Analisis Komparasi Penggunaan Dan Produktivitas Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik Dan Padi Non Organik

(1)

1

ANALISIS KOMPARASI PENGGUNAAN DAN

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA USAHATANI PADI

ORGANIK DAN PADI NON ORGANIK

(Studi kasus: Kelompok Tani Subur Desa Lubuk Bayas, Kec.

Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

OLEH :

HARLEY HUTAGAOL 110304105

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

SKRIPSI


(2)

ANALISIS KOMPARASI PENGGUNAAN DAN

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA USAHATANI PADI

ORGANIK DAN PADI NON ORGANIK

(Studi kasus: Kelompok Tani Subur Desa Lubuk Bayas, Kec.

Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

OLEH :

HARLEY HUTAGAOL 110304105

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing AnggotaKomisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (

NIP : 196411021989032001 NIP: 195702171986032001 Dr. Ir. Salmiah, MS)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

SKRIPSI


(3)

i

RIWAYAT HIDUP

Harley Hutagaol, lahir di Desa Bawangitu, Kec. Jorlang Hataran, Kab. Simalungun pada tanggal 4 November 1992, sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, anak dari Bapak P. Hutagaol dan Ibu N. Simatupang.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2001 masuk Sekolah Dasar (SD) di SD RK 2 Pematangsiantar , dan lulus pada Tahun 2006.

2. Tahun 2006 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 4 Pematangsiantar, dan lulus pada Tahun 2008.

3. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Swasta RK Budi Mulia Pematangsiantar, dan lulus SMA pada Tahun 2011.

4. Tahun 2011, diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB-Reguler).

5. Tanggal 27 Juni-27 Juli 2015 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Teluk Meku, Kec. Babalan, Kab. Langkat.

6. Bulan April 2015 - September 2015 melaksanakan penelitian skripsi di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai.


(4)

ii ABSTRAK

Harley Hutagaol (110304105 / Agribisnis) dengan judul skripsi “ANALISIS KOMPARASI PENGGUNAAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA USAHATANI PADI ORGANIK DAN PADI NON ORGANIK Di DESA LUBUK BAYAS, KECAMATAN PERBAUNGAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI” dengan mengambil studi kasus di Desa Lubuk Bayas yang dilakukan pada tahun 2015.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pencurahan tenaga kerja keluarga pada usahatani padi organik dan padi non organik, perbedaan produktivitas tenaga kerja padi organik dan padi non organik serta perbedaan biaya tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik.

Penelitian di daerah penelitian dilakukan secara purposive, dengan besar sampel ialah 48 sampel yang dilakukan dengan sistem random sampling, terdiri dari 18 sampel petani padi organik dan 30 sampel petani padi non organik. Metode analisis data untuk seluruh hipotesis dianalisis dengan uji beda rata-rata independent-sample. Hasil penelitian yang diperoleh adalah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik secara nyata lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi non organik. Produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi non organik (68,03 Kg/HKP) lebih besar daripada produktivitas tenaga kerja padi organik (66,28 Kg/HKP). Biaya penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi non organik, yaitu Rp 4.906.648,10 lebih rendah daripada usahatani padi organik sebesar Rp 5.807.604,17. Kata Kunci: Penggunaan Tenaga Kerja, Produktivitas, Biaya .


(5)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.2. Landasan Teori ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran ... 26

2.4. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 30

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 31

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4. Metode Analisis Data ... 32

Definisi dan Batasan Operasional ... 36

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 38

4.1.1. Letak Geografis, Batas, dan Luas Daerah Penelitian ... 38

4.1.2. Tata Guna Lahan ... 39

4.2. Keadaan Penduduk ... 40


(6)

iv BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penggunaan Tenaga Kerja di Daerah Penelitian ... 43 5.1.1 Curahan Tenaga Kerja pada Setiap Tahap Kegiatan

Padi Organik ... 46 5.1.2 Curahan Tenaga Kerja pada Setiap Tahap

Kegiatan Padi Non Organik ... 51 5.1.3 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Curahan

Tenaga Kerja dalam Keluarga pada Usahatani

Padi Organik dan Non Organik ... 55 5.2.Produktivitas Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Organik

dan Usahatani Padi Non Organik ... 55 5.2.1. Produktivitas Tenaga Kerja pada Usahatani Padi

Organik... 55 5.2.2. Produktivitas Tenaga Kerja pada Usahatani Padi

Non Organik ... 56 5.2.3 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Produktivitas

Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Organik dan

Non Organik ... 57 5.3. Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Organik dan

Usahatani Padi Non Organik ... 57 5.3.1 Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani

Padi Organik ... 57 5.3.2 Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani

Padi Non Organik... 58 5.2.3 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Biaya Tenaga

Kerja pada Usahatani Padi Organik dan

Non Organik ... 59 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 60 6.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Komparasi Penggunaan dan Produktivitas Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik dan Padi Non Organik Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Secara istimewa penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada orangtua tercinta Bpk. P. Hutagaol dan Ibu N. Simatupang yang selalu memberi nasihat kepada penulis. Karena atas semua doa, dukungan dan motivasinya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

2. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu dalam memberikan bimbingan mulai dari awal sampai selesainya skripsi ini,

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu dalam memberikan bimbingan mulai dari awal sampai selesainya skripsi ini, 4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

dan


(8)

vi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2015 Penulis


(9)

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Perkembangan Produksi Padi Organik dan Non Organik di Desa

Lubuk Bayas anggota kelompok tani subur tahun 2009-2013 ... 2 2. Perkembangan Luas Lahan Padi Organik dan Luas Lahan Padi

Non Organik di Desa Lubuk Bayas 2008-2013 ... 3 3. Perkembangan Jumlah Petani Padi Organik dan Jumlah Petani

Padi Non Organik Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas 2008-2013 ... 4 4. Luas lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara

2012 ... 29 5. Distribusi Penggunaan Lahan Lubuk Bayas 2013 ... 38

6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas

2013 ... 39 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk

Bayas 2013 ... 40 8. Sarana Dan Prasarana Desa Lubuk Bayas 2013 ... 41 9. Jenis Kegiatan yang Dilakukan Petani Padi Organik dan Padi Non

Organik di Desa Lubuk Bayas, Tahun 2015 ... 42 10. Rata-Rata Curahan Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Luar Keluarga

pada Setiap Tahap Kegiatan Padi Organik di Desa Lubuk Bayas

Musim Tanam Maret-Juli, 2015 ... 45 11. Rata-rata Curahan Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Luar Keluarga

pada Setiap Tahap Kegiatan Padi Non Organik di Desa Lubuk

Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015 ... 50 12. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Total Curahan Tenaga Kerja


(10)

viii

Per Ha pada Usahatani Padi Organik dan Non Organik ... 54 13. Produktivitas Tenaga Kerja Rata-Rata pada Usahatani Padi

Organik Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas

Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015 ... 55 14. Produktivitas Tenaga Kerja Rata-Rata pada Usahatani Padi Non

Organik Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas

Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015 ... 55 15. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Produktivitas Tenaga Kerja

pada Usahatani Padi Organik dan Padi Non Organik ... 56 16. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata pada Usahatani Padi Organik

Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas Musim

Tanam Maret-Juli, Tahun 2015 ... 57 17. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata pada Usahatani Padi Non Organik

Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas Musim

Tanam Maret-Juli, Tahun 2015 ... 57 18. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Produktivitas Tenaga Kerja


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Judul Hal


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Sampel Petani Padi Organik 2. Karakteristik Sampel Petani Padi Non Organik

3. a. Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Pada Tiap Tahap Kegiatan

Usahatani Padi Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

b. Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Pada Tiap Tahap Kegiatan

Usahatani Padi Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

4. a. Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Pada Tiap Tahap Kegiatan Usahatani Padi Non Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

b. Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Pada Tiap Tahap Kegiatan

Usahatani Padi Non Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

5. a. Total Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Usahatani Padi Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret - Juli, Tahun 2015

b. Total Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Usahatani Padi Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret - Juli, Tahun 2015

6. a. Total Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Usahatani Padi Non Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret - Juli, Tahun 2015 b. Total Curahan Tenaga Kerja TKDK dan TKLK Usahatani Padi Non Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret - Juli, Tahun 2015

7. a. Produktivitas Usahatani Padi Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

b. Produktivitas Usahatani Padi Non Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015


(13)

xi

8. a. Produktivitas Usahatani Padi Non Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

b. Produktivitas Usahatani Padi Non Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

9. a. Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

b. Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

10. a. Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi Non Organik Per Petani di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

b. Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi Non Organik Per Ha di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

11. Hasil Uji Beda Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Ha

12. Hasil Uji Beda Rata-Rata Produktivitas Tenaga Kerja Per Ha Padi Organik dan Non Organik

13. Hasil Uji Beda Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja Per Ha Padi Organik dan Non Organik


(14)

ii ABSTRAK

Harley Hutagaol (110304105 / Agribisnis) dengan judul skripsi “ANALISIS KOMPARASI PENGGUNAAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA USAHATANI PADI ORGANIK DAN PADI NON ORGANIK Di DESA LUBUK BAYAS, KECAMATAN PERBAUNGAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI” dengan mengambil studi kasus di Desa Lubuk Bayas yang dilakukan pada tahun 2015.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pencurahan tenaga kerja keluarga pada usahatani padi organik dan padi non organik, perbedaan produktivitas tenaga kerja padi organik dan padi non organik serta perbedaan biaya tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik.

Penelitian di daerah penelitian dilakukan secara purposive, dengan besar sampel ialah 48 sampel yang dilakukan dengan sistem random sampling, terdiri dari 18 sampel petani padi organik dan 30 sampel petani padi non organik. Metode analisis data untuk seluruh hipotesis dianalisis dengan uji beda rata-rata independent-sample. Hasil penelitian yang diperoleh adalah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik secara nyata lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi non organik. Produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi non organik (68,03 Kg/HKP) lebih besar daripada produktivitas tenaga kerja padi organik (66,28 Kg/HKP). Biaya penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi non organik, yaitu Rp 4.906.648,10 lebih rendah daripada usahatani padi organik sebesar Rp 5.807.604,17. Kata Kunci: Penggunaan Tenaga Kerja, Produktivitas, Biaya .


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar di dunia yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Kebutuhan akan pangan yakni beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan sehingga terjadi kekurangan pangan. Keadaan ini memberi pemikiran baru yang kemudian lahirlah revolusi hijau. Revolusi hijau adalah penggunaan bahan-bahan kimia berupa pestisida, pupuk, dan herbisida kimia yang tujuannya untuk meningkatkan produksi pangan. Revolusi hijau terbukti mampu member pengaruh besar terhadap pangan Indonesia, sehingga pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras (Arifin, 2005).

Namun seiring berjalannya waktu, revolusi hijau menimbulkan dampak negatif. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia secara terus menerus pada lahan pertanian yang mengakibatkan menurunnya struktur dan komposisi unsure hara serta kesuburan tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat produksi. Selain itu, penggunaan pestisida juga berakibat buruk pada lingkungan karena menimbilkan efek residu yang berbahaya bagi mahluk hidup, oleh sebab itu petani berupaya mencari solusi dengan kembali ke sistem pertanian organik (Nafis, 2011).

Kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan sudah mendorong masyarakat pertanian untuk kembali ke sistem petanian organik karena produk yang dihasilkan bebas residu pestisida dan pupuk kimia. Selain ramah lingkungan, biaya


(16)

untuk pertanian organik pun sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang digunakan berasal dari alam di sekitar petani. Bila harus dibeli, harganya pun relative murah (Andoko, 2010).

Perkembangan pertanian organik di Indonesia berkembang cukup pesat, hal ini terbukti dengan adanya program pemerintah tentang pertanian organik yakni “GO ORGANIK 2010”. Program ini merupakan salah satu misi pemerintah untuk mengembangkan pertanian organik di Indonesia.

Kelompok Tani Subur adalah kelompok tani di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara yang anggotanya menerapkan pertanian padi organik sekaligus padi non organik. Perkembangan produksi padi organik dan non organik anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Padi Organik dan Non Organik di Desa Lubuk Bayas anggota kelompok tani subur tahun 2009-2013

Padi organik Padi non organik

Tahun Jumlah Produksi

(ton)

Tahun Jumlah Produksi

(ton)

2009 7,5 2009 267, 32

2010 13 2010 271, 01

2011 15 2011 240, 87

2012 2013 35 20,7 2012 2013 209, 92 154, 79 Sumber : Kelompok Tani Subur 2014

Kelompok Tani Subur menerapkan pertanian organik sekitar tahun 2008. Pupuk organik dan pestisida organik diperoleh kelompok tani subur dengan memanfaatkan kotoran ternak atau dari tumbuh-tumbuhan yang telah dikeringkan kemudian diolah


(17)

3

menjadi kompos. Pembuatan insektisida hayati dari tumbuh-tumbuhan dan kotoran hewan yaitu daun sirih, tembakau, akar pinang muda dan urin sapi.

Berdasarkan hasil pra survey menurut Bapak Sarman ketua Kelompok Tani Subur, mayoritas penduduk Desa Lubuk Bayas bekerja sebagai petani padi. Sebagian besar petani masih menerapkan sistem pertanian non organik. Hal ini diakibatkan karena masih sulitnya meyakinkan petani padi non organik untuk beralih pada pertanian organik. Hal ini terbukti di lapangan bahwa dari 62 anggota kelompok tani Subur di Desa Lubuk Bayas, petani padi organik hanya berjumlah 18 petani sedangkan sisanya adalah petani padi non organik. Perkembangan luas lahan padi organik juga masih lambat dibandingkan dengan lahan padi non organik. Dalam hal ini dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan Padi Organik dan Luas Lahan Padi Non Organik di Desa Lubuk Bayas 2008-2013

Padi Organik Padi Non organik

Tahun Luas Lahan (Ha) Tahun Luas Lahan

(Ha)

2008 3 2008 41

2009 3 2009 41

2010 7 2010 37

2011 12 2011 32

2012 2013 21 5 2012 2013 23 39 Sumber : Kelompok Tani Subur 2014

Kelompok Tani Subur menerapkan pertanian organik sekitar tahun 2008 melalui program pelatihan usahatani padi organik yang diadakan oleh LSM BITRA (Lembaga Swadaya Masyarakat Binaan Keterampilan Desa). Dari sebanyak 30 orang petani anggota Kelompok Tani Subur yang mengikuti pelatihan usahatani padi organik yang melaksanakan praktek usahatani padi organik pada tahun 2010 menurun


(18)

menjadi 9 orang hingga pada tahun 2013 meningkat kembali menjadi 18 petani. Perkembangan jumlah petani padi organik dan jumlah petani padi non organik anggota Kelompok Tani Subur dapat dilihat pada table 3 berikut :

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Petani Padi Organik dan Jumlah Petani Padi Non Organik Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas 2008-2013

Padi Organik Padi Non organik

Tahun Jumlah Petani

(Orang)

Tahun Jumlah Petani

(Orang)

2008 30 2008 32

2009 21 2009 41

2010 9 2010 53

2011 17 2011 45

2012 2013 17 18 2012 2013 45 44 Sumber : Kelompok Tani Subur 2014

Dari tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah petani organik anggota Kelompok Tani Subur lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah petani non organik. Berdasarkan hasil pra survey, menurunnya jumlah petani padi organik anggota Kelompok Tani Subur terjadi karena menurut sebagian petani pekerjaan pada usahatani padi organik sulit, menyita banyak waktu, dan membutuhkan banyak curahan tenaga kerja. Salah satu jenis pekerjaan yang dianggap rumit oleh petani adalah pada proses pembuatan insektisida hayati dari tumbuh-tumbuhan dan kotoran hewan yaitu daun sirih, tembakau, akar pinang muda dan urin sapi melalui proses fermentasi.

Berdasarkan anggapan sebagian petani Kelompok Tani Subur yang menyatakan bahwa pekerjaan pada usahatani padi organik rumit, memerlukan banyak tenaga kerja maka peneliti ingin membandingkan curahan tenaga kerja pada usahatani padi


(19)

5

organik dan curahan tenaga kerja pada usahatani padi non organik. Hal inilah yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah- masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga dalam usaha tani padi organik dan padi non organik ?

2. Bagaimana perbedaan produktivitas tenga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik di daerah penelitian?

3. Bagaimana perbedaan biaya tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga dalam usahatani padi organik dan padi non organik. 2. Untuk menganalisis perbedaan produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi

organik dan padi non organik.

3. Untuk menganalisis perbedaan biaya penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik di daerah penelitian.


(20)

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi atau masukan bagi petani padi organik dan non organik untuk perbaikan dan peningkatan dalam memproduksi hasil panen.

2. Bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan lahan padi organik dan padi non organik.

3. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.


(21)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa bahan-bahan kimia sintesis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk pertanian bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak merusak lingkungan. Pertanian organik sebagai bagian dari pertanian yang akrab lingkungan perlu segera dimasyarakatkan sejalan makin banyaknya dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan kimia pertanian. Disamping itu, makin meningkatnya jumlah konsumen produksi bersih dan meningkatnya serta meluasnya gerakan “green consumer” merupakan pendorong segera disosialisasikan gerakan pertanian organik (Sutanto, 2002).

Beras organik adalah beras yang dihasilkan melalui proses produksi secara organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan independen. Secara umum definisi Organik” yaitu tidak menggunakan bahan kimia sintetis berupa pestisida kimia maupun pupuk kimia, merawat kesuburan tanah secara alami, menanam tanaman penutup tanah atau cover crop maupun penggunaan limbah tanaman, menggunakan sistem tanam rotasi, mengendalikan hama dengan predatornya dan menutup rumput liat dengan jerami/mulsa (IRRI, 2004).


(22)

Beras Organik merupakan salah satu produk dari pertanian organik. Menurut Andoko (2002), beras organik adalah beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Sehingga dapat dikatakan beras organik terbebas residu pupuk dan pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Ada dua jenis beras organik (padi organik) yang dibudidayakan di Indonesia yaitu jenis citanur dan ciherang. Beras citanur adalah beras varietas lokal yang dikembangkan lewat perkawinan silang secara alami dengan melibatkan benih varietas lokal. Persilangan tersebut yaitu antara varietas pandan wangi dan lusi. Pandan wangi dengan aroma yang sangat khas dan lusi dengan sifat pulennya yang kentara. Sedangkan beras jenis ciherang adalah beras organik yang berbeda dengan varietas lain. Karakter khusus dari beras ciherang yaitu butirnya berbentuk panjang. Untuk aromanya, beras organik ciherang tidak wangi, berbeda dengan beras organik pandan wangi. Dalam budidayanya, beras organik ciherang dikenal karena mempunyai daya tahan yang kuat terhadap hama daripada beras organik varietas lain. Dalam produksinya pun, beras organik ciherang lebih produktif dari beras organik varietas lain (Mulyawan, 2011).

Manfaat beras organik yaitu mengurangi masukan bahan kimia beracun ke dalam tubuh, meningkatkan masukan nutrisi bermanfaat seperti vitamin, mineral, asam lemak esensial dan antioksidan, menurunkan risiko kanker, penyakit jantung, alergi serta hiperaktivitas pada anak-anak. Warna beras organik yang lebih putih


(23)

9

dibandingkan dengan beras non organik serta nasi dari beras organik lebih bertahan lama (Isdiayanti, 2007).

2.1.2 Budidaya Padi Organik

Menurut Andoko (2006), budidaya padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan budidaya padi anorganik. Perbedaan paling nyata terdapat pada pemilihan varietas, penggunaan pupuk dasar, dan pengairan.

a. Pemilihan varietas

Padi hibrida kurang cocok ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Varietas hibrida merupakan varietas unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, namun varietas ini hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk anorganik dalam jumlah yang banyak.

Varietas padi yang cocok ditanam secara organik adalah varietas alami karena varietas ini tidak menuntut penggunaan pupuk anorganik. Varietas alami yang dapat dipilih untuk ditanam secara organik adalah: rojolele, mentik, pandan, dan lestari. Varietas rojolele memiliki kualitas yang paling baik daripada ketiga varietas lainnya sehingga harga berasnya paling mahal jika dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Namun varietas ini memiliki masa tanam yang lebih lama daripada varietas lainnya yaitu selama 150 hari, sementara varietas lainnya sudah dapat dipanen setelah berumur 100 hari.


(24)

b. Pembenihan

Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Ciri benih bermutu adalah jenisnya murni, bernas, kering, sehat, dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki. Benih yang bermutu memiliki daya kecambah sekitar 90 persen. Untuk setiap hektar tanah yang akan ditanami dibutuhkan benih sebanyak 25-30 kg dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Penyediaan benih yang berlebihan akan mempengaruhi bibit padi yang dihasilkan. Benih yang terlalu banyak ditebarkan diatas persemaian akan mengakibatkan bibit tumbuh saling berjejal sehingga sinar matahari tidak dapat menembus ke sela-sela tanaman. Kondisi ini akan menjadikan bibit tumbuh memanjang dan lemah sehingga saat dipindahkan ke lahan akan banyak yang mati. Jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 gram/m2. Dengan jumlah tersebut benih akan tersebar dalam jarak yang cukup untuk memberikan keleluasaan bagi bibit sehat dan kokoh.

Bagian sawah yang digunakan untuk pembenihan dicangkul merata sedalam kira-kira 30 cm. Tanah dihaluskan dengan cara pencangkulan ulang menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan selanjutnya diinjak-injak sampai hancur. Bersamaan dengan penghalusan ini, lahan sawah dapat ditambahkan pupuk kandang yang sudah matang sebanyak 40 kg setiap 35 �2 dengan cara ditebar merata. Bila tanah tidak cukup subur, jumlah pupuk kandang dapat ditingkatkan menjadi 100 kg per 35 �2. Pada keempat sisi dan tengah tempat pembibitan harus dibuatkan parit sebagai tempat untuk mengeluarkan kelebihan air untuk menjaga kualitas bibit. Penyiapan tempat untuk pembibitan dilakukan kira-kira seminggu sebelum benih disebarkan.


(25)

11

Benih yang terseleksi dikecambahkan dahulu sebelum disebar di persemaian. Benih direndam dalam air selama dua hari agar benih menyerap air. Pada saat direndam benih yang hampa akan mengapung di permukaan air sedangkan benih bernas akan tenggelam. Benih yang dipilih untuk dikecambahkan adalah benih bernas. Setelah benih direndam dua hari, benih diangkat dan diperam selama dua hari agar berkecambah. Pemeraman dapat dilakukan dengan cara dihamparkan di atas lantai dan kemudian ditutup karung goni basah atau benih dimasukkan dalam karung goni plastik dan ditutup rapat. Umumnya benih yang baik sudah berkecambah dalam waktu sehari. Benih yang sudah berkecambah disebarkan secara hati-hati dan tidak tumpang tindih di permukaan tanah persemaian.

c. Penyiapan lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah di sawah hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Ketersediaan air yang cukup banyak dalam areal penanaman akan menyebabkan semakin banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman.

Langkah awal pengolahan tanah dilakukan dengan memperbaiki pematang sawah dengan cara meninggikan pematang dan menutup lubang-lubang yang menyebabkan air keluar dari lahan. Lahan penanaman harus tergenang air selama seminggu sebelumpembajakan. Pembajakan dapat dilakukan dengan traktor atau tenaga hewan. Pembajakan ini bertujuan untuk membalikkan tanah dan memberantas gulma. Lahan sawah yang sudah dibajak dibiarkan tergenang air selama seminggu dan dibajak lagi


(26)

agar bongkahan tanah semakin kecil. Pembajakan kedua ini disertai dengan pemberian pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan dengan cara ditebarkan secara merata ke seluruh permukaan lahan, lalu dibiarkan selama empat hari. Kemudian lahan digaru dengan menggunakan traktor/tenaga hewan. Penggaruan tanah bertujuan agar tanah menjadi rata dan rerumputan yang masih tertinggal dapat terbenam ke dalam tanah. Setelah itu lahan dibiarkan tergenang selama empat hari. Empat hari setelah digaru, tanah sudah menjadi lumpur halus dan pupuk kandang sudah menyatu sempurna dengan tanah maka penanaman bibit sudah dapat dilakukan.

d. Penanaman

Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah memiliki tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, serta bebas dari serangan hama penyakit. Umur bibit berpengaruh pada produktivitas. Beberapa jenis varietas padi yang dapat dibudidayakan adalah (1) varietas genjah, umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 18-21 hari dengan masa tanam 110-115 hari; (2) varietas sedang, umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 21-25 hari dengan masa tanam 130 hari; (3) varietas dalam, umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 30-45 hari dengan masa tanam 150 hari.

Selain umur bibit, produktivitas padi dipengaruhi oleh jarak tanam. Penentuan jarak tanam dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih


(27)

13

subur maka jarak tanamnya harus lebih lebar daripada tanah yang kurang subur. Jarak tanam yang paling banyak digunakan oleh petani di Indonesia adalah 25 x 25 cm dan 30 x 30 cm. Jumlah bibit yang dimasukkan ke dalam setiap rumpun berkisar tiga sampai empat.

e. Penyiangan

Tanaman pengganggu atau gulma diatasi dengan cara dicabut kemudian dibuang ke luar areal persawahan atau dipendam dalam lumpur sawah sedalamdalamnya. Dalam satu musim tanam, penyiangan dilakukan tiga kali. Penyiangan pertama dilakukan saat tanaman berumur empat minggu, kedua saat tanaman berumur 35 hari, dan ketiga saat tanaman sudah berumur 55 hari. Kegiatan penyiangan ini dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya gulma di areal pertanian.

f. Pengairan

Air sangat dibutuhkan oleh tanaman padi untuk meningkatkan produktivitasnya. Namun tidak semua tahap pertumbuhan padi membutuhkan air, ada tahap yang memerlukan air dalam jumlah yang banyak ada juga tahap yang tidak membutuhkan air. Oleh sebab itu, pengaturan pemasukan dan pengeluaran air sangat diperlukan.

Setelah bibit padi ditanam, petakan sawah harus digenangi air setinggi 2-5 cm dari permukaan tanah. Penggenangan dilakukan selama 15 hari untuk mempertahankan struktur tanah yang sudah diperoleh saat pengolahan. Penggenangan ini juga bertujuan untuk menghambat pertumbuhan gulma. Pada tahap pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3-5 cm hingga tanaman


(28)

terlihat bunting. Bila ketinggian air lebih dari 5 cm, pembentukan anakan atau tunas akan terhambat sebaliknya bila ketinggian air kurang dari 3 cm gulma akan mudah tumbuh.

Pada masa bunting, air sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak dengan ketinggian sekitar 10 cm. Kekurangan air pada tahap ini harus dihindari karena dapat berakibat matinya bakal tubuh buah (primordia). Walaupun primordia ini tidak mati, bakal butir gabah akan kekurangan makanan sehingga terbentuk butir gabah hampa.

Tahap pembungaan membutuhkan air setinggi 5-10 cm. Bila bunga tampak keluar, maka sawah perlu dikeringkan selama 4-7 hari dengan tujuan pembungaan terjadi secara serentak. Pada saat bunga sudah muncul, air harus dimasukkan kembali setinggi 5-10 cm agar air dan makanan dapat diserap sebanyak-bayaknya oleh akar tanaman.

Memasuki tahap pertumbuhan generatif yaitu menjelang padi bunting, lahan harus dikeringkan untuk menghentikan pembentukan anakan atau tunas. Pengeringan lahan berlangsung sekitar 4-5 hari. Pengeringan lahan bertujuan untuk mengurangi mencairnya zat-zat hara dalam tanah yang diserap oleh akar tanaman untuk pembentukan anakan.

Pada tahap pemasakan biji, pengeringan sawah sangat diperlukan untuk menyeragamkan biji dan mempercepat pemasakan biji. Pengeringan ini dilakukan hingga pemanenan.


(29)

15

g. Pemupukan

Ciri utama budidaya padi organik adalah penggunaan pupuk kimia diganti dengan pupuk organik. Pupuk organik digunakan sebagai pupuk dasar berupa kompos atau pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha. Pupuk kandang tersebut diberikan bersamaan dengan pembajakan kedua dengan cara disebarkan merata ke seluruh permukaan tanah. Setelah disebarkan, pupuk tersebut dibiarkan selama empat hari. Selanjutnya tanah sawah digaru sehingga pupuk kandang dapat menyatu dengan tanah. Penggunaan kompos dan pupuk kandang sebagai pupuk dasar juga dapat digantikan dengan menggunakan pupuk fermentasi (bokashi). Penggunaan pupuk fermentasi lebih hemat dibandingkan pupuk kompos atau pupuk kandang cukup 1,5-2 ton/ha. Selain hemat, penggunan pupuk fermentasi juga lebih baik karena mengandung mikroba pengurai yang lebih banyak sebagai penambah kesuburan tanah.

Pada pertanian anorganik, dosis pemupukan dengan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebaliknya, pada pertanian organik dosis pemupukan dengan pupuk organik justru cenderung semakin menurun. Dosis awal pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebanyak 5 ton/ha. Namun tiga tahun kemudian, dosisnya turun hanya 3 ton/ha. Kecenderungan menurunnya penggunaan pupuk kandang tersebut disebabkan oleh sifat dari pupuk organik yang menguntungkan tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.


(30)

Adapun beberapa sifat dari pupuk organik antara lain:

1. Memperbaiki struktur tanah, dari berlempung liat menjadi ringan atau remah. 2. Memperbaiki daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak terurai.

3. Memperbaiki daya ikat air pada tanah.

4. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara. 5. Membantu proses pelapukan bahan mineral. 6. Menyediakan makanan bagi mikroba serta,

7. Menurunkan aktivitas mikroorganisme merugikan.

Setelah pemupukan dasar, pemupukan susulan dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu musim tanam. Pemupukan susulan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha atau pupuk fermentasi sebanyak 0,5 ton/ha dengan cara disebarkan merata ke seluruh areal persawahan yakni di sela-sela tanaman padi.

Pemupukan susulan kedua dilakukan saat tanaman berumur 25-60 hari dengan frekuensi seminggu sekali. Jenis pupuk yang diberikan berupa pupuk organik cair buatan sendiri yang kandungan unsur N-nya tinggi. Dosisnya 1 liter pupuk dilarutkan dalam 17 liter air. Cara pemberiannya dengan disemprotkan pada daun tanaman.

Pemupukan susulan ketiga dilakukan saat tanaman memasuki tahap generatif atau pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari. Pupuk yang digunakan berupa pupuk cair buatan sendiri yang masing-masing mengandung unsur P dan K yang tinggi. Dosisnya 2-3 sendok makan pupuk P organik yang dicampur dalam 15 liter atau satu tangki kecil pupuk K organik. Pupuk tersebut disemprotkan ke tanaman


(31)

17

dengan frekuensi seminggu sekali. Pemberian pupuk dapat dihentikan bila sebagian besar bulir padi sudah tampak menguning.

h. Pemberantasan hama dan penyakit

Penggunaan pestisida kimia untuk pemberantasan hama dan penyakit tidak diijinkan pada pertanian organik. Pemberantasan hama dan penyakit padi organik dapat dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap), dan kimia pestisida.

Selain hama, serangan penyakit pada padi organik juga mengganggu produktivitas. Beberapa jenis penyakit yang banyak ditemukan pada tanaman padi adalah bercak cokelat, blast, dan tungro. Penyakit bercak cokelat dapat dikendalikan dengan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan kompos atau pupuk kandang, penyakit blast dapat dikendalikan dengan menghindari penggunaan pupuk berkadar N terlalu tinggi, dan penyakit tungro dapat dikendalikan dengan memberantas berbagai jenis rumput liar yang merupakan sumber infeksi penyakit ini seperti jajagoan dan sunduk gangsir. Selain itu, ketiga jenis penyakit ini juga dapat dikendalikan dengan menyemprotkan fungisida organik buatan sendiri.

i. Pemanenan

Sekitar 10 hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar padi masak serentak, selain itu pengeringan sawah akan memudahkan pemanenan. Pemanenan harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat meyebabkan kualitas bulir gabah menjadi rendah yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur dan berasnya


(32)

juga mudah hancur saat digiling. Sebaliknya panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan tikus atau burung.

Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai 80 persen dan tangkainya sudah menunduk. Bila butirannya sudah keras dan berisi maka padi sudah dapat dipanen. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit dimana batang padi yang disisakan hanya 20 cm dari permukaan tanah. Setelah dipanen gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan mesin perontok ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukulpukulkan ke kayu hingga gabah berjatuhan. Selain dipukul-pukulkan, malai padi juga dapat diinjak-injak agar gabah rontok. Tempat perontokan diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal).


(33)

19

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modalsehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5) banyaknya pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan tanah, (9) iklim atau musim, dan (10) modal yang tersedia (Tohir, 1991).

Setiap usaha pertanian yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Soekartawi, 1989).


(34)

2.2.2 Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk (Suratiyah, 2009).

Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini merupakan faktor yang penting dalam usahatani, khususnya tenaga kerja petani dan anggota keluarganya (Tohir, 1983).

Tenaga kerja pertanian adalah orang yang melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) dan tanaman perkebunan baik di lahan sendiri maupun di lahan milik orang lain. Tenaga kerja pertanian merupakan tenaga kerja yang aktivitasnya secara langsung berhubungan dengan faktor alam (tanah, iklim, dan sebagainya) serta masyarakat tani di lingkungannya. Pengaruh yang kuat atas faktor alam tersebut menjadikan tenaga kerja pertanian mempunyai corak sebagai tenaga kerja musiman (Ravianto, 1985).

Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah, istri, dan anak-anak. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang.


(35)

21

Tohir (1983) menyatakan bahwa tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja keluarga banyak dipakai dalam usaha tani skala kecil, pembagian kerja dalam keluarga didasarkan atas tradisi dan perbedaan-perbedaan fisik.

Pemakaian tenaga kerja luar keluarga berkaitan erat dengan besarnya usaha. Setiap usaha pertama-tama mengerahkan tenaga kerja keluarga, setelah dirasa tidak mencukupi maka diambil tenaga kerja luar keluarga. Hernanto (1989) menyatakan bahwa tenaga kerja luar hanya sebagai bantuan, khususnya untuk kegiatan atau pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih dari potensi tenaga kerja yang dimiliki petani.

Dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah alokasi penggunaan input tenaga kerja yang diberikan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dihitung dalam jam kerja atau dikonversikan dalam hari kerja pria (HKP). Besarnya curahan tenaga kerja lazimnya dinyatakan dalam jam atau hari per satuan luas tanah yang dikelola. Tenaga kerja keluarga, luar keluarga, dan tenaga-tenaga kerja lainnya dapat dikonversikan kepada tenaga-tenaga kerja pria dewasa dengan patokan:

Hari Kerja Pria (HKP) pria dewasa > 15 tahun = 1 HKP Hari Kerja Wanita (HKW) wanita dewasa > 15 tahun = 0,8 HKP Hari Kerja Anak (HKA) anak-anak 10-14 tahun = 0,5 HKP


(36)

Hari Kerja Ternak (HKT) = 5 HKP

Hari Kerja Mesin Traktor (HKM) = 25 HKP

(Soekartawi, 1989).

2.2.2.1 Upah Tenaga Kerja

Sistem upah dibedakan menjadi 3 yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing sistem tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang tenaga luar. a) Upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian waktu

kerja. Upah borongan ini cenderung membuat para pekerja untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya agar segera dapat mengerjakan pekerjaan borongan lainnya.

b) Upah waktu adalah upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. Sistem upah waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan mendapat upah yang semakin banyak.

c) Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas dan prestasi kerja. Sebagai contoh, dalam satu hari pekerja diharuskan menyelesaikan 10 unit pekerjaan. Jika dia bisa menyelesaikan lebih dari 10 unit pekerjaan maka dia akan mendapat upah tambahan. Sistem upah premi cenderung meningkatkan produktivitas pekerja (Suratiyah, 2009).

2.2.2.2 Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja merupakan keseluruhan upah tenaga kerja yang dibayarkan oleh petani selama proses produksi usahatani berlangsung. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh langsung pada biaya tenaga kerja. Semakin banyak


(37)

23

menggunakan tenaga kerja dalam keluarga maka semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Namun demikian, tidak semua hal berlaku seperti ini. Ada pekerjaan atau kegiatan tertentu mengejar waktu sehubungan dengan iklim maka harus meminta bantuan tenaga kerja luar yang berarti harus mengeluarkan biaya (Suratiyah, 2009).

2.2.3 Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan

peran serta tenaga kerja persatuan waktu atau �

��� dimana Y = produksi (Kg) dan

Xtk = input tenaga kerja (HKP). Untuk meningkatkan produktivitas petani, meningkatkan pendapatan atau kesejahteraannya dapat ditempuh dengan upaya meningkatkan hasil persatuan luas, persatuan waktu serta mendistribusikan tenaga kerja secara optimal.

Produktivitas adalah perbandingan antara apa yang dihasilkan (output) dengan apa yang dimasukkan (input). Produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan menunjukkan penekanan faktor produksi yang efisien bagi usahatani, karena tingkat produksi yang tinggi akan dicapai tenaga kerja tersebut (Ravianto, 1985).

Secara teoritis dan praktis faktor-faktor yang menentukan produktivitas tenaga kerja antara lain pendidikan, pengalaman, keterampilan, keahlian, umur dan etnis tenaga kerja, etos kerja, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, peralatan/mekanisasi pertanian, metode kerja, daya dukung lahan misalnya skala usaha/luas lahan, topografi, kesesuaian lahan, potensi tanaman, umur tanaman, penggunaan sarana


(38)

produksi misalnya pupuk. Adapun variabel yang tergolong praktis yang terukur dan mudah dikerjakan adalah daya dukung lahan (skala usaha/luas lahan, umur tanaman, penggunaan sarana produksi/pupuk), curahan tenaga kerja, pengalaman bertani, dan penggunaan sarana produksi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dalam usahatani :

a. Luas Lahan

Menurut Theory of Scale, semakin besar skala usaha pertanian maka akan semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah satunya adalah penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi. Sehingga dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang efisien usahatani tersebut (Daniel, 2002).

Luas pemilikan atau penguasaan lahan yang ditanami sangat berhubungan dengan efisiensi usahatani dan juga usaha pertanian, penggunaan input seperti pupuk, obat-obatan, bibit akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai dan ditanami semakin besar, disamping itu penggunaan tenaga kerja juga lebih efisien karena sudah ada takaran dan perhitungan menurut teknologi yang dipakai, namun sering juga ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi karena kurangnya manajemen yang terarah (Soekartawi, 1993).

b. Total Curahan Tenaga Kerja

Setiap usaha pertanian yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan


(39)

25

tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Soekartawi, 1989).

c. Pengalaman Berusahatani

Adanya tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja diharapkan memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Semakin lama seseorang dalam pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya maka diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitasnya. Maka dapat dikatakan bahwa pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja (Adhadika, 2013).

d. Sarana Produksi (Pupuk)

Faktor ketersediaan dan harga faktor produksi benar-benar tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu berapapun dana tersedia. Namun, jika faktor produksi berupa pupuk tidak tersedia atau langka di pasaran maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi. Demikian pula jika harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani (Suratiyah, 2009).

2.3 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Dila Zoriska (2002) tentang Analisis Curahan Tenaga Kerja

Usahatani Karet di Desa Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu menyimpulkan bahwa ada perbedaan curahan tenaga kerja pada lahan sempit

dan lahan luas pada usahatani karet.

Hasil penelitian Rini Astuti Nasution (2004) tentang Analisis Curahan Tenaga Kerja


(40)

Menghasilkan (TM) di Desa Tanjung Medan, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu menyimpulkan bahwa produktivitas rata-rata tenaga kerja

rata-rata per Ha pada tanaman menghasilkan (TM) diperoleh sebesar 386,79 Kg/HKP.

Hasil penelitian Muhammad Akmal Agustira (2004) tentang Analisis Optimasi

Penggunaan Input Produksi Pada Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang

menyebutkan bahwa biaya tenaga kerja rata-rata per Ha pada lahan sempit usahatani padi sawah lebih rendah daripada biaya tenaga kerja rata-rata per Ha pada usahatani berlahan luas.

2.4 Kerangka Pemikiran

Dalam mengelola usahatani, kesediaan faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen sangat diperlukan untuk dapat menentukan lancar atau tidaknya suatu usahatani tersebut. Dalam hal ini, penelitian hanya dibatasi pada faktor produksi tenaga kerja yang pada prakteknya diperlukan tenaga kerja yang produktif dalam mengelola usahatani.

Tahapan-tahapan budidaya padi organik dan padi non organik meliputi pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pemeliharaan, panen sampai kepada pasca panen.

Di dalam pencurahan tenaga kerja terdapat dua jenis pencurahan tenaga kerja, yaitu pencurahan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan pencurahan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dari dua jenis pencurahan tenaga kerja tersebut penulis


(41)

27

menggunakan analisis uji beda rata-rata Independent-sample untuk mengetahui pencurahan tenaga kerja yang nyata lebih besar.

Dalam menjalankan usahataninya, petani harus dapat mengalokasikan tenaga kerja yang tersedia dengan sebaik dan seefisien mungkin dengan tujuan untuk menghasilkan produksi yang optimal. Efisiensi tenaga kerja di sini artinya adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh petani untuk menemukan kombinasi tenaga kerja yang baik sehingga diperoleh produksi yang maksimal sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja tersebut.

Dalam penelitian ini, usaha tani padi sawah dibagi menjadi 2 bagian yaitu usaha tani padi organik dan usaha tani padi non organik. Untuk mengusahakan tanaman padi sawah, petani menggunakan tenaga kerja. Dari penggunaan tenaga kerja ini, petani membayar upah yang kemudian dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja.

Keterkaitan antar variabel-variabel yang telah disebutkan di atas adalah bahwa produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara jumlah produksi total yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja per satuan waktu yang dicurahkan untuk memproduksi output. Tenaga kerja dinilai produktif apabila mampu menghasilkan output yang banyak dalam satuan waktu. Secara teoritis dan praktis faktor-faktor yang menentukan produktivitas tenaga kerja antara lain pendidikan, pengalaman, keterampilan, keahlian, umur dan etnis tenaga kerja, etos kerja, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, peralatan/mekanisasi pertanian, metode kerja, daya dukung lahan misalnya skala usaha/luas lahan, topografi, kesesuaian lahan, potensi tanaman, umur


(42)

tanaman, penggunaan sarana produksi misalnya pupuk. Adapun variabel yang tergolong praktis yang terukur dan mudah dikerjakan adalah daya dukung lahan (skala usaha/luas lahan, umur tanaman, penggunaan sarana produksi/pupuk), umur tenaga kerja, dan peralatan/mekanisasi pertanian.


(43)

29

Keterangan :

= Menyatakan Pengaruh Usahatani

Padi Organik

Usahatani Padi Non Organik Usahatani

Padi Sawah

Curahan Tenaga Kerja

Curahan Tenaga Kerja

Curahan Tenaga Kerja Luar Curahan Tenaga

Kerja Dalam Curahan Tenaga

Kerja Luar

Total Curahan Tenaga Kerja Curahan Tenaga

Kerja Dalam

Total Curahan Tenaga Kerja

Gambar. Skema Kerangka Pemikiran Komparasi

Produktivitas dan Biaya Tenaga Kerja


(44)

2.4. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga secara dan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani padi organik maupun padi non organik.

2. Terdapat perbedaan produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik.

3. Terdapat perbedaan biaya penggunaan tenaga kerja pada petani yang berusahatani padi organik dan padi non organik.


(45)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditetapkan secara purposive, artinya daerah penelitian didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikanto, 2010). Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan daerah dengan luas lahan padi organik terbesar di Sumatera Utara. Perolehan data tentang luas lahan dan produksi padi organik belum terdapat di dinas pertanian Sumatera Utara, namun data dapat diperoleh dari LSM BITRA (Lembaga Swadaya Masyarakat Binaan Keterampilan Desa) yang merupakan institusi yang memberi binaan pertanian padi organik di Sumatera Utara. Berikut disajikan pada Tabel 4. Luas lahan dan produksi padi organik di Provinsi Sumatera Utara 2012.

Tabel 4. Luas lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara 2012

No. Desa Kabupaten Luas Lahan

(Ha) Produksi (ton)

1. Lubuk Bayas Serdang

Bedagai

21 35

2. Karang Anyar Deli Serdang 5 22

3. Namu Landor Deli Serdang 5 30

Sumber : BITRA INDONESIA 2014 3.2 Metode Pengambilan Sampel

Jumlah Petani padi anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas 62 petani, terdiri dari 18 petani organik dan sisanya sebanyak 44 orang petani padi non organik. Pengambilan sampel pada petani padi organik ditentukan dengan metode sensus,


(46)

seluruhnya akan dijadikan sampel karena jumlahnya yang sedikit sebanyak 18 petani jika dibandingkan dengan petani non organik yang berjumlah 44 petani.

Sedangkan jumlah sampel petani non organik akan ditentukan dengan rumus Slovin. Rumus Slovin :

n =

1 +��2

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Taraf kesalahan (dalam penelitian ini digunakan �= 10%)

(Supranto, 2010)

Diketahui bahwa jumlah populasi petani non organik di lokasi penelitian sebanyak 44 petani. Dengan menggunakan rumus Slovin maka jumlah sampel yang diambil adalah

n =

44

1+44 .10%2

n = 30, 5

jadi jumlah sampel petani non organik yang diambil adalah 30 petani dari 44 petani non organik dengan penentuan sampel ditentukan dengan metode sistem random sampling.

3.3 Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kepada petani Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau dinas


(47)

33

terkait seperti dari LSM BITRA, BPS (Badan Pusat Statistik) serta literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini selain itu perolehan data juga diperoleh dari fasilitas internet.

3.4 Metode Analisis data

Untuk menganalisis hipotesis 1, digunakan analisis uji beda rata-rata satu pihak untuk menguji perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan pencurahan tenaga kerja luar keluarga, yaitu dengan rumus:

th =

�1−�2

��12

/

�1+�22

/

�1

dimana: �1 = Rata-rata pencurahan tenaga kerja dalam keluarga

�2 = Rata-rata pencuraran tenaga kerja luar keluarga

�12 = Simpangan baku �1

�22 = Simpangan baku �2

�1 = Besar sampel �1

�2 = Besar sampel �2

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

Jika th < t (α; n-2); terima �0, tolak �1

th > t (α; n-2); tolak �0, terima �1

Dalam penelitian ini α = 0,05


(48)

Untuk menganalisis hipotesis 2, digunakan analisis uji beda rata-rata satu pihak untuk menguji perbedaan produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik, yaitu dengan rumus:

th =

�1−�2

��12

/

�1+�22

/

�1

dimana: �1 = Rata-rata produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi organik

�2 = Rata-rata produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi non organik

�12 = Simpangan baku �1

�22 = Simpangan baku �2

�1 = Besar sampel �1

�2 = Besar sampel �2

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

Jika th < t (α; n-2); terima �0, tolak �1

th > t (α; n-2); tolak �0, terima �1

Dalam penelitian ini α = 0,05

(Sudjana, 2005).

Untuk mengetahui nilai produktivitas tenaga kerja pada usahatani dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah produksi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan atau dapat ditulis :

Produktivitas Tenaga Kerja (Kg/HKP) = ����� ℎ�������� (��)

����� ���� ℎ�� ������ ����� (���)


(49)

35

Untuk menganalisis hipotesis 3, digunakan analisis uji beda rata-rata satu pihak untuk menguji perbedaan biaya penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik, yaitu dengan rumus:

th =

�1−�2

��12

/

�1+�22

/

�1

dimana: �1 = Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik

�2 = Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi non organik

�12 = Simpangan baku �1

�22 = Simpangan baku �2

�1 = Besar sampel �1

�2 = Besar sampel �2

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

Jika th < t (α; n-2); terima �0, tolak �1

th > t (α; n-2); tolak �0, terima �1

Dalam penelitian ini α = 0,05


(50)

Definisi dan Batasan Operasional Definisi

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka penulis membuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

1. Usahatani padi organik adalah usahatani yang mengusahakan tanaman padi organik di lahan.

2. Usahatani padi non organik adalah usahatani yang mengusahakan tanaman padi non organik di lahan.

3. Petani padi organik adalah orang yang mengelola tanaman padi organik pada lahan.

4. Petani padi non organik adalah orang yang mengelola tanaman padi non organik pada lahan.

5. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk usahatani padi sawah kepada tenaga kerja selama proses produksi berlangsung (Rp).

6. Curahan tenaga kerja adalah besarnya penggunaan tenaga kerja pada setiap tahapan kegiatan usahatani padi sawah baik padi organik maupun padi non organik, yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga (HKP).

7. Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi.

8. Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak serta orang yang tinggal dalam keluarga dan masuk dalam tanggungan keluarga.


(51)

37

9. Tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang bersumber dari luar keluarga petani yang diukur dengan tingkat upah tertentu dengan jam kerja 8 jam per hari dengan konversi :

Hari Kerja Pria (HKP) pria dewasa > 15 tahun = 1 HKP Hari Kerja Wanita (HKW) wanita dewasa > 15 tahun = 0,8 HKP Hari Kerja Anak (HKA) anak-anak 10-14 tahun = 0,5 HKP

Hari Kerja Ternak (HKT) = 5 HKP

Hari Kerja Mesin Traktor (HKM) = 25 HKP

Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

2. Tahun penelitian adalah 2015.


(52)

38

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah

4.1.1 Letak Geografi dan Luas Wilayah Desa Lubuk Bayas

Desa Lubuk Bayas merupakan salah satu desa yang memiliki potensi yang besar terutama pada sektor pertanian khususnya dalam berusahatani padi organik. Potensi yang dimiliki desa ini yaitu berupa ternak yang mendukung usahatani padi organik dalam penyediaan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak yang sudah difermentasi selama 3 bulan.

Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur umumnya lempung berpasir dengan luas wilayah 481 Ha yang terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Desa ini berada 14 km dari Ibukota Kecamatan Perbaungan, sekitar 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai dan sekitar 52 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Utara.

Secara administratif Desa Lubuk Bayas mempunyai batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sainagalawan dan Desa Naga Kisar • Sebelah Selatan berbatasan dengan Sei Buluh dan PT. Socfindo

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan.


(53)

39

4.1.2 Tata Guna Lahan

Desa Lubuk Bayas mempunyai luas lahan 481 Ha. Sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan persawahan. Penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk pertanian sawah, dan yang selebihnya digunakan untuk pertanian bukan sawah non pertanian dan pemukiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5. Distribusi Penggunaan Lahan Lubuk Bayas 2013 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal

(Ha)

Persentase (%) 1. Pertanian Sawah (Irigasi dan

Tadah Hujan)

385 80,04

2. Pertanian Bukan Sawah 16 3,32

3. Non Pertanian 18 3,74

4. Pemukiman 62 12,89

Jumlah 481 100

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2015

Dari Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan yang paling banyak digunakan adalah lahan untuk pertanian sawah seluas 385 Ha (80,04 %). Pada jenis lahan yang digunakan untuk pertanian bukan sawah seluas 16 Ha (3,32 %) dan lahan yang digunakan untuk pemukiman seluas 62 Ha (12,89%) dan selebihnya digunakan untuk lahan non pertanian.

4.2 Keadaan Penduduk

Desa Lubuk Bayas memiliki empat dusun dan masing-masing dusun memiliki jumlah penduduk yang berbeda-beda digolongkan berdasarkan jenis kelamin.


(54)

Jumlah penduduk Desa Lubuk Bayas pada tahun 2012 diketahui sebanyak 2994 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas 2013

No. Tingkatan Jumlah (Jiwa)

1. Laki-laki 1437

2. Perempuan 1635

Jumlah 3072

Sumber : Kantor Kepala Desa 2015

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk sebanyak 3072 jiwa diantaranya 1437 jiwa laki-laki dan 1635 jiwa perempuan. Dari total jumlah penduduk sebanyak 3072 jiwa diketahui perbandingan antara jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki.

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas 2013

No. Mata Pencaharian Jumlah KK

(Jiwa) Persentase (%)

1. Petani 487 47,06

2. Buruh Tani 121 11,69

3. Wiraswasta 93 8,96

4. Pegawai Negeri 10 0,97

5. Pengrajin 15 1,45

6. Pedagang 215 20,78

7. Dan lain-lain 94 9,09

Jumlah 1035 100


(55)

41

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Desa Lubuk Bayas bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 487 KK dengan persentase 47,06 %. Selain itu masayarakat di desa ini bermata pencarian sebagai pedagang yang diketahui sebanyak 215 KK dengan persentase sebesar 20,78 %.

4.3 Sarana Dan Prasarana

Desa Lubuk Bayas memiliki beberapa sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung sektor pertanian khususnya pertanian sawah diantaranya terdapat beberapa kilang padi dan kios-kios pupuk. Akan tetapi pada saat ini kilang yang dapat digunakan hanya satu kilang saja dan yang lainnya masih dalam proses sehingga belum bisa digunakan untuk saat ini. Adapun jalan desa sekitar 21 km sebagian rusak dan untuk jalan dusun sekitar 12 km dalam keadaan rusak ringan akan tetapi keadaan untuk jembatan sebanyak 6 unit dalam keadaan baik.

Selain itu terdapat sarana dan prasarana lainnya seperti prasarana ekonomi, pendidikan, keamanan, kesehatan, peribadatan, prasarana irigasi, dan sosial yang mendukung perkembangan sumber daya manusia yang terdapat di Desa Lubuk Bayas. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 8 berikut ini.


(56)

Tabel 8. Sarana Dan Prasarana Desa Lubuk Bayas 2013

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Limit)

1. • Kios pupuk dan pestisida • Kilang padi

• Koperasi

2 3 1

2. • SD/ Sederajat • SMP/Sederajat

• TK

2 1 1 3. • Puskesmas pembantu

• Posyandu

1 3 4. • Mesjid

• Musholla

3 6

5. • Prasarana Irigasi 2

6. • Balai Desa 1


(57)

43

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penggunaan Tenaga Kerja di Daerah Penelitian

Petani padi sawah anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas rata-rata merupakan penggarap pemilik, yaitu mengolah sendiri usaha taninya. Sebagian petani memilih untuk menjual seluruh hasil panen padinya sedangkan beberapa petani lainnya menyisakan sebagian dari hasil panennya untuk dikonsumsi sendiri.

Pada usahatani di daerah penelitian terdapat beberapa kegiatan dalam usahatani dimana garis besarnya dapat diuraikan pada tabel 9.

Tabel 9. Jenis Kegiatan yang Dilakukan Petani Padi Organik dan Padi Non Organik di Desa Lubuk Bayas, Tahun 2015

No Jenis Kegiatan Padi Organik Padi Non Organik

1 Pembenihan √ √

2 Penyiapan lahan tanam √ √

3 Penanaman √ √

4 Penyiangan √ √

5 Pengairan √ √

6 Pemupukan √ √

7 Pengendalian hama dan

penyakit √ √

8 Pemanenan √ √

Tenaga kerja yang digunakan oleh petani untuk mengelola usaha taninya berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga biasanya anak, istri, dan anggota keluarga lainnya petani padi sawah itu sendiri. Tenaga kerja luar keluarga dengan menggunakan penduduk setempat dengan upah Rp. 50.000,- per hari. Selain itu, tenaga kerja luar keluarga yang digunakan oleh petani padi sawah


(58)

anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas dapat berupa upahan borongan kerja dan upahan berdasarkan produktivitas atau hasil kerja. Tenaga kerja luar keluarga upahan borongan kerja ditemukan pada pekerjaan penanaman, pembajakan, dan pemanenan.

Pada pekerjaan menanam dilakukan dengan sistem borongan digunakan satu atau dua orang atau lebih tenaga kerja luar keluarga pria untuk mencabut bibit yang sudah siap ditanam dari lahan persemaian untuk selanjutnya ditanam pada lahan tanam. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga wanita sebanyak 20 sampai 45 orang melakukan penanaman pada lahan tanam. Tenaga kerja luar keluarga diberi upah Rp 20.000 per rantai untuk mencabut bibit dari lahan persemaian dan Rp 30.000 per rantai untuk tenaga kerja luar keluarga yang melakukan penanaman.

Pekerjaan membajak sawah oleh tenaga kerja luar keluarga biasanya dibayar dengan upah Rp 50.000 per rantai sebanyak 3 kali bajak. Pekerjaan ini biasa dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja luar keluarga pria.

Pada panen, digunakan tenaga kerja luar keluarga yang banyak karena padi yang sudah siap panen harus segera dipanen agar tidak terlalu banyak dimakan burung dan tikus. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dibayar menurut hasil yang dipanen. Upah panen sebesar 12% dari hasil panen .

Tenaga kerja di daerah penelitian melakukan pekerjaan hanya sekitar + 7 jam per hari, yaitu antara jam 8 pagi – 12 siang melakukan pekerjaan, jam 12 – 2 siang istirahat, dan jam 2 siang – 5 sore melakukan pekerjaannya kembali. Tenaga kerja di


(59)

45

daerah penelitian ini hanya melakukan pekerjaan 7/8 HKP dalam sehari baik tenaga kerja pria dan tenaga kerja pria.

Terdapat perbedaan antara tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria dalam usahatani padi sawah. Perbedaannya yaitu pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Tenaga kerja wanita biasanya melakukan pekerjaan pada kegiatan penanaman, penyulaman, dan penyiangan. Sedangkan pekerjaan yang biasa dilakukan tenaga kerja pria adalah kegiatan penyiapan lahan persemaian dan lahan tanam, membajak sawah, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, dan pemanenan.


(60)

5.1.1 Curahan Tenaga Kerja pada Setiap Tahap Kegiatan Padi Organik

Hasil analisis curahan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pada setiap tahap kegiatan usahatani padi organik di Desa Lubuk Bayas dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Rata-Rata Curahan Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Luar Keluarga pada Setiap Tahap Kegiatan Padi Organik di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, 2015

Tahap Kegiatan CTKDK (HKP)

CTKLK (HKP)

TOTAL

(HKP) %

1. Pembenihan

Per Petani 1.11 0.26 1.37 3.81

Per Ha 3.85 0.40 4.25 4.65

2. Penyiapan Lahan

Per Petani 0.00 4.22 4.22 11.74 Per Ha 0.00 11.08 11.08 12.13

3. Penanaman

Per Petani 0.02 9.83 9.85 27.41 Per Ha 0.10 20.87 20.97 22.96

4. Penyiangan

Per Petani 1.20 2.15 3.35 9.32

Per Ha 5.13 3.94 9.08 9.94

5. Pengairan

Per Petani 4.14 0.00 4.14 11.52 Per Ha 14.24 0.00 14.24 15.59

6. Pemupukan

Per Petani 1.87 1.90 3.77 10.49

Per Ha 5.94 3.14 9.08 9.94

7. Pengendalian HPT

Per Petani 1.15 0.61 1.76 4.90

Per Ha 3.97 1.17 5.13 5.62

8. Pemanenan

Per Petani 0.03 7.45 7.48 20.81 Per Ha 0.11 17.40 17.51 19.17

Jumlah

Per Petani 9.52 26.42 35.94 100.00

Per Ha 33.34 58.00 91.34 100.00


(61)

47

a. Pembenihan

Tahap kegiatan pembenihan dimulai dengan menyeleksi benih terlebih dahulu. Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Benih yang sudah diseleksi kemudian direndam selama 2 hari. Bersamaan dengan seleksi benih petani juga menyiapkan tempat pembenihan dengan cara mencangkul bagian sawah sedalam 30 cm secara merata. Selanjutnya tanah dihaluskan dengan cara pencangkulan berulang-ulang menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan diinjak-injak sampai lumer. Selama proses penghalusan ini, lahan sawah padi organik ditambahkan pupuk kandang yang sudah matang sebanyak 40 Kg setiap 35 �2 dengan cara ditebar secara merata. Setelah benih yang direndam selama 2 hari sudah berkecambah barulah benih ditebar secara merata dan tidak tumpang tindih pada lahan pembenihan yang sudah disiapkan. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 3,85 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga 0,40 HKP/Ha.

b. Penyiapan Lahan

Tahap kegiatan penyiapan lahan tanam dimulai dengan memperbaiki pematang sawah agar pada lahan sawah tidak terdapat lubang keluarnya air karena lahan sawah harus tergenang air selama seminggu yang bertujuan agar tanah menjadi lunak sebelum dilakukan pembajakan. Pembajakan lahan sawah organik dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga menggunakan traktor sebanyak 2 sampai 3 kali. Pada kegiatan penyiapan lahan di daerah penelitian para petani tidak ikut serta karena traktor yang digunakan untuk membajak sawah hanya dimiliki oleh tenaga kerja luar keluarga.


(62)

Besarnya jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan ini sebesar 11,08 HKP/Ha.

c. Penanaman

Kegiatan menanam bibit pada lahan tanam terbagi menjadi dua yaitu kegiatan mencabut semai pada lahan pembenihan yang biasa dilakukan oleh tenaga kerja pria dan kegiatan menanam semai pada lahan tanam yang biasa dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Pada tahap kegiatan ini tenaga kerja luar keluarga lebih dominan dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 0,10 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 20,87 HKP/Ha.

d. Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk membersihkan tanaman padi dari tanaman pengganggu dan gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut tanaman pengganggu dengan tangan dan dilakukan pula kegiatan penyulaman yaitu mengganti bibit yang tidak tumbuh pada lahan tanam. Kegiatan menyiang dominan dilakukan oleh tenaga dalam keluarga yang bertujuan untuk menghemat biaya dan memanfaatkan waktu luang petani. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 5,13 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 3,94 HKP/Ha.


(63)

49

Kegiatan megairi sawah bertujuan untuk menjaga kebutuhan air tanaman padi hingga waktu pemanenan tiba. Kegiatan mengairi sawah pada daerah penelitian hanya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga mulai dari awal pertumbuhan sampai fase pembungaan padi sudah selesai. Pada lahan organik air yang digunakan untuk mengairi sawah adalah air hujan yang ditampung pada petakan lahan yang dikhususkan oleh petani bertujuan untuk menghindari lahan organik terkena pestisida kimia dari saluran air irigasi. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 14,24 HKP/Ha.

f. Pemupukan

Di daerah penelitian, pemupukan lahan organik dilakukan dengan cara memberikan pupuk kandang dan pupuk organik cair-mol. Pupuk organik cair merupakan hasil racikan petani sendiri terdiri dari urin sapi, air kelapa, serabut kelapa yang difermentasikan. Pupuk kandang diberikan hanya sekali sebelum masa tanam berfungsi sebagai pupuk dasar. Sedangkan pupuk organik cair diberikan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 15 hari dan 40 hari setelah tanam. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 5,94 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 3,14 HKP/Ha.

g. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk mencegah tanaman terserang hama dan penyakit. Pada lahan organik, pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yang dibeli oleh petani dari distributor. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara menyemprot tanaman sebanyak 2 kali per


(64)

musim tanam. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 3,97 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 1,17 HKP/Ha.

h. Pemanenan

Pada kegiatan panen, petani padi organik mengeringkan lahan sawah terlebih dahulu sedangkan kegiatan mengarit dan pengangkutan hasil panen dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh petani di daerah penelitian. Petani memanen lahannya dengan cara mengupah tenaga kerja luar keluarga dengan sistem borongan. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 0,11 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 17,40 HKP/Ha.


(65)

51

5.1.2 Curahan Tenaga Kerja pada Setiap Tahap Kegiatan Padi Non Organik Hasil analisis curahan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pada setiap tahap kegiatan usahatani padi non organik dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Rata-rata Curahan Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Luar Keluarga pada Setiap Tahap Kegiatan Padi Non Organik di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

Tahap Kegiatan CTKDK (HKP)

CTKLK (HKP)

TOTAL

(HKP) %

1. Pembenihan

Per Petani 1.37 0.62 1.99 5.10

Per Ha 4.01 0.66 4.67 4.28

2. Penyiapan Lahan

Per Petani 0.00 9.23 9.23 23.64 Per Ha 0.00 18.35 18.35 16.81

3. Penanaman

Per Petani 0.09 10.10 10.19 26.10 Per Ha 0.19 18.95 19.14 17.54

4. Penyiangan

Per Petani 1.89 3.27 5.16 13.22 Per Ha 5.46 5.69 11.16 10.22

5. Pengairan

Per Petani 2.97 0.00 2.97 7.61

Per Ha 8.12 0.00 8.12 7.44

6. Pemupukan

Per Petani 1.30 4.23 5.54 14.19

Per Ha 3.85 5.95 9.81 8.99

7. Pengendalian HPT

Per Petani 2.11 1.85 3.96 10.14

Per Ha 5.73 1.85 7.58 6.94

8. Pemanenan

Per Petani 0.26 14.34 14.60 37.40 Per Ha 1.51 28.82 30.32 27.78

Jumlah

Per Petani 9.73 29.30 39.04 100.00

Per Ha 28.87 80.27 109.15 100.00


(66)

a. Pembenihan

Berbeda dengan lahan organik yang menggunakan pupuk kandang pada lahan pembibitannya, pada lahan sawah non organik lahan tempat pembibitannya menggunakan pupuk urea dan TSP 10 gr tiap �2. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan ini sebesar 4,01 HKP/Ha dan jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 0,66 HKP/Ha.

b. Penyiapan Lahan

Tahap kegiatan penyiapan lahan tanam dimulai dengan memperbaiki pematang sawah agar pada lahan sawah tidak terdapat lubang keluarnya air karena lahan sawah harus tergenang air selama seminggu yang bertujuan agar tanah menjadi lunak sebelum dilakukan pembajakan. Pembajakan lahan sawah non organik dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga menggunakan traktor sebanyak 2 sampai 3 kali. Pada kegiatan penyiapan lahan di daerah penelitian para petani tidak ikut serta karena traktor yang digunakan untuk membajak sawah hanya dimiliki oleh tenaga kerja luar keluarga. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan ini sebesar 18,35 HKP/Ha.

c. Penanaman

Kegiatan menanam bibit pada lahan tanam terbagi menjadi dua yaitu kegiatan mencabut semai pada lahan pembenihan yang biasa dilakukan oleh tenaga kerja pria dan kegiatan menanam semai pada lahan tanam yang biasa dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Pada tahap kegiatan ini tenaga kerja luar keluarga lebih dominan dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Besarnya jumlah curahan tenaga kerja


(1)

Dari tabel dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja rata-rata padi organik per Ha sebesar Rp 5.807.604,17,- .

5.3.2 Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Non Organik

Untuk melihat biaya tenaga kerja pada penelitian ini berdasarkan sistem upah tenaga kerja yang biasa dilakukan oleh petani padi non organik di daerah penelitian. Produktivitas tenaga kerja dalam mengelola usahatani padi non organik dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata pada Usahatani Padi Non Organik Anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas Musim Tanam Maret-Juli, Tahun 2015

Uraian Per Petani Per Ha

Biaya Tenaga Kerja (Rp) 3.761.266,67 4.906.648,10 Sumber: Data Diolah Dari Lampiran 6a dan 6b

Dari tabel dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja rata-rata padi non organik per Ha sebesar Rp 4.906.648,10,- .

5.3.3 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Organik dan Padi Non Organik

Selanjutnya hasil analisis uji beda rata-rata produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi organik dan padi non organik dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Produktivitas Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Organik dan Padi Non Organik

Biaya TK organik

(Rp)

Biaya TK non organik

(Rp)

t-hitung Signifikansi Kesimpulan 5.807.604,17 4.906.648,10 4,888 0,000 Hi diterima Sumber : Analisis Data Primer


(2)

59

Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai Sig 0,000 < 0,05 maka hipotesis �0 ditolak dan �1diterima pada tingkat kepercayaan 95%. Ini berarti bahwa ada perbedaan biaya tenaga kerja pada usahatani padi organik dan non organik.


(3)

60 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai peneliti menyimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan nyata penggunaan tenaga kerja pada setiap tahap kegiatan usahatani padi organik dan non organik. Rata-rata total curahan tenaga kerja pada usahatani padi organik (91,33 HKP/Ha) lebih rendah daripada rata-rata total curahan tenaga kerja pada usahatani padi non organik (109,14 HKP/Ha). Jenis pekerjaan yang dilakukan petani padi organik meliputi pembenihan (4,25 HKP/Ha), penyiapan lahan tanam (11,08 HKP/Ha), penanaman (20,97 HKP/Ha), penyiangan (9,08 HKP/Ha), pengairan (14,24 HKP/Ha), pemupukan (9,08 HKP/Ha), pengendalian hama penyakit (5,13 HKP/Ha), dan pemanenan (17,51 HKP/Ha). Sedangkan jenis pekerjaan yang dilakukan petani padi non organik meliputi pembenihan (4,67 HKP/Ha), penyiapan lahan tanam (18,35 HKP/Ha), penanaman (19,14 HKP/Ha), penyiangan (11,16 HKP/Ha), pengairan (8,12 HKP/Ha), pemupukan (9,81 HKP/Ha), pengendalian hama penyakit (7,58 HKP/Ha), dan pemanenan (30,32 HKP/Ha).

2. Tidak terdapat perbedaan secara nyata rata-rata produktivitas tenaga kerja per Ha padi organik dan non organik. Produktivitas tenaga kerja rata-rata padi organik per Ha di daerah penelitian diperoleh sebesar 66,28 Kg/HKP lebih


(4)

61

rendah daripada rata-rata produktivitas tenaga kerja padi non organik per Ha yaitu sebesar 68,03 Kg/HKP.

3. Terdapat perbedaan nyata biaya tenaga kerja rata-rata per Ha padi organik dan non organik. Biaya tenaga kerja rata-rata per Ha padi organik sebesar Rp 5.807.604,17 lebih tinggi daripada biaya tenaga kerja rata-rata per Ha padi non organik sebesar Rp 4.906.648,10.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menyarankan: 1. Kepada Petani Padi Organik dan Padi Non Organik

Diharapkan kepada petani padi organik dan padi non organik meningkatkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga agar dapat mengurangi biaya produksi dan dapat meningkatkan pendapatan.

2. Kepada Pemerintah

Pemerintah sebaiknya mendorong upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja usahatani padi organik maupun padi non organik dengan mengadakan pelatihan tenaga kerja, peningkatan teknologi, dan modernisasi peralatan supaya menguntungkan petani dan tenaga kerja.

3. Kepada Peneliti Selanjutnya


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adhadika, Teddy. 2013. Skripsi, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Pengolahan di Kota Semarang (Studi Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Gunungpati). Fakultas Ekonomi Bisnis UNDIP. Semarang

Andoko, Agus. 2010. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya Arifin, Bustanul. 2005. Pembangunan Pertanian. Penerbit PT Grasindo: Jakarta Astuti, Rini Nasution. 2004. Skripsi, Analisis Curahan Tenaga Kerja Pada Tanaman

Kelapa Sawit Rakyat Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) (Studi Kasus Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu). Fakultas Pertanian USU. Medan

Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara: Jakarta Hernanto, 1989. Ilmu Usahatani Indonesia. Penebar Swadaya: Jakarta

IRRI. 2004. Rice Science For a Better World.

[17 Januari 2013]

Isdiyanti. 2007. Skripsi, Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Mulyawan, B. 2011. Beras Organik. Bumi Ganesa: Bandung

Nafis, F. 2011. Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta.

Soekartawi, 1993. Teori Ekonomi Produksi: dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb Douglass. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

______, 1989. Prinsip dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. CV Rajawali: Jakarta


(6)

63

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito: Bandung

Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta

Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik (Menuju Alternatif dan Berkelanjutan). Kanisius: Jakarta

Tohir, Kaslan. 1983. Ilmu Usahatani. Rineka Cipta: Jakarta

______ . 1991. Seuntai Pengetahuan Pertanian Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta Zoriska, Dila. 2002. Skripsi, Analisis Curahan Tenaga Kerja Usahatani Karet (Studi

Kasus Desa Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu). Fakultas Pertanian USU. Medan