CHILHOOD STUNTING PREVALENCE IN MEDAN-INDONESIA AS INFLUENCED BY ENERGY INTAKE DEFICIENCY: AN ANALYSIS OF INFLUENCING FACTORS
JKMK
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php?journal=jkmk&page=index
PREVALENSI STUNTING BALITA DI MEDAN-INDONESIA AKIBAT DEFISIENSI ASUPAN
ENERGI: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Nina Fentiana1, Sinarsih2
Info Artikel
Sejarah Artikel:
Diterima: 5 Januari 2018
Disetujui: 14 Februari 2018
Di Publikasi: 28 Februari
2018
Keywords:
Stunting, Malnutrisi,
Asupan energi.
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan1
Program Studi Psikologi Universitas Indonesia 2,
Jalan Kapten Muslim No 79 Medan, Sumatera Utara Indonesia, 29015
Abstrak
Manifestasi dari defisiensi zinc adalah gangguan pertumbuhan linier pada balita yang ditunjukkan
dengan status stunting. Survey nasional pada skala kecil di Nusa Tenggara Timur (NTT), Pulau
Lombok dan Pulau Jawa, dilaporkan bahwa prevalensi defisiensi zinc sekitar 6-39%. Pemilihan
Kota Medan sebagai lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa prevalensi stunting di
Kota Medan tercatat sekitar 17.4% yang menyumbangkan angka prevalensi stunting terbesar
untuk Sumatera Utara. Jika hal ini tidak diperhatikan maka anak-anak yang stunting akan
menderita gizi buruk sehingga mengakibatkan double burden masalah gizi. Penelitian ini
dirancang untuk mengetahui kekurangan asupan energi sebagai faktor risiko terjadinya stunting
pada balita di Wilayah kerja Puskesmas Teladan, Kota Medan. Penelitian menggunakan
rancangan cross sectional (potong lintang). Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus
uji hipotesis untuk dua proporsi diperoleh 43 sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Asupan energi (kalori) yang rendah merupakan faktor
risiko stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas Teladan Kota Medan.
CHILHOOD STUNTING PREVALENCE IN MEDAN-INDONESIA AS INFLUENCED BY ENERGY
INTAKE DEFICIENCY: AN ANALYSIS OF INFLUENCING FACTORS
Abstract
The manifestation of zinc deficiency is a linear growth disorder in infants indicated by stunting
status. Small-scale national surveys in East Nusa Tenggara (NTT), Lombok Island and Java
Island, it was reported that the prevalence of zinc deficiency was about 6-39%. The selection of
Medan City as the location of the study was based on the consideration that the prevalence of
stunting in Medan City was recorded at 17.4% which contributed the largest stunting prevalence
rate for North Sumatra. If this is not observed then stunting children will suffer malnutrition
resulting in a double burden of nutritional problems. This study was designed to determine the
lack of energy intake as a risk factor for stunting in infants at the working area of Puskesmas
Teladan, Medan City. The study used cross sectional design. From the calculation result by using
hypothesis test formula for two proportions obtained 43 samples. Sampling in this research using
purposive sampling technique. Low energy (calorie) intake is a risk factor for stunting in underfive children in the workplaces of Medan City Health Center.
© 2018 Universitas Muhammadiyah Pontianak
Alamat Korespondensi:
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Email: [email protected] Hp. 08116199299
ISSN 2581-2858
Nina Fentiana, dkk, Prevalensi Stunting Pada Balita dan Defisiensi Asupan Energi
PENDAHULUAN
belum mencapai target prevalensi balita stunting, namun
Stunting dan malnutrisi bersama dengan kegagalan
sudah ada 11 propinsi yang sudah berhasil mencapai
tumbuh 19 intrauterin menyebabkan kematian sebanyak
target yaitu Jambi (30,2%), Bangka Belitung (29,0%),
2,1 juta anak di seluruh dunia yang berusia kurang dari 5
Bengkulu (31,6%), Kepulauan Riau (26,9%), DKI Jakarta
tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010
(26,6%), DI. Yogyakarta (22,5%), Bali (29,3%),
menunjukkan prevalensi gizi kurang dan buruk di
Kalimantan Timur (29,1%), Sulawesi Utara (27,8%),
Indonesia telah mengalami penurunan dari 18,4% tahun
Maluku Utara (29,4%) dan Papua (28,3%). Guna
2007 menjadi 17,9% tahun 2010 dan sekitar 35,6% balita
membantu Propinsi Sumatera Utara untuk mencapai
stunting. Prevalensi balita stunting terdiri dari sangat
angka prevalensi stunting sesuai standar nasional maka
pendek 18,5% dan pendek 17,1%. Penurunan terjadi pada
diperlakukan
balita pendek dari 18,0% menjadi 17,1% dan balita sangat
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk meneliti
pendek dari 18,8% menjadi 18,5%.1
difisiensi zinc sebagai faktor risiko stunting pada anak
Penelitian yang dilakukan oleh Taufiqrahman tahun
2009 terhadap 327 balita usia 6-59 bulan di Nusa
Tenggara Barat melaporkan bahwa 147 (45%) balita
berbagai
usaha
dari
multisektor.
dibawah usia lima tahun di wilayah kerja Puskesmas
Teladan, Kota Medan.
Pemilihan
kota
Medan
didasarkan
pada
menderita stunting. Sekitar 51.7% stunting diderita oleh
pertimbangan bahwa setengah dari angka prevalensi
balita perempuan dan 48.3% diderita oleh balita laki-laki.
stunting di Sumatera Utara terdapat di Kota Medan.
Setelah dilakukan pemeriksaan kadar zinc dengan metode
Prevalensi stunting di Kota Medan tercatat sekitar 17.4%.
HPLC terdapat perbedaan kadar zinc pada anak-anak
Anak stunting bila tidak dipantau pertumbuhannya dapat
stunting dan normal meskipun kecil.2
menderita gizi buruk. Sebagai ibu kota propinsi terbesar
Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di
ke tiga di Indonesia, stunting memberikan double burden
Indonesia yang memiliki angka prevalensi gizi buruk
bagi pertumbuhan dan kemajuan pembangunan. Masalah
pada balita diatas prevalensi nasional yaitu 14.1%. Sekitar
sebenarnya bukan tubuh pendek, tetapi jika seseorang
14.0% gizi buruk diderita oleh balita laki-laki dan 13.8%
menderita stunting proses-proses lain didalam tubuh juga
perempuan. Prevalensi stunting di Sumatera Utara sekitar
terhambat seperti pertumbuhan otak yang berdampak
42.5% melebihi prevalensi stunting nasional yaitu 37.2%.
pada kecerdasan. Dampak beban ganda malnutrisi tidak
Angka stunting batas non public health yang ditetapkan
hanya dirasakan individu, ekonomi juga terkena
WHO, 2005 adalah 20%, sedangkan saat ini prevalensi
dampaknya. Kerugian akibat stunting dan malnutrisi
balita stunting di Sumatera Utara masih di atas 20%.
diperkirakan setara dengan 2-3% PBD (Produk Domestik
Artinya Sumatera Utara masih dalam kondisi bermasalah
Bruto) Indonesia.3
kesehatan masyarakat.
Riset kesehatan dasar yang dilakukan tahun 2013 di
Mengacu pada Rencana Aksi Nasional Pangan dan
33 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 11
Gizi 2011-2015, sasaran pembangunan pangan dan gizi
propinsi yang berhasil mencapai target penurunan angka
pada tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi
prevalensi stunting. Prevalensi stunting pada balita di
kurang pada balita menjadi 15,5% dan prevalensi balita
Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 sekitar 37.2%.
stunting menjadi 32%, artinya sampai tahun 2015 kita
Propinsi Sumatera Utara memiliki angka prevalensi
masih harus menurunkan 3,6%. Walaupun secara nasional
stunting sebesar 42.5%. Artinya Sumatera Utara masih
9
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 8-13
2018
dalam kondisi bermasalah kesehatan masyarakat1.
sebanyak 21 (48,8%) dan perempuan sebanyak 22
Berdasarkan data tersebut penelitian ini disusun untuk
(51,2%). Status pekerjaan kepala keluarga remaja
melihat defisiensi asupan kalori sebagai faktor risiko
diketahui bahwa sebagian besar kepala keluarga balita
terjadinya stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan,
bekerja sebagai wiraswasta/pelayan jasa/pedagang yaitu
Kota Medan.
65,1%. Pendidikan kepala keluarga balita diketahui
bahwa sebagian besar pendidikan kepala keluarga balita
BAHAN DAN METODE
Penelitian menggunakan rancangan cross sectional.
Perhitungan dengan menggunakan rumus uji hipotesis
untuk dua proporsi diperoleh jumlah sampel adalah 43.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling. Data yang diambil adalah
antropomteri, jenis dan frekuensi makan pada bahan
makanan tertentu digunakan dengan menggunakan form
SQ-FFQ. Analisis Bivariat menggunakan uji statistik Chi
Square dan analisa multivarat dilakukan dengan
menggunakan regresi logistik berganda model prediksi.
Sebelum kuesioner digunakan dalam pengumpulan data,
kuesioner di uji coba terlebih dahulu untuk memastikan
valid dan reliabel untuk digunakan. Pengolahan data
pertama kali dilakukan dengan menghitung nilai Z-skor
untuk mengkategorikan balita yang stunting dan tidak
stunting dengan menggunakan perangkat lunak WHO
AnthroPlus.
diketahui paling besar terdapat ≤ UMR (Upah Minimum
Regional) yaitu 58,1%.
Analisis bivariat antara asupan energi dan stunting
pada balita diperoleh bahwa ada sebanyak 18 (85,7%)
balita dengan asupan energi tidak lebih menderita
stunting. Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,022
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan
antara asupan energi dengan stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan tahun
2017. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jenis
kelamin dan stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2017 diperoleh
bahwa persentase stunting pada balita perempuan lebih
tinggi dari pada balita laki-laki. Balita perempuan yang
menderita stunting sebesar 16 (72,7%) dan balita laki-laki
statistik diperoleh p-value = 0,526 maka dapat
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting di
di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan tahun
2017 yang ditentukan secara antropometri dengan
klasifikasi WHO tahun 2005 menurut indeks IMT/U
sebesar 67,4% (Z-skor 70% dari total energi AKG) adalah 51,2%.
Jumlah balita
menurut jenis kelamin tidak jauh
berbeda antara laki-laki dan perempuan yaitu laki-laki
10
Tingkat pengeluaran rumah tangga pada keluarga balita
yang menderita stunting sebesar 13 (66,9%). Hasil uji
HASIL
dengan
adalah pendidikan SLTA keatas yaitu sebesar 53,5%.
disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2017. Hasil uji
statistik untuk variabel pendidikan kepala keluarga,
pendidikan kepala keluarga, dan tingkat pengeluaran RT
diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga, dan tingkat pengeluaran RT dengan stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota
Medan tahun 2017.
Dalam penelitian ini ada 5 variabel yang diduga
berhubungan dengan stunting pada balita di wilayah kerja
Nina Fentiana, dkk, Prevalensi Stunting Pada Balita dan Defisiensi Asupan Energi
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2017, yaitu asupan
ke
dalam
pemodelan
multivariat.
energi, jenis kelamin, pekerjaan kepala keluarga,
didapatkan nilai Odds Ratio (OR) dari variabel kadar zinc
pendidikan kepala keluarga, dan tingkat pengeluaran
adalah 0,146, artinya balita dengan asupan energi ≤ 70
rumah tangga. Sebelum membuat pemodelan multivariat
AKG (tidak lebih) akan menderita stunting 0,146 kali
maka keenam variabel tersebut diuji dengan variabel
dibandingkan balita dengan asupan energi > 70 AKG
dependent (obesitas remaja) secara bivariat. Variabel
(Lebih) setelah dikontrol variabel asupan energi, jenis
dengan p-value 70% AKG (Lebih)
11
50,0
11
50,0
22
100
Perempuan
16
72,7
6
27,3
22
100
Laki-laki
13
66,9
8
38,1
21
100
Pekerjaan Kepala Keluarga
Wiraswasta/Pelayan
jasa/Pedagang
18
64,3
10
35,7
28
100
Tidak bekerja
11
73,3
4
26,7
15
100
SD,SMP
15
75,0
5
23,0
20
100
SLTA
Tingkat Pengeluaran
Rumah Tangga (RT)
14
60,9
9
39,1
23
100
≤UMR
17
68,0
8
32
25
100
>UMR
12
66,7
6
33,3
18
100
0,022*
Jenis Kelamin
0,526
0,735
Pendidikan Kepala Keluarga
PEMBAHASAN
Asupan kalori memberikan gambaran konsumsi
balita yang meliputi jenis bahan makanan yang
dikonsumsi, frekuensi makan dan jumlah bahan
makanan yang mengandung energi. Kemungkinan
asupan kalori yang rendah menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada kelompok anak balita pendek.
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian
0,353
1,000
sebelumnya10, yang menyebutkan bahwa pada anak
balita pendek rata-rata tingkat konsumsi energi lebih
rendah dibandingkan pada anak balita dengan
perawakan normal. Beberapa penelitian yang
membandingkan tentang perawakan pendek lebih
banyak pada usia di bawah lima tahun16. Fenomena
ini terjadi karena usia tersebut merupakan masa
pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan nutrien
untuk
masa
pertumbuhan
juga
meningkat.
11
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 8-13
2018
Kebutuhan seng secara fisiologis meningkat pada
jumlah keluarga yang banyak juga berkontribusi
periode pertumbuhan cepat akibat terjadinya proses
terhadap terjadinya perawakan pendek.16
replikasi DNA, transkripsi DNA dan fungsi
endokrin8,10.
mengalami
Bayi
dan
defisiensi
anak-anak
zinc
berisiko
karena
kadar
metalotionein di hati rendah saat lahir, berat badan
lahir rendah atau ibu dengan defisiensi seng
sedangkan kebutuhan zinc untuk tumbuh kejar
sangat tinggi.8
Pengukuran variabel asupan energi dilakukan
secara retrospektif yaitu dengan metode recall 1x24
jam yang memungkinkan terjadinya recall bias,
ketepatannya sangat bergantung kepada daya ingat
responden,
dan
kemauan
responden
untuk
memberikan jawaban yang sebenarnya. Hal ini dapat
berakibat terjadinya misklasifikasi sebagai akibat
Penyebab stunting yang paling umum di seluruh
kemungkinan tidak tepat dalam memperkirakan
dunia adalah malnutrisi. Nutrisi memegang peranan
suatu efek. Pengukuran asupan energi menggunakan
penting terhadap kontrol mekanisme pertumbuhan
recall 1x24 jam tidak mampu menggambarkan status
linier. Penelitian pada binatang menunjukkan
gizi seseorang. Recall konsumsi makanan sebaiknya
restriksi pemberian energi menyebabkan penurunan
dilakukan 3x24 jam dengan tujuan untuk menangkap
konsentrasi IGF-1 dalam darah dan akan kembali
variasi dalam jenis dan jumlah konsumsi makanan,
normal setelah diberikan energi yang sesuai.
sehingga mampu memberikan gambaran tentang
Hubungan antara status nutrisi dan IGF-1 pada
konsumsi responden yang sesungguhnya.8
manusia dapat dilihat dari penurunan kadar IGF-1
pada anak dengan malnutrisi seperti kwarsiorkor
atau marasmus.13
Pengumpulan data konsumsi dilakukan dengan
pertanyaan terbatas hanya pada frekuensi makan dan
porsi rata-rata, tanpa memperhitungkan jumlah
Faktor mempengaruhi rendahnya asupan kalori
sebenarnya yang dimakan, maupun jenis makanan
pada anak karena pengetahuan gizi yang rendah pada
yang dikonsumsi. Oleh sebab itu pewawancara harus
orang tua terutama ibu. Penelitian oleh sebelumnya
memperkirakan ukuran rumah tangga ke dalam
menggambarkan terjadi peningkatan terhadap berat
ukuran porsi yang sebenarnya. Dengan demikian
dan tinggi badan anak usia dibawah 5 tahun setelah
data
diberikan makanan tambahan beserta konseling
kemampuan enumerator dalam mengestimasi atau
kepada ibu mengenai nutrisi yang baik untuk anak.
mengkonversi ukuran rumah tangga ke dalam ukuran
Penelitian yang dilakukan di Indonesia, pada orang
atau porsi makanan sehari-hari responden dengan
tua yang merokok meningkatkan risiko gizi kurang
benar.
pada anak karena kemampuan untuk membeli
makanan
yang
dibandingkan
bergizi
dengan
menjadi
orang
tua
berkurang
yang
tidak
merokok.6 Faktor sosial ekonomi yang rendah,
12
asupan energi
sangat
bergantung pada
Pengukuran antropometri (berat badan dan
tinggi badan) juga memungkinkan terjadinya bias.
Bias dapat terjadi dari kesalahan pengukuran yang
dilakukan oleh interviewer, responden yang diukur,
Nina Fentiana, dkk, Prevalensi Stunting Pada Balita dan Defisiensi Asupan Energi
dan alat ukur yang digunakan. Bias dapat terjadi bila
alat
ukur
berat
badan/tinggi
badan
tidak
7.
menunjukkan tepat angka nol saat pengukuran
dilakukan, baterai lemah pada alat ukur berat badan,
posisi responden tidak tegak lurus, dan lain-lain.
KESIMPULAN
8.
9.
Asupan energi (kalori) yang rendah merupakan
faktor risiko stunting pada balita di wiayah kerja
puskesmas Teladan Kota Medan. Risiko untuk
10.
terjadinya stunting pada balita dengan asupan energi
yang rendah sebesar 0,146 kali.
UCAPAN TERIMA KASIH
11.
12.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada RISTEK
DIKTI lewat skema Penelitian Dosen Pemula (PDP)
pembiayaan tahun 2017, dan seluruh manajemen
13.
Puskesmas Teladan Kota Medan atas bantauan dan
dukungan dalam penelitian ini.
14.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kementerian Kesehatan R.I. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Depkes
RI;2010
Taufiqurahman., Hadi H., Julia M., Herman S.
Defisiensi Vitamin A dan Zinc Sebagai Faktor
Risiko Terjadinya Stunting Di Nusa Tenggara Barat.
Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. 2009,
Vol. XIX: S84-S94.
World Bank. World Bank Data.[online], 2016.
Diunduh tanggal: 3 Maret 2016. Diakses dari:
www.worldbank.org/. Diunduh tanggal: 3 Maret
2016.
Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Sampel pada
Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan
Kependudukan. Depok: FKM.UI;2008
Batubara, J.R.L., Patria, S.Y., Marzuki, A.N.S.
Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan. Dalam:
Batubara, J.R.L., Tridjaja, B., Pulungan, A.B.,
editor. Endokrinologi Anak. Edisi I. Jakarta: IDAI.
h. 19-42;2010
Best, C.M., Sun, K., Pee, S., Sari, M., Bloem, M.W.,
Semba, R.D. Paternal Smoking and Increase Risk of
15.
Child Malnutrition among Families in Rural
Indonesia. Tobacco Control. 17: 38-45; 2011
Black, R.E., Allen, L.H., Bhutta, Z.A., Caulfield,
L.E., De Onis, M., Ezzati, M. Maternal and Child
Undernutrition: Global and regional exposure and
Health Consequence. Lancet 371: 243-260;2008.
Gibson, R.S. Principles of Nutritional Assesment.
Edisi 2. NewYork: Oxford University Press. h. 256257, 478-485, 711-720;2005
Casapia, M., Joseph, S.A., Nunez, C., Rahme, E.,
Gyorkos, T.W. Parasite Risk Factors for Stunting in
Grade 5 Students in a comunity of Extreme Poverty
in Peru. International Journal for Parasitology 36:
741-747;2006
Hidayati, S.N. Defisiensi Zinc (Zn). Dalam: Sjarif,
D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M., Nasar, S.S.,
editor. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Jilid I. Jakarta: IDAI. h. 182-189; 2011
Kementerian Kesehatan R.I. Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Derektorat Bina
Gizi. Kemenerian Kesehatan R.I;2011
Kementerian Kesehatan R.I. Keputusan Menteri
Kesehatan No.97 Tahun 2015 tentang SDGs.
Jakarta: Derektorat Bina Gizi. Kemenerian
Kesehatan R.I; 2015
Rivera, J.A., Hotz, C., Gonzalez-Cossio, T., Neufeld,
L., Garcia-Guerra, A. The Effect of Micronutrien
Deficiencies on Child Growth: A review of Result
from Comunity-Based Supplementation Trials. J.
Nutr. 133: 4010S-4020S; 2003
Sidiartha, IG.L. Defisiensi Vitamin D dan Kalsium.
Dalam: Sjarif, D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M.,
Nasar, S.S., editor. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik. Jilid I. Jakarta: IDAI. h. 182189; 2011
Musthtaq, M.U., Gull, S., Khurshid, U., Shahid, U.
Shad, M.A., Siddiqui, A.M. Prevalence and Sociodemographic Correlates of Stunting and Thinness
among Pakistan Primary School Children. BMC
Public Health 790:1-11; 2011
16. Sudikno. Aplikasi regresi logistik pada
hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas pada orang dewasa di Indonesia.
(Analisis data Riskesdas 2007). [Tesis]. Depok:
FKM. UI; 2010
17. WHO.
WHO
Child
Growth
Standards:
Length/Height-for-Age, Weight-for-Age, Weightfor-Lenght, Weight-for-Height and Body Mass
Index-for-Age: Methods and Development. Geneva:
WHO Press; 2006
18. Widya Karya Pangan dan Gizi. Prosiding Ketahanan
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi. Jakarta: WKNPG VIII. h. 183-196;
2004
13
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php?journal=jkmk&page=index
PREVALENSI STUNTING BALITA DI MEDAN-INDONESIA AKIBAT DEFISIENSI ASUPAN
ENERGI: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Nina Fentiana1, Sinarsih2
Info Artikel
Sejarah Artikel:
Diterima: 5 Januari 2018
Disetujui: 14 Februari 2018
Di Publikasi: 28 Februari
2018
Keywords:
Stunting, Malnutrisi,
Asupan energi.
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan1
Program Studi Psikologi Universitas Indonesia 2,
Jalan Kapten Muslim No 79 Medan, Sumatera Utara Indonesia, 29015
Abstrak
Manifestasi dari defisiensi zinc adalah gangguan pertumbuhan linier pada balita yang ditunjukkan
dengan status stunting. Survey nasional pada skala kecil di Nusa Tenggara Timur (NTT), Pulau
Lombok dan Pulau Jawa, dilaporkan bahwa prevalensi defisiensi zinc sekitar 6-39%. Pemilihan
Kota Medan sebagai lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa prevalensi stunting di
Kota Medan tercatat sekitar 17.4% yang menyumbangkan angka prevalensi stunting terbesar
untuk Sumatera Utara. Jika hal ini tidak diperhatikan maka anak-anak yang stunting akan
menderita gizi buruk sehingga mengakibatkan double burden masalah gizi. Penelitian ini
dirancang untuk mengetahui kekurangan asupan energi sebagai faktor risiko terjadinya stunting
pada balita di Wilayah kerja Puskesmas Teladan, Kota Medan. Penelitian menggunakan
rancangan cross sectional (potong lintang). Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus
uji hipotesis untuk dua proporsi diperoleh 43 sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Asupan energi (kalori) yang rendah merupakan faktor
risiko stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas Teladan Kota Medan.
CHILHOOD STUNTING PREVALENCE IN MEDAN-INDONESIA AS INFLUENCED BY ENERGY
INTAKE DEFICIENCY: AN ANALYSIS OF INFLUENCING FACTORS
Abstract
The manifestation of zinc deficiency is a linear growth disorder in infants indicated by stunting
status. Small-scale national surveys in East Nusa Tenggara (NTT), Lombok Island and Java
Island, it was reported that the prevalence of zinc deficiency was about 6-39%. The selection of
Medan City as the location of the study was based on the consideration that the prevalence of
stunting in Medan City was recorded at 17.4% which contributed the largest stunting prevalence
rate for North Sumatra. If this is not observed then stunting children will suffer malnutrition
resulting in a double burden of nutritional problems. This study was designed to determine the
lack of energy intake as a risk factor for stunting in infants at the working area of Puskesmas
Teladan, Medan City. The study used cross sectional design. From the calculation result by using
hypothesis test formula for two proportions obtained 43 samples. Sampling in this research using
purposive sampling technique. Low energy (calorie) intake is a risk factor for stunting in underfive children in the workplaces of Medan City Health Center.
© 2018 Universitas Muhammadiyah Pontianak
Alamat Korespondensi:
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Email: [email protected] Hp. 08116199299
ISSN 2581-2858
Nina Fentiana, dkk, Prevalensi Stunting Pada Balita dan Defisiensi Asupan Energi
PENDAHULUAN
belum mencapai target prevalensi balita stunting, namun
Stunting dan malnutrisi bersama dengan kegagalan
sudah ada 11 propinsi yang sudah berhasil mencapai
tumbuh 19 intrauterin menyebabkan kematian sebanyak
target yaitu Jambi (30,2%), Bangka Belitung (29,0%),
2,1 juta anak di seluruh dunia yang berusia kurang dari 5
Bengkulu (31,6%), Kepulauan Riau (26,9%), DKI Jakarta
tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010
(26,6%), DI. Yogyakarta (22,5%), Bali (29,3%),
menunjukkan prevalensi gizi kurang dan buruk di
Kalimantan Timur (29,1%), Sulawesi Utara (27,8%),
Indonesia telah mengalami penurunan dari 18,4% tahun
Maluku Utara (29,4%) dan Papua (28,3%). Guna
2007 menjadi 17,9% tahun 2010 dan sekitar 35,6% balita
membantu Propinsi Sumatera Utara untuk mencapai
stunting. Prevalensi balita stunting terdiri dari sangat
angka prevalensi stunting sesuai standar nasional maka
pendek 18,5% dan pendek 17,1%. Penurunan terjadi pada
diperlakukan
balita pendek dari 18,0% menjadi 17,1% dan balita sangat
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk meneliti
pendek dari 18,8% menjadi 18,5%.1
difisiensi zinc sebagai faktor risiko stunting pada anak
Penelitian yang dilakukan oleh Taufiqrahman tahun
2009 terhadap 327 balita usia 6-59 bulan di Nusa
Tenggara Barat melaporkan bahwa 147 (45%) balita
berbagai
usaha
dari
multisektor.
dibawah usia lima tahun di wilayah kerja Puskesmas
Teladan, Kota Medan.
Pemilihan
kota
Medan
didasarkan
pada
menderita stunting. Sekitar 51.7% stunting diderita oleh
pertimbangan bahwa setengah dari angka prevalensi
balita perempuan dan 48.3% diderita oleh balita laki-laki.
stunting di Sumatera Utara terdapat di Kota Medan.
Setelah dilakukan pemeriksaan kadar zinc dengan metode
Prevalensi stunting di Kota Medan tercatat sekitar 17.4%.
HPLC terdapat perbedaan kadar zinc pada anak-anak
Anak stunting bila tidak dipantau pertumbuhannya dapat
stunting dan normal meskipun kecil.2
menderita gizi buruk. Sebagai ibu kota propinsi terbesar
Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di
ke tiga di Indonesia, stunting memberikan double burden
Indonesia yang memiliki angka prevalensi gizi buruk
bagi pertumbuhan dan kemajuan pembangunan. Masalah
pada balita diatas prevalensi nasional yaitu 14.1%. Sekitar
sebenarnya bukan tubuh pendek, tetapi jika seseorang
14.0% gizi buruk diderita oleh balita laki-laki dan 13.8%
menderita stunting proses-proses lain didalam tubuh juga
perempuan. Prevalensi stunting di Sumatera Utara sekitar
terhambat seperti pertumbuhan otak yang berdampak
42.5% melebihi prevalensi stunting nasional yaitu 37.2%.
pada kecerdasan. Dampak beban ganda malnutrisi tidak
Angka stunting batas non public health yang ditetapkan
hanya dirasakan individu, ekonomi juga terkena
WHO, 2005 adalah 20%, sedangkan saat ini prevalensi
dampaknya. Kerugian akibat stunting dan malnutrisi
balita stunting di Sumatera Utara masih di atas 20%.
diperkirakan setara dengan 2-3% PBD (Produk Domestik
Artinya Sumatera Utara masih dalam kondisi bermasalah
Bruto) Indonesia.3
kesehatan masyarakat.
Riset kesehatan dasar yang dilakukan tahun 2013 di
Mengacu pada Rencana Aksi Nasional Pangan dan
33 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 11
Gizi 2011-2015, sasaran pembangunan pangan dan gizi
propinsi yang berhasil mencapai target penurunan angka
pada tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi
prevalensi stunting. Prevalensi stunting pada balita di
kurang pada balita menjadi 15,5% dan prevalensi balita
Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 sekitar 37.2%.
stunting menjadi 32%, artinya sampai tahun 2015 kita
Propinsi Sumatera Utara memiliki angka prevalensi
masih harus menurunkan 3,6%. Walaupun secara nasional
stunting sebesar 42.5%. Artinya Sumatera Utara masih
9
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 8-13
2018
dalam kondisi bermasalah kesehatan masyarakat1.
sebanyak 21 (48,8%) dan perempuan sebanyak 22
Berdasarkan data tersebut penelitian ini disusun untuk
(51,2%). Status pekerjaan kepala keluarga remaja
melihat defisiensi asupan kalori sebagai faktor risiko
diketahui bahwa sebagian besar kepala keluarga balita
terjadinya stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan,
bekerja sebagai wiraswasta/pelayan jasa/pedagang yaitu
Kota Medan.
65,1%. Pendidikan kepala keluarga balita diketahui
bahwa sebagian besar pendidikan kepala keluarga balita
BAHAN DAN METODE
Penelitian menggunakan rancangan cross sectional.
Perhitungan dengan menggunakan rumus uji hipotesis
untuk dua proporsi diperoleh jumlah sampel adalah 43.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling. Data yang diambil adalah
antropomteri, jenis dan frekuensi makan pada bahan
makanan tertentu digunakan dengan menggunakan form
SQ-FFQ. Analisis Bivariat menggunakan uji statistik Chi
Square dan analisa multivarat dilakukan dengan
menggunakan regresi logistik berganda model prediksi.
Sebelum kuesioner digunakan dalam pengumpulan data,
kuesioner di uji coba terlebih dahulu untuk memastikan
valid dan reliabel untuk digunakan. Pengolahan data
pertama kali dilakukan dengan menghitung nilai Z-skor
untuk mengkategorikan balita yang stunting dan tidak
stunting dengan menggunakan perangkat lunak WHO
AnthroPlus.
diketahui paling besar terdapat ≤ UMR (Upah Minimum
Regional) yaitu 58,1%.
Analisis bivariat antara asupan energi dan stunting
pada balita diperoleh bahwa ada sebanyak 18 (85,7%)
balita dengan asupan energi tidak lebih menderita
stunting. Hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,022
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan
antara asupan energi dengan stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan tahun
2017. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jenis
kelamin dan stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2017 diperoleh
bahwa persentase stunting pada balita perempuan lebih
tinggi dari pada balita laki-laki. Balita perempuan yang
menderita stunting sebesar 16 (72,7%) dan balita laki-laki
statistik diperoleh p-value = 0,526 maka dapat
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting di
di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan tahun
2017 yang ditentukan secara antropometri dengan
klasifikasi WHO tahun 2005 menurut indeks IMT/U
sebesar 67,4% (Z-skor 70% dari total energi AKG) adalah 51,2%.
Jumlah balita
menurut jenis kelamin tidak jauh
berbeda antara laki-laki dan perempuan yaitu laki-laki
10
Tingkat pengeluaran rumah tangga pada keluarga balita
yang menderita stunting sebesar 13 (66,9%). Hasil uji
HASIL
dengan
adalah pendidikan SLTA keatas yaitu sebesar 53,5%.
disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2017. Hasil uji
statistik untuk variabel pendidikan kepala keluarga,
pendidikan kepala keluarga, dan tingkat pengeluaran RT
diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga, dan tingkat pengeluaran RT dengan stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota
Medan tahun 2017.
Dalam penelitian ini ada 5 variabel yang diduga
berhubungan dengan stunting pada balita di wilayah kerja
Nina Fentiana, dkk, Prevalensi Stunting Pada Balita dan Defisiensi Asupan Energi
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2017, yaitu asupan
ke
dalam
pemodelan
multivariat.
energi, jenis kelamin, pekerjaan kepala keluarga,
didapatkan nilai Odds Ratio (OR) dari variabel kadar zinc
pendidikan kepala keluarga, dan tingkat pengeluaran
adalah 0,146, artinya balita dengan asupan energi ≤ 70
rumah tangga. Sebelum membuat pemodelan multivariat
AKG (tidak lebih) akan menderita stunting 0,146 kali
maka keenam variabel tersebut diuji dengan variabel
dibandingkan balita dengan asupan energi > 70 AKG
dependent (obesitas remaja) secara bivariat. Variabel
(Lebih) setelah dikontrol variabel asupan energi, jenis
dengan p-value 70% AKG (Lebih)
11
50,0
11
50,0
22
100
Perempuan
16
72,7
6
27,3
22
100
Laki-laki
13
66,9
8
38,1
21
100
Pekerjaan Kepala Keluarga
Wiraswasta/Pelayan
jasa/Pedagang
18
64,3
10
35,7
28
100
Tidak bekerja
11
73,3
4
26,7
15
100
SD,SMP
15
75,0
5
23,0
20
100
SLTA
Tingkat Pengeluaran
Rumah Tangga (RT)
14
60,9
9
39,1
23
100
≤UMR
17
68,0
8
32
25
100
>UMR
12
66,7
6
33,3
18
100
0,022*
Jenis Kelamin
0,526
0,735
Pendidikan Kepala Keluarga
PEMBAHASAN
Asupan kalori memberikan gambaran konsumsi
balita yang meliputi jenis bahan makanan yang
dikonsumsi, frekuensi makan dan jumlah bahan
makanan yang mengandung energi. Kemungkinan
asupan kalori yang rendah menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada kelompok anak balita pendek.
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian
0,353
1,000
sebelumnya10, yang menyebutkan bahwa pada anak
balita pendek rata-rata tingkat konsumsi energi lebih
rendah dibandingkan pada anak balita dengan
perawakan normal. Beberapa penelitian yang
membandingkan tentang perawakan pendek lebih
banyak pada usia di bawah lima tahun16. Fenomena
ini terjadi karena usia tersebut merupakan masa
pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan nutrien
untuk
masa
pertumbuhan
juga
meningkat.
11
JKMK Volume 5 No 1 Februari: pp. 8-13
2018
Kebutuhan seng secara fisiologis meningkat pada
jumlah keluarga yang banyak juga berkontribusi
periode pertumbuhan cepat akibat terjadinya proses
terhadap terjadinya perawakan pendek.16
replikasi DNA, transkripsi DNA dan fungsi
endokrin8,10.
mengalami
Bayi
dan
defisiensi
anak-anak
zinc
berisiko
karena
kadar
metalotionein di hati rendah saat lahir, berat badan
lahir rendah atau ibu dengan defisiensi seng
sedangkan kebutuhan zinc untuk tumbuh kejar
sangat tinggi.8
Pengukuran variabel asupan energi dilakukan
secara retrospektif yaitu dengan metode recall 1x24
jam yang memungkinkan terjadinya recall bias,
ketepatannya sangat bergantung kepada daya ingat
responden,
dan
kemauan
responden
untuk
memberikan jawaban yang sebenarnya. Hal ini dapat
berakibat terjadinya misklasifikasi sebagai akibat
Penyebab stunting yang paling umum di seluruh
kemungkinan tidak tepat dalam memperkirakan
dunia adalah malnutrisi. Nutrisi memegang peranan
suatu efek. Pengukuran asupan energi menggunakan
penting terhadap kontrol mekanisme pertumbuhan
recall 1x24 jam tidak mampu menggambarkan status
linier. Penelitian pada binatang menunjukkan
gizi seseorang. Recall konsumsi makanan sebaiknya
restriksi pemberian energi menyebabkan penurunan
dilakukan 3x24 jam dengan tujuan untuk menangkap
konsentrasi IGF-1 dalam darah dan akan kembali
variasi dalam jenis dan jumlah konsumsi makanan,
normal setelah diberikan energi yang sesuai.
sehingga mampu memberikan gambaran tentang
Hubungan antara status nutrisi dan IGF-1 pada
konsumsi responden yang sesungguhnya.8
manusia dapat dilihat dari penurunan kadar IGF-1
pada anak dengan malnutrisi seperti kwarsiorkor
atau marasmus.13
Pengumpulan data konsumsi dilakukan dengan
pertanyaan terbatas hanya pada frekuensi makan dan
porsi rata-rata, tanpa memperhitungkan jumlah
Faktor mempengaruhi rendahnya asupan kalori
sebenarnya yang dimakan, maupun jenis makanan
pada anak karena pengetahuan gizi yang rendah pada
yang dikonsumsi. Oleh sebab itu pewawancara harus
orang tua terutama ibu. Penelitian oleh sebelumnya
memperkirakan ukuran rumah tangga ke dalam
menggambarkan terjadi peningkatan terhadap berat
ukuran porsi yang sebenarnya. Dengan demikian
dan tinggi badan anak usia dibawah 5 tahun setelah
data
diberikan makanan tambahan beserta konseling
kemampuan enumerator dalam mengestimasi atau
kepada ibu mengenai nutrisi yang baik untuk anak.
mengkonversi ukuran rumah tangga ke dalam ukuran
Penelitian yang dilakukan di Indonesia, pada orang
atau porsi makanan sehari-hari responden dengan
tua yang merokok meningkatkan risiko gizi kurang
benar.
pada anak karena kemampuan untuk membeli
makanan
yang
dibandingkan
bergizi
dengan
menjadi
orang
tua
berkurang
yang
tidak
merokok.6 Faktor sosial ekonomi yang rendah,
12
asupan energi
sangat
bergantung pada
Pengukuran antropometri (berat badan dan
tinggi badan) juga memungkinkan terjadinya bias.
Bias dapat terjadi dari kesalahan pengukuran yang
dilakukan oleh interviewer, responden yang diukur,
Nina Fentiana, dkk, Prevalensi Stunting Pada Balita dan Defisiensi Asupan Energi
dan alat ukur yang digunakan. Bias dapat terjadi bila
alat
ukur
berat
badan/tinggi
badan
tidak
7.
menunjukkan tepat angka nol saat pengukuran
dilakukan, baterai lemah pada alat ukur berat badan,
posisi responden tidak tegak lurus, dan lain-lain.
KESIMPULAN
8.
9.
Asupan energi (kalori) yang rendah merupakan
faktor risiko stunting pada balita di wiayah kerja
puskesmas Teladan Kota Medan. Risiko untuk
10.
terjadinya stunting pada balita dengan asupan energi
yang rendah sebesar 0,146 kali.
UCAPAN TERIMA KASIH
11.
12.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada RISTEK
DIKTI lewat skema Penelitian Dosen Pemula (PDP)
pembiayaan tahun 2017, dan seluruh manajemen
13.
Puskesmas Teladan Kota Medan atas bantauan dan
dukungan dalam penelitian ini.
14.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kementerian Kesehatan R.I. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Depkes
RI;2010
Taufiqurahman., Hadi H., Julia M., Herman S.
Defisiensi Vitamin A dan Zinc Sebagai Faktor
Risiko Terjadinya Stunting Di Nusa Tenggara Barat.
Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. 2009,
Vol. XIX: S84-S94.
World Bank. World Bank Data.[online], 2016.
Diunduh tanggal: 3 Maret 2016. Diakses dari:
www.worldbank.org/. Diunduh tanggal: 3 Maret
2016.
Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Sampel pada
Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan
Kependudukan. Depok: FKM.UI;2008
Batubara, J.R.L., Patria, S.Y., Marzuki, A.N.S.
Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan. Dalam:
Batubara, J.R.L., Tridjaja, B., Pulungan, A.B.,
editor. Endokrinologi Anak. Edisi I. Jakarta: IDAI.
h. 19-42;2010
Best, C.M., Sun, K., Pee, S., Sari, M., Bloem, M.W.,
Semba, R.D. Paternal Smoking and Increase Risk of
15.
Child Malnutrition among Families in Rural
Indonesia. Tobacco Control. 17: 38-45; 2011
Black, R.E., Allen, L.H., Bhutta, Z.A., Caulfield,
L.E., De Onis, M., Ezzati, M. Maternal and Child
Undernutrition: Global and regional exposure and
Health Consequence. Lancet 371: 243-260;2008.
Gibson, R.S. Principles of Nutritional Assesment.
Edisi 2. NewYork: Oxford University Press. h. 256257, 478-485, 711-720;2005
Casapia, M., Joseph, S.A., Nunez, C., Rahme, E.,
Gyorkos, T.W. Parasite Risk Factors for Stunting in
Grade 5 Students in a comunity of Extreme Poverty
in Peru. International Journal for Parasitology 36:
741-747;2006
Hidayati, S.N. Defisiensi Zinc (Zn). Dalam: Sjarif,
D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M., Nasar, S.S.,
editor. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Jilid I. Jakarta: IDAI. h. 182-189; 2011
Kementerian Kesehatan R.I. Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Derektorat Bina
Gizi. Kemenerian Kesehatan R.I;2011
Kementerian Kesehatan R.I. Keputusan Menteri
Kesehatan No.97 Tahun 2015 tentang SDGs.
Jakarta: Derektorat Bina Gizi. Kemenerian
Kesehatan R.I; 2015
Rivera, J.A., Hotz, C., Gonzalez-Cossio, T., Neufeld,
L., Garcia-Guerra, A. The Effect of Micronutrien
Deficiencies on Child Growth: A review of Result
from Comunity-Based Supplementation Trials. J.
Nutr. 133: 4010S-4020S; 2003
Sidiartha, IG.L. Defisiensi Vitamin D dan Kalsium.
Dalam: Sjarif, D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M.,
Nasar, S.S., editor. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik. Jilid I. Jakarta: IDAI. h. 182189; 2011
Musthtaq, M.U., Gull, S., Khurshid, U., Shahid, U.
Shad, M.A., Siddiqui, A.M. Prevalence and Sociodemographic Correlates of Stunting and Thinness
among Pakistan Primary School Children. BMC
Public Health 790:1-11; 2011
16. Sudikno. Aplikasi regresi logistik pada
hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas pada orang dewasa di Indonesia.
(Analisis data Riskesdas 2007). [Tesis]. Depok:
FKM. UI; 2010
17. WHO.
WHO
Child
Growth
Standards:
Length/Height-for-Age, Weight-for-Age, Weightfor-Lenght, Weight-for-Height and Body Mass
Index-for-Age: Methods and Development. Geneva:
WHO Press; 2006
18. Widya Karya Pangan dan Gizi. Prosiding Ketahanan
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi. Jakarta: WKNPG VIII. h. 183-196;
2004
13