat sekitar 920 m dpl, dan di
laboratorium jurusan Tanah Faperta Unand untuk analisis tanah, tanaman, dan
infeksi akar oleh FMA. Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2007 sampai dengan
Desember 2008.
(2) Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pupuk organik terbaik (TKCT,
JPTH, dan TTTH), FMA, agens hayati (PF dan Bb), bibit kentang varietas Granola,
pestisida nabati (daun surian dan daun thitonia), dll. Sedangkan alat yang digunakan
adalah: cangkul, meteran, net pagar, tiang, timbangan biasa, timbangan elektrik,
termometer, HPLC, pH meter, leaf area meter, dan alat-alat lainnya untuk analisis
kimia.
(3) Metode Penelitian

5

Penelitian ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan
Petak Utama adalah: pemberian mikoriza: (a1=tanpa FMA dan

a2=


diberi FMA). Anak Petak adalah: jenis pupuk organik:(b1 = TKCT,

b2=

JPTH, dan b3= TTTH), dan Anak-anak Petak adalah: dosis pupuk organik: (c1 = 0
t/ha, c2 = 10 t/ha, dan c3 = 20 t/ha). Dengan demikian terdapat 2 x 3 x 3 = 18
kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga
terdapat 54 satuan percobaan. Untuk kombinasi perlakuan 0 t/ha pupuk organik + o
FMA = diberi pupuk kimia sesuai dengan rekomendasi, dan 0 t/ha pupuk organik +
10 g/tanaman FMA = diberi pupuk kimia ½ dosis rekomendasi.
(4) Variabel Pengamatan
Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman, panjang
akar, luas daun, dan bobot kering tanaman, sedangkan pengamatan terhadap hasil
dan kualitas hasil meliputi: jumlah umbi/tanaman, bobot umbi/ tanaman, hasil umbi
per petak, serta aspek kualitas meliputi: kandungan gizi (karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, dan mineral).

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pertumbuhan Tanaman Kentang
1.1 Tinggi Tanaman Kentang
Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai
pupuk organik pada berbagai dosis memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan yang
tajam mulai dari umur 4 mst sampai 5 mst, kemudian meningkat secara perlahan
sampai pada umur 7 mst dan selanjutnya menurun pada umur ke 8 mst (Gambar 1,
2, dan 3).

Gambar 1. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai
dosis pupuk organik TKCT

6

Gambar 2. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan
berbagai dosis pupuk organik JPTH

Gambar 3. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan
berbagai dosis pupuk organik TTTH
Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai
dosis pupuk organik secara umum memiliki pola pertambahan tinggi yang hampir
sama. Besarnya pertambahan tinggi tanaman pada umur 4 sampai dengan 6 mst
menunjukkan bahwa tanaman pada saat itu sedang mengalami pertumbuhan yang
signifikan, karena pada waktu itu tanaman sedangkan aktif melakukan aktivitas
metabolisme, seperti pembelahan dan perbesaran serta pemanjangan sel-sel
sehingga terjadi pertambahan tingg Perlakuan pemberian FMA dengan berbagai
pupuk organik dengan dosis yang berbeda juga mempengaruhi tinggi tanaman
kentang (Gambar 4, 5, dan 6). Meningkatnya tinggi tanaman pada umur 4 sampai 6
mst menunjukkan bahwa tanaman pada saat itu aktif melakukan proses
metabolisme melalui proses pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel-sel.
Hal ini ditunjang oleh adanya pupuk organik menyediakan unsur hara bagi tanaman
serta adanya pupuk hayati yang juga membantu penyerapan hara dan air sehingga
tanaman dapat melakukan aktivitas pertumbuhan dengan maksimal.

7

Gambar 4. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan
berbagai dosis pupuk organik TKCT

Gambar 5. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan
berbagai dosis pupuk organik JPTH

Gambar 6. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan
berbagai dosis pupuk organik TTTH
1.2 Indeks Luas Daun (ILD) Tanaman Kentang
Indeks Luas Daun (ILD) tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa
pupuk organik pada berbagai dosis dengan dan tanpa pemberian pupuk hayati FMA
menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan nilai ILD untuk perlakuan tanpa

8

pemberian FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis dapat dilihat pada
Gambar 7, 8, dan 9.
Nilai ILD tanaman kentang secara umum meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur tanaman sampai mencapai suatu titik pada pertumbuhan
vegetatif maksimal dan kemudian akan turun sampai tanaman mengalami kematian.
Nilai ILD maksimum dicapai pada saat tanaman berumur 6 mst, namun pada kondisi
ini tanaman belum lagi mencapai pertumbuhan vegetatif maksimal. Menurunnya nilai
ILD pada saat tanaman kentang berumur 7 mst disebabkan karena tanaman
mengalami kematian mudan akibat hujan yang turun terus menerus dengan
intensitas yang tinggi.

Gambar 7. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik
TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 8. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik
JPTH pada berbagai dosis.

9

Gambar 9. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik
TTTH pada berbagai dosis.
Terjadinya peningkatan nilai ILD pada tanaman kentang yang diberi
perlakuan pupuk organik dengan berbagai dosis tanpa FMA setelah tanaman
berumur 5 mst, menunjukkan bahwa tanaman telah mampu menyerap dan
menggunakan unsur hara yang disediakan oleh pupuk organik untuk kegiatan
fisiologis tanaman yang dimanifestasikan dalam bentuk daun sebagai organ
fotosintesis. Peningkatan luas daun tanaman akan meningkatkan juga proses
fotosintesis sehingga akan meningkatkan akumulasi bahan kering.
Nilai ILD tanaman kentang yang diberi perlakuan

FMA dengan berbagai

pupuk organik (TKCT, JPTH, dan TTTH) dengan dosis yang berbeda dapat dilihat
pada Gambar 10, 11, dan 12.

Gambar 10. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik pada berbagai dosis.

Gambar 11. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik JPTH pada berbagai dosis.

10

Gambar 12. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik TTTH pada berbagai dosis.
Berdasarkan Gambar 10, 11, dan 12, terlihat bahwa puncak pertumbuhan
daun sebagai organ fotosintesis terjadi pada umur 5 dan 6 mst untuk berbagai
perlakuan pemberian beberapa pupuk organik dengan berbagai dosis dengan dan
tanpa FMA. Hal ini ditandai dengan tingginya nilai ILD tanaman kentang pada saat
tanaman berumur 5 dan 6 mst, kemudian menurun pada umur 7 mst. Turunnya nilai
ILD pada saat tanaman berumur 7 mst tersebut disebabkan karena hujan yang turun
secara terus menerus selama beberapa hari dengan intensitas yang cukup tinggi.
Kondisi yag demikian tidak disukai oleh tanaman kentang, sehingga tanaman
mengalami kematian muda. Hal ini sejalan dengan pendapat Zaag (1981), yang
menyatakan bahwa tanaman kentang ini tidak tahan terhadap genangan air, karena
itu umbi akan mudah busuk dan mudah terserang penyakit.
1.3 Laju Asimilasi Bersih (LAB) Tanaman Kentang
Nilai Laju Asimilasi Bersih tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa
pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan
pola yang berbeda (Gambar 13, 14, 15, 16, 17, dan 18). Pada perlakuan tanpa FMA
dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT terlihat bahwa nilai LAB pada saat
tanaman kentang berumur 4-5 mst memiliki nilai tertinggi yang diperoleh pada
perlakuan tanpa FMA dengan pupuk organik TKCT 20 t/ha, kemudian menurun
dengan takam pada umur 5-6 mst dan selanjutnya pada umur 6-7 mst nilai LAB
sedikit naik.

11

Gambar 13. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk
organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 14. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk
organik JPTH pada berbagai dosis.

Gambar 15. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk
organik TTTH pada berbagai dosis.

Gambar 16. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk

12

organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 17. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik JPTH pada berbagai dosis.

Gambar 18. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik TTTH pada berbagai dosis.
Tingginya nilai LAB pada minggu ke 4-5 mst disebabkan karena adanya
peningkatan luas daun yang signifikan, selanjutnya terjadi penurunan nilai LAB pada
minggu ke 6 sampai minggu ke 7 disebabkan karena daun sebagai organ
fotosintesis tidak lagi bertambah akibat adanya curah hujan yang tinggi sehingga
tanaman mati muda.
1.4 Laju Tumbuh Tanaman (LTT) Tanaman Kentang
Laju Tumbuh Tanaman (LTT) kentang yang diberi beberapa pupuk organik
pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan pola pertumbuhan
yang hampir sama (Gambar 19, 20, 21, 22, 23, dan 24). Tanaman kentang yang
diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT
memperlihatkan bahwa pada umur 4-5 mst memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian
menurun pada umur 5-6 mst, selanjutnya naik lagi pada umur 6-7 mst (Gambar 19).
Nilai LTT untuk perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik
pada dosis yang berbeda memperlihatkan bahwa pola pertumbuhannya hampir
sama dengan perlakuan tanpa FMA

13

Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst dengan berbagai
pupuk organik pada dosis yang berbeda (Gambar 22, 23, dan 24). Pada Gambar 22
terlihat bahwa nilai LTT tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian FMA dengan 0
t/ha pupuk organik TKCT (50% pupuk kimia) pada umur tanaman 4-5 mst, kemudian
nilai LTT turun sampai tanaman berumur 6-7 mst. Pola pertumbuhan yang hampir
sama juga terjadi pada perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk
organik JPTH (Gambar 23). Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst
memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian menurun pada umur 5-6 mst dan naik lagi
pada umur 6-7 mst. Demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA
dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH (Gambar 24).

Gambar 19. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk
organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 20. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk
organik JPTH pada berbagai dosis.

14

Gambar 21. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk
organik TTTH pada berbagai dosis.

Gambar 22. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik TKCT pada berbagai dosis.

Gambar 23. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik JPTH pada berbagai dosis.

Gambar 24. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk
organik TTTH pada berbagai dosis.
Secara umum semua perlakuan baik dengan dan tanpa pemberian FMA
dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang memiliki nilai LTT yang tinggi pada
saat tanaman berumur 4-5 mst, Kemudian turun sejalan dengan bertambahnya umur
tanaman. Tingginya nilai LTT pada umur 4-5 mst ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan tanaman mengalami peningkatan yang ditandai dengan bertambahnya
jumlah luas daun yang sejalan dengan bertambahnya laju asimilasi tanaman yang
akan terakumulasi dalam bentuk berat kering tanaman.
2. Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Kentang
2.1 Jumlah umbi per tanaman

15

Pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan
dan tanpa FMA terhadap jumlah umbi per tanaman memperlihatkan bahwa tidak
terdapat interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk organik pada dosis yang
berbeda. Akan tetapi, pengaruh interaksi terlihat pada perlakuan pemberian FMA
dengan jenis pupuk organik dan FMA dengan dosis pupuk organik terhadap jumlah
umbi per tanaman (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah umbi per tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa

pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA
Pupuk hayati

Pupuk organik

0

Dosis (t/ha)
10

20

TKCT

10.00 a
5.33 a
6.67 a
A
B
B
- FMA
JPTH
8.33 a
8.67 b
6.00 a
A
A
A
TTTH
9.33 a
8.67 b
9.00 b
A
A
A
TKCT
8.00 a
9.00 b
6.67 a
A
B
A
+ FMA
JPTH
6.67 a
9.00 b
7.67 a
A
B
A
TTTH
7.33 a
7.67 a
6.67 a
A
A
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan huruf
besar yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
5%.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah umbi kentang per
tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian FMA dengan pupuk organik dan
pemberian FMA dengan dosis pupuk organik. Rata-rata jumlah umbi kentang per
tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik
TKCT (100% pupuk kimia), yaitu 10.00 buah, sedangkan jumlah umbi kentang per
tanaman terendah didapat dari perlakuan tanpa FMA dengan 10 t/ha pupuk organik
TKCT, yaitu sebesar 5.33 buah. Akan tetapi, perlakuan pemberian FMA dengan
berbagai dosis pupuk organik memberikan jumlah umbi per tanaman tertinggi pada
perlakuan +FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT dan 10 t/ha JPTH, yaitu
sebesar 9.00 buah. Banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan dari perlakuan tanpa
FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (100% pupuk kimia) menunjukkan bahwa
pemberian

pupuk

kimia

memberikan

kecukupan

hara

sehingga

mampu

meningkatkan jumlah umbi kentang per tanaman. Demikian juga halnya dengan
perlakuan pemberian FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT dan JPTH juga
memberikan jumlah umbi yang berbeda dengan +FMA dengan pupuk organik TTTH
pada berbagai dosis. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh interaksi antara

16

pemberian FMA dengan pupuk organik, dimana pupuk organik dapat menyediakan
unsur hara bagi tanaman dalam bentuk tersedia, sedangkan FMA dapat membantu
pelepasan unsur hara terutama P yang berada dalam keadaan terikat dengan
adanya enzim fosfatase, sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman dan dapat
digunakan dalam pembentukkan umbi.
2.2 Bobot segar umbi per tanaman
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian FMA dan pupuk organik dengan
berbagai taraf terhadap bobot segar umbi kentang per tanaman. Pengaruh jenis dari
pupuk organik

juga tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot

segar umbi per tanaman, sedangkan pemberian FMA dan dosis pupuk organik
secara mandiri memberikan pengaruh yang signifikan. Rata-rata bobot segar umbi
per tanaman dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Bobot segar umbi kentang/tanaman yang diberi perlakuan beberapa
pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA
Dosis (t/ha)
Pupuk hayati
Pupuk organik
20
0
10
TKCT

120.50 a
132.22 a
135.89 a
A
A
A
JPTH
120.00 a
134.69 a
150.78 a
A
A
B
TTTH
127.78 a
143.00 a
165.72 b
A
A
B
TKCT
136.78 a
157.11 a
164.45 b
A
A
B
+ FMA
JPTH
139.89 a
148.55 a
141.78 a
A
A
A
TTTH
131.89 a
153.11 a
158.55 a
A
A
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan besar
yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%.
- FMA

Berdasarkan Tabel 2 di atas, terlihat bahwa pemberian pupuk hayati FMA
berpengaruh nyata terhadap bobot segar umbi

kentang per tanaman. Berbeda

dengan perlakuan pemberian berbagai jenis pupuk organik memberikan pengaruh
yang tidak nyata terhadap bobot segar umbi kentang per tanaman, namun

17

pemberian dosis yang berbeda memberikan respons yang berbeda pua terhadap
bobot umbi kentang per tanaman. Pada perlakuan tanpa pemberian FMA dan tanpa
pupuk organik (100% pupuk kimia sesuai rekomendasi) memberikan respon bobot
umbi kentang per tanaman yang tidak signifikan, demikian juga halnya dengan
perlakuan pemberian FMA dengan tanpa pupuk organik (50% pemberian pupuk
kimia sesuai rekomendasi) juga menunjukkan obot umbi per tanaman yang tidak
berbeda nyata. Pada perlakuan tanpa dan dengan pemberian FMA dengan
pemberian berbagai pupuk organik 10 t/ha juga memberikan bobot umbi kentang per
tanaman yang juga tidak berbeda secara nyata. Tetapi, perlakuan tanpa pemberian
FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH memberikan bobot umbi per tanaman
yang berbeda sangat nyata, yaitu: 165.72 g/tanaman setara dengan 9.38 t/ha. Hal ini
menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian FMA, bobot umbi kentang per
tanaman yang diberi pupuk organik TTTH sebanyak 20 t/ha memberikan hasil
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik lainnya dengan dosis yang
sama. Hal yang hampir sama juga ditujukkan oleh pemberian FMA dengan pupuk
organik TKCT sebanyak 20 t/ha juga memberikan bobot umbi segar kentang
pertanaman yang tertinggi, yaitu: 164. 45 g/tanaman atau setara dengan 9.30 t/ha.
Pada perlakuan tanpa pemberian FMA, pupuk organik TTTH yang
merupakan hasil dekomposisi thitonia diversifolia dengan dekomposer T.harzianum
dengan dosis sebanyak 20 t/ha mampu menyediakan unsur hara yang maksimal
untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini ditunjang oleh hasil
penelitian Hakim, (2001) dan Jama, et al., (2000) yang menyatakan bahwa thitonia
diversifolia mengandung unsur hara yang tinggi yaitu kira-kira: 3.5-4.0% N, 0.351.38% P dan 3.5-4.1% K. Unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan tanaman kentang
dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Sedangkan untuk
perlakuan pemberian FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis
terlihat bahwa hasil bobot segar umbi kentang tertinggi diperoleh pada perlakuan
FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TKCT. Pupuk organik TKCT merupakan pupuk
organik hasil perombakan TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang
juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P,
10.14 % K, 6.22% Ca, dan 4.12% Mg. Sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA
dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis terlihat bahwa hasil bobot
segar umbi kentang tertinggi diperoleh pada perlakuan FMA dengan 20 t/ha pupuk
organik TKCT. Pupuk organik TKCT merupakan pupuk organik hasil perombakan

18

TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang juga memiliki kandungan
hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P, 10.14 % K, 6.22% Ca, dan
4.12% Mg. Unsur N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan daun sebagai organ
fotosintesis, sehingga dapat mengakumulasi fotosintat dalam jumlah yang lebih
banyak untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Sedangkan unsur hara P
juga sangat dibutuhkan untuk pembentukan energi dalam bentuk

ATP yang

digunakan dalam berbagai aktivitas metabolisme dalam sel tanaman.
3. Kualitas Hasil Umbi Kentang
Rata-rata kandungan gizi umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa
pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan
bahwa terdapat variasi dalam kandungan gizi umbi kentang.

Tabel 3. Kandungan gizi (%) umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa
pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA
No

Perlakuan

Air

KH

Gula

Lemak

Protein

Abu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

-FMA+0t/haTKCT
-FMA+10t/ha TKCT
-FMA+20t/ha TKCT
-FMA+ 0t/ha JPTH
-FMA+10t/ha JPTH
-FMA+20t/ha JPTH
-FMA+ 0t/ha TTTH
-FMA+10t/ha TTTH
-FMA+20t/ha TTTH
+FMA+ 0t/ha TKCT
+FMA+10t/ha TKCT
+FMA+20t/ha TKCT
+FMA+ 0t/ha JPTH
+FMA+10t/ha JPTH
+FMA+20t/ha JPTH
+FMA+ 0t/ha TTTH
+FMA+10t/ha TTTH
+FMA+20t/ha TTTH

82.67
82.21
81.68
82.36
80.18
82.12
82.39
82.46
83.76
83.01
82.39
81.84
82.66
82.29
82.43
83.68
81.99
83.06

8.07
8.40
8.94
7.78
8.56
9.00*
8.05
8.58
9.71*
8.33
9.45*
8.67
8.71
8.23
7.96
7.94
8.45
9.51*

0.48
0.39
0.36
0.65*
0.61
0.58
0.64
0.44
0.35
0.47
0.41
0.43
0.59
0.42
0.27
0.55
0.53
0.45

0.32
0.32
0.40*
0.39*
0.20*
0.24
0.38*
0.27
0.16
0.35
0.38*
0.27
0.32
0.19
0.13
0.16
0.22
0.23

4.07*
3.27
3.84
4.45*
3.46
2.89
3.20
3.20
3.17
2.94
2.90
3.45
3.48
3.68
3.89
3.09
2.95
3.55

1.30*
1.08
1.18
1.26*
1.03
0.71
0.88
0.42
0.77
0.74
1.08
1.19
1.17
1.15
1.31*
0.63
0.64
0.61

Serat
kasar
0.54
0.56
0.56
0.87
0.93
0.83
1.11
1.00
0.84
0.40
0.34
1.41*
0.70
1.07
0.62
1.21
1.52*
0.63

Vit.C
15.17
15.40
17.20
17.29
17.20
19.47
19.73
21.94
23.27
12.62
18.49
19.50
14.61
16.54
16.69
17.21
17.57
19.29

Hasil analisis pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada berbagai
dosisi dengan dan tanpa FMA terhadap kandungan air dari umbi kentang

19

memperlihatkan perbedaan yang tidak begitu mencolok, yaitu berkisar antara 80.18
– 83.76%. Hasil analisis kandungan air umbi kentang ini lebih tinggi dari hasil yang
diperoleh Sularso, (1998), yaitu 72-80%. Tingginya kandungan air umbi kentang ini
dapat

disebabkan

karena

selama

pertumbuhan

tanaman

kentang

banyak

mendapatkan air hujan. Curah hujan yang begitu tinggi, menyebabkan tanaman
kurang begitu baik pertumbuhannya.
Pada tabel di atas terlihat bahwa kandungan karbohidrat dari umbi kentang
akibat dari perlakuan pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai taraf
dengan tanpa pemberian FMA terdapat variasi diantara perlakuan. Kandungan
karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk organik titonia
sebanyak 20 t/ha, yaitu 9.71% dan 9.51% tanpa dan dengan pemberian pupuk
hayati FMA. Hasil analisis terhadap kandungan karbohidrat umbi kentang ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan Sularso, (1998) yaitu berkisar antara 12.4017.80%. Secara umum terlihat kecenderungan peningkatan kandungan karbohidrat
dengan meningkatnya dosis dari pupuk organik. Menurut Soelarso ( 1997) bahwa
kentang yang ditanam pada tanah yang subur

menyebabkan kandungan

karbohidratnya lebih tinggi. Hasil penelitian ini terlihat bahwa kandungan karbohidrat
umbi kentang yang diberi pupuk organik meningkat seiring dengan peningkatan
dosis pupuk organik.
Kandungan gula dari umbi kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan
beberapa pupuk organik pada berbagai dosis

menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan kecenderungan kandungan gula. Pada perlakuan tanpa FMA dengan 0
t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) mempunyai kandungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang diberi pupuk organik. demikian juga halnya perlakuan
pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (50% pupuk kimia) juga mempunyai
kandungan gula yang tinggi dibandingkan dengan 10 dan 20 t/ha pupuk organik.
Kandungan lemak dari umbi kentang yang diberi perlakuan FMA dengan
beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kandungan lemak sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik dan
secara umum perlakuan dengan dan tanpa FMA dengan pupuk organik 0 t/ha (100%
dan 50% pupuk kimia) mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang diberi pupuk organik. Sedangkan untuk kandungan protein, perlakuan
tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) memiliki kandungan
protein yang lebih tinggi yaitu 4.45%. Sebaliknya pada perlakuan pemberian FMA

20

dengan berbagai pupuk organik terlihat bahwa peningkatan kandungan protein
sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Hasil penelitian ini menunjukkan
persentase kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh
Solearso, (1998) yaitu berkisar antara: 0.056%-0.11%, Hal ini dapat disebabkan
karena pupuk organik banyak mengandung unsur hara N yang merupakan penyusun
utama dari komponen protein.
Kandungan vitamin C (asam askorbat) dari hasil penelitian ini secara umum
memperlihatkan bahwa

terjadi peningkatan kadar vitamin C seiring dengan

peningkatan dosis dari pupuk organik. Semakin tinggi dosis pupuk organik maka
semakin tinggi pula kandungan vitamin C dari umbi kentang tersebut. Hal ini sejalan
dengan pendapat Eggert dan Kahrmann (1984) yang menyatakan bahwa
kandungan asam askorbat pada sistem budidaya secara organik lebih tinggi
dibandingkan dengan budidaya anorganik (konvensional).
Aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa
FMA memberikan respon pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang yang
berbeda. Peningkatan dosis pupuk organik dengan dan tanpa FMA dapat
meningkatkan pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pupuk organik dengan dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang. Hal ini terlihat dari tinggi
tanaman, indeks luas daun, laju asimilasi bersih dan laju tumbuh tanaman.
2. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis
yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap hasil dan komponen hasil
tanaman kentang. Jumlah per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan
tanpa FMA dengan 0 t/ha TKCT, sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA
dengan TKCT dan JPTH masing-masing dengan dosis 10 t/ha. Bobot segar
umbi per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 20
t/ha TTTH sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha) dan untuk perlakuan
pemberian FMA dengan 20 t/ha TKCT yaiu sebesar 164.45 g/tanaman (9.30
t/ha)

21

3. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis
yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap kualitas hasil tanaman
kentang.
2. Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan
yang lebih mendalam tentang kajian kualitas pupuk organik yang dihasilkan dengan
berbagai perbandingan antara bahan organiknya dengan dekomposer serta kajian
efek residu setelah diaplkasikan ke tanaman. Pupuk organik yang dihasilkan
diharapkan juga dapat diaplikasikan ke tanaman kentang dengan varietas yang lain
dan tempat atau lokasi yang berbeda sehingga diperoleh suatu kestabilan hasil atau
dapat juga diujicobakan pada tanaman lain sehingga diperoleh suatu gambaran
hasil yang mantap sebagai acuan rekomendasi aplikasinya di lapangan. Pupuk
organik hasil penelitian ini juga nantinya dapat diberi pengayaan dengan berbagai
agens hayati seperti Trichoderma, FMA, Pseudomonad flouresen, dll sebagai
pengganti pestisida untuk dapat diaplikasikan dalam pertanian organik dan dikemas
secara bersih dan steril sehingga dapat dikomersilkan. Jika memungkinkan produk
pupuk organik ini dapat dipatenkan.

DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, 1999. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan
Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslittanak.
Ahmad, F. 1993. Daur Biogeokimia Produk Sisa Organik. Pidato Pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang. 23 Januari 193.
Anonim, tt. Kentang (Solanum tuberosum L.). http: //warintek-progresio.or.id/by rans.
Balai Proteksi Tanaman. 2003. Kolega, Media Informasi dan Komunikasi Warga BPT
Sumatera Barat, Padang, Februari 2003.
BPS. 2003. Survei Pertanian. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia.
http//www.bps.go.id
Brata, K. 1999. The Introduction of Earthworms as Biological Tilage Agent for the
Improvement of Soil Physical and Chemical Properties in Upland
Agriculture. Proc. Seminar Toards Sstainable Agriculture in Humid Tropics
Facing 21 Century. Bandar lampung, Indonesia. September 27-28, 1999.
Chan, F. , Suwandi, dan E.L. Tobing. 1982. Penggunaan Abu Tandan Kelapa Sawit
sebagai Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis No.
56 tahun 1982. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang Siantar.
Eggert, F.P. and C.L. Kahrmann. 1984. Respons of Three Vegetable Crops to
Organic and Inorganic Nutrient Sources. In Organic Farming: Current

22

Technology and Its Role in Sustainable Agriculture. ASA Special Publication
Number 46.
Gusmini. 2003. Pemanfaatan Pangkasan Thitonia (Thitonia diversifolia) sebagai
Bahan Subsitusi N dan K pupuk Buatan untuk Tanaman Jahe (Zingiber
oficinae Rocks) pada Ultisol. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana
Universitas Andalas, Padang.
Hakim, N. 2001. Kemungkinan Penggunaan Thitonia diversifolia sebagai Sumber
Bahan Organik dan dan Nitrogen. Laporan Penelitian Pusat Penelitian
Pemanfaatan Iptek dan Nuklir (P3IN) Universitas Andalas, Padang.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Madyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
421 hal.
Hermawan, S. D., Cikman, L. Rochmalia, D.H. Gunadi dan Y. Away, 1999. Produksi
Kompos Bioaktif TKKS dan Efektivitasnya dan Mengurangi Dosis Pupuk
Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII. Prosiding Pertemuan
Teknis Bioteknologi Perkebunan untuk Praktek, Bogor 5-6 Mei 1999.
Husin, E.F. 1992. Perbaikan Beberapa Sifat Tanah Podzolik dengan Pemberian
Pupuk Hijau sesbanian rostrata dan Inokulasi Mikoriza Vascular serta
Efeknya terhadap Serapan Hara dan Hasil Tanaman Jagung. Disertasi
Doktor Universitas Padjadjaran Bandung, 1999.
_______. 2002. Pemakaian Pupuk Hayati Cendawan Mikoriza Arbuskula pada
Tanaman di Sumatera Barat. Makalah Seminar Peranan Mikoriza dalam
Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kerjasama AMI Wilayah Riau dengan Fak.
Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru, 23 Desember 2002.
_______., M. Rahman, T. Habazar, A. Syarif, Burhanudin, dan Z. Zakir. 2003.
Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula sebagai Pupuk Hayati untuk
Meningkatkan Effisiensi Pemupukan dan Hasil Tanaman pada Lahan Kritis.
Laporan Proyek Riset Unggulan Kemitraan Kementerian Ristek dan PT.
Sang Hyang Seri dengan Lembaga Penelitian Unand, Padang.
International Potato Centre. 1984. Potato for Developping World. CIP. Lima, Peru.
150 p.
Jama, B.A., C.A. Palm, R.J. Buresh, A.I. Niang, C. Gachego, G. Nziquheba, and B.
Amadalo. 2000. Thitonia diversifolia as a green Manure for Improvement of
Soil Fertility in Western Kenya. A Review Agroforestry Systems. Kenya.
Khalil, S., T.E Loynachan and M.A. Tabatai. 1999. Pllants Determinant 0f Mycorrhizal
Dependency in Soybean. Agron J. 91:135-141.
Lee, K.E. 1985. Earthworms: Their Ecology and Relationship with Soil and land Use.
Academic Press, Sydney dalam Tian, G., J.A. Olimah, G.O. Adeoye, and
B.T. Kang.. 2000. Regeneration of earthworm Populations in a Degraded
Soil by Natural and Planted Fallows under Humid Tropical Conditions. Soil
Sci. Am. J, 54: 222-228 (2000).
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press, London.
474p.
Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Priyadi., R. 1993. Teknologi Effective Microorganisms-4 (EM-4) dalam Budidaya
Pertanian Akrab Lingkungan. Indonesian Kyusei Nature Farming Societies,
Jakarta.
Rubatsky, V. dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia. Prinsip, Produksi dan Gizi.
Penerbit ITB, Bandung.

23

Safir, G.R. 1980. Vesicular Arbuscular Mychorrhizal and Crop Productivity. In. The
Biology of Crop Productivity. Edited by P.S. Carlson, Academic Press, New
York.
Sanchez, P.A., and B.A. Jama. 2000. Soil Fertility Replenishment Takes off in east
and Southern Africa. A Review from Western Kenya.
Simanjuntak, A.K. dan D. Waluyo. 1982. Cacing Tanah, Sumber Daya dan
Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 hal.
Soelarso, B. 1997. Budidaya Tanaman Kentang Bebas Penyakit. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tjitrosoepomo. G. 1992. Botani Tumbuhan Tingkat Tinggi. Gadjahmada Press.
Yogyakarta.
Wieserma, S.G. 197. Effect of Stem Density on Potato Production. Interbational
Potatoes Center. Tech. Inf. Bull.1:4-16.
Yanti Mala. 1994. Seleksi dan Penggunaan Galur Trichoderma untuk Meningkatkan
Laju Pengomposan Jerami Padi. Tesis Magister Sains, Program
Pascasarjana IPB, Bogor.
Zaag, D.E. Vander. 1981. Planty, manuring, nd Weed Control in Potatoes.
Directorate for Agriculture Research, Wangeningen.

24

Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan dan Produksi Terung (Solanum melongena L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Fosfor

14 121 107

Respons Pertumbuhan dan Produksi Bibit Kentang (Solanum tuberosum L.) dengan Perbedaan Bobot Bibit dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair di Rumah Kassa

1 33 109

Respon Pertumbuhan Tunas Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Pemberian Kinetin Secara In Vitro

0 35 57

Uji Potensi Hasil Beberapa Kultivar Kentang (Solanum Tuberosum L.) Di Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal

0 32 68

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Pupuk Kalium Dan Paklobutrazol

3 39 67

Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula Dan Bio Nature pada Hasil Perbanyakan Kultur Jaringan Kentang (solanum tuberosum L) Saat Aklimatisasi

0 8 56

UJI EFEKTIVITAS CAMPURAN PUPUK ORGANIK DAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN Uji Efektivitas Campuran Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok ( Brassica campestris ).

0 0 14

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PUPUK ORGANIK LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN DAN TANPA PEMAKAIAN MULSA PLASTIK PERAK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.).

0 0 5

PDF (APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJA SAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L).

0 0 17

APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.).

0 0 1