Citra perempuan dalam roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany kajian kritik sastra feminis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

CITRA PEREMPUAN DALAM ROMAN ISINGA
KARYA DOROTHEA ROSA HERLIANY
KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS

Skripsi
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia

,mm

Oleh
Dorce Kasi
NIM: 124114017
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017


i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN
Jadilah diri sendiri untuk menggapai impian, percayalah Tuhan turut bekerja dan jadikan
keluarga dan orang lain sebagai motivator.

Karya ini saya persembahkan untuk keluarga :
Thomas Kasih dan almarhumah Sarlota Isba
Rut Benselina Kasih, Aser Kasih, almarhumah Fransina Kasih, Alfons Kasih,

Dina Mandacan, Marta Mandacan, Ruben Isba, Marthen Isba,Thomas Isba,
Dorteha Isba, Dorthea Wam, Lukas Sesa dan Emy Tibyai

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Moto

Banyak hal yang kupikirkan dalam hidup ini tetapi kuasa Tuhan bekerja melebihi
segalanya.
Biarkanlah dirimu dibentuk dan diproses oleh Tuhan
Maka, terlaksanalah apa yang dipikirkan asalkan kita tetap percaya
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau
pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita (Efesus 3:20).

Tuhanlah yang menjadikan bumi dengan kekuatan-Nya, yang menegakkan dunia dengan
kebijaksanaan-Nya, dan yang membentangkan langit dengan akal budi-Nya (Yeremia 10:12).

Sadhar dan mereka membentuk dan memprosesku

Mengenal dan memahami Bahasa, Budaya dan Sastra
Aku bertumbuh karena mereka yang membimbingku dan doa kalian
Terima kasih untuk segalanya, kini ku belum tersadar seutuhnya
Tetapi ku jadikan pagiku untuk memulai kesadharan yang lebih sempurna.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang maha kuasa yang telah mencurahkan anugrah-Nya
kepada penulis, untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Citra Perempuan dalam Roman
ISINGA Kajian Kritik Sastra Feminis. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada program studi Sastra Indonesia.
Penulis menyadari tidak bisa mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan
dan motivasi dari dosen, keluarga dan teman-teman. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih yang tulus kepada:
1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum, selaku Pembimbing I yang meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberi semangat kepada penulis dalam menulis skripsi.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku Pembimbing II yang memberikan masukan
dalam penulisan skripsi.
3. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sabar dan
memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan skripsi.
4. Dosen Prodi Sastra Indonesia, almarhum Drs. Hery Antono, M.Hum, Dr. Yoseph
Yapi Taum, M.Hum, Prof. Dr.I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Dra. Fr. Tjandrasih
Adji, M.Hum, Drs.F.X Santosa, M.Hum, Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A dan
dosen mata kuliah tertentu.
5. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Sastra yang telah membantu penulis dalam
administrasi akademik selama kuliah.
6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma yang membantu dalam
menyediakan buku-buku referensi yang digunakan oleh peneliti.
7. Kedua orang tua penulis Thomas Kasih dan Rut Benselina Kasih yang dengan tulus
mendoakan penulis dan membantu penulis secara moril dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kedua kakak dan adik penulis Marta Mandacan, Aser Kasih dan Alfons Kasih yang
telah mendukung dalam doa dan memberikan semangat kepada penulis selama
kuliah hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia Angkatan 2012: Bella, Carlos, Gaby,
Lina, Mey, Novia, Ovi, Patrick, Peng, Retha, Roby, Santi, Silvy, Venta dan Wily.

Terima kasih untuk kebersamaan, perhatian dan motivator bagi penulis.
viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Kasi, Dorce. 2017. “Citra Perempuan dalam roman ISINGA karya Dorothea Rosa Herliany
Kajian Kritik Sastra Feminis”. Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menganalisis citra perempuan dalan roman ISINGA karya Dorothea Rosa
Herliany dengan kajian kritik sastra feminis. Tujuan dalam penelitian yaitu (1)
mendeskripsikan unsur alur, tokoh dan penokohan dan latar serta (2) mendeskripsikan dan
menafsirkan citra perempuan dalam roman Isinga. Ada dua teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) teori struktural yaitu teori yang menganalisis unsur alur, tokoh dan
penokohan dan latar dalam roman Isinga dan (2) teori kritik sastra feminis menganalisis citra
perempuan dalam roman Isinga. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data dan studi
pustaka, metode analisis data dengan metode formal dan analisis isi dan metode penyajian hasil
analisis data dengan deskriptif kualitatif.

Alur roman Isinga terdiri atas tiga tahap yakni tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir.
Tahap awal menceritakan tentang Meage dan Irewa yang saling jatuh cinta dan menurut adat
mereka sudah menjadi suami dan istri tetapi belum tinggal serumah karena Irewa belum
menstruasi. Irewa diculik Malom dan perang antarperkampungan Aitubu dan Hobone terjadi.
Tahap tengah, Irewa sudah menjadi istri Malom sedangkan Meage pergi meninggalkan
kampung Aitubu karena perang dan Irewa yang sudah menjadi Malom. Tahap akhir
menggambarkan Irewa yang menjadi guru atau edukatif kesehatan bagi para perempuan Papua.
Penghasilan yang ia dapatkan ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan biaya
sekolah anak-anaknya. Tokoh utama dalam roman Isinga adalah Irewa, yang menjadi lawan
adalah Malom sedangkan tokoh tambahan adalah Meage, Jingi, Ibu Selvi dan suster Karolin
dan suster Wawuntu. Irewa berperan sebagai tokoh utama karena ia yang banyak diceritakan
dalam roman Isinga, Malom menjadi tokoh lawan karena ia yang membuat Irewa mengalami
beban hidup sedangkan Meage, Jingi, ibu Selvi dan suster Karolin dan suster Wawuntu
memiliki hubungan secara langsung dengan Irewa. Latar dalam roman Isinga adalah (1) latar
tempat secara luas adalah kampung Aitubu, kampung Hobone, Distrik Yar dan Jerman
sedangkan latar tempat secara sempit adalah sekolah, rumah sakit, sungai Warsor, rumah
humia dan yowi, kebun dan pasar (2) latar waktu secara luas terjadi pada tahun 1977 saat
pemilihan umum sedangkan latar waktu secara sempit adalah pagi dan malam dan (3) latar
sosial dalam roman Isinga menggambarkan kebudayaan kampung Aitubu dan Hobone.Analisis
citra perempuan dalam roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany adalah citra diri

perempuan dalam aspek fisik dan psikis tokoh Irewa, Jingi, ibu Selvi dan suster Karolin dan
suster Wawuntu sedangkan citra sosial perempuan dalam bidang domestik hanya difokuskan
pada tokoh Irewa yakni Irewa sebagai istri, ibu dari anak dan ibu tumah tanggadan citra sosial
perempuan dalam bidang publik dari segi ekonomi, segi pendidikan, segi kesehatan, segi
budaya dan segi pemerintahan.Dari perspektif feminis, hubungan kekuasaan laki-lakiperempuan tidak seimbang. Perempuan menempati posisi subordinasi terhadap laki-laki tetapi
dalam hal pendidikan dan mata pencaharian.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
Kasi, Dorce. 2017. “Women‟s Image Depicted in ISINGA Romance by Dorothea Rosa
Herliany: Feminism Approach in Literature. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta:
Indonesia Literature, Literature Faculty, Sanata Dharma University.
This research analyzes the women‟s image depicted in the ISINGA romance by Dorothea
Rosa Herliany, using the feminism approach in literature. This research purposed (1)
describing the elements of plot, character and characterization, and setting, and (2) describing
and interpreting women‟s image in the ISINGA romance. The theories used in this research are
(1) the structural theory to analyze the elements of plot, character and characterization, and

setting in the ISINGA romance, and (2) the theory of feminism approach in literature to analyze
women‟s image in ISINGA. The researcher uses data collection and literature study method,
data analysis method with formal method and content analysis and presentation method of data
analysis result with qualitative descriptive.
The plot structure in ISINGA contained with three stages: the beginning, middle, and ending.
The beginning of the story told us about the story of Meage and Irewa, who fell in love and has
been husband and wife. However, according to the tradition applied, they have not lived
together since Irewa yet to have her menstruation. Later on, Irewa was kidnapped by Malom,
and caused the conflict between the Aitubu Village and Hobone Village. In the middle of the
story, Irewa became Malom‟s wife, while Meage leave the village to go to war. The last stage
portrayed Irewa, who promoted the health education for women in Papua. The wage she earned
was used for the household needs and education cost for her children. The protagonist in
ISINGA is Irewa, and the antagonist is Malom. The other additional characters are Meage,
Jingi, Mrs. Selvi, Sister Karolin, and Sister Wawuntu. As a protagonist, Irewa often appeared
throughout the story, while Malom became the antagonist as he made Irewa going through
many hardships. Meanwhile, Meage, Jingi, Mrs. Selvi, Sister Karolin, and Sister Wawuntu
have close relations with Irewa. The settings in narrated in ISINGA are (1) the setting of place
which takes places in Aitubu Village, Hobone Village, Yar District, and Germany, (2) the
setting of time, which in general happened in 1977 during the general election, and the specific
are day and night, and (3) the setting of society, which depicted the cultural life in Aitubu and

Hobone Village.Analysis of the image of women in Isinga's novel Dorothea Rosa Herliany is
the self-image of women in the physical and psychic aspects of Irewa's character, Jingi, Selvi's
mother and Sisters of Karolin and Sister Wawuntu while the social image of women in the
domestic field only focuses on Irewa figures ie Irewa as wife, From children and housewives
and the social image of women in the public sphere in terms of economic, educational, health,
cultural and governance aspects. From a feminist perspective, male-female power relations are
out of balance. Women occupy a subordinate position to men but in terms of education and
livelihood.

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMNING.............................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.......................................................


iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................................

v

HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................

vi

MOTO................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR.....................................................................................

viii


ABSTRAK........................................................................................................

ix

ABSTRACT.......................................................................................................

x

DAFTAR ISI.....................................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................

6

1.3 Tinjuan Penelitian.........................................................................................

6

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................

7

1.5 Tinjauan Pustaka..........................................................................................

7

1.6 Landasan Teori.............................................................................................

8

1.6.1 Kajian Struktural............................................................................

9

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan....................................................... 10
1.6.1.2 Alur.................................................................................... 10
1.6.1.3 Latar..................................................................................

12

1.6.2 Kajian Kritik Sastra Feminis......................................................... 13
1.6.3 Citra Perempuan............................................................................ 15
1.6.3.1 Citra Diri Perempuan.........................................................

16

1.6.3.2 Citra Sosial Perempuan......................................................

17

1.7 Metode penelitian........................................................................................ 18
1.7.1 Metode Pengumpulan Data........................................................... 18
xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.7.2 Metode Analisis Data..................................................................... 18
1.7.3 Metode Penyajian Data.................................................................. 18
1.8 Sumber Data................................................................................................ 19
1.9 Sistematika Penyajian Data......................................................................... 19

BAB II UNSUR ALUR, TOKOH DAN PENOKOHAN SERTA LATAR ROMAN
ISINGA
2.1 Pengantar....................................................................................................

20

2.2 Alur.............................................................................................................

20

2.2.1 Tahap Awal......................................................................................

20

2.2.2 Tahap Tengah...................................................................................

21

2.2.3 Tahap Akhir.....................................................................................

23

2.3 Tokoh dan Penokohan................................................................................

24

2.3.1 Tokoh Utama (Irewa).......................................................................

27

2.3.2 Tokoh Lawan (Malom).....................................................................

36

2.3.3 Tokoh Tambahan .............................................................................

38

2.4 Latar.............................................................................................................

46

2.4.1 Latar Tempat.....................................................................................

46

2.4.1.1 Latar Tempat luas..................................................................

46

2.4.1.2 Latar Tempat sempit............................................................. 49
2.4.2 Latar Waktu......................................................................................

51

2.4.2.1 Latar Waktu Luas..................................................................

51

2.4.2.2 Latar Waktu Sempit..............................................................

52

2.4.3 Latar Sosial........................................................................................ 53
2.5 Rangkuman.................................................................................................. 57

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III CITRA PEREMPUAN DALAM ROMAN ISINGA
KARYA DOROTHEA ROSA HERLIANY
3.1 Pengantar............................................................................................................

61

3.2 Citra Diri Perempuan..........................................................................................

61

3.2.1 Citra Diri Perempuan dalam Aspek Fisik......................................................... 62
3.2.2 Citra Diri Perempuan dalam Aspek Psikis............................................ 73
3.3 Citra Sosial Perempuan....................................................................................... 87
3.3.1 Citra Sosial Perempuan dalam Bidang Domestik................................

88

3.3.2 Citra Sosial Perempuan dalam Bidang Publik.....................................

90

3.3.2.1 Segi Ekonomi........................................................................... 90
3.3.2.2 Segi Pendidikan.......................................................................

91

3.3.2.3 Segi Kesehatan..................................................................... ...

92

3.3.2.4 Segi Budaya............................................................................

95

3.3.2.5 Segi Pemerintahan.................................................................. 100
3.4 Rangkuman....................................................................................................... 100
BAB IV PENUTUP.............................................................................................

106

4.1 Simpulan........................................................................................................... 106
4.2 Saran................................................................................................................

112

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

113

BIODATA PENULIS.........................................................................................

115

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan institusi sosial yang memakai bahasa sebagai mediumnya untuk
menyajikan kehidupan yang terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru
alam dan dunia subjektif manusia. Hubungan sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra
sebagai dokumen sosial, potret kenyataan sosial yang ditarik dari karya sastra. Menurut
Warton dan pengikutnya (via Wellek dan Warren, 1990:109-122), sastra merupakan gudang
adat-istiadat. Penciptaan sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam
masyarakat (Rampan, 1984:16 via Sugihastuti dan Saptiawan).
Dalam karya sastra hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat dapat berupa struktur
sosial masyarakat, fungsi dan peran setiap anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin
di antara seluruh anggotanya. Sederhananya karya sastra menggambarkan unsur-unsur
masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Banyak pandangan negatif tentang kaum
perempuan di antaranya meliputi fungsi, peran dan kedudukan mereka dalam kehidupan
masyarakat, salah satunya stereotip bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah sedangkan
laki-laki ialah kaum yang kuat. Perempuan sebagai lawan jenis dari laki-laki, digambarkan
dengan citra-citra tertentu yang mengesankan inferioritas perempuan, baik dalam struktur
sosial maupun budaya.Sistem inferioritas dibagi dalam pembagian kerja yang menyangkut
fungsi dan peran perempuan. Terdapat pemahaman yang menyatakan bahwa perempuan tidak
hanya berperan sebagai istri, ibu, dan ibu rumah tangga bagi keluarga, tetapi juga secara sosial
dan budaya dalam lingkup yang luas (Sugihastuti dan Saptiawan, 2010:82-83).Dalam
perspektif feminisme ada dua terminologi yang menggambarkan ruang kerja bagi perempuan
yakni domestik dan publik.
1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ruang domestik melingkupi aktivitas rumah tangga sedangkan ruang publik
menyangkut aktivitas di luar rumah, interaksi dengan masyarakat dan lingkungan kerja.
Perempuan diidentikkan dengan fungsi sosialnya sebagai pekerja rumah tangga. Artinya
perempuan bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga seperti mengasuh anak,
membersihkaan rumah, mencuci dan menanak nasi. Ruang publik didominasi laki-laki karena
fungsi-fungsi pencarian sumber daya ekonomi dilakukan mereka (Sugihastuti dan Saptiawan,
2010:84). Maka, kaum perempuan tidak hanya dicitrakan sebagai istri, ibu rumah tangga,
mengasuh anak, membersihkan rumah dan melayani suami tetapi perempuan juga dicitrakan
sebagai perempuan yang mandiri dan mampu menentukan nasibnya sendiri. Hal inilah yang
dialami tokoh Irewa dalam roman Isinga (I) karya Dorothea Rosa Herliany.
Citra merupakan sebuah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan lewat kata-kata,
gambaran berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata. Oleh karena itu,
citra adalah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian perempuan
yang menunjukkan perwajahan dan citra ciri khas perempuan sebagai individu dan makhluk
sosial (Pradopo, 1997:80). Untuk itu, citra perempuan berkaitan dengan situasi sosial
masyarakat yang berlaku pada tempat atau daerah tertentu. Salah satu karya sastra yang
mengandung ketidakadilan dan kekerasan terhadap perempuan, yang berkaitan dengan citra
perempuan adalah roman Isingakarya Dorothea Rosa Herliany. Roman

ini ditulis oleh

Dorothea Rosa Herliany yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2015 dan
mendapatkan penghargaan bergensi Kusala Sastra Khatulistiwa 2015. Cerita dalam roman ini
mengangkat adat-istiadat, ketidakadilan gender dan kekerasan terhadap perempuan di beberapa
daerah di pegunungan Papua khususnya kampung Aitubu dan Hobone.Situasi sosial
masyarakat suku Aitubu dan Hobone memiliki pengaruh pada citra para perempuan.
2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Oleh sebab itu, penelitian ini mengacu pada citra perempuan dalam roman Isingakarya
Dorothea Rosa Herliany (DRH). Roman Isinga mengisahkan cinta segi tiga antara Meage
Aromba, Irewa Ongge, dan Malom Wos. Cerita ini berawal dari dua anak remaja yakni Irewa
Ongge dan Meage Aromba. Penceritaan diawali oleh Meage Aromba yang mengikuti upacara
wit pada usia 9 tahun. Upacara wit dilakukan untuk membersihkan dan menghindarkan anak
dari kutukan dan bahaya, setelah upacara wit dilaksanakan anak-anak lelaki boleh tinggal di
rumah yowi. Rumah yowi merupakan tempat tinggal bagi kaum pria sedangkan rumah humia
untuk para wanita. Sekitar dua tahun setelah upacara wit ada upacara adat yang lebih besar lagi
yakni upacara muruwal, yang diyakini upacara untuk laki-laki dan tidak boleh diketahui para
perempuan. Upacara muruwal dipercaya sebagai perkenalan ke alam.
Irewa tampak cantik dan matang (nime) sedangkan Meage Aromba terlihat menarik
dan gagah. Irewa berlari mendekat ke arah penari dan lebih dekat dengan bunyi tifa yang di
mainkan oleh Meage, sejak itu Irewa mulai mengagumi bunyi tifa yang dimainkan Meage.
Setelah itu, mereka dipertemukan di sungai Warsor ketika Irewa diguncang arus sungai. Saat
yang sama Meage sedang melewati jembatan dan melihat Irewa yang melambaikan tangan
meminta pertolongan. Meage pun turun ke tengah sungai dan mengendong Irewa ke pinggir.
Pertemuan itu membuat mereka merasakan sesuatu yang istimewa dan jantung mereka bergetar
kencang. Meage memutuskan untuk menyatakan cintanya kepada Irewa dengan memberikan
betatas dan sayuran sebagai sarana, untuk mengetahui isi hati perempuan karena ini merupakan
tradisi masyarakat suku Aitubu. Betatas dan sayuran itu diterima Irewa karena ia juga
menyukai Meage. Meage memberitahukan hubungannya dengan Irewa kepada nenek dan
ibunya, kedua orangtua angkatnya Bapak Leon dan Mama Lea, dan para laki-laki dirumah yowi
sehingga semuanya menyetujui Meage menjadikan Irewa sebagai istrinya.
3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Irewa adalah kekasih Meage dan mereka sudah diakatakan sebagai suami istri tetapi
mereka belum bisa tinggal serumah karena Irewa belum menstruasi. Saat menstruasi pertama
bagi Irewa, Malom Wos menculik Irewa. Seorang laki-laki yang menyukai dan melamar Irewa
dua kali tetapi Irewa menolak karena ia tidak menyukai Malom Wos. Pemuda kampung Aitubu
dan Hobene berperang karena beberapa pemuda Hobone mencurik babi-babi milik orang
Aitubu. Untuk perdamaian kedua kampung tersebut Malom mengusulkan untuk menjadikan
Irewa sebagai alat damai (yonime) dalam bahasa setempat. Demi perdamaian kedua kampung
itu, Irewa mau menikah dengan Malom meskipun ia tidak mencintainya. Kehidupan Irewa
berubah setelah menikah dengan Malom, ia mulai bekerja keras mencari umbi-umbian dan
ikan untuk dikonsumsi sehari-hari. Irewa mengandung dan melahirkan setelah 10 hari
melahirkan ia harus melayani Malom kalau tidak ia dipukul dan disiksa dan akibatnya Irewa
sakit. Ketika Irewa sakit dan dibawa kerumah sakit ia bertemu dengan Jingi saudara
kembarnya. Masyarakat Aitubu mempercayai bahwa ada seorang perempuan yang melahirkan
dua anak kembar satu di antaranya harus dibunuh. Dulu Jingi dihanyutkan ke sungai lalu
diasuh oleh Suster Karolin dan suster Wawuntu yang kemudian dibesarkan di Manado.
Jingi pun menyelesaikan studinya dan menjadi dokter. Irewa menderita penyakit sifilis
karena Malom yang berhubungan dengan pelacuran ketika ia pergi ke Surabaya tetapi Irewa
pun diselamatkan oleh Jingi. Kehidupan Irewa berlanjut dan Jingi melanjutkan kuliah di bidang
kedokteran di Belanda. Setelah Jingi pergi, Irewa mengalami perubahan baik yakni menjadi
seorang guru dan mengajar tentang ilmu kesehatan kepada para perempuan. Irewa mengurus
anak-anaknya dan mengajar di ruang Marya sedangkan Meage mengalami peristiwa buruk.
Meage sering dipanggil polisi untuk memberikan keterangan tentang grup musik farandus
yang dianggap melawan pemerintah.
4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kekhawatiran dokter Leon dan mama Lea terhadap peristiwa yang dialami Meage
sehingga mereka meminta Meage tinggal di Jerman bersama mereka. Meage dan Jingi bertemu
di Jerman ketika ada acara Karnaval Maastrich. Malam semakin gelap Jingi memeluk tubuh
Meage dan tak sadar ia menciumnya. Irewa meminta Jingi untuk menikah dengan Meage,
tetapi Jingi tidak mendengarkan Irewa karena ia berpikir hal itu menyakiti hati saudaranya.
Jingi sedang memikirkan kejadian malam karnaval sedangkan Meage ingin balik ke Papua.
Citra perempuan terpengaruh karena budaya dan sosial masyarakat suku Aitubu dan
Hobone yang berada di pegunungan Megafu Papua yang melatarbelakanginya. Oleh sebab itu,
penulis menggunakan kajian kritik sastra feminis. Hal yang mendasar pada citra perempuan
dalam roman Isinga adalah kehidupan masyarakat Aitubu dan Hobone yang masih kental
dengan adat-istidat. Perempuan dijadikan alat untuk berdamai, menikah dan melayani suami
tanpa batasan, bekerja keras mencari bahan makanan berupa umbi dan ikan untuk kebutuhan
keluarga, mengandung dan melahirkan bahkan keguguran karena terus bekerja. Kebudayaan
dan adat-istiadat yang masih berlangsung dan permusuhan antara kampung Aitubu dan Hobone
sejak nenek moyang, dapat menimbulkan peperangan dan menyebabkan banyak korban yang
meninggal dalam peristiwa itu.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk memilih dan meneliti topik ini
sebagai objek penelitian dengan beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, roman Isinga (I)
dilatarbelakangi oleh persoalan adat-istiadat, antropologis, sosio-ekonimis-politis dalam
kesenjagan sosial, konflik sosial, dekriminasi ras dan ketidakadilan gender. Kedua, roman
Isinga (I) saat ini belum banyak yang meneliti dari segi kritik sastra feminis khususnya
mengenai citra perempuan. Namun, sudah ada yang meneliti dari segi feminisme sosialis yakni
citra diri tokoh utama dan peran sosial tokoh utama perempuan dalam masyarakat.
5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ketiga, peneliti akan meneliti tokoh Irewa yang terpaksa menikah dengan Malom
karena, ia dijadikan alat pendamai antardua perkampungan yakni Aitubu dan Hobone. Untuk
itu, penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca untuk memahami kehidupan
masyarakat Aitubu dan Hobone yang terdapat di roman Isinga (I) pada khususnya. Namun,
untuk mengungkapkan citra perempuan dalam roman Isinga secara terperinci terlebih dahulu
peneliti menganalisis unsur alur, tokoh dan penokohan serta latar karena cerita yang
ditampilkan merupakan representasi dari realitas sosial yang dialami masyarakat Aitubu dan
Hobone. Dengan begitu, peneliti dan pembaca dapat menilai bahwa karya sastra merupakan
potret kenyataan kehidupan sosial-budaya disuatu daerah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah-masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana unsur alur, tokoh dan penokohan serta latar dalam roman Isinga karya
Dorothea Rosa Herliany?
1.2.2 Bagaimana citra perempuan yang tergambar pada roman Isingakarya Dorothea Rosa
Herliany?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.3.1 Mendeskripsikan unsur alur, tokoh dan penokohan serta latar dalam roman Isinga
karya Dorothea Rosa Herliny.
1.3.2. Mendeskripsikan dan menafsirkan citra perempuan dalam roman Isinga karya
Dorothe Rosa Herliany.
6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany, ini
diharapkan untuk memberikan suatu manfaat bagi program studi Sastra Indonesia secara
teoretis atau pun secara praktis. Untuk mengembangkan ilmu sastra dan kritik sastra feminis.
Hasil penulisan ini bermanfaat untuk menambah kajian sastra perempuan melalui roman Isinga
karya Dorothea Rosa Herliany. Penelitian ini juga diharapkan menambah kajian studi budaya,
yaitu adat dan budaya suku Aitubu dan Hobone di pegunungan Megafu Papua.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sejauh ini peneliti menemukan enam peneliti yang membicarakan roman Isinga karya
Dorothea Rosa Herliany dalam bentuk resensi, makalah, dan skripsi. Pertama, roman Isinga
dibahas oleh Widyanuari Eka Putra yang ber judul “Mengorek Luka Perempuan Tanah Papua”
sebagai resensi, yang berisi pengajakan pembaca untuk menjelajahi Papua lewat roman Isinga.
Tragedi percintaan Meage dan Irewa yang berlatar konflik-kultural, isu gender dan aktivisme.
Roman ini menyajikan kisah percintaan sebagai siasat menampilkan uraian etnografissosiologis tanah Papua. Kedua, roman Isinga di bahas B. Rahmanto (2016) dalam makalah
yang berjudul “Isinga Roman Papua Multi Dimensional”, pembahasan roman tersebut dari
dimensi antropologis, sosio-ekomis-politis dalam wujud kesenjangan sosial, konflik sosial,
diskriminasi ras, dan dimensi feminis dalam aroma ketidakadilan gender, yang diolah dalam
jalinan kisah cinta segi tiga yang berdarah di Tanah Papua. Jadi, secara kritis peneliti
membahas tentang struktur cerita. Ketiga, roman Isinga diteliti oleh Hosniyeh dengan judul
“Citra Tokoh Utama dalam roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany dalam bentuk
makalah.
7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Persoalan yang dibahas dalam makalah adalah untuk mengetahui citra diri tokoh utama,
untuk mengetahui peran sosial dalam keluarga dan peran sosial perempuan dalammasyarakat.
Citra diri perempuan secra fisik dan psikis, citra sosial perempuan dalam keluarga dan
lingkungan. Keempat, roman Isinga dibahas oleh Chrisantini dalam bentuk skripsi yang
berjudul “Peran Ganda Perempuan dalam Isinga Roman Papua dengan Kajian Kritik Sastra
Feminisme”. Peneliti membahas tentang struktur roman Isinga dan penggambaran peran ganda
perempuan dalam roman Isinga. Kelima, Rahmi Rahmayani juga meneliti roman Isinga yang
berjudul “Representasi Stereotip Perempuan Papua dalam Roman Papua Isinga karya
Dorothea”. Rahmi membahas 1) satu atau beberapa tokoh perempuan yang terdapat pada
sebuah karya sastra, 2) mencari status atau kedudukan tokoh perempuan tersebut di dalam
masyarakat, 3) mencari tahu tujuan hidup dari tokoh perempuan tersebut di dalam masyarakat,
4) memperhatikan apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dikatakan oleh tokoh perempuan.
Keenam, roman Isinga diteliti oleh Thati Nirmala Arismaningratyas (2016) sebagai skripsi
yang

berjudul “Campur Kode dalam roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany”.

Pembahasan dalam skripsi ini yakni wujud campur kode dan fungsi kode yang terdapat dalam
roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka
peneliti dapat menggunakan bahan kajiannya untuk menambah penelitian ini. Peneliti belum
menemukan penelitian dengan subyek yang sama mengenai citra perempuan. Akan tetapi, ada
beberapa penelitian yang sama dalam mengkaji roman Isinga dengan pendekatan Feminisme
Sosialis yakni citra diri perempuan.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori penelitian menggunakan tiga landasan teori. Pertama, kajian
struktural yang meliputi unsur alur, tokoh dan penokohan serta latar.
8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kajian struktural dilakukan karena merupakan unsur

penting dalam menganalisis

unsur-unsur karya sastra terlebih dulu sebelum mengkaji citra perempuan. Kedua, kajian kritik
sastra feminis dan ketiga yakni citra perempuan.
1.6.1 Kajian Struktural
Roman Isinga karya Dorothea Rosa Herliany merupakan sebuah karya sastra yang
termasuk dalam roman. Roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelaku
menurut watak dan isi jiwa masing-masing (cerita) percintaan (KBBI, 2008:1180).
Nurgiyantoro, (2007:37) menerangkan bahwa analisis struktural karya sastra dalam hal
fiksi, dapat mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang
bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan diekspresikan, misalnya, bagaimana keadaan
peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan tema.Dengan
demikian, pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi
dan keterkaitkan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan
keseluruhan. Namun, hal yang penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur
itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseruluhan yang
ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah
struktur yang kompleks dan unik, disamping setiap karya mempunyai ciri kekompleksan dan
keunikkanya sendiri dan hal inilah antara lain yang membedakan antara karya yang satu
dengan karya yang lain. Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsurunsur dalam mikroteks, satu keseruluhan wacana, dan relasi intertekstual (Hartoko dan &
Rahmanto, 1986:136). Analisis mikroteks berupa kata-kata dan kalimat, atau kalimat dalam
alinea yang atau konteks wacana yang besar.
9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh dapat dilihat pada siapa orang yang berperan sebagai pelaku dalam cerita.
Abrams (1981:20) memaparkan tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu
karya sastra naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan dapat memiliki moral dan
kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Menurut Jones (1968:33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (dalam Nurgiyantoro, 2007:165). Penokohan
mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca (Nurgiyantoro, 2005:166). Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu tokoh utama dan tokoh lawan serta tokoh tambahan (dalam
Nurgiyantoro, 2007:178-179).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling diceritakan sebagai pelaku kejadian maupun
yang dikenai kejadian atau tokoh yang dikagumi sedangkan tokoh lawan merupakan penyebab
terjadinya konflik. Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam
cerita tetapi kehadirannya sangat dapat membantu tokoh utama.
Pada penjelasan tersebut, berarti tokoh utama adalah tokoh yang diceritakan dari awal
sampai dengan akhirnya, tokoh tambahan merupakan tokoh yang hanya mendukung jalannya
cerita sedangkan penokohan memberikan

gambaran perwatakan tokoh yang jelas kepada

pembaca.
1.6.1.2Alur
10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Alur merupakan unsur fiksi yang penting. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1965:14)
mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadin, namun tiap kejadian hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan terjadinya peristiwa yang
lain. Abrams (1981:137) mengemukakan bahwa plot merupakan struktur peristiwa-peristiwa,
yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa untuk
mencapai efek emosional dan efek artistik. Plot dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
plot lurus (plot maju atau progresif) berisi peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis atau
diceritakan pada awal hingga akhir. Alur sorot-balik (plot flash back atau plot regresif) berisi
peristiwa yang dikisahkan tidak kronologis. Plot campuran berisi peristiwa gabungan dari plot
progresif dan plot regresif. Berdasarkan pendapat itu, sehingga plot merupakan urutan
peristiwa dalam suatu karya sastra yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain yang
membentuk sebuah cerita. Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, unity.
Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih
dahulu dengan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antara
peristiwa haruslah jelas, logis, yang mungkin diawal, tengah atau akhir (Nurgiyantoro, 2007:
142). Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa
sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal (begining), tahap tengah (midle), dan tahap akhir
(end).
1. Tahap awal merupakan sebuah cerita yang disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap
awal adalah tahap yang memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita yang
dimunculkan, konflik sedikit demi sedikit.
2. Tahap tengah adalah cerita yang dapat disebut sebagai tahap pertikaian,
menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada
sebelumnya, menjadi meningkat dan menegangkan. Konflik yang dikisahkan berupa
konflik internal, konflik yang terjadi dalam diri tokoh, konflik eksternal, konflik atau
pertentangan yang terjadi antartokoh cerita, antar tokoh (-tokoh) protagonis dengan
tokoh (-tokoh; dan kekuatan) antagonis, atau keduanya sekaligus.
11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik (utama) telah
mencapai titik intensitas tertinggi.
3. Tahap akhir ialah sebuah cerita, atau dapat juga disebut tahap pelarian.
(Nurgiyantoro, 2007:142-145). Adapun lima tahapan plot lain yang dikemukakan
oleh Tafsir dan kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap situation: tahap penyituasian
2. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik
3. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik
4. Tahap climax: tahap klimaks
5. Tahap denouement: tahap penyelesaian
Nurgiyantoro (2007:153) mengemukakan bahwa pembedaan plot berdasarkan kriteria
urutan waktu, secara teoretis dalam dua kategori: kronologis dan kronologis. Yang pertama
disebut plot lurus maju atau yang dinamakan progresif, sedangkan yang kedua adalah sorotbalik, mudur (flash-back) yang disebut sebagai regresif. Plot yang terdapat dalam novel disebut
progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang
pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian.
Secara runtut cerita diambil dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),
tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian) sedangkan kejadian-kejadian
yang dikisahkan kronologis, dan cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar
merupakan cerita awal secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan
akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro, 2007:153-154).Oleh sebab
itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam
buku Pengkajian Fiksi, yaitu membedakan tiga tahap awal, tengah dan tahap akhir.
1.6.1.3 Latar
Latar menurut Abrams (1981:175) adalah landas tumpu, pernyataan pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan
(Nurgiyantoro, 2002:216).
12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Nurgiyantoro (1981:227-233) membedakan latar menjadi tiga unsur pokok yaitu: latar
tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya sastra seperti desa, sungai, jalan dan
hutan. Latar waktu adalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
sastra misalnya tahun, musim, hari, dan jam, sedangkan latar sosial hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di dalam karya satra,misalnya kebiasaan hidup,
adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap. Berdasarkan
pendapat itu, dapat ditarik simpulan bahwa latar adalah suatu lingkungan atau tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi latar tempat, latar waktu dan
latar sosial. Untuk itu, penulis mengkaji latar yang dibagi menjadi latar fisik, latar sosial,
tempat dan waktu dalam roman Isinga karya DRH.
1.6.2

Kajian Kritik Sastra Feminis
Feminisme adalah sebuah teori yang mengungkapkan harga diri perempuan dan harga

diri semua perempuan. Kritik sastra feminis merupakan landasan yang kuat untuk menyatukan
pendirian bahwa seorang perempuan dapat secara sadar membaca karya sebagai perempuan
(Sugihastuti & Saptiawan, 2010:100).
Yasa (2012:41) kritik sastra feminis bukan berarti kritik tentang perempuan atau
pengkritik perempuan. Kritik sastra feminis adalah pengkritikan terhadap karya sastra, yang
mana pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus bahwa ada jenis kelamin yang
banyak berhubungan dengan budaya sastra dan kehidupan. Jenis kelamin inilah yang membuat
perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakkan, dan pada faktor luar yang
mempengaruhi situasi karang-mengarang. Kritik sastra feminis adalah alas yang kuat
menyatukan pendirian bahwa seorang perempuan dapat membaca sebagai perempuan,
mengarang sebagai perempuan dan menafsirkan karya sastra sebagai perempuan.
13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kritik sastra feminis merupakan kenyataan konstruksi sosial jender yang mendorong
citra perempuan masih belum dapat memenuhi cita-cita persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan. Kesadaran akan ketimpangan struktur, sistem, dan tradisi masyarakat di berbagai
bidang (Sugihastuti, 2009:19). Secara leksikal, feminisme diartikan sebagai gerakan
perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (
Moeliono dan Sugihastuti, 2005: 18). Feminisme liberal memandang persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan dibidang politik, ekonomi, dan sosial atau kegiatan terorganisasi yang
memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Ratna (2006:184) menyatakan bahwa
feminis dalam arti luas merupakan gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu
yang dimarginalkan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam
bidang politik ekonomi, maupun kehidupan sosialnya.
Kritik sastra feminis mempermasalahkan asumsi tentang perempuan yang berdasarkan
paham tertentu selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan yang kemudian menimbulkan isu
tertentu tentang pengarang. Selain itu, kritik ini berusaha mengindetifikasi suatu pengalaman
dan perspektif pemikiran laki-laki dan cerita yang dikemas sebagai pengalaman manusia dalam
sastra (Showalter via Culler, 1983:50 via Sugihastuti dan Sofia, 2009:20). Kritik sastra feminis
dapat dipetakan sebagai kritik sastra Anglo-Amerika yang terdiri atas pendekatan citra
perempuan (image of women) dan pendekatan penulis perempuan (women writers) serta kritik
sastra Pranci atau pascastrukturalis (Culler via Sugihatuti dan Sofia, 2009:21). Problem lain
ialah adanya kebiasaan bahwa perempuan cenderung hanya dilihat dalam hubungannya dengan
laki-laki (Ruthven via Sugihastuti, 2009:23). Padahal karya sastra seharusnya memberikan
model-model peran, menyaring rasa identitas perempuan dengan menggambarkan perempuan
seperti apakah mereka, mengaktualisasikan dengan identitas yang tidak tergantung dengan
laki-laki (Register via Ruthven, 1990:73 via Sugihastuti, 2009:23).
14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hal ini untuk mengungkapkan citra perempuan yang dilakukan dengan menggunakan
kritik sastra feminis yang bersifat kualitatif sehingga data-data yang mendeskripsikan status
dan peran perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan (Sugihastuti,
2009:25). Penelitian terhadap roman Isinga (I) dilakukan dengan menggunakan feminisme
yang memandang adanya korelasi positif antara partisipasi dalam produksi dan status
perempuan (Fakih, 1999:95). Oleh sebab itu, peneliti menggunakan bantuan ideologi feminis
untuk mengklarifikasi beberapa citra karena kajian feminis memiliki hubungan dengan citra
perempuan. Teori kajian kritik sastra feminis menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki hak yang sama, sedangkan citra perempuan adalah gambaran tentang karakter yang
dilakukan kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Maka akan dipaparkan teori citra
perempuan.
1.6.3 Citra Perempuan
Karya sastra dapat memberikan model-model peran, menyaring identitas perempuan
dengan menggambarkan perempuan seperti apakah mereka, mengaktualisasikan dengan
identitasnya yang tidak tergantung dengan laki-laki (Register via Ruthven, 1990:74 via Sofia).
Dengan begitu, citra perempuan merupakan sebuah gambaran pengalaman indra yang
diungkapkan lewat kata-kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh
kata-kata. Citra dalam penelitian ini mengacu pada gambaran pikiran manusia. Gambaran
pikiran adalah sebuah efek dalam penangkapan yang sangat menyerupai gambaran yang
dihasilkan dan dilihat dengan mata, saraf, penglihatan, dan daerah-daerah otak yang
berhubungan atau yang bersangkutan. Jadi, citra perempuan adalah semua wujud gambaran
mental spritual dan tingkah laku keseharian perempuan yang menunjukkan perwajahan dan ciri
khas perempuan Indonesia (Pradopo, 1997:80 dalam Sofia, 2009:24).
15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam hal ini, citra perempuan yang akan dibahas meliputi citra diri seorang
perempuan baik fisis dan psikis, citra sosial perempuan dapat berhubungan dengan keluarga
dan masyarakat dimana ia berada, serta perempuan dalam budaya suku Aitubu pegunungan
Megafu Papua secara khususnya.
1.6.3.1 Citra Diri Perempuan
Citra diri perempuan terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan
pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya. Perempuan mempunyai kemampuan untuk
berkembang dan membangun dirinya berdasarkan pada pola pilihannya sendiri. Perempuan
bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Citra diri perempuan
memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilkau wanita bergantung pada
bagaimana aspek fisis dan psikis diasosiasikan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat (Sugihastuti, 2000:113).
Citra diri perempuan itu abstrasikan dan diklasifikasikan sebagai citra fisis dan citra
psikis perempuan. Dalam aspek fisis, citra perempuan itu khas dilihat melalui pengalamanpengalaman tertentu yang hanya dialaminya dan tidak dialami oleh pria misalnya melahirkan
dan merawat anak (Sugihasturi, 2000:85). Dan masa perkawinan dapat mengisyaratkan bahwa
secara fisis, perempuan ditunjukan sebagai perempuan dewasa (Sugihastuti, 2000:85).Dalam
aspek psikis kejiwaan perempuan dewasa oleh sikap pertanggungjawaban penuh terhadap diri
sendiri, nasib sendiri, dan pembentukan diri sendiri (Kartono via Sugihastuti, 2000:100).
Pengungkapan citra diri perempuan yang dilakukan dengan pendekatan kajian kritik sastra
feminis bersifat kualitatif sehingga jenis data yang diambil pun bersifat kualitatif, misalnya
data yang mendeskripsikan citra diri perempuan dan citra sosial perempuan dalam keluarga dan
masyarakat.
16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penelitan citra diri perempuan secara fisis dan psikis berguna untuk memaparkan dan
menafsirkan citra diri tokoh perempuan pada roman Isinga.
1.6.3.2 Citra Sosial Perempuan
Citra perempuan sosial merupakan citra perempuan yang berhubungan erat dengan
norma dan sistem nilai yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tempat, perempuan
menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar manusia. Kelompok masyarakat
itu adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas (Sugihastuti, 2000:143). Dalam
aspek keluarga, yaitu citra sosial perempuan berhubungan dengan perannya sebagai istri, ibu,
dan sebagai anggota keluarga yang semuanya menimbulkan konsekuesi sikap sosial yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Citra sosial perempuan dalam sikap
sosialnya terbentuk karena pengalama pribadi, pengalaman budaya dan pengalaman sosialnya
(Sugihastuti, 2000:xvi). Perempuan masih dianggap the second class yang sering disebut
sebagai “warga kelas dua” yang keberadaanya tidak dapat diperhitungkan Abdullah (dalam
Hermawati, 2007:21).Dalam pembagian tugas di dalam keluarga (domestic) dan di luar
keluarga (puclic). Perempuan mendapatkan peran domestik dan laki-laki mendapatkan peran
publik. Dalam kehidupan keluarga-keluarga di desa, istri memegang peranan dalam mengatur
rumah tangga, suami menurut “aturan” yang dibuat istrinya. Pembagian peran ini sangat
berpengaruh terhadap keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, khususnya
keputusan dalam kehidupan masyarakat. Menurut (Subadio dan Ihromi T.O., 9183) bahwa
perempuan diakui dan terbukti mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan kalau diberi
kesempatan dalam berperan di bidang publik. Dalam penelitian ini, akan ditafsirkan citra sosial
perempuan dalam (publik) dan keluarga (domestik), karena perempuan tidak hanya berperan
sebagai seorang istri, ibu, ibu rumah tangga, mengandung dan melahirkan ser