Serat langendriya episode damarwulan ngarit (suatu tinjauan filologis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

ROMANIA

C0105043

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

SERAT LANGENDRIYA EPISODE DAMARWULAN NGARIT (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh

ROMANIA C0105043

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Supardjo, M. Hum. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum. NIP 19560921 198601 1001

NIP 19600101 198703 1004

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M. Hum. NIP 19600101 198703 1004

SERAT LANGENDRIYA EPISODE DAMARWULAN NGARIT (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh

ROMANIA C0105043

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada tanggal 4 Agustus 2009

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum. NIP 19581101 198601 2001

Sekretaris : Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum. NIP 19620503 198803 1002

Penguji I : Drs. Supardjo, M. Hum. .............................................

NIP 19560921 198601 1001

Penguji II : Drs. Imam Sutarjo, M. Hum. .............................................

NIP 19600101 198703 1004

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M. A. NIP. 19530314 198506 1001

PERNYATAAN

Nama : Romania NIM : C0105043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (Suatu Tinjauan Filologis) adalah betul – betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal – hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 28 Juli 2009 Yang membuat pernyataan,

Romania

PERSEMBAHAN

§ Kakek tersayang, terima kasih atas do’a dan

nasehatmu. § Ayah dan ibu terkasih, terima kasih atas do’a, kasih sayang, perhatian serta dukungannya. § Arif Yulianto, aku menjadi bangkit atas motivasi,

nasehat dan bimbinganmu. § Kakak dan keponakanku Bintang yang aku cintai. § Rekan-rekan Sastra Daerah angkatan 2005 yang aku

banggakan. § Untuk almamaterku tercinta.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Serat

ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar sarjana sastra jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis sadar sepenuhnya bahwa karya ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. HM. Syamsulhadi, Sp.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan selaku pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan pada penulisan skripsi ini.

4. Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum selaku Pembimbing Akademik Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Drs. Supardjo, M. Hum selaku dosen pembimbing pertama yang selalu memberikan saran, bimbingan dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai referensi.

7. Kepala dan staf perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta yang telah membantu dalam pencarian, pengumpulan, dan analisis data.

8. Kepala dan staf Yayasan Sastra Surakarta memberikan banyak informasi kepada penulis.

9. Teman – teman Sasda angkatan 2005, terutama bidang filologi: Daning, Ama, Wiwik, Ambar, Eby, Tantri, Mita,dan Uus. Tetap semangat menghadapi tantangan hidup ini. Sukses untuk kita semua!!!

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun akan sangat diharapkan. Besar harapan penulis bahwa karya sederhana ini dapat bermanfaat terhadap para pecinta budaya Jawa dan para pembaca.

Surakarta, 4 Agustus 2009

Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait ......................6 Tabel 4. 1 Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait ......................40 Tabel 4. 2 Perbandingan urutan bait...........................................................42 Tabel 4. 3 Perbandingan kata .....................................................................43 Tabel 4. 4 Perbandingan kelompok kata.....................................................46

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SL : Serat Langendriya Naskah A

: Naskah dengan nomor katalog D. 166 Naskah B

: Naskah dengan nomor katalog G. 162 Naskah C

: Naskah dengan nomor katalog D. 167 è

: Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti ’yaitu’. ê

: Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata sêkar yang berarti ‘bunga’. #

:Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan konvensi tembang. *

:Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan linguistik. /

: Menandakan tiap pergantian baris //

: Menandakan akhir dari tiap bait {B}

: Teks diambil dari naskah B

ABSTRAK

Romania. C0105043. 2009. Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Obyek dalam penelitian ini adalah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit, koleksi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor katalog D. 166 dan Serat Lampahan Damarwulan Ngarit, koleksi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor katalog G. 162. Kedua naskah tersebut diteliti karena ada keunikan dari segi filologis dan isinya menarik, sehingga dicari naskah yang bersih dari kesalahan dan mendekati aslinya.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? (2) Bagaimana isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyajikan suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. (2) Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

Teknik pengumpulan data berdasarkan membaca katalog, kemudian observasi langsung, mendeskripsikan isi, dan transliterasi. Kedua naskah tersebut ditemukan beberapa perbedaan, yaitu: perbedaan urutan pupuh, perbedaan jumlah bait, perbedaan kata dan kelompok kata. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif komparatif, yaitu mengungkapkan naskah apa adanya secara keseluruhan, kemudian berdasarkan kondisi naskah yang akan diteliti yaitu jamak, maka dibandingkan naskah yang satu dengan naskah yang lain guna mendapat naskah yang paling mendekati aslinya. Metode penyuntingan teks ini menggunakan metode landasan, yaitu menentukan naskah yang paling unggul kualitasnya, melalui tahapan-tahapan: (1) deskripsi naskah, (2) perbandingan naskah, (3) penentuan naskah dasar, (4) suntingan teks dan aparat kritik, (5) sinopsis.

Dari analisis tersebut dapat disimpulkan beberapa hal yakni (1) Diperoleh naskah dengan judul Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit, koleksi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor koleksi D. 166 sebagai naskah dasar dalam suntingan teks dan suntingan teks dalam hasil penelitian yang sudah mendapat kritik teks tersebut yang paling baik dan mendekati aslinya. (2) Dilihat dari segi isi, naskah SL memberi ajaran, yaitu suatu perjuangan hidup yang penuh rintangan, hambatan, pertentangan, pertarungan, dan persaingan dapat ditanggulangi dengan adanya etos kerja yang tinggi dan sikap disiplin, yaitu terdiri dari: taat dan patuh, tabah dalam menghadapi cobaan, pantang menyerah, mandiri, serta efisiensi waktu.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah warisan dari nenek moyang yang merupakan ciri khas yang menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia dari bangsa lain. Di antara warisan budaya tersebut adalah karya sastra atau karya tulis yang tersimpan pada bahan yang lama seperti batu, logam, kulit binatang, kulit kayu dan kertas (Siti Baroroh Baried, 1983). Karya tulis yang tersimpan pada logam, kulit binatang, kulit kayu dan kertas disebut naskah. Naskah dipandang suatu dokumen budaya, potret dari suatu kebudayaan masa lalu. Siti Baroroh Baried (1985) menyatakan bahwa : “naskah–naskah nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan ini dapat ditunjukan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan; misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa dan sastra. Apabila dilihat dari pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu pada sifat– sifat historis dan religius”.

Dalam usaha untuk menggali dan mengungkapkan khasanah kepribadian bangsa Indonesia ini, ternyata masih banyak sumber yang dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah khasanah naskah–naskah Jawa yang isinya beraneka ragam. Keanekaragaman isi yang terkandung di dalam naskah–naskah lama dapat dilihat dalam katalog-katalog naskah Jawa. Naskah–naskah lama tersimpan di tempat– tempat penyimpanan naskah, seperti di perpustakaan–perpustakaan dan ada pula Dalam usaha untuk menggali dan mengungkapkan khasanah kepribadian bangsa Indonesia ini, ternyata masih banyak sumber yang dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah khasanah naskah–naskah Jawa yang isinya beraneka ragam. Keanekaragaman isi yang terkandung di dalam naskah–naskah lama dapat dilihat dalam katalog-katalog naskah Jawa. Naskah–naskah lama tersimpan di tempat– tempat penyimpanan naskah, seperti di perpustakaan–perpustakaan dan ada pula

Dari sekian banyak naskah–naskah lama, tidak semua sampai kepada kita. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain: banyak naskah yang hilang karena bencana alam dan ada sebagian naskah yang dibawa pulang oleh penjajah ke negerinya pada waktu perang, selain itu kondisi fisik naskah sendiri yang umumnya terbuat dari lontar, bambu, dluwang dan kulit binatang, menyebabkan naskah menjadi mudah rusak dan rapuh, serta tidak tahan pada cuaca yang lembab. Naskah yang sampai kepada kita sekarang ini sebagian besar bukan lagi naskah asli. Kebanyakan naskah–naskah turunan akibat adanya budaya salin menyalin naskah, sehingga tidak menutup kemungkinan banyak terjadi kesalahan atau perubahan. Kesalahan terjadi karena penyalin tidak memahami tulisan, salah baca atau tidak menguasai pokok permasalahan naskah yang disalin. Perubahan yang terjadi karena ada bagian teks yang diambil atau ditambah dengan tujuan untuk memperindah atau melengkapi isi teks yang dirasa kurang oleh penyalin. Adanya banyak kesalahan atau perubahan maka diperlukan peranan filologi untuk menangani naskah dengan menggunakan cara kerja filologi. Menurut Haryati Soebadio (1975), tugas utama filolog adalah mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang memberi pengertian sebaik- Dari sekian banyak naskah–naskah lama, tidak semua sampai kepada kita. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain: banyak naskah yang hilang karena bencana alam dan ada sebagian naskah yang dibawa pulang oleh penjajah ke negerinya pada waktu perang, selain itu kondisi fisik naskah sendiri yang umumnya terbuat dari lontar, bambu, dluwang dan kulit binatang, menyebabkan naskah menjadi mudah rusak dan rapuh, serta tidak tahan pada cuaca yang lembab. Naskah yang sampai kepada kita sekarang ini sebagian besar bukan lagi naskah asli. Kebanyakan naskah–naskah turunan akibat adanya budaya salin menyalin naskah, sehingga tidak menutup kemungkinan banyak terjadi kesalahan atau perubahan. Kesalahan terjadi karena penyalin tidak memahami tulisan, salah baca atau tidak menguasai pokok permasalahan naskah yang disalin. Perubahan yang terjadi karena ada bagian teks yang diambil atau ditambah dengan tujuan untuk memperindah atau melengkapi isi teks yang dirasa kurang oleh penyalin. Adanya banyak kesalahan atau perubahan maka diperlukan peranan filologi untuk menangani naskah dengan menggunakan cara kerja filologi. Menurut Haryati Soebadio (1975), tugas utama filolog adalah mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang memberi pengertian sebaik-

Naskah yang akan dijadikan sebagai objek penelitian dan disajikan yaitu Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (yang selanjutnya disebut SL). Menurut Girardet–Soetanto, mereka mengelompokkan jenis naskah sebagai berikut:

a. Kronik, Legende dan Mite Di dalamnya termasuk naskah–naskah: babad, pakem, wayang purwa, menak, panji, pustakaraja dan silsilah.

b. Agama, Filsafat dan Etika Di dalamnya termasuk naskah–naskah yang mengandung unsur–unsur: hinduisme–budhisme, islam, mistik jawa, kristen, magic dan ramalan, sastra wulang.

c. Peristiwa kraton, hukum, peraturan-peraturan

d. Buku teks dan penuntun,kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat–obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak–memasak dan sebagainya.

Berdasarkan penggolongan naskah yang dilakukan oleh Girardet–Soetanto di atas, kedudukan SL berada pada bagian a, yaitu: kronik, legende, dan mite, yang di dalamnya termasuk naskah jenis pakem. Dalam Kamus Bausastra Jawa karangan Purwadarminta (1939: 458), “pakem adalah suatu patokan dalam cerita pedhalangan”. Menurut Suyanto (2003) pakem ada dua jenis, yaitu pakem jangkep dan pakem balungan. Pakem jangkep adalah lakon wayang yang ditulis secara utuh, baik dari segi bahasa, sulukan, gendhing, dan cak-cakan sabet wayang.

Sedangkan pakem balungan adalah kerangka lakon yang bersifat singkat (hanya menulis tempat, tokoh, dan konflik permasalahan). Menurut keterangan mengenai pakem jangkep dan balungan, naskah SL termasuk pakem jangkep.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari katalog, naskah SL hanya terdapat di Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunagaran Surakarta, yakni:

a. Naskah berjudul Pakem Mandraswara, dengan nomor katalog D.166. (Girardet, 1983)

b. Naskah berjudul Pakem Mandraswara, dengan nomor katalog D. 167. (Girardet, 1983)

c. Naskah berjudul Serat Lampahan Damarwulan Ngarit, dengan nomor katalog

G. 162. (menurut katalog lokal milik perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta) Langkah selanjutnya adalah mengadakan pengecekan langsung ke tempat penyimpanan naskah. Naskah SL benar-benar terdapat di satu tempat, yaitu: Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta. Berdasarkan pengecekan ketempat penyimpanan naskah tersebut, ternyata ditemukan 3 naskah, yaitu: naskah dengan nomor katalog D. 166 (yang selanjutnya disebut naskah A), naskah dengan nomor katalog G. 162 (yang selanjutnya disebut naskah B), naskah dengan nomor katalog D. 167 (yang selanjutnya disebut naskah C). Perlu diketahui bahwa judul pada cover naskah A bertuliskan “Pakem Mandraswara, Lampahan Damarwulan Ngarit, macapat” yang berarti ‘Pakem Mandraswara, Episode Damarwulan Ngarit, macapat’. Tetapi setelah dibaca isi teksnya, pada halaman pertama bertuliskan, “Ing ngandhap punika purwakaning Serat Langendriya mawi kasukanan sandi asmanipun ingkang nganggit” yang berarti

‘Di bawah ini bagian awal dari Serat Langendriya disertai nama sandi dari pengarangnya . Gaya penulisan huruf antara judul cover dengan isi teks berbeda.

Setelah membaca isi teks pada naskah A, dapat diketahui bahwa judul naskah bukan Pakem Mandraswara tetapi berjudul Serat Langendriya, sedangkan naskah B berbentuk puisi (tembang macapat) yang dipadukan dengan prosa berupa dialog dan monolog. Naskah C ternyata merupakan tedhakan yang berarti ‘salinan’ dari naskah A, hal itu dapat diketahui dari judul pada cover naskah C, yaitu Pakem Mandraswara, Lampahan Damarwulan Ngarit, tetedhakan saking pakeming Tandhakusuman yang berarti ‘Pakem Mandraswara, Episode Dmarwulan Ngarit, salinan dari pakem Tandhakusuma. Dengan demikian naskah

C dieliminasi karena merupakan salinan dari naskah A dan penyalinannya belum selesai atau hanya sampai pada pertengahan cerita, sehingga yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah naskah A dan B. Naskah yang lain dijadikan sebagai pembanding.

Alasan naskah SL dijadikan sebagai obyek kajian dalam penelitian karena dalam segi filologi, naskah SL perlu segera ditangani berdasarkan dua alasan. Pertama, adanya varian-varian dalam teks SL yang menjadi faktor pendorong untuk ditemukannya naskah yang paling mendekati aslinya sesuai dengan cara kerja filologi. Penanganan ini dilakukan karena dalam 2 naskah yang ditemukan memiliki perbedaan urutan pupuh, jumlah bait, perbedaan kata dan kelompok kata.

Adanya varian bacaan, di antaranya disebabkan karena kelebihan guru wilangan , seperti yang terjadi pada halaman 6 tembang Pangkur bait ketiga baris keempat. Pada baris ini berbunyi “dhuh jagat dewa bathara”, yang seharusnya

bila didasarkan pada konvensi tembang Pangkur, baris keempat mamiliki konvensi guru wilangan dan guru lagu 7a, sehingga seharusnya, baris ini berbunyi “jagat dewa bathara”. Selain itu, adanya pengurangan guru wilangan, seperti yang terjadi pada halaman 7 tembang Kinanthi bait keempat baris kedua. Pada baris ini berbunyi “ing ma rêkyana patih”, yang seharusnya, bila didasarkan pada konvensi tembang Kinanthi, baris kedua memiliki konvensi guru wilangan dan guru lagu 8i, sehingga seharusnya, baris ini berbunyi “ing rama rêkyana patih”. Kesalahan kata, seperti yang terjadi pada halaman 10 tembang Sinom bait keempat baris keempat. Berbunyi “sun rumangsa kokbisiki”, kata bisiki tidak sesuai dengan konteks kalimat, sehingga seharusnya “sun rumangsa kokbêciki”.

Sementara itu, salah satu perbedaan jumlah bait dapat dilihat pada naskah A yang pada pupuh XX memiliki 6 bait tembang Durma, sedangkan naskah B memiliki 5 bait tembang Durma. Untuk mempermudah mengetahui perbedaan tersebut, maka dibuatkan tabel perbandingan mengenai perbedaan jumlah pupuh, urutan pupuh serta banyaknya bait dalam naskah SL. Tabel 1. 1. Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait.

Jumlah Bait No

Urutan Pupuh

Naskah A

Naskah B

1 Dhandhanggula

2 Kinanthi

3 Sinom

4 Gambuh

5 Pangkur

6 Mijil

Dengan melihat varian-varian di atas inilah yang mendorong dilakukannya penelitian dengan cara perbandingan naskah untuk mendapatkan naskah yang paling mendekati naskah aslinya.

Kedua, naskah SL ini diteliti karena dalam naskah ini isinya menarik, yaitu mengisahkan perjalanan Damarwulan ketika mengabdi di Majapahit. Cerita dimulai dengan percakapan antara Ratu Ayu dari Majapahit dengan Patih Logender tentang situasi kerajaan. Patih Logender menerangkan bahwa situasi kerajaan baik-baik saja, tetapi ada satu adipati yang membangkang yaitu Adipati Menakjingga dari Blambangan. Menakjingga ingin mempersunting Ratu Ayu, jika Kedua, naskah SL ini diteliti karena dalam naskah ini isinya menarik, yaitu mengisahkan perjalanan Damarwulan ketika mengabdi di Majapahit. Cerita dimulai dengan percakapan antara Ratu Ayu dari Majapahit dengan Patih Logender tentang situasi kerajaan. Patih Logender menerangkan bahwa situasi kerajaan baik-baik saja, tetapi ada satu adipati yang membangkang yaitu Adipati Menakjingga dari Blambangan. Menakjingga ingin mempersunting Ratu Ayu, jika

Naskah SL merupakan bentuk kesenian langendriyan. Cirinya, penggarapan adegan dilaksanakan dengan pola wayang orang, tetapi percakapannya dilakukan dengan tembang yang berarti ‘nyanyian’. Riwayat terciptanya langendriyan, pada pertengahan abad kesembilan belas hidup seorang Indo Jerman di kota Solo yang bernama Tuan Godlieb. Beliau seorang saudagar batik yang sukses, dan pegawainya rata-rata para gadis desa. Pada waktu luang, mereka menghibur diri dengan menyanyi (ura-ura). Tertarik akan hal itu, maka tuan Godlieb meminta RMA Tandakusuma untuk membina para pegawainya sebagai kegiatan sampingan selain membatik. Perlu diketahui bahwa RMA Tandakusuma adalah menantu dari Mangkunegara IV, yang ahli di bidang gendhing dan tari. Menyanggupi tawaran tuan Godlieb, RMA Tandakusuma segera menulis naskah yang judulnya Serat Langendriya yang terdiri dari empat episode, yaitu: Damarwulan Ngarit, Pejahipun Ranggalawe Tuban, Menakjingga Lena, Ratu Ayu Dhaup kaliyan Damarwulan. Pada mulanya, hanya dilakukan dalam bentuk nyanyian (uran-uran) yang diiringi gamelan, tanpa adanya gerakan tari. Pada suatu saat, perusahaan Tuan Godlieb mengalami kemunduran, sehingga Ia tidak mampu lagi mengurusi dan membiayai kegiatan tersebut. Atas saran RMA

Tandakusuma, bentuk kesenian langendriyan dan para pemainnya dipersembahkan kepada Mangkunagara IV. Pementasan langendriyan yang Tandakusuma, bentuk kesenian langendriyan dan para pemainnya dipersembahkan kepada Mangkunagara IV. Pementasan langendriyan yang

Kenikmatan pertunjukan langendriyan tidak hanya disalurkan melalui indera pendengaran dengan mendengar pemainnya bernyanyi (uran-uran), melainkan juga lewat indera penglihatan dengan melihat tariannya, sehingga selain sebagai tontonan yang sifatnya menghibur, pasti di dalamnya ingin menyampaikan suatu pesan. Di dalam naskah SL pesan yang terkandung adalah berisi ajaran, yaitu ajaran mengenai perjuangan hidup. Perjuangan hidup yang dijalani dengan semangat hidup yang tinggi, gigih, mau bekerja keras, walaupun banyak cobaan yang menghadang. Segala usaha yang dijalani dengan tabah, tekun dan ulet pasti akan membuahkan hasil yang maksimal. Dalam naskah SL, walaupun Damarwulan hanya bekerja sebagai pelayan dan perawat kuda, Ia selalu tekun, ulet, tabah, dan kerja keras dalam melaksanakan pekerjaannya walaupun banyak terhalang rintangan, sehingga berkat kegigihannya, Damarwulan bisa menjadi raja di Majapahit. Berbeda dengan jaman sekarang, masyarakat lebih suka hal-hal apapun yang sifatnya cepat, tidak mau repot, susah, dan rumit. Masyarakat sekarang lebih suka hal-hal yang sifatnya praktis. Contoh, banyak mahasiswa yang membayar seseorang untuk mengerjakan skripsinya. Mahasiswa tersebut melakukannya karena malas berusaha dan tidak mau bekerja keras. Timbul dampak negatif, yaitu pada saat ujian, mahasiswa tersebut kurang menguasai materi dan untuk jangka panjang, akan berdampak pada saat mencari pekerjaan, pasti akan kesulitan karena keahliannya kurang maksimal.

Dengan melihat uraian isi di atas, maka naskah SL perlu diteliti dan dikaji, agar pembaca dapat mengetahui cerita dan makna yang terkandung dalam naskah SL .

B. Batasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan naskah SL ini sangat beragam, yaitu kondisi naskah, perbedaan bentuk naskah, perbedaan urutan pupuh, perbedaan jumlah bait, perbedaan kata dan kelompok kata masing-masing naskah, serta isi naskah yang menceritakan episode-episode Langendriyan, seperti: episode Damarwulan Ngarit , Ranggalawe Gugur, Menakjingga Lena, dan Ratu Ayu Dhaup kaliyan Damarwulan . Di dalam mengungkap makna cerita yang terkandung di dalam naskah, baik dari segi ajaran, sejarah, jalan cerita, tokoh pemeran, dan jenis iringan musiknya, tidak mungkin akan dibahas semuanya.

Batasan masalah sebagai pencegah meluasnya bahasan dalam penelitian, maka dilakukan dua kajian. Yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis meliputi deskripsi naskah, perbandingan naskah, penentuan naskah dasar, kritik teks, transliterasi naskah, aparat kritik dan sinopsis Episode Damarwulan Ngarit. Kajian isi meliputi bagaimana isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

C. Rumusan Masalah

Berdasar pada permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan dua permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi?

2. Bagaimana isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi.

2. Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis.

1. Manfaat Praktis

a. Menyelamatkan data dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit dari kerusakan dan hilangnya data dari naskah tersebut.

b. Mempermudah pemahaman isi teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit bagi khalayak umum.

c. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang cerita yang terdapat pada naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit

d. Memberi data sebagai pedoman bagi para seniman yang ingin mengadakan pertunjukan langendriyan.

2. Manfaat Teoretis

a. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum terungkap isinya.

b. Membantu peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut teks Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit khususnya dan naskah Jawa umumnya dari berbagai disiplin ilmu.

c. Menumbuhkan minat peneliti–peneliti lain dari berbagai disiplin ilmu.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan hasil penelitian. Laporan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yang disusun sebagai berikut: Bab I

Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian Teoretik Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian filologi, objek penelitian filologi, langkah kerja penelitian filologi, kritik teks dan aparat kritik, pengertian langendriyan, serta pengertian etos kerja.

Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai bentuk dan jenis penelitian, lokasi pencarian data, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Analisis Data Dalam bab ini dikemukakan mengenai kajian filologis dan kajian isi naskah. Kajian filologis terdiri dari deskripsi naskah, perbandingan naskah, penentuan naskah dasar, kritik teks, transliterasi naskah, aparat kritik, dan sinopsis cerita. Kajian isi membahas ajaran perjuangan hidup.

Bab V Penutup Dalam bab ini dikemukakan mengenai kesimpulan dari yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Selain kesimpulan, dalam bab ini juga akan dikemukakan saran-saran. Bagian akhir dari penulisan laporan hasil penelitian ini dilampirkan daftar pustaka dan copy naskah yang dipakai sebagai bahan acuan dalam kegiatan penelitian.

BAB II KAJIAN TEORETIK

A. Pengertian Filologi

Kata Filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu philologia, gabungan dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti ilmu (Siti Baroroh Baried, et al. 1994: 2). Hal itu mengisyaratkan kata philologia bermakna cinta kata atau senang bertutur. Arti ini kemudian berkembang menjadi senang belajar, senang ilmu dan senang kesastraan.

Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan perkembangan. Pengertian dan penerapannya di Indonesia, pada awal mulanya dipengaruhi oleh para ahli terdahulu, yang sedikit banyak dilatarbelakangi oleh pengetahuan dan pemahaman tentang filologi yang berlaku dan yang diperlukan untuk karya-karya abad pertengahan yang menjadi sasaran dan obyek kerja para peneliti filologi terdahulu. Menurut Edward Djamaris (1997), filologi adalah ilmu yang obyek penelitiannya naskah-naskah lama, sedangkan menurut Akhadiati Ikram (1980), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan.

B. Objek Penelitian Filologi

Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau (Siti Baroroh

Baried, et al. 1994: 55). Objek penelitian yang konkrit yaitu naskah dan teks hasil dari tulisan tangan. Semua bahan tulisan tangan disebut naskah, sedangkan teks menurut Siti Baroroh Baried, dkk (1994) adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan.

Dari pengertian-pengertian naskah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa naskah merupakan semua bahan tulisan tangan sebagai wadah penyimpanan teks yang wujud kongkritnya dapat dilihat dan dipegang yang tertulis pada daun lontar, nipah, bambu, kulit kayu, rotan dan dluwang. Teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya. Kaitannya dengan penelitian ini, obyek penelitian yang dikaji adalah naskah tulisan Jawa carik yang berjudul Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

C. Langkah Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian filologi, yaitu inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar–dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah (Edward Djamaris, 1977: 23). Teori tersebut tidak semuanya dan selamanya harus dipakai untuk mengkaji semua naskah. Setiap naskah memiliki kondisi yang berbeda– beda, sehingga teori itupun juga harus disesuaikan dengan naskah yang nantinya akan kita kaji.

Dalam penelitian ini, penulis menempuh langkah kerja yang meliputi penentuan sasaran penelitian; inventarisasi naskah; observasi pendahuluan dan Dalam penelitian ini, penulis menempuh langkah kerja yang meliputi penentuan sasaran penelitian; inventarisasi naskah; observasi pendahuluan dan

1. Penentuan Sasaran Penelitian

Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Karena ada naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, dan Batak. Ada naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Ada naskah yang berbentuk puisi dan ada pula yang berbentuk prosa. Ada naskah yang berisi cerita nabi, bertema adat-istiadat, sejarah, agama, atau pewayangan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menentukan sasaran yang diteliti adalah sebagai berikut: naskah bertuliskan huruf Jawa carik, ditulis pada kertas dan dluwang, berbentuk puisi Jawa/ tembang macapat dan berisi masalah piwulang ajaran hidup. Keseluruhan rangkaian bentuk di atas terangkum di dalam Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

2. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi adalah upaya untuk mendaftar atau mendata semua naskah dengan judul sama maupun yang hampir sama untuk dijadikan obyek penelitian. Tujuannya untuk mengetahui tempat penyimpanannya, jumlah naskah, nomor naskah, umur naskah, tulisan naskah, tahun pembuatan serta pengarang. Menurut Edi S. Ekadjati (1980) bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah yang Inventarisasi adalah upaya untuk mendaftar atau mendata semua naskah dengan judul sama maupun yang hampir sama untuk dijadikan obyek penelitian. Tujuannya untuk mengetahui tempat penyimpanannya, jumlah naskah, nomor naskah, umur naskah, tulisan naskah, tahun pembuatan serta pengarang. Menurut Edi S. Ekadjati (1980) bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah yang

3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah

Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai informasi yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit, maka diadakanlah deskripsi naskah dan ringkasan isi naskah. Deskripsi naskah ialah uraian ringkas naskah secara terperinci untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu, serta membantu kita dalam memilih naskah yang paling baik untuk ditransliterasi dan digunakan untuk perbandingan. Emuch Hermansoemantri (1986) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah dan teks, tebal, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, identitas pengarang/ penyalin, fungsi sosial naskah hingga pada ikhtisar teks/ cerita. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dan halaman naskah.

4. Perbandingan Naskah

Perbandingan naskah menurut Edward Djamaris (1977) perlu dilakukan apabila sebuah cerita ditulis dalam dua naskah atau lebih, untuk membetulkan kata-kata yang salah atau tidak terbaca, untuk menentukan silsilah naskah, untuk mendapatkan naskah yang terbaik dan untuk tujuan- tujuan yang lain. Perbandingan naskah ini dilakukan dengan mengacu pada cara perbandingan naskah Edward Djamaris. Menurut Edward Djamaris (1977), perbandingan naskah dilakukan dengan cara:

a. Perbandingan kata demi kata dan kelompok kata Untuk membetulkan kata-kata yang salah atau tidak terbaca, menentukan silsilah naskah, dan mendapatkan teks asli atau terbaik.

b. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa Untuk mengelompokkan cerita dalam beberapa versi dan untuk mendapatkan cerita yang bahasanya lancar dan jelas.

c. Perbandingan Isi Cerita Untuk mendapatkan naskah yang isinya lengkap dan tidak menyimpang serta untuk mengetahui penambahan unsur atau pengurangan unsur yang telah ada dalam naskah semula.

5. Penentuan Naskah Dasar

Berdasarkan perbandingan naskah tersebut, kemudian dilakukan pertimbangan naskah. Bertolak dari pertimbangan naskah tersebut dapat diketahui naskah yang tidak lengkap isinya, naskah yang berupa salinan Berdasarkan perbandingan naskah tersebut, kemudian dilakukan pertimbangan naskah. Bertolak dari pertimbangan naskah tersebut dapat diketahui naskah yang tidak lengkap isinya, naskah yang berupa salinan

a. isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan naskah lain;

b. tulisannya jelas dan mudah dibaca;

c. keadaan naskah baik dan utuh;

d. bahasanya lancar dan mudah dipahami;

e. umur naskah lebih tua Naskah yang memenuhi kriteria sebagaimana teori di atas adalah naskah yang layak dijadikan sebagai naskah dasar, namun sebelum diadakan suntingan teks, terlebih dahulu diadakan suatu kritik teks untuk membersihkan kesalahan-kesalahan yang mengikuti naskah dasar tersebut. Hal ini dilakukan, agar naskah yang disunting benar-benar terbebas dari kesalahan, atau setidaknya dapat meminimalkan kesalahan yang ada di dalam teks tersebut.

6. Transliterasi/ Transkripsi Naskah

Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Bani Sudardi, 2003: 66). Penyajian bahan transliterasi harus selengkap–lengkapnya dan sebaik–baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan mengalihkan huruf Jawa ke huruf Latin. Transkripsi adalah gubahan teks dari satu ejaan ke ejaan yang lain. Segala kesalahan harus dijelaskan oleh filolog, sehingga tidak terdapat lagi kekeliruan dan salah tafsir. Filolog hendaknya dapat menyajikan bahan transliterasi atau transkripsi itu selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, sehingga mudah dibaca dan dipahami. Di samping itu, juga disajikan perbedaan-perbedaan kata pada naskah-naskah lain, perbaikan-perbaikan serta komentar dan penjelasannya; sehingga dapat ditetapkan bagaimana bunyi teks itu seharusnya.

7. Kritik Teks dan Aparat Kritik

Penyalinan berkali-kali terhadap teks tidak menutup kemungkinan akan timbulnya berbagai kesalahan dan perubahan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kajian untuk meluruskan teks tersebut sesuai dengan keadaan teks asalnya. Kajian yang dimaksud di sini adalah kajian secara filologis. Kajian filologis menurut Teeuw (1988) bertujuan untuk memulihkan teks asli dan murni lewat perbandingan naskah yang cermat. Untuk mencapai tujuan itu dilakukanlah pemurnian teks yang disebut dengan kritik teks. Usaha kritik teks ini dilakukan sebelum suntingan teks. Menurut Siti Baroroh Baried,

dkk. (1994) kata “kritik” teks berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya ‘seorang hakim’, krinein berarti menghakimi, kriterion berarti dasar penghakiman. Kritik teks mengandung arti sikap menghakimi dalam menghadapi sesuatu, sehingga dapat berarti menempatkan sesuatu yang sewajarnya atau memberikan evaluasi terhadap teks. Jadi mengadakan kritik teks berarti menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah, lembaran bacaan yang mengandung kalimat–kalimat atau rangkaian kata–kata tertentu (Maas, 1972 dalam Darusuprapta1989: 20). Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya. Berdasarkan jumlah naskah yang dikaji, metode kritik teks dibagi menjadi dua yaitu metode edisi naskah tunggal dan edisi naskah jamak. Dalam penelitian yang melibatkan dua naskah, maka metode yang digunakan adalah metode edisi naskah jamak. Metode untuk naskah jamak meliputi metode intuitif, metode objektif, metode gabungan dan metode landasan. Penelitian SL ini, memakai metode naskah jamak, yaitu metode landasan. Menurut Siti Baroroh Baried (1985), mengungkapkan bahwa metode landasan diterapkan apabila menurut tafsirannya ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah sejenis, diperiksa dari sudut bahasa, kesusastraan, sejarah dan lain sebagainya. Sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik. Oleh sebab itu, naskah itu dipandang paling baik sebagai landasan untuk edisi. Sebelum menggunakan metode landasan, lebih dahulu diadakan suatu pengelompokan naskah, untuk

menentukan versi bentuk naskah yang dianggap paling unggul. Hal ini dilakukan mengingat data yang terdiri dari dua versi bentuk naskah yakni naskah A berbentuk puisi, sedangkan naskah B berbentuk puisi yang dipadukan dengan prosa. Usaha pengelompokan naskah ini meliputi perbandingan urutan pupuh, jumlah bait, kata per kata, dan kelompok kata. Perbandingan ini dilakukan untuk mengelompokkan dan menentukan naskah yang dianggap autoritatif, yaitu naskah atau sekelompok naskah yang memiliki keunggulan dibanding dengan naskah yang lain; seperti kelengkapan isi, bahasa termasuk ejaannya. Sedangkan varian-varian dari naskah lain dipakai sebagai pelengkap atau penunjang, dimuat dalam aparat kritik. Pengertian aparat kritik menurut Darusuprapta (1984) adalah uraian tentang kelainan bacaan, yaitu bagian yang merupakan suatu pertanggungjawaban ilmiah dalam penelitian naskah, berisi segala macam kelainan bacaan dalam semua naskah yang diteliti. Jika peneliti melakukan perubahan, pengurangan, dan penambahan itu harus disertai pertanggungjawaban melalui dasar teori yang tepat. Kesemuanya itu dicatat dan ditempatkan pada aparat kritik. Maksud diadakan aparat kritik supaya pembaca bisa mengecek bagaimana bacaan naskah, dan bila perlu membuat penafsiran sendiri. Jadi, aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban secara ilmiah.

8. Sinopsis

Sinopsis adalah ringkasan cerita secara garis besarnya saja yang merupakan gambaran singkat isi teks sehingga menyangkup semua dari isi cerita. Hal Sinopsis adalah ringkasan cerita secara garis besarnya saja yang merupakan gambaran singkat isi teks sehingga menyangkup semua dari isi cerita. Hal

D. Pengertian Langendriyan

Langendriyan adalah penyajian drama tari yang semula dilakukan di pendhapa Istana Mangkunegaran, yaitu drama tari yang menggunakan dialog dalam bentuk tembang yang berarti ‘nyanyian’. Bentuk yang disajikan adalah lakon Damarwulan . (buku Bab Langendriya : 1938, Reksapustaka, Mangkunegaran).

Langendriyan adalah dari kata langen dan driya. Langen berarti hiburan, sedangkan driya berarti hati. Jadi, langendriya adalah hiburan hati. (Suranto, BA). Langendriya juga disebut Mandraswara. (Pigeaud dan R.M.Ng. Partahudaya).

Pengertian Langendriyan di kalangan masyarakat luas menurut S.D Humardani yaitu :

1. Semua drama tari yang dialognya vokal.

2. Drama tari yang dialognya vokal dan dengan lakon Damarwulan.

3. Dramatari yang dialognya vokal dengan lakon Damarwulan dan dilakukan oleh wanita. Langendriyan adalah ciptaan R.M H. Tandakusuma, menantu K.G.P.A.A

Mangkunegara IV (1853-1881), pada tahun 1881 di Surakarta. Semula langendriyan merupakan nyanyian macapat yang dilakukan dengan duduk. Setelah pemerintahan Mangkunegara V (1881-1896) langendriyan lebih digarap lagi dengan ditambah gerak-gerik tari yang dilakukan dengan posisi berdiri agar Mangkunegara IV (1853-1881), pada tahun 1881 di Surakarta. Semula langendriyan merupakan nyanyian macapat yang dilakukan dengan duduk. Setelah pemerintahan Mangkunegara V (1881-1896) langendriyan lebih digarap lagi dengan ditambah gerak-gerik tari yang dilakukan dengan posisi berdiri agar

Pigeaud menyatakan bahwa semula cerita langendriyan yang ditulis R.M.H Tandakusuma, adalah lakon Damarwulan Ngarit dan Menakjingga Lena. Setelah langendriyan di bawah kekuasaan Mangkunagara V, R.M.H Tandakusuma menyusun 2 lakon : Damarwulan Ngarit dan Ranggalawe Gugur.

Menurut catatan R.M.Ng. Partahudaya, bahwa Pakem Langendriya oleh R.M.H Tandakusuma ada empat lakon, yaitu : Damarwulan Ngarit, Ranggalawe Gugur, Menakjingga Lena, Pernikahan Damarwulan dengan Ratu Ayu di Majapahit .

E. Pengertian Etos Kerja

Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan dalam hidup, maka dalam hal ini etos kerja adalah kesadaran akan diri sendiri yang menjadi sumber daya moral untuk terus berusaha hingga tercapainya eksistensi diri sendiri. Etos kerja yang tinggi biasanya muncul karena berbagai tantangan-tantangan, harapan-harapan, dan kemungkinan-kemungkinan yang menarik. Etos kerja suatu masyarakat merupakan suatu sikap yang dikehendaki dengan bebas yang tumbuh dari suatu kesadaran untuk selalu bekerja dengan tekun. Perilaku yang mencerminkan etos kerja adalah efisiensi, kerajinan, ketrampilan, sikap tekun, tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, sikap mengakui rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah, kegesitan dalam menggunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, sikap bekerja secara energis, sikap bersandar pada kekuatan sendiri, percaya diri, sikap Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan dalam hidup, maka dalam hal ini etos kerja adalah kesadaran akan diri sendiri yang menjadi sumber daya moral untuk terus berusaha hingga tercapainya eksistensi diri sendiri. Etos kerja yang tinggi biasanya muncul karena berbagai tantangan-tantangan, harapan-harapan, dan kemungkinan-kemungkinan yang menarik. Etos kerja suatu masyarakat merupakan suatu sikap yang dikehendaki dengan bebas yang tumbuh dari suatu kesadaran untuk selalu bekerja dengan tekun. Perilaku yang mencerminkan etos kerja adalah efisiensi, kerajinan, ketrampilan, sikap tekun, tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, sikap mengakui rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah, kegesitan dalam menggunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, sikap bekerja secara energis, sikap bersandar pada kekuatan sendiri, percaya diri, sikap

Etos kerja pada dasarnya suatu pengertian tentang makna kerja, apakah kerja itu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang perlu dilakukan untuk hidup, ataukah mengandung tujuan luhur dan muatan nilai sosial. Sehingga dapat dikatakan etos kerja adalah sikap kehendak tentang pekerjaan yaitu suatu sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moral.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian terhadap naskah SL adalah bentuk penelitian filologi yang obyek kajiannya mendasarkan pada manuskrip (naskah tulisan tangan). Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yang berarti semata-mata menggambarkan, melukiskan, menuliskan, melaporkan obyek penelitian pada saat ini berdasarkan data yang ditemukan atau sebagaimana adanya.

Penelitian ini menggunakan teknik komparatif atau perbandingan naskah, untuk mendapatkan naskah yang sedapat mungkin mendekati aslinya sesuai dengan tujuan penelitian filologi tradisional. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pustaka (Library Research). Penelitian pustaka ini diharapkan dapat mengumpulkan data-data, informasi dengan bantuan buku- buku, majalah, naskah-naskah cetakan, dokemen-dokumen, yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.

B. Lokasi Pencarian Data

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari katalog naskah mengenai keberadaan naskah SL, diperoleh informasi tentang keberadaan naskah yang menjadi sasaran penelitian tersebut yaitu di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Wilayah Surakarta terdapat di perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dan museum Radyapustaka Surakarta. Wilayah Yogyakarta meliputi Berdasarkan informasi yang diperoleh dari katalog naskah mengenai keberadaan naskah SL, diperoleh informasi tentang keberadaan naskah yang menjadi sasaran penelitian tersebut yaitu di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Wilayah Surakarta terdapat di perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dan museum Radyapustaka Surakarta. Wilayah Yogyakarta meliputi

C. Sumber Data dan Data Penelitian

1. Sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Serat Langendriya koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor D. 166

2. Data dalam penelitian ini adalah:

a. Teks Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit dalam Serat Langendriya koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor D. 166.

b. Teks Serat Lampahan Damarwulan Ngarit koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor G. 162.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber data yang berupa buku- buku, makalah, artikel dan sumber informasi penunjang lainnya yang dapat membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian naskah tentang SL.

D. Teknik Pengumpulan Data