146664944 BULETIN MAGANG EDISI 1 2013

ISSN : 09854-1678

Taki - Takining Sewaka Guna Widya

MENILIK SEWINDU
KEPEMIMPINAN
PROF. BAKTA

ESSAY FOTO

OPINI
Bahasa Daerah,
Ibarat Jatuh Tertimpa
Tangga Pula

LAPSUS

Alang–Alang, Surga
Tersembunyi bagi
Peselancar


Meneropong Kemelut
Pendidikan Dan Bahasa
Daerah

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

1

RESENSI FILM

SALAM REDAKSI

Back from the “DEATH”

Content :

Judul : Frankenweenie
Sutradara : Tim Burton
Studio : Disney
Genre : Animation

Rating : PG
Tanggal Rilis : 5 Oktober 2012
Durasi : 1 jam 27 menit
Budget : $ 39 juta
Pengisi suara : Catherine
O’Hara, Martin Short, Charlie
Tahan, Winona Ryder, Martin
Landau

Resensi Film
..........................................
Halaman : 3
Wawancara Transparan
..........................................
Halaman : 4
Proil
.........................................
Halaman : 6
Editorial
.............................................

Halaman : 8
Laput
..............................................
Halaman : 10
Essay Foto
...............................................
Halaman : 14
Opini
...............................................
Halaman : 16
Lapsus
...............................................
Halaman : 18
Resensi Buku
.............................................
Halaman : 21
Jejak
.............................................
Halaman : 22
Features

.............................................
Halaman : 24
Event Kampus
...............................................
Halaman : 26

Salam Persma!
Selamat datang tahun 2013 dan buletin edisi I
tahun 2013 ini menjadi terbitan berjangka perdana di kepengurusan ini.
Dengan tampilan yang sederhana,
buletin edisi kali ini akan menyuguhkan persoalan yang tidak terlepas dari isu yang terjadi di
Kampus Udayana. Hadir sebagai fokus utama
adalah menilik sewindu kepemimpinan Prof.
Bakta yang telah menjadi pucuk pimpinan tertinggi di Udayana selama 2 periode.
Tak jauh dari dunia pendidikan,
fokus khusus pun siap menyajikan isu terkait
kemelut dalam kurikulum 2013 yang membuat
bahasa daerah dalam posisi yang “dilematis”.
Selain itu, kami hadirkan pula rubrik lainnya
seperti jejak, essay foto yang menampilkan

keindahan Pantai Alang-alang bagi peselancar
dan masih banyak rubrik lainnya yang sayang
untuk dilewatkan.
Buletin edisi I tahun 2013 ini akan
menjadi sebuah awal suguhan kami bagi civitas Akademika Unud. Semoga “dapur redaksi”
kami masih bisa “ mengepul” dan tetap bisa
hadir di genggaman para pembaca. Akhir kata,
Selamat Membaca!

Pemimpin Redaksi

2

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

D

ark Shadow dan
Abraham Lincoln: Vampire
Hunter. Itulah dua ilm

yang melibatkan Tim
Burton di tahun 2012.
Dan bukan cuma itu
saja, ada satu ilm animasi stop motion bertemakan gothic yaitu
Frankenweenie
yang
juga melibatkan Tim
Burton selaku sutradara.
Film ini bercerita
tentang Victor Frankenstein yang jarang bersosialisasi dan lebih suka
bermain dengan anjingnya, Sparky. Suatu
ketika Sparky meninggal
karena tertabrak
mobil. Karena Sparky
merupakan teman yang
paling berharga untuk

Victor, dia pun mencoba
menghidupkan
Sparky kembali setelah

mendapatkan teori tentang halilintar yang didapatkannya di kelas
sains oleh Mr. Rzykruski. Mampukah Victor
menghidupkan kembali
Sparky?
Film ini menjadi
suatu yang berbeda di
tahun ini yaitu full black
and white. Dengan konsep hitam putih, ilm ini
terlihat old school dan
gothic. Menjadi suatu
nilai lebih untuk ilm ini
mengingat jarang sekali
ada ilm animasi hitam
putih saat ini.
Alur ceritanya berjalan sangat pas dan
sanggup membawa kita
ke dalam ilm. Kesan

gothic-nya pun tidak
berlebihan. Terasa sangat pas karena ditambah

dengan formula monster klasik yang sanggup
menyajikan suatu ilm
animasi stop motion
yang sangat baik. Pengisi suara ilm ini juga
mampu menghidupkan
para karakter dengan
baik. Dan nilai lebih ilm
adalah stop motion yang
rapi dan sangat khas
Burton.
Sedikit
kelemahan adalah kurangnya
pengembangan karakter para tokoh. Namun
hal tersebut dapat ditutupi dengan apik oleh
suasana dan alur ilm
yang mampu membangun emosi penonton.
(Widhi)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com


3

WAWANCARA TRANSPARAN
Prof. Dr. Wayan Windia, MS.

Refleksi Sewindu Kepemimpinan Rektor Unud
Kepemimpinan Prof. Bakta sebagai Rektor Umud kini telah berakhir. Sudahkah ia
bisa dikatakan mampu membawa Udayana bergerak maju? Berikut adalah wawancara transparan releksi sewindu kepemimpinan Prof. Bakta bersama Prof. Dr.
Wayan Windia MS.,selaku Ketua Badan Penjaminan Mutu Universitas Udayana.
Bagaimana menurut
Anda upaya peningkatan mutu Unud selama
sewindu kepemimpinan Prof. Dr. dr I
Made Bakta, Sp. PD
(KHOM)

“Dalam meningkatkan mutu Unud, Prof.
Bakta terbilang sudah
baik. Hal ini terbukti
dari masuknya Unud
dalam 6 besar sistem

penjaminan mutu yang
terdiri dari 24 PTN
dengan gelar SPMPT (Sistem Penjaminan Mutu Perguruan
Tinggi), kategori baik
oleh DIKTI dari 1.400
PTN di Indonesia pada
tahun 2009. Selain itu,
Unud juga masuk dalam
10 besar universitas
dengan julukan ‘macan
asia’ karena banyak
menampung mahasiswa
asing. Tahun ini saja
sekitar 200 mahasiswa
asing belajar di Unud.
Dan yang baru berlangsung yaitu, penetapan
Unud oleh Kemen-

4


dikbud sebagai instansi pemerintah yang
menerapkan pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum (BLU)
tanggal 27 Desember
2011 yang berlaku sejak
1 Januari 2012. Untuk
memperoleh status
BLU merupakan sebuah
prestasi karena sedikit
PTN yang memperoleh
status tersebut. Semua
hal ini tidak lepas dari
koridor pemimpin
Unud yang selalu berupaya untuk meningkatkan mutu universitas.”
Sewindu kepemimpinan Prof. Dr. dr I
Made Bakta, Sp. PD
(KHOM) menurut pandangan Anda apakah
seluruh program kerja
sudah terealisasi?

“Berbicara mengenai
program kerja, saya melihat Prof. Bakta sudah
cukup baik menjalankan
program yang beliau
rencanakan untuk me-

majukan Unud. Bisa
dilihat dari pembangunan laboratorium bersama di dekat Rektorat.
Itu merupakan program
yang bagus, karena
semua fakultas yang
memerlukan laboratorium dapat menggunakan
laboratorium tersebut.
Ada satu janji beliau di
tahun ini yaitu akan berbenah pada bangunan
isik Unud dan rencana
membuat taman di setiap fakultas. Hal ini
tentunya bisa berjalan
dengan baik jika anggaran untuk berbenah
tersebut sudah difokuskan pada hal itu.”
Bagaimana tanggapan Anda mengenai
banyaknya keluhan
mahasiswa mengenai
fasilitas yang kurang
memadai di tiap
fakultas?

“Tidak hanya mahasiswa, saya sendiri terbiasa menutup hidung

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

Prof. Dr. Wayan Windia, MS.Ketua Badan Penjaminan
Mutu Universitas Udayana
(BPMU) Unud

ketika masuk kamar
mandi di Fakultas Pertanian. Memang fasilitas bagi tiap fakultas
masih ada yang kurang.
Sebenarnya hal ini sudah disiasati oleh Prof.
Bakta dengan subsidi silang. Anggaran SPP dari
tiap fakultas yang bisa
dibilang sudah memadai, menyumbangkan
10% anggaran SPPnya
kepada fakultas yang
kurang memadai. Berikutnya yang mengatur
adalah dekanat di tiap
fakultas.
Bagaimana
anggaran 10% tersebut akan difokuskan
pada pembangunan apa
yang dirasa kurang di
fakultasnya.”
Apa harapan Anda
pada rektor baru yang
terpilih nantinya
menuju pemilihan rektor Unud April 2013
ini?

“Rektor yang terpilih
nantinya agar mampu
melanjutkan landasan
serta manajemen yang
sudah baik yang telah

diciptakan oleh rektor
sebelumnya.
Dengan
peningkatan infrastruktur akademik, pembaharuan bangunan isik,
dan peningkatan mutu
dosen dengan memiliki karya ilmiah yang
dimuat pada jurnal internasional. Selain itu
saat saya berdiskusi
dengan alumni Unud,
banyak yang memberi

saran bahwa Unud harus terus meningkatkan
pembangunan laboratorium, pelayanan kesehatan, dan juga birokrasi yang berbelit-belit
harus sedapat mungkin
dapat dirubah oleh rektor yang terpilih nantinya demi kenyamanan
mahasiswa di kampus.”
(cah)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

5

PROFIL

PROFIL

Putu Eka Guna Yasa,

Berawal dari Kisah Ramayana dan Mahabaratha
Di era modernisasi ini, tidak banyak mahasiswa yang tertarik dengan sastra
daerah, khususnya Sastra Bali. Namun, Putu Eka Guna Yasa, Ketua Senat
Fakultas Sastra periode 2011-2012 justru sangat tertarik untuk mendalami-nya.

P

utu Eka Guna
Yasa, mahasiswa
yang akrab disapa Guna ini mengaku
memilih Jurusan Sastra Bali karena merasa
terpanggil untuk menelusuri lebih jauh
me-ngenai
kebudayaan Bali yang tercermin di dalam jurusan
ini. “Ketika kecil dulu,
ayah saya yang berwirausaha sebagai tukang
ukir suka menceritakan
kisah Ramayana dan
Mahabaratha.
Nilainilai itu ditanamkan
kepada saya sejak dulu.
Melalui Sastra Bali, ideologi dari kebudayaan
Bali bisa diketahui dan
dapat diungkap,” tutur
pria kelahiran 6 Januari
1990 ini.
Minat Guna terhadap bahasa Bali muncul sejak kecil. Lelaki
Alumni SMA N 1 Ubud
ini semakin menekuni
minatnya
itu ketika
menempuh pendidikan
SMP dan SMA. Terbukti ia pernah mewakili
SMAnya untuk mengi-

6

Putu Eka Guna Yasa saat menulis lontar
kuti Porsenijar di Kabupaten Gianyar. “Pada
saat lomba tersebut,
saya bertemu dengan
pembina yang memiliki wawasan luar biasa
di bidang kebudayaan
terutama mengenai lon-

tar,” ujar Juara 1 Lomba
Dharmawacana tahun
2006 dan 2007.
Sejak menjadi Mahasiswa Jurusan Sastra Bali Fakultas Sastra
Universitas Udayana,
banyak
pengalaman

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

yang didapatkan oleh di rumah sakit. “Pada Guna menyatakan tiputra I Ketut Tum- saat itu saya tidak bisa dak setuju atas rencana
buh dan Ni Wayan mengikuti ujian. Saat tersebut. “Kalau kita
Tingkes ini. Dirinya itulah mengatur waktu bicara dalam konteks
mengaku semakin ter- antara organisasi, orang keilmuan, tidak ada batarik dengan budaya tua dan prestasi men- hasa daerah, bahasa naBali. Selain itu, ada ke- jadi sangat penting,” sional dan bahasa asing
sempatan dalam beror- ucap laki-laki kelahiran sebenarnya. Semuanya
itu ditempatganisasi yang
dapat memBagi Guna, hidup adalah untuk kan di dalam
buka cakrawa- belajar dan belajar untuk hidup. bahasa. Ada
la karya sas- “Jangan pernah berhenti untuk bahasa dari
tra,
aksara, belajar karena ilmu pengetahuan segi keilmuan
usada
Bali itu datangnya dari segala arah. bahasa yang
maupun ilmu Jangan terjebak kepada hal-hal sifatnya internasional,
kepemimpiyang bersifat formal menganggap
kemudian
nan.
bahwa ilmu pengetahuan itu akan
ada
bahasa
Namun di
kita dapatkan dari kampus saja,”
nasional babalik
setiap
hasa Indonek e s u k s e s a n tuturnya.
sia dan adapyang pernah
ula bahasa daerah,”
diraihnya, pemenang Bangli ini.
Kendala yang di- jelasnya.
lomba karikatur Dies
Guna pun menamNatalis 2010 ini, selalu hadapinya tidak mesaja mendapat rintan- nyurutkan langkahnya bahkan bahwa semua
gan. Salah satu masalah untuk berprestasi. Ber- bahasa tidak ada bedanyang pernah dihadapi- bagai prestasi telah di- ya dan semua memiliki
masingnya adalah ketika orang raih laki-laki yang hobi keunggulan
tuanya sakit, sehingga melukis dan membaca masing. “Tidak ada kejdia tidak bisa mengiku- ini, diantaranya juara 1 elasan mengenai proti ujian. “Dulu semester lomba poster narkoti- porsi bahasa Bali dan
satu sampai empat, IPK ka Provinsi Bali 2005, seni budaya. Selain itu
yang saya raih termasuk juara 1 melukis perin- bahasa Bali masih ditinggi. Bahkan sempat gatan HUT RI di Ubud, anggap sebagai tantanbeberapa kali mendapat Bali 2007 dan men- gan. Bahasa Bali identik
IP semester empat,” un- jadi mahasiswa terbaik dengan Bahasa Ibu dan
akar kebudayaan Bali
gkapnya. Hal tersebut Fakultas Sastra 2012.
Ketika
ditanyai karena itu masih harus
berbanding terbalik kerencana diutamakan. Jika perlu,
tika dirinya menginjak me-ngenai
semester lima. Masalah penggabungan bahasa bahasa Bali masuk UAN
keluarga mulai meng- daerah dengan seni bu- agar siswa terpacu unhampiri saat orang daya oleh Kementerian tuk mempelajari bahasa
tuanya harus dirawat Pendidikan Nasional, Bali,” harapnya. (Mita)
Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

7

Editorial

LAPORAN UTAMA :

SEWINDU KEPEMIMPINAN PROF. BAKTA,
PEMBANGUNAN MASIH MENJADI SOROTAN

S

ewindu sudah
Prof. I Made
Bakta
memegang
tampuk
kekuasaan tertinggi di
Universitas
Udayana.
Banyak
pencapaian
yang telah diraih, namun banyak juga permasalahan yang belum
diselesaikan.
Pemerataan
pembangunan,
sarana penunjang pembelajaran, subsidi silang
antarfakultas,
hingga
angan-angan
World
Class University masih
menjadi sorotan utama
pada sisa masa jabatan
Prof. Bakta. Permasalahan-permasalahan yang
belum selesai itu akan
menjadi PR bagi penggantinya kelak.
Masalah yang paling
disoroti adalah pemerataan pembangunan. Di
beberapa fakultas masih terjadi ketimpangan
fasilitas antara fakultas
satu dengan yang lain.
Kondisi bangunan juga
tampak dipandang sebelah mata. Pembangunan masih terfokus pada
fakultas-fakultas besar.
Rektorat pun terkesan
hanya membangun citra

8

pada fakultas yang terdapat mahasiswa asing
seperti Fakultas Sastra
di Bukit Jimbaran yang
dulunya kering kerontang, kini telah disulap
menjadi hijau asri indah
berseri.
Kuantitas mahasiswa
juga tidak diimbangi
dengan sarana-prasarana yang memadai. Hal
ini paling tidak terjadi
di Fakultas Pariwisata
dan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP)
yang peminatnya cukup membeludak, tetapi
fasilitas yang ditawarkan tidak mendukung.
Di Fakultas Pariwisata
misalnya,
mahasiswa
harus kuliah hingga di
atas jam 3 sore karena
keterbatasan
gedung.
Jangan-jangan
nanti
orang tidak bisa membedakan mana yang program ekstensi dan mana
yang regular. Di FISIP
pun demikian. Dalam
satu kelas, mahasiswa
bisa mencapai 50 orang
dengan ruangan yang
amat sempit. Tak heran
bila kemudian banyak
mahasiswa yang mengeluh kepanasan.

Masalah parkir belum lagi, pembangunan
parkir di depan Fakultas
Kedokteran Hewan masih mangkrak, tidak
kunjung selesai dan
juga volume kendaraan
di Kampus Sudirman
misalnya sudah amat
penuh. Udayana seakan kekurangan lahan,
padahal
lahan-lahan
strategis untuk pendidikan masih banyak yang
belum dibangun, atau
sudah dibangun tetapi
justru
dikontrakkan
untuk kepentingan bisnis. Contoh saja lahan
Fakultas Peternakan di
Sesetan yang menjadi
pusat perbelanjaan.
Miris! Prof. Bakta
yang
gencar mengkampanyekan
World
Class University tampaknya harus berpikir
ulang terhadap impian
besar itu. Bermimpi
boleh saja, tetapi usaha jauh lebih penting
ketimbang sekadar terus
bermimpi. Jangan sampai World Class University hanya menjadi
senjata politik yang terdengar ‘wah’ tetapi kita
masih asyik bermimpi.

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

of
Wall

Fame

MENILIK SEWINDU KEPEMIMPINAN PROF. BAKTA
Tahun 2013 merupakan tahun terakhir Prof. Bakta memimpin Udayana.
Sewindu sudah Rektor Udayana ini bekerja untuk mencapai perubahan ke
arah lebih baik bagi Udayana. Namun, sudahkah Udayana benar-benar berbenah?

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

9

LAPUT

P

rof. Dr. dr. I Made
Bakta,
Sp.P.D
(KHOM) kembali
dilantik menjadi Rektor
Udayana untuk kedua
kalinya pada 1 Oktober
2009. Semenjak itu,
dimulailah kepemimpinan Prof. Bakta jilid II
yang diharapkan mampu membawa angin perubahan bagi Udayana.
Diberikan kesempatan
untuk memimpin Udayana selama dua periode (2005-2009) dan
(2009-2013) tentunya
bukan waktu yang singkat. Sudah seharusnya
banyak pencapaian yang
didapatkan guna membawa Udayana menuju
universitas yang unggul,
mandiri, dan berbudaya.
“Selama dua putaran
pemerintahan,
Prof.
Bakta sudah meletakkan
dasar - dasar yang kuat
bagi perkembangan dan
kemajuan Unud. Berbagai pencapaian telah
diperoleh, bahkan sejak
tahun 2012 Udayana
telah menyandang status BLU (Badan Layanan Umum),” ungkap
Prof. Dr. Wayan Windia,
MS selaku Ketua Badan
Penjaminan
Mutu
Universitas
Udayana
(BPMU).
Hal ini senada de-

10

ngan pernyataan dr. I
Nyoman Arcana, Sp.
Biok selaku PR II Unud,
Arcana
menyatakan
Udayana kini semakin
gencar menata pembangunan kampus. “Selama
empat tahun terakhir,
pembangunan isik semakin merata dilakukan
di berbagai titik. Sebut saja pembangunan
Rumah Sakit Udayana,
Gedung Student Centre,
Gedung Agrokompleks
dan pemugaran gedung
–gedung di seputar
kampus,” paparnya dengan antusias.
Udayana terus berbenah. Pembangunan
isik terus dilakukan,
hingga di penghujung
kepemimpinan
Prof.
Bakta, denyut pembangunan di beberapa titik
masih terlihat. Adapun
pembangunan
yang
telah
dirampungkan
selama kepemimpinan
Prof. Bakta, beberapa
diantaranya adalah Gedung Fakultas Kedokteran Hewan (FKH),
Gedung PS. IKM dan
PS. Ilmu Keperawatan,
perpustakaan dan Student Centre.
Meskipun beberapa
pembangunan
sukses
dirampungkan, namun
masih banyak pem-

bangunan yang masih
menanti untuk digarap.
Sehingga beberapa gedung terkesan masih
mangkrak. Sebut saja
pembangunan Gedung
Agrokompleks dan Gedung Parkir Lantai 4
yang masih menanti untuk digarap.
Anggapan ini diperjelas oleh Arcana,
“Pembangunan itu bukan mangkrak, tapi bertahap.
Pembangunan
gedung harus diajukan
terlebih dahulu ke DIKTI (Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi) dan

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

Data Pembangunan Fisik Universitas Udayana Tahun 2008 - 2011.

dibahas oleh DPR pusat.
Dari sini akan ditentukan anggaran yang akan
dikeluarkan dan tentunya terus bertahap,
sehingga tidak mungkin pembangunan dilakukan secara instan,”
terangnya.
Arcana
juga
menjelaskan bahwa ada
dua sumber dana yang
digunakan untuk pembangunan gedung yaitu
dana APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Negara) yang bersumber dari pemerintah ser-

ta dana PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak) yang merupakan
dana dari pungutan
SPP mahasiswa. Namun dana PNBP itu
tidak selalu dapat digunakan. “Jika dana
PNBP terus disalurkan
untuk
pembangunan
gedung, maka hal ini
akan memberatkan mahasiswa. Oleh karena itu
kami selalu mengajukan
ijin pembangunan setiap tahunnya sehingga
pembangunan terkesan
mangkrak.”

Belum lepas dari isu
mangkrak, sistem pembangunan di Unud pun
terus
diperdebatkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Ir. I Nyoman Gelebet pensiunan
dosen teknik arsitektur
(1978-2009). Menurutnya rektor Unud belum
dapat membuat pembangunan Unud sesuai
dengan master plan 78.
“Bukit Jimbaran itu
merupakan daerah pariwisata. Tidak benar jika
perlahan semua fakultas
dipindah ke Bukit. Rek-

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

11

LAPUT

(gus/aka)
tor harus memikirkan
bagaimana
keadaan
yang kondusif bagi mahasiswa menuntut ilmu.
Seperti rencana membangun kawasan Kota
Kampus di Bukit ketika
rencana
pemindahan
kampus ke bukit di tahun 1980an,” jelasnya.
Terlepas dari master
plan 78, permasalahan
lain pun terus bergulir
seiring melejitnya pembangunan. Sebut saja
permasalahan
parkir
Kampus Sudirman yang
hingga kini belum menemui titik terang.
“Lahan parkir di
Sudirman sangat minim, tidak sebanding
dengan jumlah kenda-

12

raan. Perlahan beberapa
program studi dan kantor pindah ke sini, jadi
kampus semakin penuh
kendaraan,” tutur Nyoman Januadi selaku Komandan Satpam Kampus Sudirman.
Hal serupa juga dirasakan oleh Amanda,
mahasiswi
program
studi Hubungan Internasional. “Kalau datang
agak siangan jadi jarang
kebagian tempat parkir.
Parkir kampus terlalu
sempit,” protesnya.
Amanda juga mengeluhkan
infrastruktur
fakultasnya yang kurang
memadai. “Lampu kamar mandi dan air
sering mati. Ruangan

kecil, mahasiswa banyak tapi AC-nya sering
mati,” imbuhnya.
World Class
University harga
mati
Ketika maju menjadi calon incumbent
dalam pemilihan rektor
2009 lalu, Prof. Bakta
menawarkan 17 kebijakan dan program guna
meningkatkan mutu dan
standar universitas. Bukan hanya menata pembangunan, Prof. Bakta
juga terus berupaya meningkatkan standar dan
kualitas universitas.
Pada usia 50 tahun,
Unud telah mampu
memperbaiki citranya

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

dengan berada pada
rangking 1.667 dunia
versi Webometric. Posisi tersebut meningkat
drastis mengingat pada
tahun 2009 Unud hanya
berada di posisi 3.950.
Bukan hanya itu, Unud
juga telah masuk dalam
urutan 291 sebagai kelompok 300 Top Asian
Universities
menurut
penilaian QS Star.
Perbaikan citra universitas ini tentunya tidak terlepas dari upaya
Udayana dalam menuju
World Class University
(WCU). WCU layaknya
harga mati yang ditargetkan tercapai di tahun 2021. “Jika dilihat
dari standar akademik,

mutu Unud dapat dikatakan sudah mampu
mencapai target World
Class University. Hal
ini dapat dilihat dari
kelulusan alumni yang
sudah mencapai IPK
standar 3-3,5. Para lulusan Unud pun 75%
diantaranya sudah bisa
langsung bekerja setelah
tamat,” tutur Prof. Windia yang merupakan
Guru Besar Fakultas
Pertanian Udayana.
Dalam
menuju
World Class University,
terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi
suatu universitas. Kriteria tersebut diantaranya
adalah 40 % tenaga
pendidik bergelar Ph.D,

publikasi internasional
2
papers/staff/tahun,
jumlah mahasiswa pasca 40% dari total populasi mahasiswa (student
body), anggaran riset
minimal US$ 1300/
staff/tahun, jumlah mahasiswa asing lebih dari
20%, dan Information
Communication Technology (ICT) 10 KB/
mahasiswa.
Pemenuhan terhadap beberapa kriteria
tersebut tentunya tidak
dapat dilakukan secara
instan. Dalam kebijakan
dan program kerjanya,
Prof. Bakta mencoba
untuk melakukan pen(Bersambung ke Hal. 27)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

13

ESSAY FOTO

ESSAY FOTO

Alang–Alang, Surga Tersembunyi
bagi Peselancar

T

erletak di Pulau
Lombok,
Pantai
Alang-Alang menjadi tempat favorit untuk
penyuka selancar air atau
suring. Nama pantai ini
diambil dari banyaknya
tumbuhan alang-alang
yang saat musim hujan memenuhi pantai
berdinding ini. Tidak
banyak yang mengetahui
pantai berbatu ini karena
berada di balik bukit batu
sehingga jarang dikunjungi orang.
Pantai ini menyuguhkan spot yang sangat baik
bagi para fotografer. Yodi
dan Ilman, peselancar,
sudah beberapa tahun
menjadikan Alang-alang
sebagai hotspot favorit
mereka karena deretan
ombak. Manis-pahitnya
berselancar sudah mereka rasakan. Menabrak
dinding pantai, terkena
batu karang, dan terhempas ombak hingga
puluhan meter ke pinggir pantai. Namun mereka tetap menjadikannya
sebagai rumah kedua.
(Arim)

Alang-Alang yang Tumbuh di Sekitar Pantai Inilah
yang Dijadikan Nama Pantai Ini

Ilman Menjajal Ombak Besar Pantai Alang-Alang Tanpa
Memedulikan Resiko Menabrak Dinding Pantai

Terletak di Balik Bukit Berbatu Membuat
Pantai ini Tidak Terlalu Terkenal
Aksi Yodi Saat Melakukan Teknik Spraying

14

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

15

OPINI

Bahasa Daerah, Ibarat Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Oleh: Agus Sueca Merta

B

ahasa
merupakan perantara yang digunakan orang
untuk menyampaikan
pesan kepada lawan bicara. Dengan menggunakan bahasa orang akan
mudah berkomunikasi.
Setiap daerah memiliki
bahasa tersendiri yang
membedakannya dengan daerah lain. Bahasa
dapat dikatakan membudaya dengan diturunkan
dari generasi ke generasi. Pasca kemerdekaan,
Indonesia menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Sedangkan bahasa daerah
tetap diakui dan dipergunakan sebagai bahasa
percakapan sehari-hari
di daerah.
Tanpa disadari globalisasi
telah
mengantarkan masyarakat
Indonesia
melupakan
penggunaannya. Seperti
halnya Bahasa Bali. Ini
adalah imbas Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Inggris yang semakin
meningkat popularitasnya. Penggunaan bahasa-bahasa tersebut yang
luas di berbagai bidang

16

membuat lambat laun
generasi muda jarang
berkomunikasi dengan
menggunakan
bahasa
daerahnya.
Bahasa Bali diprediksi digunakan sekitar 3,9
juta orang pada tahun
2001. Namun di tahun
2011 diperkirakan merosot hingga 1 juta orang.
Hal ini disebabkan oleh
orang Bali sekarang cenderung menyukai penggunaan bahasa Indonesia ataupun bahasa asing
dalam percakapan sehari-hari. Hal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan pesat pariwisata
di pulau dewata. Orang
Bali
berlomba-lomba
untuk menguasai bahasa asing seperti Inggris,
Mandarin, Jepang dan
Korea. Namun melupakan bahkan gengsi mempelajari bahasa Ibu-nya.
Dulu Bahasa Bali
digunakan baik di kota
maupun desa. Bahasa
Bali dan aksaranya begitu fasih dan lafal digunakan. Kini warga
perkotaan
cenderung
menggunakan Bahasa
Indonesia dan asing
dalam berkomunikasi.

Hingga tidak jarang terbawa saat pulang ke desa.
Alhasil, desa-desa di Bali
mulai terkena demam berbahasa Indonesia ataupun
asing dengan menganggap
bahasa tersebut jauh lebih
keren dari bahasa Bali.
Kini eksistensi Bahasa
Bali pun mulai menurun. Tidak hanya menulis aksara Bali, berucap
bahasanya saja generasi
muda mulai tidak mampu.
Menggunakan bahasa Bali
terasa terpaksa. Mempelajarinya di sekolah pun terasa sama sulitnya dengan
pelajaran ilmu pasti seperti matematika. Bahkan tak
jarang nilai rapor pelajaran Bahasa Bali cenderung
paling kecil diantara mata
pelajaran yang lain.
Bahasa Bali pun terkesan dianaktirikan dan
hanya digunakan saat
pelajaran bahasa Bali.
Begitulah nasibnya yang
kini tersingkir dari rumah
sendiri. Bahkan, orang
desa yang merantau ke
kota ketika pulang ke desa
lebih senang memakai
bahasa Indonesia dalam
bercakap. Misalnya saja
seorang cucu yang pulang
ke desa akan memang-

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

gil nenek dan kakek. Bukan memanggil yang semestinya niang dan kaki
atau dadong dan pekak.
Begitu pula dalam panggilan kepada orang tua.
Jarang kita mendengar di
kota utamanya anak-anak
mengucapkan
memebape. Bahkan di desa ada
tren orang tua mengajarkan anaknya memanggil
dengan panggilan mamak. Terkadang orang tua
merasa malu saat anaknya
tidak bisa berbahasa Indonesia. Aneh! Di rumah
sendiri saja Bahasa Bali
malu untuk digunakan.
Nasib Bahasa Bali kini
kian dipersulit dengan
rencana ditiadakannya di
Kurikulum 2013. Pemerintah berkelit bahwa bahasa daerah yang termasuk muatan lokal ini tidak
dihapuskan. Melainkan
diintegrasikan ke dalam
pelajaran seni budaya.
Hal ini sama saja dengan
membatasi keberadaannya. Pemerintah seperti
ingin membuat generasi
muda hanya mengenal
bahasa Indonesia dan Inggris. Walaupun bahasa
Inggris juga dihapuskan
di tingkat SD, toh tetap
bertahan melalui kursuskursus. Sedangkan bahasa Bali bagaimana?
Apakah ada yang akan
mendaftar jika ada tem-

pat kursus Bahasa Bali?
Tentu saja jawabannya tidak mungkin.
Di sekolah saja posisinya mulai tergeser,
apalagi di luar. Pemerintah tidak berpikir bahwa
Bahasa Bali khususnya
layak dilestarikan dengan
menempatkannya sebagai
mata pelajaran sejajar
Bahasa Indonesia. Bukan
sebaliknya
membantu
menyingkirkannya. Tidak
bisa dibayangkan Bahasa
Bali masuk kategori bahasa yang akan punah di
tahun 2100.
Beberapa waktu lalu,
pihak mahasiswa seperti
KMHDI, Universitas Dwijendra, IKIP PGRI Bali
dan IHDN melakukan
aksi demonstrasi menentang kebijakan ini. Mereka
beralasan jika Bahasa Bali
dihapuskan maka akan
berimbas negatif kepada
mahasiswa yang menekuni bidang sastra, khususnya Sastra Bali. Aksi
ini tidak bisa disalahkan,
karena secara tidak langsung kebijakan pemerintah tersebut mengancam
eksistensi Bahasa Bali di
rumahnya sendiri, Bali.
Jika generasi muda Bali
tidak bisa berbahasa Bali,
bagaimana dengan budaya Bali yang kental dengan
bahasa Bali. Lontar-lontar
tentu tidak akan berfungsi

jika generasi tidak bisa
membaca atau mengerti tulisan Bali.
Pemerintah semestinya mengkaji dengan
baik setiap kebijakan
yang ingin dikeluarkan.
Tindakan yang ingin
mengintegrasi Bahasa
Bali dengan pelajaran
lain seolah-olah ingin mematikan keberadaannya. Bagaimana Bahasa Bali akan
ajeg jika media pembelajaran Bahasa Bali
justru dibatasi. Semestinya tugas pemerintah
saat ini bukanlah mengurangi, melainkan menambah kapasitas pembelajarannya di dunia
pendidikan. Minimal
dengan menjadikannya
sebagai pelajaran wajib
baik di sekolah maupun
universitas. Pemerintah
Bali juga seharusnya
mulai mempopulerkan
Bahasa Bali misalnya
melalui pariwisata Basa
Bali. Jika turis tertarik
dengan pariwisata Basa
Bali, tentu hal ini memicu orang Bali kembali mencintai bahasa
Bali. Kita bisa mencontoh Korea Selatan yang
mencintai bahasa sen
diri.

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

17

LAPSUS
MENEROPONG KEMELUT PENDIDIKAN DAN BAHASA DAERAH

(gus/aka)

P

elaksanaan
penyusunan kurikulum 2013 adalah
bagian dari melanjutkan
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah
dirintis pada tahun
2004 dengan mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Sesuai amanat UU No.
20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan
pasal 35, kompetensi
lulusan
merupakan
kualiikasi kemampuan
lulusan yang mencakup
sikap,
pengetahuan,
dan keterampilan sesuai

18

dengan standar nasional
yang telah disepakati.
Paparan ini merupakan
bagian dari uji publik
Kurikulum 2013, yang
diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.
”Untuk pendidikan
dasar,
murid-murid
merasa terbebani oleh
jumlah buku pelajaran
dengan materi yang
banyak sehingga mempengaruhi psikologisnya. Oleh karena itu,
dibuatkan
kurikulum
yang simple mengingat
untuk tingkat Sekolah
Dasar yang diutamakan
adalah Calistung yakni
membaca, menulis dan

menghitung,” ujar Kepala Bidang Pendidikan
Dasar Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga
Provinsi Bali, Komang
Gede Merta Dana, S.H.,
M.H.
Wacana Integrasi
Pelajaran Bahasa
Daerah
Bagi Komang Gede
Merta Dana, S.H., M.H.,
masalah pengintegrasian bahasa daerah ini
masih krusial. Bali pun
menolak pengintegrasian bahasa daerah,
dalam hal ini bahasa
Bali ke dalam mata pelajaran lain.

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

“Dalam uji publik
dan sosialisasi pelaksanaan Kurikulum 2013
akhir November lalu
hanya dipaparkan secara umum bahwa bahasa daerah diintegrasikan
ke dalam Seni Budaya
dan Prakarya serta Penjasorkes.
Sedangkan
bagaimana mekanisme
pengintegrasiannya
nanti dalam kegiatan
belajar mengajar, masih
belum jelas,” ungkapnya.
Uji publik akhir November 2012 lalu diadakan di kantor Disdikpora Provinsi Bali, untuk
mensosialisasikan kepada guru, dosen, pakar
maupun pemerhati pendidikan sekaligus memperjelas
mekanisme
pengintegrasian bahasa
daerah dalam kurikulum 2013. “Bukan jawaban yang diberi, tim dari
pusat yang datang saat
itu hanya menampung
aspirasi,” ujarnya.
Hal ini tentunya menyisakan beragam pertanyaan dari berbagai
pihak. Akhirnya guru
bahasa daerah melakukan aksi demonstrasi di
kantor DPRD Bali beberapa waktu lalu. Selasa (15/1) lalu anggota
Komisi IV DPRD Bali
bersama
perwakilan

Disdikpora kembali menyuarakan aspirasi ke
Jakarta dengan membawa rekomendasi sesuai hasil seminar Seminar Evaluasi Rencana
Perubahan Kurikulum
2013 mengenai Penggabungan Bahasa Daerah Ke Dalam Seni Budaya dalam Kurikulum
2013 yang diadakan
oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Sastra
Bali Fakultas Sastra
Universitas Udayana, di
Denpasar, Rabu (9/1)
lalu.
”Kami dari dinas
bersama
rekan-rekan
Guru Bahasa Bali dan
Komisi IV DPRD Bali
sudah berjuang. Tentunya dinas berharap Bahasa Bali tetap menjadi
mata pelajaran tersendiri, mengingat Bahasa
Bali memiliki karakter
tersendiri sehingga tidak mudah untuk diintegrasikan ke dalam
mata pelajaran lain,”
ujar Merta Dana.
Penolakan juga disampaikan Ketua Jurusan Sastra Bali, Fakultas
Sastra
Universitas
Udayana, I Gede Nala
Antara. Pihaknya menolak Bahasa Daerah diintegrasikan ke mata pelajaran Seni Budaya dan
Prakarya. “Jika Bahasa

Daerah diintegrasikan
dalam seni budaya dan
prakarya akan mengurangi daya hidup bahasa
daerah itu,” ujarnya.
Alasan
penolakan
Nala Antara itu juga
dilandasi oleh adanya
kontradiksi antara tujuan dan realita kurikulum 2013 karena muatan lokal merupakan
salah satu mata pelajaran yang membentuk karakter generasi.
“Bagaimana bisa menjunjung nilai-nilai luhur
bangsa apabila bahasa
daerah diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran
seni budaya dan prakarya?,” ungkapnya.
Berbeda
dengan
Nala Antara, Wirawan
yang merupakan seniman Gases Bali sekaligus Dosen Seni di IKIP
PGRI Denpasar menyatakan bahwa secara
pribadi dirinya setuju
dengan wacana pengintegrasian Bahasa Daerah
dalam kurikulum 2013.
“Menurut saya, itu sami
mawon (sama saja).
Bahasa Bali merupakan
pelestarian budaya yang
berbasis dengan tradisi.
Kalau bahasa Bali dialihkan ke dalam Seni Budaya dan Prakarya, seni
budaya juga berbasis
lokal genius ada Bahasa

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

19

RESENSI BUKU

(gus/aka)
Bali dan keseniannya
juga di dalamnya. Toh
juga diajarkan tatanan
dan susunan bagaimana
tradisi budaya kita yang
ada di Bali. Jadinya kan
sama saja, hanya bahasa
pengungkapannya yang
berbeda,” komentarnya
ketika ditemui di Sanggar Gases Bali, Sesetan,
Denpasar.
Nasib Guru Bahasa
Daerah
Di dalam Kurikulum
2013, terdapat satu poin
yang meniadakan mata
pelajaran muatan lokal
(mulok). Hal ini tentunya akan berpengaruh
kepada seluruh guru
pengajar bahasa daerah
di Indonesia. Nala An-

20

tara pun menyebutkan
mengapa dirinya menolak integrasi pelajaran itu. “Bukan Guru
Bahasa Bali saja yang
terancam, Guru Bahasa
Padang, Sunda, Jawa,
dan pengajar bahasa
daerah lainnya di Indonesia juga terancam kehilangan pekerjaannya,”
katanya.
Masalah ini juga disayangkan oleh sejumlah
mahasiswa. Ni Putu Ayu
Yuni Swari, mahasiswi
jurusan Sastra Bali,
Fakultas Sastra Unud
misalnya. Dirinya menilai bahasa merupakan
salah satu unsur kebudayaan dan menurutnya
wacana kurikulum 2013
justru akan menghambat berkembangnya ba-

hasa dan sastra daerah,
khususnya Sastra Bali.
Tidak hanya mahasiswa Udayana, penolakan juga disuarakan
oleh mahasiswi Pendidikan Bahasa Bali
Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja.
“Kurikulum 2013 tidak
efektif karena dengan
adanya penggabungan
dengan seni budaya
dan sangat tidak masuk
akal. Apalagi di Bali,
tentunya harus menjaga
kelestarian bahasa bali
itu sendiri. Di sisi lain,
jam pengajaran guru
yang bersangkutan akan
berkurang
sehingga
berdampak pada sertiikasi guru,” ungkap Anak
Agung Raka Adi Suryawati.
Nala Antara mengungkapkan posisi bahasa daerah pun dinilainya akan bersaing
dan berebut porsi jam
dengan mata pelajaran
lain. “Bahasa daerah
tetap perlu berdiri sendiri. Kita harus berpihak
untuk mengembangkan
bahasa daerah supaya
eksistensinya tetap ada,
sejalan juga dengan
penguasaan pada bahasa Indonesia dan bahasa
internasional,” tegasnya
sembari
tersenyum.
(Sasmita & Dea)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

BOKIS
Perselingkuhan Wartawan dengan
Narasumber
Judul
Penulis
Penerbit
Tebal

B

:
:
:
:

Bokis (Kisah Gelap Dunia Seleb)
Maman Suherman
Kepustakaan Populer Gramedia
124 halaman

okis bagi seorang
Maman Suherman adalah untuk
mengekspresikan
sikapnya terhadap sisi
gelap media yang selama ini dia geluti. Dia
merangkum
semua
pengalamannya sebagai
jurnalis selama delapan
tahun dalam 7 bab dan
33 kisah.
Mencari
kebenaran dan menyajikannya
sesuai kebutuhan publik merupakan esensi
dari prinsip pencerahan
dan penggunaan. Namun, Maman merasa
media Indonesia justru
memanjakan beberapa
tokoh guna pencitraan
diri dan popularitas.
Ulasannya dapat dibaca
dalam beberapa judul
kisah di buku ini, seperti
“Video Aborsi”, “Pesohor dan Bencana” dan
“Berita Ustadz”.
Sebagai
seorang
pencari kebenaran, ter-

masuk wartawan gosip pun harus selalu
menyampaikan fakta,
bukanlah opini. Namun,
ketika dihadapkan oleh
seorang selebriti yang
sangat membutuhkan
pencitraan, menuliskan
berita yang tidak nyata
sangatlah sulit. Pada
kisah “Akal-Akalan vs
Bokis-Bokisan” kita bisa
menyimak bagaimana
seorang pesohor memutarbalikkan fakta dan
trik licik sang jurnalis mengakalinya. Trik
licik yang sekaligus juga
mempermalukan wajah
jurnalisme Indonesia.
Seiring
gelapnya
wajah jurnalisme Indonesia kini, Kode Etik
Jurnalistik diharapkan
mampu mengatasi degradasi terhadap integritas para jurnalis dan
menegakkan
kembali
profesi jurnalis. Beberapa kisah seperti “Duit
Sekoper”, “Dirayu Nar-

sum”, “Tantangan Satu
Milyar”, dan “Berita
Buatan” adalah kritik
Maman terhadap hal
tersebut.
Sayangnya, judul kecil, “Kisah Gelap Dunia
Seleb” kurang mewakili
isi buku. Dalam buku ini
porsi terhadap dunia selebritas hanyalah sekedar prolog. Mayoritas
pembahasan ditujukan
kepada dunia jurnalistik
dan penyelewengannya.
Meski
dianggap
telah mempermalukan
profesinya sendiri oleh
beberapa kawan jurnalisnya, Maman menganggap Bokis sebagai
sebuah otokritik. Buku
ini cocok untuk generasi muda yang perlu
menyadari
seberapa
pentingnya kecerdasan
untuk menyaring informasi dari media.(Utt)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

21

JEJAK

Penglipuran, Desa yang Menjaga Pesan Leluhur
Penglipuran, sebuah desa yang terkenal dengan keunikan tatanan bangunan yang
seragam dalam suasana pedesaan Bali yang masih kental. Namun tidak hanya itu,
Penglipuran ternyata juga menyimpan beberapa warisan tradisi yang unik.

D

esa yang berada
di
Kecamatan
Bangli,
Kabupaten Bangli Provinsi
Bali ini, berjarak sekitar
45 kilometer dari Kota
Denpasar.
Lokasinya
berdekatan dengan destinasi wisata yang ada di
Bangli lainnya seperti,
Istana Negara di Tampak Siring atau Desa
Trunyan yang terkenal
akan kelestarian tradisinya. Hal inilah yang
mendorong saya untuk
menelusuri Desa Penglipuran bersama temanteman.
Cuaca pagi di Denpasar terasa sejuk. Dibarengi dengan sedikit
gerimis hujan, tak menyurutkan niat menuju
Desa Penglipuran. Pemandangan indah pun
menyapa selama perjalanan yang cukup melelahkan ini. Melewati
desa-desa yang masih
asri untuk menuju desa
di Kabupaten Bangli ini.
Dengan menghabiskan waktu selama
2 jam di perjalanan,
akhirnya kami sampai

22

di Desa Penglipuran. Di
pintu masuk, kami harus membayar tiket sebesar
Rp.5.000/orang.
Memasuki wilayah Desa
Penglipuran kami langsung disuguhkan dengan pemandangan khas
pedesaan yang asri.
Bangunan terlihat seragam dengan tata letak
yang sangat rapi memberi kesan menawan.
Suasana pedesaannya
juga sangat tenang dan
nyaman.
Keseragaman antara
rumah warga satu dengan yang lainya terlihat
paling menonjol pada
bagian pintu masuknya
atau sering disebut angkul-angkul. Angkul- angkul tersebut rata-rata
mencapai
ketinggian
sekitar 2,5 meter. Hampir semua bangunan
rumah warga memakai
bahan dasar dari bambu untuk pembuatan
rumah. Konsep bangunannya pun memakai
konsep bangunan Bali
Aga. Ciri khas bangunan
di Desa Penglipuran ini
serasa membawa kita

kembali ke masa lalu,
masa di zaman Bali kuno.
Keseragaman ini bukanlah sebuah kebetulan.
Melainkan sudah menjadi kesepakatan warga.
Bahkan sudah tertera
sebagai peraturan atau
awig – awig desa. Tradisi
keseragaman ini menjadi simbol kebersamaan
yang sudah ditekankan
sejak lama oleh leluhur
mereka. Hal ini terlihat
dari peraturan yang menyatakan bahwa jika ada
yang melanggar maka
warga tersebut akan
mendapatkan sanksi, yaitu berupa dikucilkan oleh
warga lainnya.
Di Desa ini juga diterapkan peraturan yang
tidak bisa diganggu gugat. Di desa ini, pria dilarang melakukan pernikahan poligami. Dimana
seorang pria beristri lebih
dari satu. Jika peraturan
itu berani dilanggar maka
dia harus meninggalkan
istri pertamanya dan siap
disepekang (dikucilkan)
oleh warga setempat.
Bagi pria yang melakukan pernikahan poligami

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

Jalan Utama sebagai penghubung antar rumah-rumah yang seragam sepanjang Desa
Penglipuran, Bangli

akan dibuatkan rumah
khusus sebagai tempat
pengasingan.
Tempat
khusus tersebut dikenal
dengan istilah Karang
Memadu. Karang Memadu ini berwujud sebuah
area yang dibangun dengan sejumlah gubuk.
Di gubuk-gubuk itulah
mereka tinggal sebagai
tanda pengasingan. Karang Memadu pun ditempatkan di sebelah
selatan desa. Warga
setempat menganggap
area ini sebagai kawasan
kotor, atau biasa disebut
leteh dalam istilah Bahasa Bali.
Sejauh ini belum ada
warga yang berani melanggar ketentuan ini.
Gubuk-gubuk yang ada
di Karang Memadu pun
sepi tak berpenghuni.

Hal ini menunjukan
bahwa warga sangat
menghargai leluhurnya
dengan tidak melanggar
awig- awig yang sudah
dibuat.
Warga Desa Penglipuran juga menganut
suatu sistem organisasi
kemasyarakatan yang
disebut ulu apat yaitu
adanya jenjang tingkatan sosial dimulai dari
angka 1 sampai 76. Jero
Kubayan adalah sebutan untuk orang pada
urutan 1. Jabatannya di
masyarakat
dianggap
paling tinggi dan sangat berpengaruh pada
warga desa. Bendesa
sendiri saat ini berada
pada urutan ke 27.
Keunikan lain yang
ada di desa ini juga ada
pada upacara kematian,

yaitu saat penguburan
jenazah salah seorang
warga. Pada saat akan
diselenggarakan
upacara penguburan, warga
desa akan menyembelih
satu ekor sapi. Selain itu
keunikan lainnya adalah
mayat pria akan dikuburkan dengan posisi
tengkurap
sedangkan
wanita ditengadahkan.
Perjalanan
kami
pun ditutup dengan perasaan kagum dan bangga akan kearifan lokal
yang masih tetap dijaga
di Desa Penglipuran.
Sebuah desa yang menyajikan warisan dari
masa lalu yang tetap
ada hingga kini. Menandingi pergeseran zaman
yang terbawa arus modernisasi. (Surya Dharma)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

23

FEATURES

Tak Ada Sandungan yang Tak Dapat Ku Lewati

Purnawan (berdiri menggunakan tongkat gerak) saat bersama anak-anak Yayasan Peduli
Anak Cacat (YPAC) Jimbaran, Bali

“Saya hanya ingin mereka menerima keadaan saya seperi layaknya orang lain. Saya
idak suka keika mereka hanya menilai dari keadaan isik karena tak ada manusia
yang sempurna,” kata Purnawan (18)

T

ongkat gerak bagi
Purnawan
(18)
adalah kaki-kaki
yang
membantunya
berjalan dan melakukan segala macam aktivitas. Purnawan tak
bisa berjalan dengan
normal sejak lahir karena adanya gangguan
pada otot gerak yang

24

mengakibatkan struktur dan ukuran kakinya
berbeda dari ukuran
normal. “Saya sering
dibuat merasa sendirian
di desa. Orang-orang
sekitar mencemooh keadaan diri saya,” ujar
Purnawan.
Purnawan
merupakan salah satu murid

yang dulu bersekolah di
(YPAC) Yayasan Peduli
Anak Cacat yang membantu anak-anak dengan kebutuhan khusus
di Bali. Namun, hingga
saat ini Purnawan masih tinggal dan menetap
di YPAC bersama anakanak yang mederita keterbatasan secara isik.

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

Sempat merasa putus
asa, Purnawan menolak
untuk keluar dari rumah
apalagi untuk bersekolah.
Cemoohan orang-orang
disekitarnya membuatnya menutup diri dari dunia luar. Keluarga tidak
hanya tinggal diam, mereka selalu menawarkan
pilihan untuk bersekolah,
namun Purnawan menolak karena baginya tidak
ada yang mampu dirubah
dari dirinya.
Sampai
akhirnya
Purnawan berpikir jika
berdiam diri maka tidak
akan memberi perubahan pada dirinya bahkan
hanya akan memperburuk keadaan. Purnawan
pun memutuskan untuk
bersekolah sesuai dengan
saran keluarganya. Saat
itu, semangat Purnawan
mulai bangkit. “Ibu saya
meninggal waktu melahirkan saya, jika saya
menyesali hidup saya
sendiri, betapa berdosanya saya sebagai anak,
dan ibu saya disana pasti
akan sedih,” papar Purnawan.
Dengan keterbatasannya, Purnawan pun disekolahkan di sekolah
untuk anak berkebutuhan khusus atau yang
kerap disebut Sekolah
Luar Biasa (SLB).
Mulai bersekolah dari

jenjang sekolah dasar di
YPAC, Purnawan bertemu dengan banyak
anak-anak lain yang
juga memiliki kebutuhan khusus seperti
dirinya.
Purnawan
mulai membuka diri lagi.
Lambat laun, Purnawan
mampu menerima keadaan dirinya. Ia belajar
menumbuhkan percaya
dirinya yang lama pudar. Ia mulai tak acuh
pada cemoohan orang
terhadap dirinya. Purnawan merasa sangat
beruntung sebagai anak
dengan
keterbatasan
pada tubuhnya, ia masih
mampu menimba ilmu
seperti anak normal
lainnya.
“Bersekolah di YPAC
dan bertemu dengan
teman-teman
dengan
nasib yang sama dengan saya membuat saya
merasa tidak sendirian
dan menjadi motivasi
bagi saya untuk menjadi
lebih baik, apalagi saya
sadar diluar sana masih
banyak orang cacat seperti saya yang tidak bisa
bersekolah” papar Purnawan dengan senyum
puas.
Purnawan
dengan
ketekunannya melanjutkan ke sekolah menengah atas (SMA), terjun

dan bergabung dengan
anak normal. Meski
banyak yang mengejeknya di awal bersekolah, ia tetap percaya
dengan dirinya. Itu dibuktikan dengan berhasilnya ia mengikuti
olimpiade matematika
untuk anak berkebutuhan khusus tingkat nasional meskipun belum
sempat meraih juara.
“Tapi saya tetap
bangga, karena anak
normal lain belum tentu
bisa mencapai prestasi
sejauh ini. Itu juga artinya saya harus belajar
lebih giat lagi,” jelas
Purnawan.
Purnawan, satu dari
sekian banyak anak dengan kebutuhan khusus
yang beruntung mampu
bersekolah ketika di luar
sana masih terdapat
banyak anak cacat yang
terlantar. Ia merasa sangat berterima kasih dengan perhatian pemerintah melalui YPAC,
ia dapat hidup dengan
keterbatasan tanpa rasa
sedih atau putus asa,
justru bangga dengan
dirinya. Di YPAC ia bisa
menemukan arti persahabatan, rasa kekeluargaan yang tak bisa ia
dapatkan di tempat lain.
(rst)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

25

Event
Salah satu penampilan band
pengisi acara puncak dalam
kegiatan Elektro Festival
2013

(Sambungan Hal. 13)

Elfest, Tampilkan 4 Aspek Teknologi

H

impunan
Mahasiswa Elektro
(HME) Universitas Udayana menggelar
“Elektro Festival” (ElFest) 8 dan 9 Februari
2013 lalu. Elfest digelar
sebagai rangkaian acara
perayaan hari ulang tahun jurusan teknik elektro yang ke-28.
Dengan mengusung
tema “ The Technical
Color of Electro”, acara ini ditujukan untuk
memperkenalkan jurusan teknik elektro kepada
masyarakat.
Menurut ketua Elfest Bayu Andika Virgunzena, unsur utama yang
ditampilkan dalam Elfest
adalah teknologi. “ Terdapat 4 aspek teknologi
yang ditampilkan melalui
ElFest. Yaitu sportivitas,
edukasi, entertainment
dan charity. Keempat
aspek itu diwujudkan
melalui adanya kegiatankegiatan yang berkaitan
dengan bidang teknolo-

26

gi,” ujarnya.
Serangkaian kegiatan
pun diadakan sebagai
bentuk realisasi 4 aspek
teknologi tersebut. Di
hari pertama (8/2/2013)
diadakan seminar nasional android dan bakti
sosial ke Panti Asuhan
Dana Punia di Singaraja.
Sedangkan di hari kedua
(9/2/2013)
dimeriahkan dengan inal lomba
DOTA, PES, pengumuman pemenang lomba
artikel ilmiah dan desain
poster tingkat pelajar
SMA. Dan sebagai acara
puncak di hari yang sama
digelar perayaan puncak
hari ulang tahun jurusan
elektro berupa penampilan band-band, pemotongan tumpeng, lomba
keakraban dan temu
alumni.
“Elfest
merupakan
acara perdana yang kami
lakukan. Dimana target
pesertanya adalah masyarakat umum. Antusis
peserta yang turut me-

meriahkan acara ini bisa
dikatakan lumayan. Walaupun belum sepenuhnya sesuai target,” ungkap Bayu Andika
Bagi seorang peserta
lomba Dota, Edo mengungkapkan
dirinya
mengikuti lomba ini
karena
hobi.
“Saya
emang hobi main Dota
dari SMP. Terus kebetulan ada kegiatan ini. Jadi
saya ikut lombanya dan
hadiahnya pun menarik,”
komentar
mahasiswa
Teknik Elektro ini.
Bayu pun berharap,
Elfest bisa menjadi acara
tahunan. Tentunya dengan konsep yang berbeda dan semakin lebih
baik. “Selain itu semoga
ke depannya kegiatan
serupa Elfest bisa diikuti seluruh civitas Elektro Unud sebagai bentuk perayaan hari ulang
tahun jurusan elektro
dengan suasana penuh
kekeluargaan,”harapnya.
(Ry)

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

ingkatan dalam berbagai
bidang untuk mencapai
kriteria WCU. “Perencanaan yang dilakukan
masih belum bisa dikatakan telah teralisasi
sepenuhnya,
namun
sebagian yang menjadi
target utama sudah terealisasi, di mana jumlah
sumber daya manusia
yang ada sudah cukup
bagus. Pengajar yang
bertitel doktor sudah
mencapai 20%, meskipun semestinya 30%,”
akunya ketika ditemui
di ruang rektor.
Prof. Bakta juga menyatakan peningkatan
kualitas akademik juga
belum tercapai 100%.
Hal ini tercermin dari
akreditasi fakultas yang
baru 25% diantaranya
menyandang nilai A. Sisanya adalah akreditasi
B dan C, dimana masih
ada 2 fakultas yang ter-

akreditasi C.
Impian
Udayana
menuju WCU tentunya
bukan hal yang mudah
dilakukan. Terlebih melihat keadaan sarana dan
prasarana kampus yang
terus dikeluhkan mahasiswa. “Fasilitas kampus
yang ada kurang memadai. Mahasiswa kelautan
dan perikanan jumlahnya 56 orang tapi ukuran
kelasnya kecil. Ruangan
laboratorium dan alat
–alat laboratoriumnya
juga masih kurang,” aku
Desi Kusuma Dewi, mahasiswi Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Dekan Fakultas Hukum Unud, Prof. Dr. I
Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H., juga
mengungkapkan
hal
yang serupa. “Jika Unud
ingin go internasional,
sarana prasarana harus dibenahi. Aula, Ge-

dung Widya Sabha milik
Unud masih sangat kecil
dibandingkan dengan
aula universitas lain.
Namun dalam bidang
IT sudah lumayan. Artinya tampilan kita harus
meyakinkan, dalam artian kampus harus bagus, sarana prasarana
lengkap,”harapnya.
Pencapaian
yang
hingga kini diperoleh
Udayana mengundang
sebuah ironi. Hingga
dipenghujung pemerintahannya, Prof. Bakta
masih saja panen kritik.
Sewindu ternyata merupakan sebuah waktu
yang memiliki batas
untuk membuat perubahan. Lantas, sudah berapa persenkah Prof. Bakta membawa perubahan
menuju Udayana yang
lebih baik ? (Desi, Tami)

Untuk Info Lebih lanjut Seputar
Kampus UDAYANA
Ayo Kunjungi :

www.persakademika.com

Buletin Akademika Edisi I Tahun 2013| @persakademika| www.persakademika.com

27

Diterbitkan oleh : Pers Mahasiswa “Akademika” Universitas Udayana. Izin terbit SK Rektor Unud 499/
SK/PT/07/OM/LA/83. Alamat Sekretariat : Gedung Student Centre Lantai 2, Jalan Dr. R. Goris, Denpasar-Bali. Email : pers_akademika@yahoo.com
Pelindung : Rektor Universitas Udayana
Penasihat : Pembantu Rektor III Universitas Udayana
Ketua Unit/Pemimpin Umum : Asykur Anam
Sekretaris Umum : I. A Suryantini Putri
Asisten Sekretaris Umum : Luh Yuni Surya Antari
Bendahara Umum : Eka Ariwijayanthi
As