Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar: sebuah tinjauan repertoire

SONGLIT SEBELUM CAHAYA KARYA KARLA M. NASHAR:

Sebuah Tinjauan Repertoire

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

LITA LISTYANINGRUM

C0205037

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

SONGLIT SEBELUM CAHAYA KARYA KARLA M. NASHAR:

Sebuah Tinjauan Repertoire

Disusun oleh

LITA LISTYANINGRUM C0205037

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Dra. Murtini, M.S. NIP 195707141983032001

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001

SONGLIT SEBELUM CAHAYA KARYA KARLA M. NASHAR:

Sebuah Tinjauan Repertoire

Disusun oleh

LITA LISTYANINGRUM C0205037

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 21 April 2010

Jabatan

Tanda Tangan Ketua

Nama

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001

……………... Sekretaris

Rianna Wati, S.S. NIP 198011052006042028

……………... Penguji I

Dra. Murtini, M.S. NIP 195707141983032001

……………... Penguji II

Drs. Sholeh Dasuki, M.S. NIP 196010051986011001

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001

PERNYATAAN

Nama : Lita Listyaningrum NIM : C0205037

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Songlit Sebelum Cahaya Karya Karla M. Nashar: Sebuah Tinjauan Repertoire” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, April 2010 Yang membuat pernyataan,

Lita Listyaningrum

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk Keluarga tersayang terutama Bapak dan Mama tercinta, Sahabat-sahabat yang selalu ada, Insan yang mengagungkan cinta dan harapan, serta Almamater.

MOTTO

Ada obsesi, ada jalan

(Star Mild)

yang penting heppiii...

(Djarum 76)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya.

Penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung demi tersusunnya skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Drs. Sudarno, M.A., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dan kemudahan selama penyusunan skripsi.

3. Dra. Murtini, M.S., sebagai pembimbing skripsi, yang telah memberikan arahan, perhatian, dan kesabaran secara penuh selama berlangsungnya penyusunan skripsi.

4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum., sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing dan membekali ilmu pengetahuan.

6. Bapak, mama, kakak, serta keluarga besar, yang telah memberi semangat dan dorongan dalam segala hal. Tiada kata yang dapat terucap selain syukur dan terima kasih.

7. Kawan-kawan Sastra Indonesia angkatan 2005 Universitas Sebelas Maret Surakarta: Nina, Ephit, Dea, Pinda, Mami, serta Ian, Said, Eko, Alif, Opix, Mila, Septi, Hendry, Erwin, Nisa, Andi, Ruri, Indah, Lina, Sinta, Maya, Ana, Canggih, Wiwit, A’am, Agus, Sigit, Wira, dan Mas Muryanto terima kasih atas kebersamaannya.

8. Keluarga UKM Kalpadruma terutama Mas Topx, Mas Irfan, Mas Nug, Mas Duhri, Mbak Moen2, dan Syifa atas semua bantuannya. Hari-hariku lebih berwarna bersama kalian.

9. Sobat-sobatku tercinta: Tika, Ita, Vitria, Nur Rohmah, Vivie, atas kebersamaannya sepanjang waktu. Mari berjuang mewujudkan mimpi-mimpi kita.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan karya ini. Semoga ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Surakarta, April 2010

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lirik Lagu Sebelum Cahaya .................................................... 66 Lampiran 2 Sinopsis Songlit Sebelum Cahaya............................................ 67

Lampiran 3 Artikel-artikel yang menunjang penelitian .............................. 71

Lampiran 4 Komentar dan tanggapan tentang lagu ataupun Songlit Sebelum Cahaya ..................................................................................... 79

ABSTRAK

Lita Listyaningrum. C0205037. 2010. Songlit Sebelum Cahaya Karya Karla M. Nashar: Sebuah Tinjauan Repertoire. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu? (2) Bagaimanakah manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. (2) Mendeskripsikan manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan resepsi sastra, khususnya teori repertoire Iser. Data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, kalimat, klausa, atupun alinea yang merupakan unsur-unsur pembentuk repertoire Songlit Sebelum Cahaya dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. Objek kajian dalam penelitian ini adalah repertoire Songlit Sebelum Cahaya. Teknik analisis data melalui beberapa tahap menurut Miles dan Huberman meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan/verifikasi.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) repertoire dalam Songlit Sebelum Cahaya yang berkaitan dengan Lagu Sebelum Cahaya dapat dilihat dari struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan yang melingkupinya. (2) Tema Songlit Sebelum Cahaya adalah keyakinan dan kemauan untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang menyangkut masalah percintaan dan kesuksesan hidup. (3) Horison mencakup tiga segmen pembacaan yakni segmen tentang mimpi, segmen cinta sejati, dan segmen memegang teguh janji. (4) Kebudayaan meliputi tiga konteks yaitu produksi kebudayaan, socio-genesis kebudayaan, dan psicho-genesis kebudayaan. (5) Manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca terlihat dari pemilihan diksi dan pengaluran yang lebih panjang dan beragam dalam Songlit Sebelum Cahaya.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra kini beragam jenisnya, bukan hanya sebatas pada puisi, novel, dan cerpen, melainkan sekarang muncul songlit. Secara epistemologis, songlit berasal dari kata song dan literature. Song berarti lagu dan literature berarti tulisan atau karya sastra. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa songlit adalah jenis karya sastra yang diciptakan berdasarkan lagu, atau dengan kata lain songlit merupakan pengalihbentukan lagu (media audio-visual) ke media tulisan. Sapardi Djoko Damono (2005:96) menyebutnya sebagai alih wahana, yakni perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain.

Fanabis (dalam www.fanabis.blogsome.com tanggal 1 Agustus 2007) menyatakan bahwa songlit atau song literature biasanya mengusung cerita-cerita ringan seputar remaja metropolitan yang dihasilkan dari penafsiran ulang sebuah lagu, yang sedang atau pernah hit. Selain itu, salah satu artikel dalam www.wisata-buku.com tanggal 18 Agustus 2008 mengungkapkan bahwa songlit merupakan sebuah genre yang mengangkat ide tema lagu-lagu tenar nan inspirasional milik suatu grup musik di Tanah Air.

Kemunculan songlit, seperti yang diungkapkan oleh Umi Kulsum ( www.kompas.com tanggal 6 Agustus 2007), diprakarsai oleh penerbit terkenal GagasMedia. Penerbitan ini didirikan pada 4 Juli 2003 oleh Anthonius Riyanto, Rudy Gunawan, Moammar Emka, Hikmat Kurnia, dan Andi Dominicus dengan Kemunculan songlit, seperti yang diungkapkan oleh Umi Kulsum ( www.kompas.com tanggal 6 Agustus 2007), diprakarsai oleh penerbit terkenal GagasMedia. Penerbitan ini didirikan pada 4 Juli 2003 oleh Anthonius Riyanto, Rudy Gunawan, Moammar Emka, Hikmat Kurnia, dan Andi Dominicus dengan

Umi Kulsum menjelaskan bahwa kejelian membaca pasar dan keberanian menentukan pilihan adalah sebuah konsekuensi mutlak bagi para pendiri GagasMedia. Oleh karena itu, tentu saja harus dipikirkan dengan baik sebuah buku yang tingkat keterbacaannya tinggi dan mudah diserap oleh berbagai kalangan khususnya remaja. Untuk dapat terus mengikuti selera remaja, GagasMedia membangun sebuah komunitas yang disebut groupies sebagai pembaca naskah yang belum diterbitkan. Kelompok ini kemudian dikelola untuk melihat keinginan remaja akan novel yang mereka butuhkan, bahkan dari groupies inilah mereka melihat sebuah tren baru yang dapat dilakukan GagasMedia.

Menindaklanjuti hal tersebut, GagasMedia mencoba sebuah terobosan baru dengan menerbitkan songlit, yaitu menovelkan sebuah lagu yang sangat familiar di kalangan remaja atau membuat sebuah cerita fiksi yang idenya diangkat sama persis dengan sebuah lagu. Tujuan songlit yaitu menunjukkan kepada pembaca ataupun calon pembaca bahwa membaca merupakan kegiatan yang tidak membosankan. Membaca dapat juga menyenangkan seperti mendengarkan lagu. Songlit merupakan upaya untuk menafsirkan lagu dalam bentuk lain. Tidak hanya menghibur, tetapi keduanya (lagu dan songlit) juga sebagai media yang memberikan informasi, seperti kata Horatius bahwa fungsi karya sastra yakni dulce et utile yang berarti menghibur sekaligus bermanfaat.

Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan arti terhadap kehidupan, ataupun sebagai sarana untuk berkreasi dan berimajinasi. Sastra bermanfaat mempunyai maksud bahwa segala informasi bisa disampaikan Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan arti terhadap kehidupan, ataupun sebagai sarana untuk berkreasi dan berimajinasi. Sastra bermanfaat mempunyai maksud bahwa segala informasi bisa disampaikan

GagasMedia (dalam Karla M. Nashar, 2008:v-vi) mengungkapkan bahwa Songlit adalah upaya untuk menjadikan buku sebagai sebuah gaya hidup. Membaca itu very entertaining. Sesuatu yang menghibur sekaligus mengayakan. Satu media yang menstimulasi kita untuk terus melahirkan ide-ide luar biasa. Sesuatu yang memacu kita untuk terus berbagi dengan yang lain. Sekaligus yang membuka mata kita, bahwa tak ada sekat di dunia ini. Buku bisa menyatu dengan musik. Semuanya melebur. Semuanya adalah satu bagian menjadi proses yang harusnya berguna bagi siapa saja.

GagasMedia bekerja sama dengan beberapa musisi untuk proyek songlit perdananya seperti Ratu, Letto, Souljah, dan Senyawa. Perwujudan kerja sama ini adalah diterbitkannya empat novel sekaligus pada tanggal 31 Juli 2007, yakni: Lelaki Buaya Darat (adaptasi dari lirik lagu Ratu) yang ditulis oleh Nina Ardianti, Ruang Rindu (adaptasi dari lirik lagu Letto) yang ditulis oleh Andi Eriawan, Bersamamu (adaptasi dari lirik lagu Souljah) yang ditulis oleh Tessa Intanya, dan Gerimis (adaptasi dari lirik lagu Senyawa) yang ditulis oleh Feby Indirani.

Songlit sebagai sebuah genre sastra baru relatif diasumsikan memberikan kesempatan yang lebar untuk penelitian, khususnya dalam bidang sastra. Terlebih, jenis karya/genre ini terlihat sangat booming dan diminati oleh pembaca. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya tanggapan pembaca mengenai songlit. Atas dasar inilah peneliti merasa tertarik untuk lebih mendalami songlit, khususnya dengan melakukan penelitian dalam bidang sastra.

Objek dalam penelitian ini bukan keempat songlit yang telah disebutkan, melainkan hanya Songlit Sebelum Cahaya (adaptasi dari lirik lagu Letto) karya Karla M. Nashar. Peneliti memilih Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar untuk dijadikan objek kajian dalam penelitian ini disebabkan beberapa hal.

1. Songlit merupakan genre baru dalam dunia sastra.

2. Songlit Sebelum Cahaya terinspirasi dari lagu yang sangat terkenal milik Letto dengan judul yang sama dan merupakan lagu andalan di album kedua Letto, Don’t Make Me Sad .

3. Penggunaan kata atau kalimat-kalimat yang tepat dan menarik dalam songlit ini dapat mengungkapkan kesedihan, kegembiraan, kepedihan, tangisan, serta semua unsur perasaan manusia sehingga teraktualisasikan dengan baik.

4. Belum adanya penelitian sejenis dari songlit ini menjadi alasan yang mendorong peneliti untuk membahas permasalahan-permasalahan yang ada, dengan menggunakan teori repertoire.

5. Banyak komentar dan tanggapan tentang lagu ataupun Songlit Sebelum Cahaya .

6. Sebagian dari hasil penjualan Songlit Sebelum Cahaya akan didedikasikan untuk pengembangan buku bacaan berhuruf braille sebagai bahan pustaka dan pengadaan buku bacaan bagi kaum tunanetra, lewat Yayasan Mitra Netra, Jakarta (sumber Syafruddin Azhar dalam www.tabloidparle.com tanggal 14 Februari 2008).

Songlit Sebelum Cahaya merupakan adaptasi dari Lagu Sebelum Cahaya yang dipopulerkan oleh Letto. Letto adalah sebuah grup musik asal Yogyakarta yang dibentuk pada tahun 2004. Sepanjang lima tahun ini (sampai tahun 2009), Songlit Sebelum Cahaya merupakan adaptasi dari Lagu Sebelum Cahaya yang dipopulerkan oleh Letto. Letto adalah sebuah grup musik asal Yogyakarta yang dibentuk pada tahun 2004. Sepanjang lima tahun ini (sampai tahun 2009),

Songlit Sebelum Cahaya terbit 5 Februari 2008, selang enam bulan setelah album Don’t Make Me Sad dirilis, yaitu pada tanggal 17 Agustus 2007. Album tersebut mendapatkan penghargaan double platinum (penjualan lebih dari 300.000 kopi) dari labelnya Musica Studio hanya dalam selang waktu kurang dari empat bulan setelah album ini dirilis (sumber www.kapanlagi.com tanggal 5 November 2007).

Karla M. Nashar penulis Songlit Sebelum Cahaya, bukan orang baru dalam dunia sastra. Beberapa novelnya telah terbit, seperti Bellamore: A Beautiful Love To Remember (2007), From Batavia with Love (2007), Sebelum Cahaya (2008), Love, Hate, and Hocus-Pocus (2008), dan Forever Yours (2009). Mengenai Songlit Sebelum Cahaya, Karla mengaku pembuatan songlit adalah upaya memperluas sebuah karya seni dengan karya seni lain dalam media berbeda ( www.karlamnashar.blogdrive.com ). Ia merasa tertarik untuk memvisualisasikan lagu Sebelum Cahaya ke dalam bentuk novel atas dasar lagunya yang sangat romantis. Selain itu, liriknya sangat abstrak dan puitis (dalam www.gagasmedia.com ).

Songlit sebagai sebuah karya sastra, baru mempunyai makna apabila ia telah hidup dalam diri pembacanya. Penulis bukanlah sebagai pemberi makna tunggal dari teks yang dihasilkannya. Dengan demikian perlu kehadiran pembaca sebagai faktor yang dominan dan utama dalam penentuan makna. Oleh karena itu, pendekatan resepsi sastra yang melihat pembaca sebagai pemberi makna. Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan respon atau tanggapan terhadapnya.

Salah satu tokoh teori resepsi sastra adalah Wolfgang Iser. Teori resepsi sastra Iser biasa disebut respon estetik yang menekankan pada efek, yaitu cara sebuah teks mengarahkan reaksi-reaksi pembaca untuk mendekatinya. Kemunculan Songlit Sebelum Cahaya terjadi karena ada sambutan dari pembaca (sekaligus sebagai pendengar). Pembaca (dalam hal ini Karla M. Nashar) menerima teks Lagu Sebelum Cahaya dan memberikan tanggapan berupa penulisan dalam genre lain cerita lagu tersebut. Alih wahana (meminjam istilah Sapardi Djoko Damono) dari lagu menjadi songlit memerlukan ide dan kreativitas pengarangnya dengan melibatkan nilai-nilai estetik untuk menghasilkan sebuah karya baru yang tidak sama dengan karya sebelumnya. Hasil dari penulisan adalah Songlit Sebelum Cahaya. Penyambutan ini merupakan bentuk dari respon estetik.

Songlit Sebelum Cahaya sebagai sebuah karya transformasi, tentunya mempunyai unsur-unsur penciptaan yang berkaitan dengan karya terdahulunya. Untuk mengungkap dan membeberkan unsur-unsur tersebut diperlukan repertoire. Repertoire digambarkan sebagai keseluruhan lingkup yang dikenal dalam teks sebagai latar belakang (background) yang menjadi acuan untuk menciptakan latar Songlit Sebelum Cahaya sebagai sebuah karya transformasi, tentunya mempunyai unsur-unsur penciptaan yang berkaitan dengan karya terdahulunya. Untuk mengungkap dan membeberkan unsur-unsur tersebut diperlukan repertoire. Repertoire digambarkan sebagai keseluruhan lingkup yang dikenal dalam teks sebagai latar belakang (background) yang menjadi acuan untuk menciptakan latar

Pendistribusian repertoire diantara perspektif-perspektif yang berbeda membutuhkan kriteria agar dapat dilakukan evaluasi elemen-elemen terseleksi, dan efektivitas untuk kepentingan itu hanya dapat dilakukan melalui interaksi tema dan horison. Tema adalah konstitusi pandangan tentang pembaca yang terlibat pada satu momen tertentu. Horison adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dari satu titik.

Usaha mengungkap repertoire Songlit Sebelum Cahaya memerlukan peran pembaca (peneliti) atau memerlukan realisasi. Realisasi ini sangat tergantung pada teks dan pembaca, khususnya dalam mencapai komunikasi antarkeduanya. Dalam hal ini, Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menjadi panduan yang dipakai untuk “berkomunikasi” dengan teks Songlit Sebelum Cahaya.

Lagu Sebelum Cahaya dijadikan latar belakang penciptaan Songlit Sebelum Cahaya disebabkan beberapa hal.

1. Konsep atau ide cerita Songlit Sebelum Cahaya berhubungan dengan Lagu Sebelum Cahaya Letto, karena songlit memang diciptakan berdasarkan lagu. Keduanya menceritakan kekuatan hati seseorang yang tetap setia menemani dalam keadaan apapun, baik di kala sedih atau bahagia.

2. Keberagaman aspek/unsur dalam Songlit Sebelum Cahaya yang meliputi struktur tema, horison, serta kebudayaan dapat menjelaskan keterkaitannya dengan Lagu Sebelum Cahaya.

Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk memilih teori repertoire Iser, karena Songlit Sebelum Cahaya bukanlah suatu karya yang lahir tanpa terilhami oleh karya sebelumnya. Karla M. Nashar mengolah repertoire untuk melahirkan estetika dan efek pada pembaca. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berjudul “Songlit Sebelum Cahaya Karya Karla M. Nashar: Sebuah Tinjauan Repertoire ”.

B. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang dapat diangkat dari sebuah Songlit Sebelum Cahaya sangatlah beragam. Apalagi Songlit Sebelum Cahaya merupakan sebuah genre sastra baru, sehingga relatif diasumsikan memberikan kesempatan yang lebar untuk meneliti songlit ini. Penelitian bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan dan teori, misalnya mengutamakan masalah struktur karya itu, tentang proses kreatif penulisnya dalam menghasilkan songlit, semiotik yang membahas tanda/simbol yang terdapat dalam karya, dan sebagainya. Namun, dari sekian banyaknya permasalahan yang dapat diangkat dari songlit, peneliti menggunakan teori repertoire Iser karena sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin disampaikan penulis.

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu serta manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu?

2. Bagaimanakah manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

2. Mendeskripsikan manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan mengungkapkan perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca. Selain itu, penelitian ini juga ingin 1. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan mengungkapkan perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca. Selain itu, penelitian ini juga ingin

2. Secara praktis, penelitian ini bertujuan memperkenalkan genre sastra baru yaitu songlit kepada masyarakat umum serta memberikan pemahaman yang dapat dipergunakan pembaca untuk lebih memahami karya, baik karya sebelum maupun sesudahnya. Lagu dan Songlit Sebelum Cahaya memberikan pengetahuan tentang arti dan semangat hidup.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian diperlukan agar penulisan dapat dilakukan secara runtut dan sistematis. Bab pertama berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Songlit Sebelum Cahaya merupakan genre sastra baru yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Lagu Sebelum Cahaya yang dijadikan background penciptaan Songlit Sebelum Cahaya untuk mencapai foreground (latar depan) sehingga keterkaitan kedua jenis karya sastra ini dapat dijelaskan.

Bab kedua berisi kajian pustaka dan kerangka pikir yang meliputi teori resepsi sastra yang digunakan dalam penelitian yakni resepsi sastra yang mengacu pada teori repertoire yang diungkapkan oleh Wolfgang Iser. Repertoire dalam karya sastra dimanfaatkan pengarang sebagai landasan untuk menciptakan karyanya.

Bab ketiga berisi metode penelitian yang mencatat tentang metode, pendekatan, objek penelitian, sumber data, data, dan teknik analisis data. Bab keempat berisi analisis pembahasan wujud repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu, serta manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

Bab kelima berisi simpulan dan saran. Songlit Sebelum Cahaya diilhami dari lagu yang dinyanyikan Letto dengan judul yang sama. Keterkaitan dua karya ini dapat dilihat dari struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan yang melingkupinya. Setelah memanfaatkan aspek-aspek tersebut maka dapat diketahui peran repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

Daftar pustaka berisi referensi yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini juga dilengkapi lampiran berupa lirik Lagu Sebelum Cahaya, sinopsis Songlit Sebelum Cahaya , artikel-artikel tentang lagu ataupun Songlit Sebelum Cahaya yang menunjang penelitian ini, serta komentar dan tanggapan tentang lagu ataupun Songlit Sebelum Cahaya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Terdahulu

Penelitian mengenai songlit pernah dilakukan pada Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) tahun 2008 oleh Lita Listyaningrum, Siti Mas’amah, Imam Abdul Rofiq, dan Aditya Wahyu Prabowo. Namun, pembahasan penelitian ini tidak dibatasi pada jenis novel songlit, akan tetapi teenlit dan chicklit juga dilibatkan. Selain itu, penelitian ini memanfaatkan bidang linguistik. Penelitian ini berjudul “Pemakaian Bahasa dalam Teenlit, Chicklit, dan Songlit berkaitan dengan Upaya Pemertahanan Bahasa Indonesia: Sebuah Kajian Sosiolinguistik”.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa teenlit, chicklit, dan songlit dianggap sebagai genre yang merusak bahasa. Meskipun ragam lisan menjadikan ketiga genre tersebut sangat dekat dengan pembacanya yakni remaja, ragam itu cenderung tidak disajikan dengan daya didik yang tinggi. Keberadaan bahasa Indonesia terkesan tidak terencana dan tidak terpola dengan baik. Termasuk pula keberagaman bahasa dan warna-warni percakapan yang dipandang tidak dapat dipola dan hampir tidak terkendali. Tetapi, harus diakui bahwa ketiga jenis novel tersebut memperkaya khasanah kesastraan dan juga dapat menunjukkan kreativitas para novelis.

Selain penelitian di atas, penelitian yang menggunakan teori repertoire sejauh pengamatan penulis pernah dilakukan oleh dua orang.

1. Heru Marwata dalam tesisnya yang berjudul “Repertoire dalam Sri Sumarah: Analisis Respons Estetik menurut Wolfgang Iser” pada Program Studi Ilmu Sastra Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2001.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan Kayam sebagai pengarang meramu karya terdahulu (khususnya Mahabharata atau dunia pewayangan Jawa pada umumnya), norma sosial dan historis (khususnya yang berkaitan dengan peristiwa besar pemberontakan G 30 S/PKI lengkap dengan aspek- aspek yang melingkupinya), serta kultur budaya Jawa (khususnya yang berkaitan dengan priyayi) melalui pola seleksi, reduksi, dan transformasi yang dipadukan dengan misi atau visi tertentu. Kayam yang melibatkan diri sebagai pemberi interpretasi menyuguhkan kepada pembaca sebuah fiksi yang tidak disertai sebuah justifikasi. Interpretasi Kayam yang dimunculkan dalam Sri Sumarah tetap menimbulkan interpretasi bagi pembaca. Interpretasi yang berupa hasil olahan estetik itu juga menimbulkan efek pada pembaca. Interpretasi pembaca, efek yang dilahirkan teks terhadap pembaca, dan makna teks bukanlah sesuatu yang tetap. Ketiganya selalu bergerak, dinamis. Demikian pula halnya dengan fakta yang dapat dilacak pembaca dalam fiksi: ada kedinamisan.

2. Wiekandini Dyah Pandanwangi dalam tesisnya yang berjudul “Roro Mendut Karya YB Mangunwijaya: Sebuah Tinjauan Repertoire Wolfgang Iser” pada Program Studi Ilmu Sastra Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2004.

Penelitian ini mengungkap keterkaitan karya terdahulu yakni Serat Pranacitra Roro Mendut yang dijadikan landasan penciptaan novel Roro Mendut versi YB Mangunwijaya. Repertoire dalam Roro Mendut meliputi norma historis Kerajaan Mataram abad ke-17 untuk merekonstruksi kembali peristiwa sejarah penyerangan Mataram ke Pati yang terjadi tahun 1627, norma sosial masyarakat pesisir dan priyayi Mataram untuk menunjukkan perbedaan karakteristik yang cukup mencolok antara kedua golongan masyarakat tersebut, dan sebagai keseluruhan budaya yang melingkupi teks, Mangunwijaya memilih wayang dan dunianya.

Pengarang meramu repertoire-repertoire tersebut dengan strategi tertentu sehingga mampu menimbulkan efek pada pembaca melalui pola seleksi, reduksi, modifikasi, dan transformasi yang dipadupadankan dengan visi dan misi yang dibawanya. Wayang sebagai repertoire dimanfaatkan untuk menunjukkan eksistensi perempuan di setiap bidang kehidupan sesuai dengan tema emansipasi yang ingin dikemukakan pengarangnya. Norma sosial masyarakat pesisir dimanfaatkan pengarang untuk mengedepankan sikap nasionalisme yang dalam hal ini ditunjukkan oleh Roro Mendut. Norma historis Kerajaan Mataram abad ke-17 dimanfaatkan pengarang untuk melontarkan kritik-kritiknya terhadap penguasa orde baru yang dianggap telah melenceng dari standar kebenaran.

B. Kajian Pustaka

Penelitian resepsi sastra merupakan telaah sastra yang berhubungan dengan keberterimaan pembaca. Dari sini akan terungkap jelas bagaimana Penelitian resepsi sastra merupakan telaah sastra yang berhubungan dengan keberterimaan pembaca. Dari sini akan terungkap jelas bagaimana

Salah satu tokoh teori resepsi sastra adalah Wolfgang Iser. Teori resepsi sastra Iser biasa disebut respon estetik yang menekankan pada efek, yaitu cara sebuah teks mengarahkan reaksi-reaksi pembaca untuk mendekatinya. Iser membuktikan bahwa teks sastra tidak dapat disamakan baik dengan objek-objek nyata dari dunia pembaca maupun dengan pengalaman pembacanya sendiri. Ketidaksamaan ini akan menghasilkan ‘tempat kosong’, dan tugas pembaca adalah mengisi tempat kosong tersebut.

Suatu karya sastra akan menimbulkan kesan atau efek (wirkung) tertentu pada pembacanya. Kesan ini didapat melalui “hakikat” yang ada pada karya yang dibaca oleh pembacanya. Dalam proses pembacaan ini (Lesevorgang) akan ada interaksi antara hakikat karya itu dengan “teks luar” yang mungkin memberikan kaidah dan nilai yang berbeda. Bahkan dapat dikatakan bahwa kaidah dan nilai “teks luar” akan sangat menentukan kesan yang akan muncul pada seseorang sewaktu membaca suatu teks, karena fenomena ini akan menentukan imajinasi pembaca dalam membaca teks itu (Umar Junus, 1985:38).

Iser (1987:68) berpendapat bahwa teks dan pembaca bertemu melalui sebuah situasi yang “realisasinya” tergantung pada teks dan pembaca. Jika komunikasi kesastraan ingin mencapai keberhasilan, komunikasi itu harus terdiri dari semua komponen/elemen yang diperlukan untuk merekonstruksi situasi karena komponen itu tidak memiliki eksistensi di luar karya sastra. Konvensi- konvensi yang diperlukan untuk perekonstruksian tersebut dapat disebut sebagai repertoire teks. Prosedur-prosedur yang diterima disebut sebagai strategi, dan partisipasi pembaca disebut sebagai realisasi.

Repertoire berhubungan erat dengan bekal yang dimiliki pembaca ketika melakukan tindak pembacaan. Bagi pembaca, bekal ini sangat menentukan pemahaman terhadap teks sastra yang dibacanya. Bekal tersebut dapat berupa pengalaman pembaca, referensi-referensi terhadap karya terdahulu, norma sosial dan sejarah/historis, atau semua kebudayaan dan keseluruhan struktur tentang karya itu. Kaum Strukturalis Praha menyebutnya sebagai realitas “ekstratekstual”. Fakta ini mempunyai dua implikasi. Pertama, realitas ini tidak terbatas pada cetakan halaman. Kedua, elemen-elemen yang diseleksi sebagai referensi tersebut bukan hanya sebagai replika semata. Sebaliknya, keberadaan elemen-elemen tersebut

berbagai macam perubahan/transformasi, dan hal ini adalah ciri pelengkap dari keseluruhan proses komunikasi (Iser, 1987:68).

Cara konvensi-konvensi, norma-norma, dan tradisi-tradisi mengambil tempat pada repertoire sastra sangat bervariasi, tetapi elemen-elemen ini selalu dikurangi/tereduksi atau diubah/termodifikasi, karena telah diangkat dari konteks dan fungsi asli. Dengan demikian, di dalam teks sastra semuanya memiliki Cara konvensi-konvensi, norma-norma, dan tradisi-tradisi mengambil tempat pada repertoire sastra sangat bervariasi, tetapi elemen-elemen ini selalu dikurangi/tereduksi atau diubah/termodifikasi, karena telah diangkat dari konteks dan fungsi asli. Dengan demikian, di dalam teks sastra semuanya memiliki

Teks sastra memungkinkan para pembacanya dapat melampaui keterbatasan situasi kehidupan nyata miliknya sendiri, bukan refleksi dari suatu realita, tetapi perluasan realita mereka sendiri. Kosik (dalam Iser, 1987:79) berpendapat bahwa setiap karya seni memiliki karakter ganda yang bersatu dan tak dapat dibagi, yaitu ekspresi realita, tetapi juga membentuk realita yang ada, bukan dengan sesudah atau sebelum karya tersebut, tetapi benar-benar ke dalam karya itu sendiri. Karya seni bukan ilustrasi konsep-konsep realita.

Repertoire meliputi penyeleksian norma-norma dan kiasan-kiasan. Norma- norma dan konvensi-konvensi ini disusun kembali oleh pembaca dan selanjutnya berpotensi estetis (fungsional), bukan hanya imitatif. Repertoire sastra mempunyai dua fungsi (Iser, 1987:81) yaitu membentuk kembali skemata familiar untuk latar belakang proses-proses komunikasi, dan menyediakan kerangka umum di mana pesan atau arti teks dapat diorganisasi. Melalui proses seleksi ini juga akan menciptakan hubungan background-foreground, elemen terseleksi berada di foreground dan konteks orisinalnya berada di background.

Pendistribusian repertoire diantara perspektif-perspektif yang berbeda membutuhkan kriteria agar dapat dilakukan evaluasi elemen-elemen terseleksi, dan efektivitas untuk kepentingan itu hanya dapat dilakukan melalui interaksi tema dan horison (Iser, 1987:96). Tema adalah konstitusi pandangan tentang pembaca yang terlibat pada satu momen tertentu. Horison adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dari satu titik.

Tema dan horison mengorganisasi sikap pembaca dan mengkonstruksi sistem perspektif teks. Struktur ini mengkonstitusi aturan dasar untuk mengkombinasikan strategi-strategi teks, dan struktur ini memiliki beragam efek. Interaksi tema dan horison memungkinkan pembaca untuk memandang norma- norma lama dalam konteks barunya dan karenanya memungkinkan pembaca untuk memproduksi sendiri satu sistem ekuivalensi. Inilah cara bagaimana struktur tema dan horison “menyerap” pembaca ke dalam situasi historis teks, dan kemudian ia melakukan reaksi terhadapnya (respon).

Salah satu cara mengetahui repertoire dalam sebuah teks untuk merespon teks adalah melalui kebudayaan yang terdapat dalam teks tersebut. Featherstone (dalam Suwardi, 2006:24-26) mengungkapkan ada tiga konteks kebudayaan yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti, yaitu produksi kebudayaan, socio-genesis kebudayaan, dan psicho-genesis kebudayaan.

1. Produksi kebudayaan Produksi berkaitan dengan hasil suatu karya. Oleh karena itu, produksi kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari akal dan pemikiran manusia berdasarkan budaya yang ada di sekelilingnya. Kebudayaan diciptakan (diproduksi) berdasarkan pertimbangan konsumen. Jika konsumen semakin 1. Produksi kebudayaan Produksi berkaitan dengan hasil suatu karya. Oleh karena itu, produksi kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari akal dan pemikiran manusia berdasarkan budaya yang ada di sekelilingnya. Kebudayaan diciptakan (diproduksi) berdasarkan pertimbangan konsumen. Jika konsumen semakin

2. Socio-genesis kebudayaan Socio-genesis kebudayaan dapat diartikan sebagai aspek sosial yang mempengaruhi kebudayaan yang dihasilkan. Kebudayaan akan terikat oleh boundary (lingkup) yang mengitari. Lingkup sosial akan menciptakan produk budaya yang lain, karena di antara unsur sosial budaya tersebut merasa saling terkait (Featherstone dalam Suwardi, 2006:25).

3. Psicho-genesis kebudayaan Psicho berarti jiwa. Oleh karena itu, psico-genesis kebudayaan dapat diartikan sebagai aspek kejiwaan yang mempengaruhi kebudayaan yang dihasilkannya. Kebudayaan dapat muncul dari dorongan kejiwaan. Karena itu muncul budaya-budaya lembut yang bersifat spiritual. Budaya semacam ini merupakan tuntutan alamiah naluri jiwa manusia sebagai pemenuhan kebutuhan batin (Featherstone dalam Suwardi, 2006:25).

Berkaitan dengan manfaat repertoire yang salah satunya untuk mencapai estetika kepada pembaca, nilai merupakan pendorong struktural yang dibutuhkan untuk proses komunikasi. Nilai estetika mengawali proses di mana pembaca membangun arti teks. Arti atau pemahaman haruslah pragmatis, karena arti tidak bisa mencakup semua potensial semantik teks, tetapi hanya bisa membuka satu bentuk akses khusus untuk potensial ini. Arti pragmatis adalah arti yang diterapkan untuk memungkinkan teks sastra mampu memenuhi fungsinya sebagai jawaban dengan menampilkan dan menyeimbangkan kecacatan-kecacatan sistem yang telah menciptakan masalah. Arti pragmatis hanya bisa muncul melalui Berkaitan dengan manfaat repertoire yang salah satunya untuk mencapai estetika kepada pembaca, nilai merupakan pendorong struktural yang dibutuhkan untuk proses komunikasi. Nilai estetika mengawali proses di mana pembaca membangun arti teks. Arti atau pemahaman haruslah pragmatis, karena arti tidak bisa mencakup semua potensial semantik teks, tetapi hanya bisa membuka satu bentuk akses khusus untuk potensial ini. Arti pragmatis adalah arti yang diterapkan untuk memungkinkan teks sastra mampu memenuhi fungsinya sebagai jawaban dengan menampilkan dan menyeimbangkan kecacatan-kecacatan sistem yang telah menciptakan masalah. Arti pragmatis hanya bisa muncul melalui

Repertoire membentuk struktur arti organisasional yang harus dioptimalisasikan melalui pembaca teks. Optimalisasi ini bergantung pada tingkat kesadaran dan keinginannya sendiri untuk membuka pengalaman yang belum dikenal. Dengan kata lain, bergantung pada strategi-strategi teks dengan meletakkan baris-baris yang akan diaktualisasikan ke dalam teks. Baris-baris ini tidak berubah karena unsur-unsur repertoire sangat ditentukan. Apa yang tidak menentukan untuk tingkat yang dirumuskan adalah sistem persamaan-persamaan dan hanya dapat ditemukan dengan mengoptimalisasi struktur yang ditentukan.

Luxemburg, dkk (1984:79-80) mengungkapkan sumber-sumber terpenting bagi penelitian resepsi ialah:

1. laporan resepsi dari pembaca nonprofesional: catatan dalam buku catatan harian, catatan di pinggir buku, laporan dalam autobiografi, dan seterusnya;

2. laporan profesional;

3. terjemahan dan saduran;

4. saduran di dalam sebuah medium lain, seperti misalnya film yang berdasarkan sebuah novel;

5. resepsi produktif: unsur-unsur dari sebuah karya sastra diolah dalam sebuah karya baru;

6. resensi;

7. pengolahan dalam buku-buku sejarah sastra, ensiklopedi, dan sebagainya;

8. dimuatnya sebuah fragmen dalam sebuah bunga rampai, buku teks untuk sekolah, daftar bacaan wajib bagi pelajar dan mahasiswa;

9. laporan mengenai angket, penelitian sosiologik dan psikologik. Dalam hal ini, Songlit Sebelum Cahaya termasuk dalam kategori kelima yaitu resepsi produktif, unsur-unsur dari sebuah karya sastra diolah dalam sebuah karya baru. Unsur-unsur yang ada pada teks (lirik) Lagu Sebelum Cahaya diolah sehingga menghasilkan Songlit Sebelum Cahaya. Di sinilah peran pembaca implisit sehingga tujuan pengarang yang termuat dalam teks songlit dapat diikuti dengan panduan itu (teks lagu) sebagai pedoman untuk merekonstruksi situasi tekstual dalam proses pemahaman dan pemaknaan teks.

Dengan teori repertoire Iser, penelitian ini mempergunakan keseluruhan teks dalam Songlit Sebelum Cahaya sebagai objek kajian. Objek kajian tersebut kemudian difokuskan pada segala sesuatu yang menjadi landasan pengarang untuk menciptakan Songlit Sebelum Cahaya, yang dalam hal ini meliputi karya terdahulu sebagai referensi, struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan keruntutan langkah kerja yang diteliti secara jelas dan terstruktur. Kerangka pikir yang terkait dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Mengetahui latar penciptaan Songlit Sebelum Cahaya yaitu Lagu Sebelum Cahaya sebagai karya terdahulu dengan memanfaatkan teori repertoire.

2. Menjadikan teks Lagu Sebelum Cahaya sebagai teks awal yang mengilhami terciptanya Songlit Sebelum Cahaya.

3. Melakukan tinjauan terhadap teks songlit dan Lagu Sebelum Cahaya yang meliputi struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

4. Membandingkan kedua teks yang telah dikaji tersebut untuk mengetahui estetika dan efek kepada pembaca.

Bagan Kerangka Pikir

Songlit Sebelum Cahaya

Repertoire

Lirik Lagu Sebelum Cahaya

Struktur tema dan horison Keseluruhan budaya karya itu

Estetika dan efek kepada pembaca

Simpulan

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Miles dan Huberman (1992:15-16) menerangkan bahwa analisis kualitatif memunculkan data berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), dan yang biasanya “diproses” kira-kira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis), tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.

Sesuai dengan pengertian di atas, maka data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara intisari atau penelaahan dokumen (berupa data-data) yang selanjutnya diproses melalui pencatatan.

B. Pendekatan

Pendekatan adalah sebuah perspektif penelitian sastra. Pendekatan merupakan wilayah (ruang lingkup) penelitian sastra. Wilayah ini berhubungan dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian (Suwardi Endraswara, 2004:8).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan resepsi sastra, khususnya teori repertoire Iser. Keterkaitan antara songlit dengan lagu Sebelum Cahaya akan dijelaskan dengan repertoire. Repertoire digambarkan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan resepsi sastra, khususnya teori repertoire Iser. Keterkaitan antara songlit dengan lagu Sebelum Cahaya akan dijelaskan dengan repertoire. Repertoire digambarkan

C. Sumber Data

Sumber data penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: sebagai berikut.

1. Sumber data primer, meliputi:

a. Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar, cetakan pertama, yang diterbitkan oleh GagasMedia, Jakarta, tahun 2008, 280 halaman,

b. teks lirik Lagu Sebelum Cahaya yang diambil dari album kedua Letto berjudul Don’t Make Me Sad, produksi Musica Studio’s, tahun 2007.

2. Sumber data sekunder, meliputi:

a. artikel-artikel yang menunjang penelitian diakses tanggal 18 Maret 2009 antara lain: · Karla

the Scene ”. < www.karlamnashar.blogdrive.com >. 7 Februari 2008. · Fanabis. < www.fanabis.blogsome.com >. 1 Agustus 2007.

· “Letto, Masih Main Halus”. < www.lettolink.com >. 22 Agustus 2007. · Riefana. “Bercahaya Bersama Letto”. <www.riefana.multiply.com>. 6

Februari 2008.

· “Cak Nun: Anak Jangan Dikekang, Dibesarkan dengan Kasih Sayang”. < www.kapanlagi.com >. 12 November 2007.

b. tanggapan-tanggapan tentang lagu dan Songlit Sebelum Cahaya yang diambil dari www.karlamnashar.blogdrive.com , www.lettolink.com , www.wisata-buku.com ,

www.yunahermanti.blogspot.com, dan www.agaztya.com diakses tanggal 18 Maret 2009.

D. Data

Data penelitian sastra adalah “bahan penelitian”, atau lebih tepatnya “bahan jadi penelitian” yang terdapat dalam karya-karya sastra yang akan diteliti (Sangidu, 2004:61).

Data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, kalimat, klausa, atupun alinea yang merupakan unsur-unsur pembentuk repertoire Songlit Sebelum Cahaya dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu, yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

E. Objek Penelitian

Objek penelitian sastra adalah pokok atau topik penelitian sastra (Sangidu, 2004:61). Objek kajian dalam penelitian ini adalah repertoire Songlit Sebelum Cahaya .

F. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, akan digunakan teknik analisis data melalui beberapa tahap menurut Miles dan Huberman (1992:15-19) yaitu sebagai berikut.

a. Reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang terkumpul. Data yang telah terkumpul diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat ditarik simpulan akhir.

b. Penyajian data. Penyajian data dilakukan setelah semua data terkumpul dan direduksi, baru data tersebut dapat disajikan untuk kemudian dapat ditarik simpulan akhir.

c. Penarikan simpulan/verifikasi. Penarikan simpulan berarti makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif

BAB IV ANALISIS

Materi repertoire yang digunakan pengarang sebagai landasan untuk menciptakan suatu karya sastra terdiri atas keseluruhan ruang lingkup yang dikenali dalam teks. Repertoire dapat berupa pengalaman pembaca, referensi- referensi terhadap karya terdahulu, norma sosial dan sejarah/historis, atau semua kebudayaan dan keseluruhan struktur tentang karya itu. Selain itu, tema dan horison memungkinkan pembaca untuk memandang norma-norma lama dalam konteks barunya dan karenanya memungkinkan pembaca untuk memproduksi sendiri satu sistem ekuivalensi.

Karla M. Nashar menggunakan Lagu Sebelum Cahaya sebagai landasan dalam menciptakan Songlit Sebelum Cahaya. Ini berarti bahwa lagu tersebut merupakan karya terdahulu yang dijadikan referensi dalam menciptakan songlit dengan judul yang sama. Keterkaitan hubungan antarkeduanya dapat diteliti mencakup struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. Perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya dalam kaitannya dengan Lagu Sebelum Cahaya akan dijelaskan sebagai berikut.

Lagu Sebelum Cahaya merupakan lagu andalan dalam album kedua Letto yang berjudul Don’t Make Me Sad. Lagu ini bergenre musik pop. Noe, sang vokalis, sangat piawai menyanyikannya sehingga dapat diterima masyarakat. Hal ini terbukti dengan penjualan album yang mencapai angka lebih dari 300.000 kopi sehingga mendapatkan penghargaan double platinum ( www.kapanlagi.com ). Lagu Lagu Sebelum Cahaya merupakan lagu andalan dalam album kedua Letto yang berjudul Don’t Make Me Sad. Lagu ini bergenre musik pop. Noe, sang vokalis, sangat piawai menyanyikannya sehingga dapat diterima masyarakat. Hal ini terbukti dengan penjualan album yang mencapai angka lebih dari 300.000 kopi sehingga mendapatkan penghargaan double platinum ( www.kapanlagi.com ). Lagu

Pernyataan di atas dipertegas dengan penjelasan Noe yang dikutip dari internet. Menurut Noe, lagu ini bercerita tentang seseorang yang membutuhkan teman dan tidak ada yang bisa menemani. Tetapi, bukan hanya manusia yang bisa menjadi teman. Alam, embun, angin, bahkan Tuhan bisa menjadi teman yang paling setia ( www.lettolink.com ).