Harga BBM Naik Petani Pasrah

Harga BBM Naik, Petani Pasrah ?
Kamis, 20 November 2014 | Dibaca 11 kali
http://analisadaily.com/news?r=83019

Oleh: Ferisman Tindaon
Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) telah diumumkan terhitung Tanggal 18
Nopember 2014 mulai Pukul 00.00 Wib, dengan rata-rata kenaikan Rp 2000,khususnya untuk bahan bakar premium dan solar.
Seperti biasanya terjadi, sebelum batas waktu tersebut tiba, sebagian masyarakat
berupaya memanfaatkan waktu yang sedikit untuk membeli sekedar beberapa liter
bahan bakar untuk memenuhi perasaan kuatir, kecewa dengan kompensasi harga lama
sebelum harga resmi yang baru diberlakukan.
Di beberapa kampus, mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menyampaikan
kekecewaan dan ketidaksetujuannya. Bedanya, kenaikan harga BBM kali ini dilengkapi
sedikit penjelasan tambahan oleh Presiden tentang adanya pengalihan selisih harga
subsidi BBM dari yang bersifat konsumtif ke sektor yang lebih produktif.
Bagi seorang petani atau rakyat biasa, tidaklah mudah untuk dapat memahami arti
sesungguhnya pertimbangan apa yang digunakan pemerintah untuk menaikkan harga
BBM ini. Terlebih lebih kalau lebih jauh dijelaskan tentang terganggunya APBN. Apalagi
kalau dikaitkan dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi atau PP
No. 36 Tahun 2004, sangat jauh dari pemahaman rakyat biasa. Apalagi juga kalau hal ini
dikaitkan dengan model-model perhitungan dan teori ekonomi dan investasi yang

rumit.
BBM dan Pupuk
Dua komoditas diatas, Bahan Bakar Minyak (BBM ) dan pupuk sama pentingnya bagi
rakyat khususnya petani. Tak heran bila dua duanya pun saat ini juga sama sama
disubsidi oleh negara. Kenaikan harga atau kelangkaan pasokan, akan menyebabkan
petani akan menderita beban yang berat. Bedanya petani tidak punya kesempatan dan
kemapuan untuk melakukan demonstrasi meneriakkan kegelisahan dan
kekecewaannya. Mungkin terlalu jauh bagi mereka untuk datang berbondong-bondong
ke kota atau tidak memiliki ongkos transport untuk mendatangi kantor Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di wilayahnya.
Dampak kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah juga berdampak
terhadap sektor pertanian. Belum lagi kenaikan harga BBM ini akan segera diikuti
kenaikan harga sembako dan kebutuhan lain. Petani dan rakyat hanya bisa pasrah siap
menghadapi dampak apa saja yang ditimbulkannya. Misalnya usaha tani padi, dampak
kenaikan harga BBM ternyata sangat pengaruh pada kinerja usaha jasa input produksi
(alsintan: traktor, pompa air, mesin, power tresher) dan usaha penggilingan padi.
1

Sebaliknya, akan menyebabkan penurunan keuntungan dalam usaha tani padi
walaupun mungkin terjadi kenaikan harga gabah. Kenaikan biaya produksi akibat

kenaikan harga BBM ini dan yang dialami oleh masing-masing usaha jasa input
produksi sepenuhnya akan dibebankan ke petani dengan cara menaikkan sewa jasa alat
mesin pertaniannya.
Untung saja pengolahan sawah-sawah di sebagian besar wilayah Indonesia saat ini
berada pada awal musim penghujan sehingga tidak terancam kekeringan. Jika tidak,
maka petani akan dibebani kesulitan lebih besar untuk membiayai premium atau solar
sebagai bahan bakar pompa air.
Sebenarnya bukan hanya BBM saja yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
petani. Namun gaung problema subsidi pupuk tidak seperti kerasnya gaung kenaikan
harga BBM subsidi yang terjadi saat ini. Pupuk dan bibit tanaman juga sering
bermasalah dan rawan penyalahgunaan oleh oknum tertentu. Benarkah petani telah
tertolong dengan adanya subsidi pupuk ini? Petani tidak memiliki kemampuan untuk
menyalah gunakan BBM subsidi atau menyeludupkannya.
Namun petani sering rawan menjadi korban penyalahgunaan pupuk dan bibit palsu.
Disamping itu, petani juga membutuhkan pembangunan sarana irigasi untuk mengairi
sawah atau jalan untuk akses masuk atau membuka wilayah terisolir dan membantu
kelancaran pemasaran hasil produksi pertanian.
Subsidi pupuk sebenarnya dimaksudkan untuk menekan biaya yang akan ditanggung
petani dalam pengadaan pupuk. Sehingga petani tidak kesulitan untuk memperoleh
pupuk karena masalah biaya. Sering terjadi kelangkaan pasokan dan lonjakan harga

pupuk, maka dapat dikatakan bahwa program kebijakan pupuk subsidi yang
dikendalikan pemerintah belum berjalan dengan baik.
Beberapa penyebab terjadinya ketimpangan pelaksanaan subsidi pupuk misalnya
dugaan adanya peningkatan ekspor pupuk ilegal baik melalui produsen pupuk maupun
melalui penyelundup akibat adanya perbedaam harga pupuk urea di pasar dunia
dengan harga pupuk di pasar domestik. Apakah pupuk subsidi mengalami nasib yang
sama atau skenario drama yang hampir sama dengan BBM subsidi ? Misalnya terjadi
ekspor pupuk secara ilegal tersebut adalah pupuk bersubsidi yang merupakan hak
petani. Atau terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di pasar domestik adalah
kebocoran pupuk dari pasar bersubsidi ke pasar non bersubsidi (misalnya ke
perkebunan besar).
Kelihatanya untuk kedua komoditi BBM subsidi dan pupuk subsidi ini mengalami dan
memiliki historis dan nasib yang sama di negeri ini. Berarti pupuk subsidi masih
menyisakan banyak masalah yang oleh petani sendiri tidak dapat mencari jalan
keluarnya. Sekali lagi petani tetap pasrah tapi harus tetap bertahan.
Berbeda halnya dengan yang dialami oleh nelayan, BBM subsidi yang murah ditenggarai
membuat para nelayan beralih profesi menjadi penjual BBM. Nelayan menjadi tergiur
akan keuntungan dari menjual BBM subsidi, ketimbang menjadi penangkap ikan yang
memerlukan biaya besar atau memiliki profitabilitas yang rendah. “Nelayan tidak mau
lagi menangkap ikan mereka justru jualan BBM subsidi,” seperti yang diutarakan

2

Menteri Kelautan dan Perikanan beberapa waktu yang lalu. Mungkin bekerja sebagai
nelayan tidak lagi menarik bagi mereka sehingga perlu berganti profesi untuk dapat
bertahan hidup.

Harapan Baru
Satu-satunya yang menjadi penghibur rasa pasrah petani dan nelayan terhadap
kenaikan harga BBM subsidi ini yaitu adanya harapan baru yang diutarakan dari Sang
Pemimpin. Presiden memberi harapan baru bahwa kenaikan BBM akan digunakan
untuk membangun infrastruktur pertanian misalnya dengan membangun 3-4
bendungan per tahun di setiap sentra produksi beras di seluruh Indonesia. Perlu adanya
pembangunan irigasi primer, sekunder dan tersier sehingga air di bendungan dapat
mengalir ke seluruh sawah.
Subsidi bahan bakar minyak akan dialihkan dari yang konsumtif ke sektor lain yang
lebih produktif seperti benih dan pestisida untuk petani, serta solar untuk nelayan. Jika
uang dari pengurangan subsidi BBM ini diberikan ke hal produktif, ekonomi akan
bergerak dengan cepat. Misalnya, dialihkan ke subsidi pupuk dan benih serta
pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur irigasi dan bendungan.
Pengalihan subsidi ini terkait dengan target pemerintah Indonesia agar dalam periode

tiga tahun mendatang dapat mencapai target swasembada pangan. Kami menaruh
harapan besar kepada sang Pemimpin dan siap bekerja untuk membangun negeri ini.
***
Penulis adalah : Pemerhati Lingkungan dan Staf Pengajar di Fakultas Pertanian
Universitas HKBP Nommensen Medan

3