Pengaruh pemberian arang dan molase terhadap kemantapan agregat pada udipsaments Colomadu Kabupaten Karanganyar

KEMANTAPAN AGREGAT PADA UDIPSAMENTS COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan / Program Studi Ilmu Tanah

Disusun oleh : UMI RAHAYU H0207069 JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

ii

commit to user

iii

Syukur alhamdulilah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir Sumarno, MS, selaku pembimbing utama atas segala bimbingan dan ilmu

yang ditularkan kepada penyusun selama penyusunan skripsi ini.

3. Dwi Priyo Ariyanto, SP., M.Sc, selaku pembimbing pendamping atas segala

bimbingannya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si, selaku dosen penguji terimakasih atas saran, masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. S. Minardi, MP, selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan dan nasehat selama masa perkuliahan.

6. Ibunda tercinta Sri Klumpuk dan Ayahanda Marsi Martowiyono, yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga, doa, nasehat, perhatian, dan dukungan baik moral maupun material.

7. Kakak-kakakku Sahono, S. Kep dan Bangkit Susilo, Amd. Pert, atas kasih sayang, doa dan semangat yang selalu kalian berikan kepadaku, serta Hernawan Agung S yang tak pernah bosan memberiku semangat, perhatian dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Pungki beserta keluarga yang meminjamkan sarana dan prasarana selama penyusunan skripsi ini.

9. Teman-temanku satu tim penelitian (Anita, Heni, Vina), atas kerjasama, dukungan, dan semangat selama penelitian hingga terselesainya skripsi ini.

10. Teman- teman IMOET 2007 dan kakak tingkat 2006 terimakasih atas kasih sayang dan perhatian.

commit to user

iv

yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan analisis laboratorium guna mendukung penelitian.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar dapat lebih baik. Semoga skripsi bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

commit to user

vi

A. Karakteristik Tanah Entisol Sebelum Perlakuan ............................ 19

B. Karakteristik Limbah Cair Molase dan Arang Kayu ...................... 20

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Parameter Tanah .............................. 23

1. Kemantapan Agregat ................................................................. 23

2. Bahan Organik .......................................................................... 26

3. Kadar Lengas Kering Angin ..................................................... 28

4. Bobot Volume Tanah ................................................................ 31

5. pH H 2 O ......................................................................................

33

6. Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) ......................................... 37

7. Hubungan semua Parameter Yang Diamati terhadap Kemantapan Agregat .................................................................

40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 41

1. Kesimpulan ..................................................................................... 41

2. Saran ................................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

42

LAMPIRAN

commit to user

vii

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Molase..................................................................... 6 Tabel 2.2. Komposisi Arang...................................................................... 8 Tabel 4.1. Hasil Analisis Tanah Sebelum Perlakuan................................. 19 Tabel 4.2. Hasil Analisis Limbah Cair Molase.......................................... 21 Tabel 4.3. Hasil Analisis Arang Kayu....................................................... 22

commit to user

viii

Halaman

Gambar 4.1. Pengaruh Pemberian Arang terhadap Kemantapan Agregat .. 23 Gambar 4.2. Pengaruh Pemberian Molase terhadap Kemantapan

Agregat ...................................................................................

23 Gambar 4.3. Pengaruh Kombinasi Arang dan Molas terhadap Kemantapan Agregat ................................................................

24

Gambar 4.4. Pengaruh Kombinasi Arang dan Molas terhadap BO ........... 27 Gambar 4.5. Pengaruh Pemberian Arang terhadap Kadar Lengas .............. 29 Gambar 4.6. Pengaruh Pemberian Molase terhadap Kadar Lengas ............

29 Gambar 4.7. Pengaruh Kombinasi Arang dan Molas terhadap Kadar Lengas.......................................................................... 29

Gambar 4.8. Pengaruh Pemberian Arang terhadap Bobot Volume ............ 31 Gambar 4.9. Pengaruh Pemberian Molase terhadap Bobot Volume ..........

31 Gambar 4.10. Pengaruh Kombinasi Arang dan Molas terhadap Bobot Volume ........................................................................

32 Gambar 4.11. Pengaruh Pemberian Arang terhadap pH H 2 O ..................... 34 Gambar 4.12. Pengaruh Pemberian Molase terhadap pH H 2 O ...................

34 Gambar 4.13. Pengaruh Kombinasi Arang dan Molas terhadap pH H 2 O ...

35

Gambar 4.14. Pengaruh Pemberian Arang terhadap KPK .......................... 37 Gambar 4.15. Pengaruh Pemberian Molase terhadap KPK ........................

38

Gambar 4.16. Pengaruh Kombinasi Arang dan Molas terhadap KPK ........

38

commit to user

ix

PENGARUH PEMBERIAN ARANG DAN MOLASE TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT PADA UDIPSAMENTS COLOMADU

KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi: Umi Rahayu (H02070469). Penelitian ini dibawah bimbingan: Sumarno; Dwi Priyo Ariyanto; Jaka Suyana. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemantapan agregat pada Tanah Entisol Colomadu Kabupaten Karanganyar sebagai akibat dari pemberian arang kayu dan limbah cair molase.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2011 sampai Februari 2012. Percobaan dalam penelitian ini dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor, yang diperoleh 16 kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Faktor I adalah pemberian arang tiap polibag yaitu: A0 (0 kg/ha), A1(500 kg/ha), A2 (1.000 kg/ ha), A3 (1.500 kg/ ha ). Faktor kedua adalah pemberian molase tiap polibag yaitu: M0 (0 ℓ/ha), M1 (dosis molase 1000 ℓ/ha), M2 (dosis molase 2000 ℓ/ha), M3 (dosis molase 3.000 ℓ/ha). Variabel yang diamati adalah kemantapan agregat, bahan organik, kadar lengas kering angin, bobot volume, pH, KPK. Data dianalisis dengan Uji F, DMRT pada taraf kepercayaan 95% untuk membandingkan rerata antara perlakuan bila ada perbedaan nyata, dan stepwise regression untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh.

Hasil penelitian menunjukkan, pengaruh pemberian arang belum meningkatkan kemantapan agregat. Pemberian molase belum dapat meningkatkan kemantaan agregat. Kombinasi arang dan molase belum dapat meningkatkan kemantapan agregat. Nilai kemantapan agregat tertinggi terdapat pada pemberian arang 3 g/polibag sebesar 25,07 dan pemberian molase 9 m ℓ/polibag sebesar 24,43 serta pada kombinasi arang 1,5 g/polibag dan molase 9 m ℓ/polibag sebesar

26,07. Nilai kemantapan agregat terendah terdapat pada pemberian arang 4,5 g/polibag sebesar 23,59 dan pemberian molase 0 m ℓ/polibag sebesar 20,28 serta pada kombinasi arang 0 g/polibag dan molase 0 m ℓ/polibag) sebesar 23,26.

commit to user

TREATMENT EFFECT OF CHORCOAL AND MOLASSE TO SOIL AGGREGATE

KARANGANYAR. Thesis: Umi Rahayu (H0207069). This research was guided by: Sumarno; Dwi Priyo Ariyanto, Jaka Suyana. Soil Science Department of Agriculture Faculty, Sebelas Maret University Surakarta. This research aims to determine the stability of soil aggregates in Entisols Colomadu Karanganyar district as a result of charcoal and molasse. The research was conducted from September 2011 until February 2012. Experiments in this research used Completely Rendomized Design (CRD) by two factors obtained 16 combined treatment was repeated three times. The first factor was the dosage of charcoal for each polybag is: A0 (0 kg/ha), A1(500 kg/ha), A2 (1,000 kg/ha ), A3 (1,500 kg/ha). The second factor was the dosage of molasse for each polybag is: M0 (0 ℓ/ha), M1 (molasse dose 1,000 ℓ/ha), M2 (molasse dose 2,000 ℓ/ha), M3 (molasse dose 3,000 ℓ/ha). Observed variables were the aggregate stability, organic matter, moisture content, the weight of the volume, pH, cation excange capacity. Data analysis by F test, DMRT at 95% level of confidence to compare the mean difference between treatments when there are real and stepwise regression to determine which treatments are most influential.

The results showed that influence giving charcoal not yet increase stability aggregate. Influence giving molasse not yet increase stability aggregate. Combination charcoal with molasse not yet increase stability aggregate. The highest value of stability aggregate in giving charcoal 3 g/polybag at 25.07 and giving molasse 9 m ℓ/polybag at 24.43, in combination charcoal with molasse 1.5 g/polybag and molasse 9 m ℓ/polybag at 26.07. The lowest value of stability aggregate in giving charcoal 4.5 g/polybag at 23.59 and giving molasse 0 m ℓ/polybag at 20.38, in combination charcoal with molasse 0 g/polybag and molasse 0 m ℓ/polybag at 23.26.

Umi Rahayu 1)

Ir. Sumarno, MS dan Dwi Priyo Ariyanto, SP., M.Sc 2)

Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRAK

Entisols merupakan tanah muda yang belum berkembang dan kemantapan agregat tanah juga belum terbentuk optimal, sehingga perlu di lakukan upaya untuk meningkatkan nilai kemantapan agregat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemantapan agregat pada Tanah Entisol Colomadu Kabupaten Karanganyar sebagai akibat dari pemberian arang kayu dan limbah cair molase. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen di rumah kaca menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor I pemberian arang tiap polibag dan faktor II pemberian molase tiap polibag. Analisis data menggunakan uji F atau Kruskal-Wallis, uji DMR atau Mood Median, serta uji Korelasi dan Stepwise. Hasil penelitian menunjukkan, pengaruh pemberian arang belum meningkatkan kemantapan agregat. Pembeian molase belum dapat meningkatkan kemantaan agregat. Kombinasi arang dan molase belum dapat meningkatkan kemantapan agregat. Nilai kemantapan agregat tertinggi terdapat pada pemberian arang 1,5 g/polibag sebesar 25,07 dan pemberian molase 9 m ℓ/polibag sebesar

24,43 serta pada kombinasi arang dan molase (A1M3) sebesar 26,07. Nilai kemantapan agregat terendah terdapat pada pemberian arang 4,5 g/polibag sebesar 23,59 dan pemberian molase 0 m ℓ/polibag sebesar 20,28 serta pada kombinasi arang 0 g/polybag

dan molase 0 m ℓ/polibag sebesar 23,26.

Kata kunci : arang, molase, kemantapan agregat, Entisols.

Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah, Universitas Sebelas Maret Surakarta, H0207069.

Pembimbing Program Studi Ilmu Tanah, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ir. Sumarno, MS dan Dwi Priyo Ariyanto, SP., M.Sc 2)

Study Program of Soil Science, Faculty of Agriculture

University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRACT

Entisols is soil not yet amend and stability soil aggregate, also before optimum, until need efforts for increase value of stability aggregate. This research have a purpose for know about stability aggregate in Entisols Colomadu, Karanganyar Regency as result from giving charcoal and molasses. This research is experimental study using Randomized Design Completely (RDC) with two factor in the screen house, that is first factor is giving charcoal every polybag and the second factor is giving molasse every polybag. Analysis of data used the F test or Kruskal-Wallis and to compare between the mean treatment using Duncan multiple range test, correlation test and Stepwise Regression test. Result of the research showed that application of charcoal range have not abled to enhance the aggregate stability. Application of molasse range have not abled to enhance the aggregate stability. Combination charcoal and molasse range have not abled to enhance the aggregate stability. The results showed that influence giving charcoal not

yet increase stability aggregate. Influence giving molasse not yet increase stability aggregate Combination charcoal with molasses not yet increase stability aggregate. The highest value of stability aggregate in giving charcoal 3 g/polybag at 25.07 and giving molasse 9 m ℓ/polybag at 24.43, in combination charcoal with molasse 1.5 g/polybag and molasse 9 m

ℓ/polybag at 26.07. The lowest value of stability aggregate in giving charcoal

4.5 g/polybag at 23.59 and giving molasse 0 ℓ/polybag at 20.38, in combination charcoal

with molasse 0 g/polybag and molasse 0 ℓ/polybag at 23.26.

Keywords : charcoal, molasses, stability aggregate, Entisols.

1) Student of Study Program Soil Science, Sebelas Maret University, Surakarta, H0207069.

2)

Advisors of Study Program Soil Science, Sebelas Maret University, Surakarta.

commit to user

A. Latar Belakang

Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.

Kemantapan agregat adalah ketahanan agregat tanah melawan pendispersian oleh benturan tetesan air hujan atau penggenangan air dan kekuatan sementasi atau pengikatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi stabilitas agregat yang terbentuk tergantung pada keutuhan tanah permukaan agregat pada saat rehidrasi dan kekuatan ikatan antar koloid-partikel di dalam agregat pada saat basah (Anonim, 2009a).

Untuk mempercepat terbentuknya kemantapan agregat salah satunya harus adanya bahan perekat, bahan organik merupakan bahan perekat alami yang dapat mempercepat proses terbentuknya kemantapan agregat. Arang dan molase adalah contoh bahan organik yang dapat diaplikasikan untuk mempercepat terbentuknya agregat tanah. Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan dengan cara memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lainnya. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan menyerupai batu bara terdiri dari 85% sampai 95% karbon, 15% sampai 5% abu.

commit to user

digunakan dalam metalurgi sebagai reducing agent, walaupun sekarang sudah ditinggalkan. Sebagian orang menggunakan arang sebagai media gambar. Tetapi sebagian besar produk digunakan sebagai bahan bakar. Hasil pembakarannya lebih bersih dari pada kayu biasa. Sebelum Revolusi Industri arang digunakan sebagai bahan bakar industri metalurgi. Arang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Arang dibakar di dalam generator gas kayu untuk menggerakkan mobil dan bus. Di Prancis pada saat Perang Dunia II, produksi arang untuk kendaraan bermotor meningkat dari 50.000 ton sebelum perang menjadi 500.000 ton pada tahun 1943 (Anonim, 2009b).

Selain menggunakan arang penelitian ini juga menggunakan molase. Molase adalah bahan sisa dari industri gula yang banyak dijumpai disamping hasil utamanya. Dari berbagai bahan sisa yang dihasilkan industri gula, molase merupakan bahan dasar yang berharga sekali untuk pertanian. Molase adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat dikristalkan karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sangat sulit untuk dikristalkan. Molase merupakan produk limbah dari industri gula di mana produk ini masih banyak mengandung gula dan asam- asam organik, sehingga merupakan bahan yang sangat baik untuk mempercepat kemantapan agregat. Kandungan gula dari molase terutama sukrosa berkisar 40-55% (Anonim, 2008).

Molase merupakan co-product yang dihasilkan pabrik gula dan produksinya sekitar 5% dari total jumlah tebu yang digiling. Molase seperti yang telah dijelaskan di awal, yakni merupakan sisa proses pengkristalan gula pasir. Sumber molase itu sendiri didapatkan dari 2 macam. Pertama dari tebu dan kedua dari bit. Berdasarkan kedua sumber tersebut akan didapatkan molase yang berbeda sifat dan pengolahannya.

Pada penelitian ini menggunakan tanah Entisol karena tanah Entisol merupakan tanah muda yang belum berkembang, sehingga kemantapan agregat tanah juga belum optimal. Entisol mempunyai sifat fisik diantaranya:

commit to user

lepas. Nilai reaksi tanah sangat beragam mulai dari pH 2,5-8,5; kejenuhan basa sedang hingga tinggi dengan kapasitas pertukaran kation (KPK) sangat beragam karena sangat tergantung pada jenis mineral klei yang mendominasinya, permeabilitasnya lambat dan peka terhadap erosi (Munir, 1996).

Tanah Entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya dengan jalan pemupukan. Sistem pertanian konvensional selama ini menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang makin tinggi takarannya. Peningkatan takaran ini menyebabkan terakumulasinya hara yang berasal dari pupuk/pestisida di perairan maupun air tanah, sehingga mengakibatkan

terjadinya

pencemaran

lingkungan (Nuryani dan Handayani, 2003). Penelitian ini penting dilakukan mengingat agregat tanah sangat berpengaruh terhadap sifat tanah yang juga mempengaruhi kesuburan tanah. Penambahan arang dan molase pada tanah Entisol diharapkan dapat mempercepat kemantapan agregat tanah.

B. Perumusan Masalah

Molase merupakan limbah tetes tebu yang mengandung bahan organik 29,21%. Arang merupakan salah satu limbah kayu yang mengandung bahan organik 11,6%. Tanah Entisol merupakan tanah muda yang struktur dan kemantapan agregatnya belum terbentuk sempurna. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk percepatan terbentuknya kemantapan agregat dengan pemberian arang kayu dan limbah molase yang mengandung bahan organik. Apakah dengan penambahan arang kayu dan limbah molase dapat mempercepat terbentuknya kemantapan agregat?

commit to user

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemantapan agregat pada tanah Entisol di Colomadu Kabupaten Karanganyar sebagai akibat dari pemberian arang dan limbah cair molase.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh pemberian arang dan limbah molase terhadap kemantapan agregat pada tanah Entisol di Colomadu Kabupaten Karanganyar yang dapat juga dijadikan sebagai bahan pembenah tanah.

E. Hipotesis

1. Ho: Pemberian arang dan limbah molase berpengaruh tidak nyata terhadap kemantapan agregat pada tanah Entisol di Colomadu Kabupaten Karanganyar

2. Hi: Pemberian arang dan limbah molase berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat pada tanah Entisol di Colomadu Kabupaten Karanganyar.

commit to user

A. Tinjuan Pustaka

1. Molase Molase adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat dikristalkan karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu molase kelas 1, kelas 2, dan black strap. Molase kelas 2 diperoleh pada saat pertama kali jus tebu dikristalkan. Saat dikristalkan terdapat sisa jus yang tidak mengkristal dan berwarna bening. Maka sisa dari jus ini langsung diambil sebagai molase kelas 1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut dengan “Dark” diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga disebut juga dengan istilah “Dark”. Dan molase kelas terakhir, Black Strap diperoleh dari sisa kristalisasi terakhir. Warna Black Strap ini memang mendekati hitam (coklat tua) sehingga tidak salah jika diberi nama “Black Strap” sesuai dengan warnanya. Black Strap ternyata

memiliki kandungan zat yang berguna, zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan besi. Black Strap memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena terdiri dari glukosa dan fruktosa (Pramana, 2008).

commit to user

Air

Gravimetri

Senyawa organik Gula: Sakarosa

16 Senyawa Nitrogen

Kjedahl

10 Senyawa anorganik

SiO 2 Titrimetri

P 2 O 5 Titrimetri

Fe 2 O 3 Titrimetri

0,2

Al 2 O 3 Titrimetri

- Residu soda karbonat

(sebagai CO 2 )

1,6

Residu sulfat (sebagai SO 3 )

0,4

Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan wujud bentuk cair. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pond (1995) yang menyatakan bahwa molasses adalah limbah utama industri pemurnian gula. Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di dalamnya. Oleh karena itu, molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1%; serat kasar 0,6%; BETN 83,5%; lemak kasar 0,9%; dan abu 11,9%.

Molasses dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Cane-molasses, merupakan molasses yang memiliki kandungan 25 –40% sukrosa dan 12– 25% gula pereduksi dengan total kadar gula 50 –60% atau lebih. Kadar protein kasar sekitar 3% dan kadar abu sekitar 8 –10%, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Cl, dan garam sulfat; (2) Beet-molasses merupakan

commit to user

(Cheeke, 1999; McDonald 2001). Syamsiyah et al. (2006) menyatakan bahwa safranin dari berbagai industri bumbu masakan (MSG) tidak menggangu kehidupan cacing tanah dan berbeda dengan pemupukan NPK pada pemberian 2.000 ℓ/ha dan 4.000 ℓ/ha safranin pada tanaman padi. Lain halnya dengan molase yang belum banyak diteliti. Molase masih menjadi limbah yang belum begitu banyak dimanfaatkan karena mempunyai karakteristik seperti nilai pH molase yang tergolong masam (kurang dari 5), kandungan BOD dan COD yang tinggi, serta suhu molase yang sangat tinggi ketika baru dihasilkan dari pengolahan. Berdasarkan penelitian, bahwa kandunga BOD dan COD limbah molase sekitar 0,04 kg/ ℓ dan 0,1 kg/ℓ. Sedangkan baku mutu yang ditetapkan adalah 0,000006 kg/ ℓ dan 0,001025 kg/ℓ. Hal ini menunjukkan bahwa nilai BOD dan COD limbah molase sangat tinggi di atas ambang baku mutu (Subramanianetal, 2005)

2. Arang Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85%- 95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luasan permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika arang tersebut diaktifasi dengan aktifator bahan- bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif (Melita dan Tuti, 2003).

commit to user

1 Bahan organik

3 Nisbah C/N

8,00

4 N Total

2,39

5 P Total (P 2 O 5 )

2,34

6 K Total (K 2 O)

2,15

Arang merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar dari pori- porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur. Proses pengarangan akan menentukan dan berpengaruh terhadap kualitas arang yang dihasilkan (Sudradjat dan Soleh, 1994).

Manfaat arang untuk pertanian antara lain: 1) Memperbaiki kondisi tanah (struktur, tekstur dan pH tanah), sehingga memacu pertumbuhan akar tanaman; 2) Meningkatkan perkembangan mikroorganisme tanah (arang sebagai rumah mikroba); 3) Meningkatkan kemampuan tanah menahan air/menjaga kelembaban tanah; 4) Menyerap residu pestisida serta kelebihan pupuk di dalam tanah; 5) Meningkatkan rasa buah dan produksi (Anonim, 2009b).

Menurut Ogawa (1989), keuntungan pemberian arang sebagai pembangun kesuburan tanah, karena arang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar serta memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan semai tanaman. Selain dapat meningkatkan pH tanah, arang juga dapat memudahkan terjadinya pembentukan dan peningkatan jumlah spora dari ekto mupun endomikoriza. Suhardi (1998), mengemukakan bahwa pemberian arang pada tanah selain dapat membangun kesuburan tanah, berfungsi sebagai pengikat. Hal ini erat kaitannya dengan isu

commit to user

dalam penyerapan karbondioksida udara. Hasil penelitian JDFDA (1994), menunjukkan bahwa pemberian arang dan kalsium posfat secara bersamaan pada beberapa jenis tanaman kehutanan dapat meningkatkan populasi mikoriza 4 kali lebih banyak dibanding tanpa pemberian arang. Pada tanaman Pinus, secara nyata meningkatkan pembentukan cabang dan daun. Demikian juga pada tanaman bambu dapat meningkatkan jumlah anakan. Pemberian serbuk arang pada kadar 10% volume media berpengaruh positif terhadap pertumbuhan awal tinggi semai. Takaran arang yang digunakan adalah 10 ton/ha setara berat kering mutlak.

Arang juga dapat memperbaiki struktur, tekstur, aerasi dan drainasi tanah sehingga dapat memacu perkembangan mikroorganisme yang penting dalam tanah. Sehingga peran arang dalam kemantapan agregat adalah berperan secara tidak langsung karena arang dapat memicu perkembangan mikroorganisme yang penting

dalam tanah. Mikroorganisme merupakan salah satu faktor terbentuknya kemantapan agregat. Dosis arang yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 5%, 10% dan 15% dari dosis rekomendasi arang yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme, yaitu 10 ton/ha (Komariah, 2009).

3. Kemantapan Agregat Agregat adalah bentuk penyatuan butiran-butiran mineral tanah akibat gaya fisik, kimiawi maupun biologis sehingga tahan terhadap permasalahan kekeringan, aliran permukaan atau erosi, pemadatan, serta tetap lepas pada kondisi basah maupun kering. Tanah yang beragregat baik memiliki drainase yang baik pula sehingga berperan penting dalam menjadikan tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman dan makrobia tanah (Hanafiah, 2008).

Kemantapan agregat tanah adalah ketahanan rerata agregat tanah melawan penceraian oleh butiran tetesan air hujan atau penggenangan air.

commit to user

kekuantan sementasi atau pengikatan (Notohadiprawiro, 1998).

Mekanisme pembentukan agregat: agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat tanah melalui proses penjonjotan yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau tanpa diikuti proses sementasi (Baver et al., 1972; cit Notohadiprawiro, 1998). Di dalam suspensi, partikel-partikel primer yang mempunyai potensial elektrokinetik (zeta) tinggi akan saling tolak menolak. Ketika energi potensial turun, tumbukan antar partikel ini melemah sehingga menghasilkan antar partikel primer saling berdekatan dan terbentuklah jonjot. Jonjot ini akan tetap stabil sepanjang kehadiran agensia flokulasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi. Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil (Anonim, 2008).

Kemantapan agregat berkaitan dengan tekstur tanah, jenis klei, ion- ion pada permukaan koloid tanah, jenis dan jumlah bahan organik dan populasi jasad mikro. Agregat yang tersusun lebih banyak kaolinit lebih mantap dari pada agregat yang lebih banyak tersusun dari monmorilonit. Pengembangan dan pengerutan dari monmorilonit menggeser dan memecahkan massa tanah dapat berakibat membangun atau menghancurkan struktur tanah (Yulius et al., 1985).

Agregat tanah diklasifikasikan berdasar bentuk dan macamnya yaitu bulat, piringan, dan balok seperti prisma. Ukuran mikroskopis

commit to user

yang jauh lebih besar dari yang terjadi diantara partikel-partikel pasir, debu, klei yang berdekatan. Efek struktur pada hubungan ruangan pori inilah yang membuat struktur begitu penting. Gerakan udara dan air menjadi lebih mudah. Ruangan interped juga mampu bertindak sebagai lorong untuk perluasan akar dan jalur hewan-hewan kecil (Foth, 1994).

4. Tanah Entisol Entisols adalah tanah yang baru terbentuk. Tanah ini ditandai dengan kemudaannya dan tidak adanya horison genesis alami. Konsep pusat Entisols adalah tanah di dalam regolit yang dalam tanpa horison, kecuali suatu lapisan bajak (Foth, 1994).

Entisols kemungkinan mempunyai epipedon okrik atau horison albik tanpa menunjukkan perkembangan horison, karena terjadi pada bahan ekuivalensinya adalah tanah aluvial, regosol dan tanah glei humus rendah (Sutanto, 2005).

Topografi berkisar dari bergelombang, berombak dan bergulung dengan vegetasi dan iklim bervariasi. Entisols merupakan tanah muda yang masih belum mempunyai perkembangan profil, diferensiasi horison tidak nampak jelas. Solum bervariasi dari dangkal sampai dalam, berwarna kelabu sampai kekuningan dan hanya dicirikan profil A, C dengan batas horison baur. Kandungan pasir dan debu melebihi 60%, berstruktur butir tunggal sehingga mempunyai konsistensi yang amat gembur dan lepas. Tanah Entisol mempunyai kapasias tukar kation yang rendah, permeabilitas rendah dan sangat peka terhadap erosi terutama erosi air (Haryanto, 1998).

Entisols umumnya belum jelas membentuk diferensi horison, meskipun Entisols tua sudah mulai terbentuk horison Al lemah berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum atau baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar, strukturnya remah, konsistensi lepas sampai gembur (Darmawijaya, 1990).

commit to user

Tanah Entisol

Limbah Molase

Arang Kayu

Inkubasi

Peningkatan Agregasi

Perbaikan Sifat Tanah

beragam dari pH rendah sampai tinggi, kadar bahan organik rendah biasanya kurang dari 1%, dan kandungan pasir yang terlalu tinggi sehingga sangat porus. Pemberian pupuk anorganik sering kali hilang terlindi dan daya menahan airnya juga rendah. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah, kapasitas menahan air, kapasitas tukar kation dan penyediaan sebagian unsur hara nitrogen dan sebagian fosfor (Sanchez, 1992).

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, maka didapat kerangka berfikir seperti pada gambar dibawah ini;

Permasalahan : Kemantapan agregat belum terbentuk secara optimal

commit to user

13

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel tanah Entisol ini dilaksanakan di Colomadu Kabupaten Karanganyar. Untuk Analisis sifat kimia dan fisika tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah serta di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2011 sampai Februari 2012 di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Bahan

a. Ctka tanah kering angin Φ 0,5 mm dan ctka lolos 2 mm

b. Arang lolos 2 mm

c. Limbah Molase

d. Chemikalia untuk a nalisa laboratorium

2. Alat

a. Polibag Ukuran ± 7 kg

b. Cangkul

c. Karung

d. Alat tulis

e. Timbangan

f. Oven

g. Alat untuk analisis laboratorium

commit to user

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial dengan dua faktor yang di uji sebagai beri kut :

 Faktor I : Komposisi Bahan/ Formula A0 : Tanpa Arang (0 ton/Ha)

A1 : Penambahan Arang (500 kg/ha) A2 : Penambahan Arang (1.000 kg/ha) A3 : Penambahan Arang (1.500 kg/ha)

 Faktor 2 : Komposisi Bahan/ Formula M0 : Tanpa Molase (0 ℓ/Ha) M1 : P enam bahan Molase (1.000 ℓ/ha) M2 : P enam bahan Molase (2.000 ℓ/ha) M3 : P enam bahan Molase (3.000 ℓ/ha)

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 16 kombinasi perlakuan yang masing - masing perlakuan di ulang sebanyak 3 kali ulangan.

A0M0 A0M1 A0M2 A0M3 A1M0 A1M1 A1M2 A1M3

A2M0 A2M1 A2M2 A2M3 A3M0 A3M1 A3M2 A3M3

commit to user

D. Tata Laksana Penelitian

Dalam penlitian ini ada beberapa tahapan yang dilaksanakan yaitu :

1. Studi pustaka Mengumpulkan kajian dari berbagai sumber data kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang berhubungan dengan masalah yang diteliti melalui buku, jurnal, makalah, hasil penelitian, dan dari beberapa instansi.

2. Pengambilan Tanah Langkah awal pengambilan tanah dilakukan dengan membuat miniped untuk menentukan atau meyakinkan bahwa tanah tersebut adalah tanah Entisol. Miniped adalah suatu individu tanah yang mempunyai 3 dimensi (matra), dengan ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 meter. Dengan pembuatan miniped diharapkan dapat mengetahui jenis tanah pada lahan tersebut, dengan mengamati tekstur, warna. Tanah Entisol merupakan jenis tanah yang masih sangat muda, yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangannya. Tanah ini memiliki ciri yang menunjukkan bahwa tanah tersebut adalah tanah Entisol yaitu ketika dipegang terasa kasar yang menunjukkan bahwa tanah Entisol banyak mengandung pasir daripada kandungan klei. Selain itu didapat data yang menunjukkan bahwa memiliki kandungan bahan organik sangat

rendah (1,13%) dan memiliki BV sebesar 1,37 gram/cm 3 .

3. Persiapan media tanam

a. Persiapan tanah Tanah yang sudah dikering anginkan, kemudian ditumbuk dan diayak dengan Φ 2 mm. Setelah itu dimasukkan ke dalam polibag, tanah yang dibutuhkan untuk setiap polibag sebanyak 7,2 kg (Lampiran 1). Pada penelitian ini terdapat 46 perlakuan, jadi jumlah tanah yang butuhkan sebanyak 331,2 kg.

b. Persiapan arang kayu Arang selanjutnya ditumbuk dan diayak dengan saringan Φ 2 mm

commit to user

dicampur merata dengan tanah.

c. Persiapan molase Limbah molase yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis limbah molase cair. Limbah cair molase didapatkan dari pabrik gula (Madukismo, Yogyakarta). Setelah itu molase disiramkan ke dalam polibag sesuai dengan perlakuan masing –masing (Lampiran 1). Kemudian tanah diinkubasikan selama 90 hari inkubasi pada suhu kamar (Lampiran 5).

4. Pemeliharaan Selama masa inkubasi, jika ada gulma dan hama, pengendaliannya adalah secara manual. Gulma dihilangkan dengan cara dicabut (penyiangan), sedangkan hama diambil dan dimatikan.

5. Penyiraman Penyiraman dengan air dilakukan setiap harinya (pagi atau sore), hingga diperoleh kondisi kapasitas lapang. Jumlah air yang diberikan sesuai dengan kebutuhan air per polibag.

6. Pengambilan sampel Pengambilan sampel tanah dilakukan setelah inkubasi hari ke 90. Pengambilan sampel tanah ini dilakukan untuk mengetahui kemantapan agregat apakah sudah terbentuk ataukah belum.

7. Analisis laboratorium Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu analisis awal dan analisis akhir. Analisis awal dilakukan sebelum diberi perlakuan arang dan molase, sedangkan analisis akhir dilakukan setelah tanah diinkubasikan pada hari ke 90. Analisis yang dilakukan antara lain: analisis kemantapan agregat, bahan organik, kadar lengas

kering angin, bobot volume tanah, tekstur, pH H 2 O, dan KPK.

1) Analisis tanah awal

a. Kadar bahan organik, dianalisis dengan menggunakan metode Walky and Black.

commit to user

metode Gravimetri.

c. Berat Volume, dianalisis dengan menggunakan metode Volumetri.

d. Kamantapan Agregat, dianalisis dengan menggunakan metode Ayakan Kering Ayakan Basah (lampiran 5).

e. Tekstur tanah, dianalisis dengan menggunakan metode pemipetan

f. pH tanah H 2 O 1:2,5, yang diukur dengan pH meter.

g. Kapasitas Tukar Kation (KPK), dianalisis dengan ekstrak ammonium asetat pada pH 7,0.

E. Variabel Pengamatan

1. Analisis Awal

a. Bahan Organik

b. Kadar Lengas kering angin

c. Berat Volume

d. Tekstur tanah

e. Kamantapan Agregat

f. pH tanah

g. KPK

2. Analisis Akhir

a. Bahan Organik

b. Kadar Lengas kering angin

c. Berat Volume

d. Kamantapan Agregat

e. pH tanah

f. KPK

commit to user

Analisa data percobaan dengan menggunakan uji F dengan taraf 95%, apabila data tidak nornal maka data diuji dengan uji Kruskal-Wallis. Uji lanjut Duncan (DMRT) digunakan untuk membandingkan antar rerata perlakuan, sedangkan untuk data tidak normal menggunakan Mood Median. Analisis Stepweise regresi dilakukan untuk mengetahui kombinasi perlakuan tanpa diberikan arang dan limbah cair molase dan yang diberi arang dan molase mana yang memberikan pengaruh terbaik meningkatkan kemantapan agregat tanah.

commit to user

19

A. Karakteristik tanah Entisol sebelum perlakuan

Analisis tanah awal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tanah yang digunakan sebelum diberi perlakuan. Sifat-sifat fisika dan kimia tanah Entisol daerah Colomadu Kabupaten Karanganyar yang digunakan untuk sampel penelitian disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel4.1. Hasil Analisis Tanah Sebelum Perlakuan Sifat Fisika dan Kimia

Satuan

Nilai

Pengharkatan Kemantapan agregat

22,71

Tidak

mantap (Balittanah, 2006)

Bahan Organik

Kadar lengas kering angin

% 2,63 -

Bobot volume

g/cm 3 1,37 -

Tekstur tanah : Debu Pasir Klei

38,75

Lom berpasir (sandy loam ) (USDA, 1985)

56,54

4,71

pH tanah terlarut H 2 O

cmol(+)/kg 11,5 Rendah

(Balittanah,

2006) Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah

Berdasarkan hasil analisis awal pada Tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa sifat fisika tanah Entisol termasuk kurang subur yang ditunjukkan oleh nilai kemantapan agregat sebesar 22,71 (tidak mantap) (Lampiran 2), hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan bahan organik (1,13%) serta rendahnya kapasitas tukar kation (11,5 cmol(+)/kg) (Lampiran 2). Bahan organik merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam meningkatkan pembentukan agregasi tanah. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba akan melepas zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga

commit to user

koloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan adbsorbsi tanah yang berkaitan dengan kapasitas tukar kation. Namun pada tanah Entisol yang digunakan pada penelitian ini nilai kemantapan agregatnya tidak mantap, hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah. Bila kandungan bahan organik rendah maka proses agregasi tanah juga lambat karena kurangnya bahan perekat.

Tekstur tanah awal yang digunakan pada penelitian ini adalah sandy loam , dengan kandungan pasir (56,54%) yang lebih dominan dibandingkan dengan debu (38,75%) dan klei (4,71%) (Lampiran 2). Tanah yang didominasi fraksi pasir mempunyai kemantapan agregat yang rendah, hal ini disebabkan karena tanah yang didominasi fraksi pasir memiliki struktur tanah yang berbutir tunggal dan mudah hancur saat mendapat tekanan dari luar. Tanah ini mempunyai karakteristik resapan air yang baik (pori makro), tetapi mempunyai kapasitas menahan air yang rendah sehingga kandungan hara yang ada relatif rendah karena ikut hilang bersama air yang lolos dari pori- pori tanah (Sutanto, 2005). Pada umumnya porositas tanah pasiran sangat rendah, hal ini disebabkan karena jarak antara pori-pori sangat renggang sehingga tidak ada daya tarik menarik antara parikel dan menyebabkan air mudah lolos dari pori-pori. Tanah Entisol merupakan tanah muda yang belum berkembang dan kandungan unsur haranya rendah selain itu tanah Entisol belum mengalami proses pencucian (Sanchez, 1992) sehingga pH tanahnya netral yaitu, (7,28) (Lampiran 2). Bobot volume tanah Entisol pada analisis

tanah awal ini sebesar 1,37 g/cm 3 , hal ini disebabkan karena porositas tanah Entisol rendah dan didominasi pori makro yang banyak terisi oleh udara. Kadar lengas kering angin sebesar 2,63%, rendahnya nilai kadar lengas kering angin disebabkan karena rendahnya daya menahan air oleh tanah.

B. Karakteristik Limbah Cair Molase dan Arang Kayu

Penambahan limbah cair molase merupakan salah satu alternatif untuk mempercepat terbentuknya kemantapan agregat, karena limbah cair molase

commit to user

terjadinya agregasi tanah. Selain itu limbah cair molase juga berfungsi sebagai perekat butir-butir tanah dan menyediakan berbagai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Adapun hasil analisis dari limbah cair yang digunakan, disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Analisis Limbah Cair Molase Sifat Fisika dan

Kadar Air

21,36

Rendah (SNI, 1999)

BJ

gr/cm 3 1,2

masam (Rosmakam

dan Yuwono, 2002)

Bahan Organik

29,21

Tinggi

(Rosmakam dan Yuwono, 2002)

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah

Kandungan bahan organik limbah cair molase yang digunakan tergolong tinggi (29,21%), sehingga ini menjadi alasan limbah cair molase digunakan dalam penelitian ini. Limbah cair molase merupakan hasil sampingan dari industri gula tebu yang memiliki kandungan sukrosa yang tinggi (25 – 40%) serta berbagi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tingginya kandungan bahan organik molase disebabkan karena molase berasal dari hasil sampingan industri gula pasir yang berbahan dasar tebu, karena tebu merupakan tumbuhan yang kadar C-nya tinggi sehingga kandungan bahan organik molase juga tinggi. Kadar air molase yang digunakan pada penelitian ini tergolong rendah (21,36%). Sedangkan pH pada limbah cair molase yang digunakan pada penelitian ini masam (5,40), KPK molase tergolong tinggi (26,75 cmol(+)/kg) (Kosman dan Suganda, 2007). Dalam proses pembuatan gula pasir pabrik gula Madukismo, Yogyakarta menggunakan metode sulfat, karena sulfat bersifat asam sehingga molase yang dihasilkan memiliki pH asam. Nilai bobot jenis

molase sebesar 1,2 g/cm 3 , rendahnya bobot jenis molase disebabkan karena molase yang dipergunakan pada penelitian ini berbentuk cairan yang

commit to user

gula pasir. Pada penelitian kali ini digunakan pula arang kayu. Arang mempunyai berbagai manfaat khususnya dalam bidang pertanian. Manfaat arang di bidang pertanian antara lain memperbaiki kondisi tanah (struktur, tekstur dan pH tanah), sehingga memacu pertumbuhan akar tanaman, meningkatkan perkembangan mikroorganisme tanah (arang sebagai rumah mikroba), meningkatkan kemampuan tanah menahan air/menjaga kelembaban tanah, dan menyerap residu pestisida serta kelebihan pupuk di dalam tanah. Hasil analisis arang kayu disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Analisis Arang Kayu

Sifat Fisika dan Kimia

Satuan

Nilai

Kadar lengas kering angin

Bahan Organik

11,6

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah

Berdasarkan hasil analisis laboratorium kandungan bahan organik arang sebesar 11,6%, pH 8,17 dan kadar lengas kering angin 9,88 %. Hal ini disebabkan karena arang merupakan limbah dari pembakaran sisa tumbuhan yang kandungan C-nya tinggi, namun sebagian kandungan C yang ada pada arang kayu hilang akibat proses pembakaran sehingga kandungan bahan organiknya tegolong sedang. Arang mempunyai kandungan K yang tinggi (1.367 ppm) dan KPK (3,47 cmol(+)/kg), K termasuk basa-basa sehingga pH arang menjadi basa (Nyoman dan Tejowulan, 2007). Pada saat pembakaran terjadi perubahan struktur arang yang membuat bentuk arang mengkerut sehingga pori-porinya saling merapat, hal ini menyebabkan kapasitas menahan airnya tinggi dan kadar lengas kering anginnya tinggi.

commit to user

1. Kemantapan Agregat

Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran arang dan molase dalam penelitian ini adalah sebagai pengikat butir-butir tunggal melalui ikatan antara bagian –bagian positif dalam butir tunggal dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer). Bahan organik pada penelitian ini berfungsi sebagai bahan perekat tanah yang dapat mempercepat proses terbentuknya agregat, dari butir tunggal menjadi bentuk yang lebih besar dari butir-butir primer. Berdasarkan hasil analisis laboratorium dan analisis minitab dari pemberian arang dan molase didapat hasil kemantapan agregat yang tertera pada gambar grafik di bawah ini.

Gambar 4.1. Pengaruh pemberian arang terhadap kemantapan agregat Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Gambar 4.2. Pengaruh pemberian molase terhadap kemantapan agregat Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

22

24

26

A0 A1 A2 A3

23,92a

24,83a

25,07a

23,59a

an

tap

an

Ag

re

g at

Arang

10

20

30

M0

M1

M2

M3

20,28a

24,31a

24,42a

24,43a

an

tap

an

Ag

re

g at

Molase

commit to user

Gambar 4.3. Pengaruh kombinasi arang dan molase terhadap kemantapan agregat Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Dokumen yang terkait

Tanesya Hotris Samosir, Aloysius Mering, Asfhar Munir Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Untan Pontianak Email : borsamthessayahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan minat muda-mudi HKBP

0 0 10

FUNGSI TARI LANGKAH BUJUR SERONG PADA MASYARAKAT DI KOTA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT Lulus Pramudita, Ismunandar, Imma Fretisari Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Untan Pontianak Email: luluspramuditagmail.com Abstrak: Tujuan penelitian ini

0 0 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS CERITA ULANG MENGGUNAKAN METODE JIGSAW II PADA SISWA KELAS XI Desti Anggrainy, Henny Sanulita, Agus Wartiningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email: anggrainydestigmail.com A

0 0 9

PERISTILAHAN DALAM TRADISI SELAMATAN MEMBANGUN RUMAH MASYARAKAT MELAYU SAMBAS DI KECAMATAN JAWAI SELATAN Rizky, Ahadi Sulissusiawan, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email : rizkysomebassgmail.com Abstrak: P

0 0 18

PEMBELAJARAN MENULIS KEMBALI CERPEN DI KELAS IX SMP IT AL-MUMTAZ PONTIANAK TAHUN AJARAN 20142015 Hardianti, Martono, Sanulita Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan E-Mail : chers_dwyahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untu

0 2 11

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE DISCOVERY LEARNING PADA SISWA KELAS X SMK SANTA MONIKA Maria Fransiska Betty, Laurensius Salem, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: bettyhermandh

0 0 12

UJARAN PANTANG DALAM MASYARAKAT DAYAK TAMAN KAPUAS ANALISIS ETNOGRAFI KOMUNIKASI Paskalia Apriyanti, Amriani Amir, Agus Syahrani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Abstract - UJARAN PANTANG DALAM MASYARAKAT DAYAK TAM

0 0 7

Firgiawan Yuda Sajati, Busri Endang, Sri Lestari Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Untan Pontianak Email : firgiawan.yudagmail.com Abstrak: Bimbingan karir merupakan membantu pribadi untuk mengembangkan

0 0 11

Neti, Marzuki, Martono Program Studi Magister pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : Elisabeth_Tarigasgmail.com Abstract - STRATEGI PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN, KER

0 0 11

PENGGUNAAN DEIKSIS PRONOMINA, TEMPAT, DAN WAKTU PADA NOVEL GENDUK KARYA SUNDARI MARDJUKI Atika Maisuri, Patriantoro, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: syankkkthiekaco.id Abstract - PENGGUNAAN

0 1 10