MUSIC, MEDIA, AND WORKS; INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT UNDERGROUND MUSIC IN BANDUNG (1967-1997)
MUSIK, MEDIA, DAN KARYA: PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR MUSIK BAWAH TANAH ( UNDERGROUND ) DI BANDUNG (1967-1997) MUSIC, MEDIA, AND WORKS; INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT UNDERGROUND MUSIC IN BANDUNG (1967-1997)
Teguh Vicky Andrew, Riama Maslan Sihombing, Hafiz Aziz Ahmad
Program Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No.10 Bandung 40132 e-mail: andrewmanurung@gmail.com
Naskah Diterima: 6 Mei 2017
Naskah Direvisi: 19 Juni 2017
Naskah Disetujui: 11 September 2017
Abstrak
Tren musik populer dari tahun ke tahun semakin menguntungkan aliran musik bawah tanah (underground). Infrastruktur musik yang mandiri dan fleksibel, baik dalam tataran produksi, distribusi, dan konsumsi, menjadi kunci sukses aliran musik bawah tanah. Hal ini berlaku pula di Bandung. Namun pencapaian musik bawah tanah saat ini sebenarnya telah dirintis sejak 1970. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menelaah rintisan infrastruktur musik bawah tanah yang memiliki kontribusi bagi generasi sekarang. Untuk itu, Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah dengan pisau analisis skena musik dan musik bawah tanah. Berdasarkan telaah yang dilakukan, infrastrukstur musik yang dibangun pada periode 1967-1990 tidak saja terkait dengan aliran dan grup musik belaka, tetapi juga beragam media (cetak dan radio) dan album independen. Infrastruktur ini kemudian dijadikan model dan dikembangkan dalam sistem yang lebih kompleks sesuai dengan tren musik bawah tanah di Bandung.
Kata kunci: musik bawah tanah, infrastruktur, media, karya musik.
Abstract
Popular music trend from year to year more prospering for underground music. Independent and flexibel musical infrastructure, in term of production, distribution, and consumption, becomes key success for underground music. This also applies in Bandung. However, the current achievement of underground music acctually was began since 1970. Therefore, this research tries to analyze infrastructure formation in underground music that has contributed for the current generation. For that reason, this research was conducted by using historical method with music scene and underground music concept. Based on the analysis, the musical infrastructure that built in 1967-1990, not only related to the genre and music grup, but also various media (print and radio) and independent album. The infrastructure subsequently became raw model and developed in more complex system in accordance with the underground music trend in Bandung.
Keywords : underground music, infrastructure, media, musical work
perusahaan rekaman konvensional dan Jagat musik populer di Indonesia toko-toko kaset di berbagai kota Indonesia dalam beberapa tahun belakangan lebih menjadi alamat buruk bagi penyanyi dan banyak didominasi oleh karya-karya kelompok musik lokal yang masih musisi
A. PENDAHULUAN
internasional. Penutupan mengandalkan produksi karya musik
294 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 secara fisik. Praktis, para musisi yang karya-karya musisi Barat yang digemari di
bergelut di ranah musik arus utama tanah air merupakan bukti dominasi (mainstream)
hanya mengandalkan budaya global berkiblat ke Eropa dan produksi lagu tunggal (single) dan konser- Amerika Utara. Sementara pada sisi lain, konser musik belaka. Situasi ini seturut pandangan yang kedua, musisi menyebabkan mereka berada dalam posisi lokal harus mengakomodasi karakteristik sulit yang berpengaruh pada menurunnya musisi Barat agar dapat bersaing di negeri produktivitas
demikian, dapat kedudukannya segera digantikan oleh disimpulkan didominasi musik populer produk-produk musik populer Barat yang Barat —belakangan diikuti pula oleh sudah sangat fasih dengan industri musik kawasan Asia Timur —tak saja membuat digital. Melalui jaringan internet yang selera pasar beralih, tetapi juga membuat menyokong perdagangan elektronik (e- para pelaku industri musik di Indonesia commerce,
dalam
berkarya
dan sendiri.
Dengan
itu harus mengikuti tren itu. Walhasil, baik didistribusikan kepada konsumen di penyanyi dan kelompok musik lama dan seluruh dunia dengan cara yang mudah, baru
karya-karya
musik
kehilangan identitas harga yang sangat murah, bahkan tak keindonesiannya
telah
dan tunduk pada jarang cuma-cuma.
hegemoni budaya Barat. Sebaliknya, Namun yang menarik, di tengah kebangkitan penyanyi dan grup musik situasi serba sulit itu, para penyanyi dan bawah tanah dilandasi oleh pandangan grup musik yang bergelut di ranah musik yang ketiga.Secara khusus, Hesmondhalgh bawah tanah (underground) justru tumbuh (dalam Shuker, 2009 : 127) menyebut subur dan menghasilkan banyak karya terdapat berbagai bukti yang mendukung yang menawarkan berbagai kebaruan, argumen tentang globalisasi musik Rock orisinalitas, dan identitas lokal yang dan Pop yang mendorong keragaman, diapresiasi luas oleh penggemar musik di walaupun
diakui terdapat Indonesia. Sebenarnya, anomali ini sejak pengecualian dan marginalisasi yang kuat lama telah diamati para akademisi dalam di beberapa tempat. Musik bawah tanah, konteks musik sebagai komoditi budaya seperti Metal —yang berakar dari Rock— global. Dalam kasus Indonesia, misalnya, di Asia, termasuk Indonesia menunjukkan Sen dan Hill (2004 : 75) mencatat tiga adaptasi gaya musik Barat untuk polarisasi persepsi terkait permasalahan memproduksi ruang-ruang alternatif yang ini. Sebagian melihat, globalisasi sebagai di dalamnya identitas kultural secara produk
harus
tunggal hegemoni budaya, kreatif dan bebas dicipta ulang seturut sementara yang lain menilainya sebagai budaya lokal (Martin-Iverson, 2014 : 533). proses kreasi kompleks yang menciptakan
Berdasarkan karakteristik yang percampuran budaya. Sebagai penengah, disebut terakhir itulah, musik bawah tanah terdapat pula pihak yang melihat menjadi penting untuk dikaji dalam globalisasi sebagai proses satu arah. penelitian ini. Pasalnya, hampir seluruh Mereka
underground memberikan homogenisasi
kemudian
menanggalkan aliran
maupun heterogenisasi kebebasan bagi para musisinya untuk budaya, melenyapkan batasan lokal dan berekspresi tanpa harus berkiblat ke Barat. global,
serta menciptakan konsep Oleh karena sifat itu pula, para penyanyi neologisme untuk menekankan persilangan dan grup musik bawah tanah cenderung budaya global yang melahirkan kultur menyuntikkan aspek-aspek musikalitas hibrida.
yang khas sebagai refleksi dari kultur lokal Dua pandangan yang disebut di awal tanpa meninggalkan identitas aliran musik merefleksikan betul situasi serba sulit yang yang mereka usung. Akulturasi itu tidak dialami musisi lokal arus utama di jagat saja membuat para musisi bawah tanah musik populer Indonesia. Pada satu sisi Indonesia menghasilkan karya-karya yang
Musik, Media, dan Karya..... (Teguh Vicky A., Riama Maslan S., dan Hafiz Aziz A.) 295 berbeda, tetapi juga mengundang apresiasi kemudian dijadikan model oleh generasi
dari para pendengar musik mancanegara baru untuk selanjutnya dikembangkan yang tak sekadar membeli, tetapi juga dalam tataran yang lebih kompleks menghadirkan mereka di panggung musik sehingga ranah musik bawah tanah — dunia.
walaupun telah mengalami pergeseran tren Terkait dengan itu, topik ini aliran musik masih berdenyut dan dalam memiliki arti penting karena musik bawah derajat tertentu tidak menghilangkan tanah memiliki kecenderungan untuk identitas khasnya yang telah disuntikkan membentuk skena (scene) — semacam sejak lebih dari lima puluh tahun yang lalu. jejaring kultural yang mengikat musisi,
Kota Bandung dipilih sebagai batas karya musik, dan para pendengarnya — spasial dalam penelitian ini karena sejak yang membedakannya dengan jagat musik awal 1970, Bandung telah menjadi kiblat arus utama. Namun karena ruang lingkup musik Rock di Indonesia. Predikat itu terus yang bersifat terbatas dan mengusung bertahan,
1990-an ketika aliran musik yang spesifik sehingga terminologi musik bawah tanah yang memiliki akses ke pasar musik yang lebih digunakan di Indonesia pada awal luas, maka musik bawah tanah sebenarnya
hingga
dasawarsa 1990 merujuk pada kelompok disokong oleh infrastruktur musik yang sub-aliran Rock yang merentang dari punk, berasal
dari pihak-pihak yang hardcore, death metal, grindcore, brutal berkepentingan (stakeholder) terhadap death, hyperblast, black metal, grunge, sebuah skena musik. Infrastruktur musik
indies, industrial , dan gothic (Wallach, itu sendiri dapat berupa majalah musik, 2003 :36). Walaupun pada akhir dekade siaran
radio, perusahaan rekaman, yang sama, beberapa kota besar di penyelenggara acara musik, produsen
Indonesia, seperti Jakarta, Yogjakarta, aksesoris musik, hingga yang sangat Surabaya, Malang, Bandung, Medan, spesifik, seperti komunitas ilustrator Banda Aceh, dan Denpasar telah menjadi musik. Akan tetapi hingga kini, tidak kantong skena-skena musik bawah tanah banyak kajian yang secara spesfik yang memiliki kekhasannya masing- membahas tentang infrastruktur musik masing (Wallach, 2008 : 36), namun bawah tanah yang sebenarnya telah cukup menurut Emma Blauch (dalam James dan mapan dan telah memiliki riwayat panjang Richard Walsh, 2015 : 28-29), Bandung sehingga eksistensinya
tidak dapat merupakan jantung musik bawah tanah di diabaikan dalam kebangkitan skena-skena Indonesia. Alasannya, di kota ini, aliran underground dalam beberapa tahun Punk, Hardcore, dan Metal (Trash, Black, belakangan.
Death, Power Metal, dan Grindcore ) tidak Seturut paparan yang telah diuraikan saja berlomba-lomba untuk berkarya, di atas, rumusan masalah penelitian ini tetapi juga saling berelasi, bahkan berbagi terkait dengan kontribusi infrastruktur ruang yang sama. Dengan demikian, musik terhadap kebangkitan musik batasan temporal awal dalam penelitian ini underground di Bandung. Perkembangan adalah 1967 yang mengacu pada pesat musik bawah tanah yang mengusung pencabutan larangan musik Rock yang beragam aliran di Bandung yang dimulai merupakan aliran musik bawah tanah pada pada awal dasawarsa 1990-an sangat saat itu oleh pemerintah Orde Baru. dipengaruhi oleh infrastruktur musik, Sementara itu, 1997 merupakan batasan termasuk di dalamnya pola produksi, temporal akhir penelitian ini yang distribusi, dan konsumsi yang telah dirintis mengacu kemunculan album kolektif sejak akhir 1960-an. Oleh karena itu, dalam jagat musik bawah tanah bertajuk penelitian ini berfokus pada proses ―Masaindahbangetsekalipisan‖ pertama di produksi musik, media, dan karya yang Bandung, yang menjadi penanda polarisasi dihasilkan selama hampir 30 tahun yang
296 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 skena-skena musik undergroud dalam bawah tanah dilakukan dalam konteks
berbagai aliran yang lebih spesifik . Indonesia. Sebaliknya, penelitian ini Terkait dengan
terdapat memberikan fokus yang lebih dalam pada beberapa riset terdahulu memiliki relasi perkembangan musik bawah tanah di erat dengan penelitian ini. Buku Krisna Bandung. Kedua, disertasi Sean Martin- Sen dan David T. Hill bertajuk Media, Iverson memang memberikan informasi Culture, and Politics in Indonesia juga memadai tentang infrastruktur musik memberikan
itu,
informasi tentang bawah tanah di Bandung, namun kemunculan aliran Rock dan kemunculan pemaparannya lebih banyak dikaitkan musik bawah tanah pada 1990-an, seperti dengan aliran musik Hardcore. Sementara tampak dalam bab The Music Industry : penelitian ini
mencoba menelusuri Performance and Politics . Selain itu, buku kemunculan
dan perkembangan karya
berjudul infrastrukur musik di Bandung secara lebih Headbanging Against Repressive Regimes spesifik dan terkait erat dengan musik : Heavy Metal in the Middle East, North Rock di Bandung.
Mark Le
Vine
Africa, Southeast Asia and China tidak B.
METODE PENELITIAN
saja menarasikan diaspora aliran Heavy
Penelitian ini dalam praktiknya Metal ke seluruh dunia, tetapi juga sikap menggunakan metode sejarah yang terdiri represif yang dialami para musisi, dan dari empat tahapan, yaitu heuristik strategi
sumber), kritik, kesewenangan penguasa. Dalam sebuah interpretasi dan historiografi. Untuk paparannya, yang membuatnya relevan mempertajam analisis, di dalam riset ini dengan penelitian ini, disebutkan musik juga digunakan berbagai pendekatan Rock bawah tanah bukan sekadar aliran
(mengumpulkan
Musikologi dan musik, tetapi juga sebuah gerakan yang Sosiologi. Salah satu konsep ini yang mulai diwaspadai pemerintah sejak akhir digunakan adalah skena (scene) musik. 1980-an dan awal 1990-an karena Istilah ini di dunia Barat berpadanan menimbulkan kerusuhan yang terjadi dengan cara hidup atau ruang publik dalam beberapa konser besar. (Kahn-Harris, 2007 : 13) atau tempat untuk Di luar itu, terdapat dua buku lain menampilkan lakon dalam dunia teater. yang secara spesifik mengkaji musik Pada 1940-an, skena mulai direlasikan bawah tanah di Bandung, walaupun dengan musik yang merujuk gaya hidup memiliki tujuan yang berbeda dengan marjinal dan bebas (bohemian) dalam penelitian ini. Buku Ujungberung Rebels dunia bawah tanah musik Jazz (Bennet dan karya Kimung, misalnya, memberikan Richard A Paterson, 2004 : 2). paparan awal tentang musik Rock bawah Belakangan, istilah ini kerap digunakan di tanah sebelum menguraikan tentang skena berbagai situasi dan digunakan untuk Metal di Ujung Berung. Selain itu disertasi mendeskripsikan musik, busana, dan Sean Martin-Iverson berjudul The politics tingkah laku. Selain itu, konsep skena juga of cultural production in the DIY hardcore dipakai sebagai modal kultural bagi para scene in Bandung , Indonesia juga
keilmuan,
seperti
musik tertentu yang meyinggung infrastruktur musik yang telah
penggemar
mereka untuk tersedia sebelum musik Hardcore muncul. mengumpulkan ekspresi kultural berupa Namun demikian,
memungkinkan
walaupun
identitas alternatif atau bawah tanah dan memiliki kontribusi, terdapat perbedaan membedakan diri dengan identitas arus mendasar antara keempat karya di atas
utama.
dengan penelitian ini. Pertama, seperti Belakangan, Will Straw (1991) yang ditunjukkan dalam karya Krisna Sen mencoba mendeskripsikan skena musik dan David T. Hill, Mark Le Vine, serta sebagai ruang kultural yang di dalamnya Kimung, pembahasan tentang musik Rock sekumpulan musisi dan grup musik hidup
Musik, Media, dan Karya..... (Teguh Vicky A., Riama Maslan S., dan Hafiz Aziz A.) 297 bersama, berinteraksi satu dengan yang
lainnya dalam sebuah variasi proses diferensiasi, dan menghasilkan lintasan perubahan
berpengaruh pada musik (Futrell, Pete Simi, dan Simon Gottschalk, 2006 :278). Lebih lanjut, skena musik terbentuk sebagai koalisi dan aliansi yang bersatu melalui gaya musik, artikulasi, dan memberikan batasan tentang siapa yang di dalam dan di luar dengan membentuk dan mempertahankan sebuah kelompok sosial. Seturut pemikiran itu, Bennet dan Peterson
mengelaborasi lebih lanjut pemahaman ini melalui tipologi skena musik lokal – selain skena trans-lokal dan maya (virtual). Kedua penulis ini menyebut aktivitas skena musik lokal terikat oleh batasan geografis tertentu, biasanya terfokus pada satu
aliran musik
spesfik,
dan
memperlihatkan tanda-tanda
kultural
khusus, dan elemen-elemen gaya hidup yang berasosiasi dengan nilai-nilai lokal yang menjadi domisili skena musik tersebut.
Terkait dengan
itu,
secara
konseptual, musik bawah tanah (underground), mengacu pada beragam aliran yang memosisikan diri di luar musik arus utama (mainstream) (Todorovic, 2003 : 5). Musik bawah tanah bersumber dari praktik eksperimental dan pendekatan yang tidak lazim dari seperangkat aktivitas sosio-kultural yang dirujuk. Lebih lanjut, gaya bermusik yang tidak sesuai dengan norma-norma yang mapan merupakan representasi dari pendekatan yang tidak lazim. Sementara, skena musik bawah tanah berelasi dengan otonomi relatif terkait dengan cara produksi, distribusi, dan konsumsi. Di luar itu, secara kultural, sebutan bawah tanah tidak bermakna harafiah, tetapi merupakan konotasi dari budaya tanding (counter-culture) yang mengekspresikan
praktik
perlawanan
terhadap kultur dominan dalam masyarakat (Ibid, 2003 : 5).
Berdasarkan definisi itu, dalam konteks musik populer, musik bawah
tanah muncul ketika industri musik tumbuh secara pesat dan membuatnya berseberangan
dengan
musik arus utama(Wall, 2003 : 12). Perseteruan itu bermula pada 1960-an, ketika aliran musik
Rock yang
berbasis
pertunjukan panggung —kelak disebut underground (bawah
tanah) —memutuskan
untuk memisahkan diri dari aliran-aliran lain yang bertumpu pada rekaman musik belaka, baik di studio, radio, maupun televisi. Walaupun perkembangan industri rekaman berkembang begitu pesat dan mendominasi jagat musik dunia, namun situasi ini tak membuat musik panggung, seperti Rock mati. Justru aliran ini berkembang pesat, menciptakan pola produksi, distribusi, dan konsumsi yang berbasis
kemandirian dan mampu mengeksplorasi
elemen-elemen musikalitasnya secara independen yang berujung pada kelahiran berbagai sub- aliran, bahkan aliran-aliran musik baru sepanjang dasawarsa 1970-an. Walaupun sejak 1980-an, Rock telah beralih ke jagat musik arus utama, namun sebagian pihak memilih bertahan di ranah musik bawah tanah dengan membentuk berbagai sub- aliran baru. Salah satu sub aliran yang menonjol adalah Heavy Metal yang kemudian berkembang lagi membentuk berbagai sub-aliran baru, seperti Trash Metal, Black Metal, dan Death Metal yang menjadi pondasi skena Metal di Bandung pada awal 1990-an dan terus bertahan hingga sekarang.
C. HASIL DAN BAHASAN 1. Infrastruktur Musik
Istilah infrastruktur sebenarnya lebih kerap digunakan oleh para arsitek, insinyur, dan perencana kota untuk mendeskripsikan berbagai fasilitas penting, jasa, dan struktur organisasi bagi kota dan masyarakat yang tinggal di dalamnya (Craven 2017). Dalam definisi yang lebih kompleks, menurut dokumen Executive Order (dalam Moteff and Parfomak, 2004 :3), infrastruktur dapat diartikan sebagai kerangka dalam jejaring yang saling
298 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 bergantung antara satu dengan yang
Mengikuti definisi Straw tentang lainnya dan sistem yang terdiri dari skena musik sebagai sebuah ruang kultural, industri-industri yang dapat diindentifikasi, Wall (2003 : 215) mencontohkan skena beragam institusi, dan kemampuan musik di Bristol pada dekade 1980-an dan distribusi sehingga menghasilkan aliran 1990-an yang menghasilkan berbagai produksi yang dapat diandalkan dan infrastruktur musik, seperti toko-toko berbagai layanan yang esensial . Seturut musik, panggung-panggung untuk konser dengan definisi itu, dapat dikatakan musik, studio-studio rekaman lagu, infrastruktur merupakan sebuah jejaring perusahaan-perusahaan yang mengelola yang mencakup kepentingan organisasi dan mempromosikan musik, dan stasiun- dan individu dalam sebuah industri tertentu stasiun radio yang memutarkan karya- untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan karya para musisi. Berdasarkan deskripsi menyatukan berbagai pihak, seperti itu, skena musik bawah tanah di Bandung investor, wirausahawan, konsultan, dan memiliki kemiripan dengan Bristol. lain sebagainya (Parker, 2004 :19).
1967-1997, bermunculan Berdasarkan ulasan itu, konsep berbagai infrastruktur musik, seperti media infrastruktur dasar ini dapat diaplikasikan alternatif dan album independen. Bahkan pula dalam konteks musik populer. sejak 1990-an karena perkembangan Temperley (2001 : 325), misalnya, infrastruktur musik bawah tanah ini memperkenalkan
Sepanjang
istilah infrastruktur Bandung menjadi salah satu episentrum musik sebagai sebuah kerangka struktur musik bawah tanah di Indonesia. Namun yang menjadi tempat kegiatan untuk sebelum infrastruktur musik ini dibahas memperoleh pengetahuan tentang musik lebih lanjut, terlebih dahulu dipaparkan diletakkan. Walaupun ia lebih terfokus ihwal aliran Rock yang membentuk pada penelaahan aspek-aspek musik yang struktur musik underground di Bandung. bersifat teknis, namun ia melihat infrastruktur
musik
menyerupai 2. Aliran Musik Rock (1967-1990)
infrastruktur sosial yang secara umum Kelahiran rezim militer Orde Baru tidak menyediakan kegunaan secara (1966-1998) menjadi penanda kebangkitan langsung ataupun meningkatkan kualitas kembali musik populer di Indonesia. hidup, tetapi sifatnya yang mudah Berbagai kebijakan baru yang lebih ditemukan menyokong struktur-struktur terbuka, liberal, berorientasi pada masa tertentu, bahkan sebuah konstruksi besar. depan, mencerahkan, namun berlandaskan Oleh sebab itu, menurut Jones (2012 : pada aturan-aturan otoriter membuat 154), infrastruktur musik tidak saja kontrol terhadap ranah seni dan media bernilai secara ekonomi dan sosial, tetapi menjadi lebih lemah dan lunak (Baulch, juga memiliki makna kultural terutama 2011 : 130), bila tak ingin dikatakan ketika dihubungkan dengan jagat musik inkonsisten. Walaupun pemerintah kerap bawah tanah.
bertindak tegas kala seniman mengkritik Dengan demikian, infrastruktur kekuasaan dan korupsi, namun secara musik bukan sekadar, misalnya, formulasi keseluruhan Indonesia menikmati sebuah rencana-rencana yang dilakukan oleh para periode ketika aktivitas berkesenian musisi untuk menarik perhatian perusahaan berkembang begitu pesat (Lockard, 1998 : rekaman, tetapi juga memiliki peran 78). penting untuk membantu dan merangsang
Di ranah musik populer, misalnya produktivitas para musisi dalam berkarya. sirkulasi rekaman musik Barat yang terdiri Bahkan Kruse (2010 : 631), menyebut
dari berbagai aliran begitu cepat penyediaan infrastruktur musik tetap menyebabkan lahirnya begitu banyak dibutuhkan bagi skena-skena musik musisi dan grup musik lokal yang dirintis independen agar tetap dapat bertahan.
oleh kaum muda. Terkait dengan itu pada
Musik, Media, dan Karya..... (Teguh Vicky A., Riama Maslan S., dan Hafiz Aziz A.) 299 1967, Pranadjaja (dalam Mulyadi, 1999 : menyukai aliran Pop bertema cinta yang
40) menyebut pertumbuhan kelompok- sentimental. Penggemar yang disebut kelompok musik itu tak hanya terjadi di terakhir ini terdiri kelompok lintas generasi kota-kota besar tetapi juga sampai ke yang populasinya lebih besar daripada di daerah terpencil, termasuk di salah satu Amerika Serikat. Kabupaten
Sementara, kaum muda yang (Kalimantan Selatan). Sejak
1950-an, tinggal di perkotaan merupakan kelompok melalui siaran radio asing dan layar peminat musik keras, seperti Hard Rock bioskop, masyarakat Indonesia yang baru dan Heavy Metal (Wallach, 2008 :30). merdeka mulai menyukai berbagai aliran Pada mulanya, seperti aliran-aliran musik musik populer Barat (Sakrie, 2015 : 18). populer lainnya, penyebaran musik Rock Selera itu tak bergeser sama sekali, dilakukan melalui jaringan radio amatir walaupun kebijakan anti-Barat Soekarno yang tersebar di berbagai kota di pada akhir dasawarsa yang sama membuat Indonesia. seluruh
Menurut Denny Sakrie (2015 :85), termasuk musik yang disebutnya ngak ngik embrio musik Rock di negara ini dimulai ngok dilarang —kebijakan ini pula yang pada 1967-1970 ketika gerakan budaya membuat Koes Bersaudara ditahan pada tandingan (counter-culture) yang digagas pertengahan 1960-an karena dianggap oleh Generasi Bunga asal Amerika Serikat meniru grup musik Inggris, The Beatles — dan Inggris menyebarkan pesan-pesan dan digantikan oleh musik-musik populer perdamaian melalui musik — dengan Timur dan Lokal (Sen dan Hill, 2007 : slogan Summer of Love ke seluruh dunia, 167).
produk kebudayaan
Barat,
termasuk Indonesia. Sejak saat itu, Sadar akan potensi itu, ketika bermunculan kantong-kantong musik Rock kekuasaan berganti, Orde Baru tak sekadar di berbagai kota, seperti Medan, Jakarta, mengizinkan kembali kiprah musik Surabaya, dan Bandung yang menjadi populer
juga kiblat musik Rock di Indonesia. menggunakannya untuk mendekatkan diri dengan masyarakat demi memuluskan
Barat,
tetapi
kepentingan pemerintah (Blauch, 2014 :192). Hal ini terlihat jelas ketika tentara
menggunakan musik Pop dan Rock melalui
perhelatan musik yang melibatkan banyak musisi dan kelompok musik yang dilarang tampil pada era Soekarno. Angkatan Darat,
misalnya, membentuk orkes Badan Koordinasi Seni Komando Cadangan
Strategis Angkatan Darat (BKS-Kostrad) ke berbagai kota di Indonesia dengan
Gambar 1. The Rollies, Ikon Grup
mengundang grup musik The Blue
Musik Rock Bandung
Diamond asal Belanda, Onny Suryono,
Sumber : Smotroff, 2012.
Lilis Suryani, Titiek Puspa, Bob Tutupoly dan Erny Johan (Sopian, 2001).
Penyematan status itu bukan tanpa Terlepas dari itu, dari beragam alasan. Pasalnya di Kota Kembang
aliran musik populer Barat yang dikenal di bermunculan puluhan musisi dan grup Indonesia, secara umum selera masyarakat musik Rock lokal yang berkualitas. memiliki kecenderungan yang saling Bahkan, Rollies dan Giant Step memiliki bertolak belakang. Pada satu sisi, sebagian pengaruh besar di ranah musik ini bersama menyukai musik Rock yang keras, namun God Bless dan Apotek Kali Asin (AKA). di sudut yang lain terdapat golongan yang Hal yang menarik, berbeda dengan grup-
grup musik tenar pada masa itu yang
300 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 gandrung
membawakan
lagu-lagu 3. Media Alternatif (1967-1995) kelompok musik Barat, seperti The a. Majalah Aktuil
Beatles, Rolling Stones, Led Zeppelin, Nama majalah ini diusulkan oleh Deep Purple, Black Sabbath, dan Grand Bob Avianto, yang meniru terbitan sejenis Funk Railroad, Giant Step justru kerap asal Belanda, Actueel. Bersama Denny membawakan lagu-lagu ciptaan sendiri Sabri dan Toto Raharjo, ketiganya yang direfleksikan pada ketujuh album kemudian berhasil menerbitkan Aktuil mereka yang dirilis antara 1975-1985 dan secara perdana pada 8 Juni 1967 dengan mengukuhkan warna Rock Progresif pada tiras 5.000 eksemplar yang habis dalam grup musik ini (Theodore, 2013 : 93).
waktu kurang dari seminggu (Solihun, Sejatinya, asal-usul sub-aliran ini 2008). Pada mulanya, majalah ini berisi merujuk pada sekelompok grup musik asal artikel-artikel terjemahan media sejenis Inggris yang berupaya meningkatkan aspek asal luar negeri. Namun sejak 1969, Sonny kredibilitas artistik musik Rock dengan Suriaatmadja menghadirkan tulisan-tulisan menambahkan elemen-elemen musik lain, seputar kaum Hippires, mulai dari sistem seperti Jazz dan Classic. Di Indonesia, sosial, landasan ideologis, busana, seks, sepanjang 1970-an kekhasan aliran Rock hingga mariyuana (Sopian, 2001). Progresif terletak pada perpaduannya dengan alat musik tradisional —seperti gamelan, calung, dan angklung —dan bahasa lokal (Sakrie, 2015 : 56).
Selain itu, pada era yang sama
terdapat pula sub-aliran Rock Underground yang dipelopori oleh grup musik God Bless, Gypsy (Jakarta), Giant Step, Super Kid
AKA/SAS(Surabaya), Bentoel (Malang)
dan Rawe Rontek (Banten). Menurut Remy Syalado (dalam Amin, 2014), pada pertengahan 1970 muncul istilah rancu gron yang merujuk pada musik Rock yang
keras dan ritmik. Namun kala itu, tak
Gambar 2. Sampul Majalah Aktuil No.
sedikit sebutan itu disematkan pula pada
156 (Terbit 1974)
aliran-aliran lain yang dimainkan dengan
Sumber : Herwanto, 2008.
amplifier berdaya besar. Lebih lanjut, karena begitu populer, kemudian muncul
Selain itu, Remy Syalado yang baru istilah turunan Gronisme yang sebenarnya direkrut juga menyuntikan unsur sastra mengacu pada kata underground.
melalui, puisi mbeling dan cerita Terlepas dari itu, sub-aliran Rock bersambung bertajuk Orexas (Organisasi
Underground mengacu pada grup-grup Seks Bebas). Sementara Maman Husen musik yang menyajikan musik keras Somantri yang mengurusi masalah desain dengan gaya yang liar dan ekstrim untuk juga mengusulkan pemberian pernak- ukuran zamannya, walaupun kebanyakan pernik, seperti gambar tempel, poster, dan masih membawa lagu-lagu milik grup gambar seterikaan. Walhasil terobosan- musik asing. Istilah ini pertama kali terbosan ini berhasil meningkatkan oplah dipakai
dan majalah aktuil secara drastis. dipopulerkan
pada awal
1970-an
Bila pada 1970 tirasnya mencapai legendaris asal Bandung, Aktuil (Sejarah 30.000 eksemplar, maka ketika ukuran
Musik Rock Indonesia, 2011). majalah itu kemudian diperbesar hingga 21 x 29,7 cm oplahnya pun ikut meningkat
Musik, Media, dan Karya..... (Teguh Vicky A., Riama Maslan S., dan Hafiz Aziz A.) 301 hingga 126.000 eksemplar pada kurun majalah ini juga memiliki kontribusi nyata
1973-1974 (Solihun, 2008). Kesuksesan dalam mengangkat para musisi dan grup Aktuil pada masa itu juga tak dapat Rock asal Bandung. Harry Roesli, Bimbo, dilepaskan dari kelihaian triumvirat — Superkid, dan The Rollies hanya segelintir meminjam istilah Agus Sopian, Remy nama yang berhasil diorbitkan oleh Syalado, Sonny Suriaatmadja, dan Denny majalah ini. Selain karena kedekatan Sabri Gandanegara dalam membaca tren personal,
menurut Remy Syalado, musik yang digemari kaum muda (Sopian, nyatanya pada masa itu musisi Rock asal 2001). Aliran Rock yang kala itu begitu Bandung memang lebih berkualitas digandrungi, disajikan sebagai konten dibanding kota-kota lain di Indonesia utama dalam terbitan-terbitan Aktuil. (Solihun, 2008). Bahkan, majalah ini dituduh menggiring
pembacanya untuk menggemari dan a. Radio GMR
dengan demikian dianggap sebagai media Media lain yang memiliki kotribusi propaganda musik Rock (Resmadi, 2015a). besar terhadap musisi dan grup musik asal
Anggapan itu tampaknya cukup beralasan. adalah Radio GMR (Generasi Muda Pasalnya, Aktuil tak sekadar meliput Radio). Bermula dari stasiun radio amatir panggung-panggung musik Rock di kota- yang didirikan oleh Erwin Sitompul pada kota
secara 1967, sejak awal Young Generation komprehensif, mulai dari persiapan, (YG) —nama yang dipakai sebelum pementasan, profil, gaya hidup, hingga GMR —memiliki ketertarikan khusus tingkah laku grup musik dan penontonnya. dengan musik Rock (Resmadi, 2010a). Akan tetapi juga menyematkan istilah
besar di
Indonesia
personal, pendirinya superstar pada ikon-ikon Rock, seperti memiliki kedekatan dengan Iwan Rollies,
Secara
Gito Rollies, Deddy Stanzah, dan Ucok yang ikut menyediakan koleksi lagu-lagu AKA (Solihun, 2008).
Rock untuk radio ini. Selain itu, melalui corong YG berfrekuensi 1368 Khz/Am,
para musisi dan grup musik lokal, seperti The Rollies, Deddy Stanzah, Freedom of
Rhapsodia, Superkid, Giant Step dan Shark Move diperkenalkan pada khalayak
(Resmadi, 2010c). Bahkan, radio ini kerap menggelar konser di Gelora Saparua, bertajuk ―Tembang Pribumi” dengan melibatkan musisi dan grup musik, seperti Cockpit,
Panduwinata, Utha Likumahua, dan Edi Endoh (Karel, 2015a).
Vina
Selain itu, radio YG juga menggelar acara yang khusus membawakan lagu-lagu
Rolling Stones dengan mengundang grup Acid Speed (Jakarta) dan ditonton oleh
Gambar 3. Selebaran Konser Berjudul
para Stone Lovers. Kiprah radio YG, baik
Deep Purple Show
di udara maupun darat menjadi momentum
awal yang membentuk basis pendengar Propaganda itu mencapai titik yang fanatik. Ketika radio ini diharuskan kulminasinya
Sumber : Ahmad, 2016.
ini berbadan hukum, dengan nama PT Radio menghadirkan kelompok musik Rock Generasi Muda pada 1971, sesuai dunia, Deep Purple di Jakarta pada 5-6 peraturan
ketika
majalah
pemerintah, jumlah para Desember 1975 yang menyedot 150.000 pendengar radio YG justru semakin
penonton (Sopian, 2001). Di luar itu, banyak karena menawarkan sajian lagu
302 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 Rock dan Pop yang begitu digemari pada Bulus pada 10-11 April 1993 yang juga
saat itu. ikut diiklankan GMR. Selama lebih dari duapuluh tahun,
Dari waktu ke waktu, lagu-lagu ketika tren musik mulai berganti, Radio demo yang dikirimkan ke stasiun radio ini YG tetap bertahan dan terus mengudara. terus meningkat. Oleh karena itu, pada
Ketika Rock mulai menyurut dan Desember 1995, bertepatan dengan hari digantikan fussion Jazz yang dipopulerkan jadi ke-5 GMR diselenggarakan acara oleh grup Casiopea dan musisi Chick Bedah Demo dan Demo Live at Studio Corea pada dasawarsa 1980-an, radio ini yang berhasil menghimpun 108 lagu dari tetap memutarkan lagu-lagu keras. Hal
84 grup musik. Setelah melalui proses yang menarik, radio YG mendapatkan penjurian yang dilakukan oleh Jamrud, kembali momentumnya ketika beralih ke Sucker Head, Pas Band, dan beberapa kru frekuensi
yang GMR, ditetapkan sejumlah grup yang akan menawarkan kualitas suara yang lebih tampil dalam Demo Live at Studio. baik.
modulasi
(FM)
Sebelas di antaranya adalah kelompok Bersamaan dengan itu, pada 1990, musik Metal, seperti Cakra, Jasad, Kid, pemerintah mewajibkan radio-radio swasta Sacreligious,
Leppeace, Tympanic menggunakan
nama dalam bahasa Membrance, Existensi, Fatal Death, Noise Indonesia. Sejak saat itu, nama radio ini Damage, The Seconds, dan Fayes. beralih menjadi GMR dengan frekuensi
Tiga grup yang pertama disebut, 104,4 Mhz dengan format Rock Station bahkan menjadi lima grup terbaik dalam yang menyajikan lagu-lagu Blues, Slow kompetisi ini bersama Morsa dan Rock, Classic Rock, Art/Progressive Rock, Alternatif. Pada kesempatan yang sama, Hard Rock, Heavy Metal, Speed Metal, Jasad diipilih sebagai grup terbaik dari sisi Trash Metal, dan Death Metal. Untuk musik dan suara. Lagu purwarupa menarik perhatian para pendengar, radio kelompok musik asal Ujung Berung ini GMR kemudian menggagas berbagai pun mendapat keistimewaan serta untuk acara, seperti Double R yang berformat diputar dalam periode waktu tertentu pada kuis dan Sik Sik yang mengharuskan program acara Metal di GMR (Karel, seorang mencari dukungan tiga dukungan 2015b). pendengar lain jika permintaan lagunya ingin diluluskan (Resmadi, 2010b).
4. Karya Independen (1993-1997)
Selain itu, GMR merupakan satu- a. Album Musik
satunya stasiun radio di Bandung yang Tak sekadar mempromosikan dan membuka pintu bagi pemutaran rekaman mengompetisikan lagu-lagu purwarupa, lagu-lagu purwarupa (demo) milik grup- GMR juga berkontribusi dalam proses pra- grup Rock lokal berkualitas, namun belum rekaman album perdana di ranah dikenal luas. Rudal, Sahara, JamRock, independen, bertajuk 4 Through The Sap Kalimaya, Sky Rock, U’Camp, Stalion, milik Pas Band. Berawal dari rasa putus Alarm, Mel Shandy merupakan grup musik asa akibat penolakan dari label-label arus dan musisi yang namanya langsung melejit utama, grup musik ini kemudian untuk karena dipromosikan oleh GMR. Bahkan, merilis album secara mandiri. Direktur kelompok
Rock , U’Camp berhasil musik, Samuel Marudut punya kontribusi mengeluarkan album bertajuk Bayangan atas keputusan tersebut (Sen dan Hill, 2004 yang ditangani langsung oleh Ian Antono : 79-80). (gitaris God Bless). Hal serupa dialami
Awalnya Pas Band sempat frutrasi pula oleh Rudal, mengeluarkan album karena banyak ditolak label rekaman
berjudul Behind the 8 th Ball , tiga bulan sebelum Samuel Marudut meyakinkan setelah konser Metallica di stadion Lebak mereka untuk merilis album secara
mandiri. Tak hanya itu, direktur musik
Musik, Media, dan Karya..... (Teguh Vicky A., Riama Maslan S., dan Hafiz Aziz A.) 303 GMR ini juga menfasilitasi proses kemudian dipakai untuk membangun unit
rekaman album ini pada September dan bisnis baru, Reverse Outfit yang Oktober 1993 yang kemudian dirilis di memasarkan produk-produk spesifik impor bawah label Sap Music Management milik dan lokal, seperti cakram padat, kaset, Samuel Marudut dan didistribusikan oleh poster, artwork, dan aksesoris-aksesoris Nova Records/CVTropic.
lainnya (Kimung, 2008). Di luar dugaan, album mini berisi
Koil, termasuk salah satu grup empat lagu, dengan dua karya andalan musik yang menitipkan album perdananya bertajuk Here Forever dan Dogma, terjual berjudul Demo From Nowhere (1994) di 4.700 dari 5.000 rekaman kaset yang sini. Pada mulanya, para pembelinya diproduksi. Pencapaian ini, bahkan merupakan penggemar musik Rock dan membuat album itu direkam ulang di pehobi papan luncur (skateboard). Namun studio Triple M (Jakarta). Belakangan,
belakangan, berbagai komunitas musik dan tujuh album Pas Band dalam kurun 1995- olahraga ekstrim yang sangat spesifik. 2008 dirilis oleh perusahaan rekaman Mulai dari penggemar musik Metal, Punk, raksasa Aquarius Musikindo dan kembali dan Hardcore, hingga penekun hobi menuai kesuksesan secara komersial sepeda BMX dan papan selancar (Iskandar, (Wallach, 2008 : 86).
2006 : 273). Singkat kata, Reverse Outfit —kemudian beralih nama menjadi Reverse
Clothing Company —tak sekadar menjadi salah satu pelopor distribution store
(distro), tetapi juga menjadi ruang interaksi paling awal di antara kelompok-kelompok
musik bawah tanah di Bandung.
c. Perusahaan Rekaman
Di luar studio musik dan distro,
Reverse juga memiliki label rekaman bernama unik, 40.1.24, yang diambil dari kode pos di kawasan itu. Sementara album perdana yang berhasil diproduksi bertajuk ―Masaindahbangetsekalipisan‖ pada 1997.
Gambar 4. Sampul Album Pas Band
Rekaman ini merupakan kompilasi lagu-
Berjudul
4 Through The Sap lagu dari berbagai aliran musik yang
Sumber : Denny M.R., 2016.
melibatkan
mayoritas grup musik independen asal Bandung, seperti Burger
b. Studio Musik
Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Popularitas yang menanjak di jagat Full of Hate dan Waiting Room (Jakarta).
musik arus utama, sama sekali tak Sebagai karya perdana, dengan membuat Pas Band melupakan ranah produksi 1.200 kopi, album ini terbilang
musik independen yang membesarkan sukses karena sangat laku di pasaran dan mereka. Pengalaman memproduksi album tetap dijual hingga tiga tahun berselang di secara mandiri, mendorong sang penabuh studio Reverse (Resmadi, 2015b ; drum, sekitar 1994, Richard Mutter Wallach, 2008 : 87). Hingga saat ini, bersama dua rekannya Helvi dan Dxxxt, ia album kompilasi itu masih dianggap mendirikan studio musik Reverse di Jalan penting, bahkan legendaris karena menjadi Sukasenang, Bandung (Iskandar,2006 : titik awal pembuktian dalam menghadirkan 273).
karya musik berkualitas seturut ungkapan Sejak saat itu, berbagai kelompok ―aing ge bisa nyieun nu kieu” dan
musik dari berbagai aliran kerap berlatih di mengekspresikan keguyuban grup musik studio itu. Keuntungan yang didapatkan lintas aliran yang menjadi salah satu ciri
304 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 khas ranah musik independen di Bandung kelas pekerja muda (Wallach, 2003 : 56).
sepanjang dasawarsa 1990. Mereka tak sekadar menjadi pendengar, tetapi juga bermusik bahkan kemudian
5. Bandung, Jantung Musik Bawah
mengagas sebuah skena musik bawah
Tanah (1990-1997)
tanah lokal. Komunitas ini kemudian
a. Pergeseran Tren Musik
membangun jejaring dan pertukaran Jagat
tanah informasi ihwal musik bawah tanah dunia (underground)
musik
bawah
mulai mulai dijalin dan disirkulasikan melalui mengalami diferensiasi yang radikal dalam berbagai komoditas impor, seperti kaset, berbagai aspek sejak awal dasawarsa 1990. zines , kaos oblong dan aksesoris-aksesoris Sebagai tren budaya global terbaru yang lainnya. Interaksi tak langsung ini dianut kaum muda, ranah ini justru membuat skena-skena ini lebih independen menyuarakan sikap anti kemapanan, mulai dalam menafsirkan musik bawah tanah dari persoalan sosial, politik, dan ekonomi seturut interperasi lokal (Martin-Iverson, di tingkat makro dan mikro (Sen dan Hill, 2011 : 49). Hal ini, tidak saja terlihat dari 2007 : 177). Di ranah musik populer, album, aksi panggung, dan konser yang secara terang-terangan musik bawah tanah disajikan, tetapi juga media pendukung juga mulai membedakan diri mereka yang dihasilkan. Selain itu, melalui dengan industri musik arus utama komunitas-komunitas semacam ini pula, (mainstream) yang sedang mengeliat para anggotanya mulai memilih musik akibat kebijakan deregulasi ekonomi dan yang lebih spesifik untuk menarik batas pengetatan aturan hak cipta.
di
Indonesia
dan membedakan diri dengan skena-skena Namun ketika situasi tampaknya musik independen yang lainnya.
Jeremy Wallach (2003 : 36) perusahaan rekaman multinasional, para menyebut terminologi musik bawah tanah
sangat menguntungkan
perusahaan-
pelaku di ranah musik bawah tanah justru yang digunakan di Indonesia pada awal memproduksi album rekaman melalui label dasawarsa 1990 merujuk pada kelompok kecil
yang sub-aliran Rock yang merentang dari punk, menggunakan strategi pemasaran dan hardcore, death metal, grindcore, brutal teknologi produksi kaset bajakan yang death, hyperblast, black metal, grunge, populer pada awal 1970-an. Dengan biaya indies, industrial, dan gothic. Pada akhir 1,5 juta Rupiah, label-label semacam ini dekade yang sama, beberapa kota besar di dapat menyewa studio-studio murah, Indonesia, seperti Jakarta, Yogjakarta, melakukan perekaman langsung (live Surabaya, Malang, Bandung, Medan, recording ), dan mengandalkan rekaman itu Banda Aceh, dan Denpasar telah menjadi dalam jumlah terbatas (Sen dan Hill, 2004 kantong skena-skena musik bawah tanah : 79-80). Mereka juga memangkas biaya yang memiliki kekhasannya masing- promosi karena mengandalkan jalur masing (Wallach, 2008 : 36). Emma distribusi
independen
(indie)
mulut, Blauch (dalam James dan Richard Walsh, memanfaatkan radio lokal, pertunjukan, 2015 : 28-29), bahkan, menyebut Bandung dan
dari mulut
ke
pos. sebagai jantung musik bawah tanah di Belakangan, beberapa media arus utama, Indonesia. Pasalnya, di kota ini, aliran seperti MTV dan majalah Hai bahkan ikut Punk, Hardcore, dan Metal (Trash, Black, mempromosikan musik bawah tanah di Death, Power Metal , dan Grindcore) tidak Indonesia (Martin-Iverson, 2011 : 49).
pemasanan lewat
jasa
saja berlomba-lomba untuk berkarya, Pada mulanya karya-karya semacam tetapi juga saling berelasi, bahkan berbagi ini diminati oleh kaum muda perkotaan, ruang yang sama.
sebagian berasal dari kelas menengah, dan berpendidikan.
Namun
belakangan, b. Gedung Pertunjukan Musik
kegandrungan terhadap musik bawah tanah Gelanggang Olah Raga (GOR) menjalar juga ke wilayah pedesaan dan Saparua yang terletak di sebelah Taman
Musik, Media, dan Karya..... (Teguh Vicky A., Riama Maslan S., dan Hafiz Aziz A.) 305 Maluku menjadi simbol kebersamaan antar pemilihan lokasi
berkumpul. Pada aliran musik underground. Hampir saban mulanya, sebuah tempat yang disebut P.I., minggu, berbagai grup musik, seperti terletak di Jalan Sumatera berdekat dua Jasad, Burgerkill, Puppen, Full Of Hate, simbol kapitalisme, Hotel Santika dan Runtah, Blind To See, Balcony, Jeruji, Bandung Indah Plaza (BIP) menjadi Koil, Turtle Jr., dan The Jonis tampil di markas berbagai penggemar musik cadas bangunan berkapasitas 4.000 penonton ini. (Martin-Iverson, 2011 : 53). Paling tidak ada empat acara paling sukses
Namun belakangan, kawasan ini digelar, yaitu Hollabalo (1994), Bandung menjadi basis penggemar musik Punk. Berisik (1995), Bandung Underground Anak-anak Hardcore, memilih Jalan (1996), dan Gorong-Gorong (1997) Teuku Umar dan Balai Kota, yang (Nugraha, 2014). Tak hanya itu, sekaligus menjadi tempat untuk menekuni keragaman lintas aliran musik bawah tanah olahraga papan luncur (skateboard). terlihat pada tampilan para penontonnya. Sementara di lantai tiga pusat perbelanjaan Penggemar Punk, biasanya bergaya rambut BIP, terdapat komunitas penggemar grup Mohawk warna-warni, bersepatu bot, musik Metal, Funeral yang menyebut mengenakan kaos grup musik lokal dirinya Bandung Death Metal Area maupun internasional, dan jaket kulit (Bedebah) dan kemudian berkembang berhiaskan aksesoris spike dan berbagai menjadi kumpulan penggila Trash, Death logo. Sementara, peminat Hardcore Metal, dan Grindcore (Kimung, 2010). kebanyakan mengenakan topi, berkaos Di luar itu, terdapat pula Bandung Lunatic oblong grup musik tertentu dan bercelana Underground
(BLU), kelompok jeans longgar, serta mengenakan sepatu penggemar Metal Ekstrim yang lebih sneaker dan tas ransel. Anak-anak Metal muda. Sejak 1993, mereka biasanya
(Metalhead) berambut panjang, berkumpul di Jogja Kepatihan, Kings, dan mengenakan kaos oblong polos atau Palaguna, dekat kawasan Alun-alun bergambar grup musik dan celana jeans, Bandung
(Kimung, 2008). Namun namun dengan sepatu yang relatif beragam demikian, konsentrasi skena-skena musik (Nugraha, 2015).
bawah tanah tidak saja terbatas di pusat Terlepas dari perbedaan itu, kota. Komunitas-komunitas semacam ini hubungan di antara para penggemar lintas juga bermunculan di wilayah pinggiran, aliran itu cukup harmonis. Dalam sebuah seperti Baleendah, Soreang, Dayeuhkolot, konser yang menyajikan musik Punk, dan tentu saja Ujung Berung. Hardcore, dan Metal, misalnya mereka dengan tertib bertukar posisi dan
D. PENUTUP
memberikan ruang pada kelompok Berdasarkan paparan di atas, penggemar lain ketika suatu grup musik pada 1967-1997, infrastruktur musik beraliran tertentu tampil di panggung. memiliki kontribusi besar dalam ranah Selain itu, para penggemar musik bawah musik bawah tanah. Majalah Aktuil, tanah ini juga kerap bertukar informasi menjadi media massa memperkenalkan ihwal grup-grup musik lokal dan dan kemudian mempopulerkan —bahkan internasional.
mempropagandakan —aliran penggemar
Belakangan,
para dianggap
mengagas musik Rock di kalangan kaum muda tidak terbentuknya label rekaman (NAPI hanya yang tinggal di Bandung, tetapi juga Record), majalah (Ripple), dan Distro hingga kota-kota besar lain di Indonesia. (Harder dan Riotic) (Nugraha, 2014).
ini
juga
Hal serupa juga dilakukan oleh Radio GMR yang menyediakan ruang bagi
pemutaran karya-karya musik bawah tanah Semangat kebersamaan antar aliran beragam aliran mulai dari Rock, Heavy musik bawah tanah ini menjalar pula pada Metal, Trash Metal , dan Death Metal.
c. Skena-Skena Musik Lokal
306 Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017: 293 - 308 Lebih dari itu, radio ini juga mendorong musik itu dapat berjalan harmonis, saling
para musisi untuk membuat karya-karya berbagi, dan dapat berjalan secara sendiri dalam bentuk rekaman demo yang harmonis. Walaupun pada saat yang kemudian diputar, ditelaah, bahkan bersamaan muncul skena-skena musik dilombakan dalam kompetisi khusus musik lokal yang mengusung aliran yang spesifik bawah tanah di Bandung. Melalui sosok dan berbasis di sebuah wilayah tertentu, Samuel Marudut, Radio GMR juga namun itu tak merepresentasikan gesekan memiliki peran dalam melahirkan sebuah akibat polarisasi jagat musik bawah tanah album demo pertama di jagat musik bawah di Bandung. Sebaliknya, pembentukan tanah yang diproduksi oleh grup Pas Band, skena-skena musik lokal ini menjadi bukti bertajuk 4 Through The Sap pada 1993.