Membudayakan Padi Organik.

Pikiran. Rakyat

1
17
OJan

o Senin o Selasa
4

2
18

5

20
OPrb

6
21

C, Mar OApr


.

Rabu

7
22

OMei

o Jumat o Sabtu o Minggu

O/(amis
8
23

9

10
24


0Jun

Membudayakan

11
25

(lJu/

.Ags

G

.

13
27

OSep


14
28

OO/.t

15
29

16
36

ONov

31

ODes

Padi Organik


Oleh IWAN SETIAWAN
RAFIK pengarusuta, maan padi organik, ba.
ik yang dikembangkan
dengan metode SRI (System of
Rice Intensification), PTf (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
m~upun dengan metode lainnya, terus meningkat di Indonesia. Selain karena mampu mendongkrak produktivitas padi
hingga 6-9 ton per hektare -bahkan dengan metode SRI ada
yang mencapai produktivitas
hingga 10-11 ton per hektare,
padi organikjuga lebih dihargai
oleh pasar.
Secara ekologis, budi daya
padi organik lebih rarnah terhadap lingkungan. Peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB)
dan di Balai Penelitian Padi
(Balitpa) membuktikan bahwa
padi organik, termasuk metode
SRI, lebih ramah terhadap lingkungan, karena selain tanpa input anorganik (kimiawi) juga
hemat air, sehingga emisi gas
metana (CH4) dan karbon dioksida (C02) yang dihasilkanjauh
lebih rendah dibandingkan dengan nietode konvensional

(anorganik). CH4 dan C02 merupakan dua gas kontributor
pemanasan global.
Secara sosial ekonomj, permintaan terhadap padi organik,
baik dari pasar domestik maupun ekspor sangat tinggi dan diprediksi akan terus meningkat
seiring dengan menguatnya tren
Gikatidak dikatakan kesadaran)
dan kampanye gaya hidup sehat. Persoalannya, permintaan
pasar yang tinggi belum dapat
dipenuhi para petani padi organik. Penyebabnya, selain produksidan skala usaha petani padi organik masih sempit, juga
masih sedikitnya petani padi
yang mengembangkan padi organik. Pertanyaannya, kenapa
budi daya padi organik yang
menguntungkan dan prospektif
tersebut lambat diadopsi petani?
Secara statistik, penyebaran,
luas tanam, luas pan en, dan
jumlah petani padi organik di
Indonesia, khususnya di Jawa
Barat, terus meningkat. Namun, peningkatan tersebut berjalan lamban dan bersifat sementara. Pergerakannya masih
berbau projek pemerintah (percontohan), promosi oleh perusahaan sarana produksi (seperti penjual pupuk atau pestisida organik), penyadaran oreh

lembaga swadaya atau masyarakat pegiat pertanian ramah
l~gkungan, dan~oba-coba para

12
26

petani.
Hasil penelitian penulis, baik
melalui survei maupun diskusi
terfokus dengan para pelaku padi organik di Jawa Barat, hampir di semua kabupaten/kota
padi organik telah diujicobakan,
bahkan di beberapa kabupaten
(seperti Tasikmalaya dan Garut)
telah mengarah ke pengembangan. Secara kelembagaan,
telah pula dijajaki sertifikasi
produk padi organik sebagai
prasyarat untuk menembus pasar ekspor. Namun, terungkap
pula bahwa di beberapa kabupaten pengembangan padi organikjustru mengalami pelambatan dan penurunan. Bahkan,
para petani yang telah mencoba
dan menerapkan padi organik

kembali ke metode konvensional. Ketidakkonsistenan, lemahnya partisipasi, dan lambatnya
adopsi sebagian besar petani
padi terhadap padi organik disebabkan oleh banyak faktor.
Pertama, secara sosial budaya
para petani padi sangat ketergantungan terhadap metode
konvensional, sehingga budayanya menjadi instan, eksploitatif,
efisiensi-maksimalis, dan industrial. Lebih celaka, ketergantungan ini sudah mengalami regenerasi.
Kedua, secara kelembagaan,
pengembangan padi organik
belum mendapat dukungan dan
komitmen yang penuh dan konsisten dari pelaku kebijakan, baik di pusat maupun di daerah
(kabupaten/kota). Sosialisasinya, baik melalui penyuluhan,
pendampingan maupun media
komunikasi massa~ pun tidak
segencar pengenalan met ode
kORvensional.
Ketiga, secara teknis pengembangan padi organikjuga belum
didukung penyediaan pupuk
atau pestisida organik yang memadai dan menjamin permintaan massal. Ini penting karena
faktanya, akses sebagian besar

petani (yang tidak lagi berbudaya beternak) terhadap sarana
produksi organik, baik pupuk
organik maupun pestisida organik, masih lemah.
Keempat, secara tekno'-ekonomi, teknik budi daya padi organik (terutama pada metode
SRI) bukan saja dipandang rumit (tidak praktis dan menyita
banyak waktu) tetapi juga dianggap lebih mahal daripada
metode konvensional, terutama
pada fase awal dan pemupukan.
Berangkat
dari .'.faktor-faktor
-

--

tadi, untuk membudayakan pa- .
di organik diperlukan sejumlah
upaya. Pertama, peningkatan
kesadaran dan partisipasi para
petani hingga benar-benar menerapkan budi daya padi organik membutuhkan pendekatan
yang konvergen, area penyadarannya harus pula menyentuh

seluruh pelaku pertanian dan
konsumen (masyarakat luas)
sehingga tumbuh semacam dorangan, kepedulian, coping, dan
perlindungan eksternal terhadap petani padi organik. Secara
sosial budaya, membudayakan
padi organik bukan sekadar rekonstruksi budaya tani padi, tetapi bersifat kompleks menyangkut rekonstruksi modal
sosial.
Kedua, perlu dikembangkan
inovasi teknologi tepat guna ba. gi pengolahan dan peningkatan
kepraktisan pupuk dan pestisida organik, baik dalam skala kecil (untuk kelompok tani) maupun skala besar (untuk industri)
sehingga keduanya bukan saja
terakses tetapi juga praktis (hemat tempat dan mudah digunakan) oleh para petani. Para petani dan masyarakat harus pula
memahami konsepsidan
dimensi pupukjpestisida organik
secara luas, agar tidak bias pupuk kandang atau pupuk kompos, di samping kembali menggalakkan budaya beternak.
Ketiga, mengingat kebutuhan
untuk pengembangan padi organik secara massal akan membutuhkan input organik yang
besar, sudah saatnya dikembangkan' industri pupuk dan
pestisida organik, baik oleh masyarakat, kelompok, koperasi,
pemerintah maupun swasta,

tentu perlu dibangun mekanisme kontrol yang efektif agar
kompetisi tidak menumbuhkembangkan perilaku menyimpang (devian behaviour), seperti kenakalan produsen pupuk atau pestisida organik.
Keempat, mengingat ketergantungan terhadap teknik tanam konvensional masih sangat
tinggi, maka penyadaran dan
pengembangan padi organik sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang lebih beragam
dan fleksibel (memberi kebebasan pilihan kepada para petani untuk menggunakan dan berinoyasi dalam teknik tanam),
tentu dengan disertai apresiasi
kelebihan dan kekurangan dari
setiap teknik tanam.
Kelima, secara kelembagaan,
bagi penyebaran dan pengembangan padi organik diperlukan
jejaring kelembagaan pend\!-- -

--

kung yang jelas dan terakses,
sehingga para petani memungkinkan menepi ke jejaring tersebut. Jejaring yang dimaksud
meliputi jejaring informasi dan
inovasi, jejaring sosial, jejaring
pasar, jejaring distribusi, jejaring sarana produksi, danjejaring advokasi. Jejaring hams dibangun secara terintegrasi dari

pusat sampai ke tingkat petani.
Jejaring penting untuk mengontrol agar mekanisme berjaIan adil bagi semua pelaku, baik
ke petani, pelaku lainnya maupun ke konsumen. Sebagai contoh, harga padi organik yang
tinggi, baik di pasar domestik
maupun pasar ekspor, harus dirasakan pula oleh para petani
padi organik,jangan terakumulasi pada satu pelaku. Jejaring
juga perlu untuk mengontrol
kualitas keorganikan (meminimaltsasi kecurangan produsen)
dan mengeliminasi perilaku penyimpangan sepanjang rantai
distribusi (seperti pencampuran
dan sebagainya).
Keenam, secara tekno-ekologis, padi organik (terutama dengan metode SRI) lebih hemat
air dan adaptif terhadap kekeringan sehingga memungkinkan
dikembangkan dalam kondisi
minim air. Hasil penelitian Faperta Unpad mengungkapkan;
lahan sawah yang dipupuk organik (pada kasus SRI) temyata Iebih tahan menyimpan air, sehingga tidak cepat pecahatau
mengering dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk
anorganik. Selain itu, pada musim kemarau terik pun memungkinkan untuk dikembangkan, tentu dengan perhitungan
stok air, banman sistem pengairan springkel atau irigasi pantek.
Ketujuh, secara politik perlu
dibangun komitmen pada setiap generasi pemerintahan
(terutama di daerah otonom)
untuk mengawal konsistensi penerapan dan pengembangan
padi organik. Membangun kesadaran para petani dan masyarakat akan pentingnya pertanian ramah lingkungan memang
penting, tetapi tanpa disertai intervensi (baca: rekayasa sosial)
dari para pelaku kebijakan, perjalanannya tetap akan pincang.
Intervensi tentu hams didudukkan dalam kerangka dinamika
dan keberlanjutan, sehingga
menghasilkanfeed back berupa
kedewasaan berpikir, keberdayaan, dan kemandirian.
Catatan akhir
Peluang
pasar
padi organik
-~-~
.....---

yang besar (terutama pasar domestik) sudah seharusnya dioptimalkan, agar tidak kembali
direbut produk'impor. Upaya
membesut kuantitas padi organik harus pula disertai dengan
komitmen untuk menjaga dan
meningkatkan
kualitas dan
kontinuitasnya, sehingga produk tersertifikasi sesuai standar
pasar intemasional. Jika kita
mencermati klausul sertifikasi
intemasional, kualitas padi organik yang bagus itu hanya
akan tercapai apabila semua
hal yang terkait dengan padi
organik terbebas dari kontaminan kimiawi, termasuk air
untuk pengairannya. Artinya,
itu akan terciptajika padi organik sudah menjadi budaya para
petani.
Oleh karena itu, pengembangan padi organik harus didudukkan dalam kerangka pemahaman yang berkelanjutan,
baik menyangkut rekonstruksi
teknologi budi daya, rekonstruksi modal sosial, pemberdayaan petani, ketahanan dan kedaulatan pangan, maupun rekonstruksi keseimbangan ekosistem. Pertanian ramah lingkungan harus menjadi keharusan, bukan pilihan (opsi). Ini
penting dikedepankan mengingat sekarang ini pengembangan padi organik cenderung dilatarbelakangi iming-iming harga
tinggi dan bantuan sarana produksi. Oleh karena itu, muncul
kekhawatiran, jangan-jangan
kalau h~ga padi organik turun
hingga setara harga padi konvensional, para petani padi organik akan kembali ke metode
konvensional. Faktanya, kekhawatiran itu benar-benar terjadi,
termasuk di Jawa Barat.
Membudayakan padi organik
dalam tatanan mapan modemitas tentu bukan hal yang mudah. Uu hanya akan tercapai
apabila kita mampu memutus
rantai siklus, dengan memulai
menanamkan pertanian ramah
lingkungan (seperti padi organik) menjadi warn a pola pikir
(mind set) masyarakat, sehingga perlahan namun pasti masyarakat memahami persoalan,
serta menumbuhkan kesadaran
akan arti keberlanjutan dan masa depan (regenerasi). ltu lebih
baik, daripada harus menanggung risiko dari efek homeostatis (penyesuaian) alam yang semakin membesar.***
Penulis,
dosen Fakultas
Pertanian Unpad dan Sekretaris- Puslit Dinamika Pembangunan (PDP) Lemlit Unpad.