Artinya : Tafsir bi al-ma’tsur mencakup segala bentuk penjelasan dan

BAB II
EPISTEMOLOGI TAFSIR BI AL-MA’TSUR

A. Pengertian Epistemologi dan Tafsir bi al-Ma’tsur
Secara etimologis, epistemologi berasal dari bahasa Yunani
episteme yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan dan logos yang
berarti pengetahuan atau informasi. Epistemologi atau filsafat pengetahuan
pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan
menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan
diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.1
Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis
tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemologi kadang juga disebut
teori pengetahuan. Secara general, epistemologi juga memperbincangkan
sumber pengetahuan dan cara mendapatkan pengetahuan.
Pembahasan dalam persoalan epistemologi mencakup masalah
hakikat pengetahuan, validitas kebenaran, serta sumber dan metode untuk
memperoleh pengetahuan.2
Dengan demikian, fokus pembicaraan epistemologi tafsir bi alma‟tsur pada penelitian ini adalah mencakup bagaimana metode tafsir bi
al-ma‟tsur yang digunakan oleh kedua tokoh yang penulis teliti yang
dalam hal ini yaitu Jalaluddin Rakhmat yang merupakan salah satu tokoh


1

Zaprulkhan, Filsafat Islam : Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h.

211
2

Hendar Riyadi, Tafsir Emansipatoris : Arah Baru Studi Tafsir al Qur`an, (Bandung :
CV. Pustaka Setia, 2005), h. 66-67

16

17

tafsir Indonesia dan al-Thabari yang merupakan tokoh yang pertama kali
menghasilkan karya tafsir bi al-ma‟tsur.
Sedangkan yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma‟tsur secara
etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata yaitu tafsir
dan al-ma‟tsur. Tafsir secara bahasa dapat berarti menjelaskan,
menyingkap, menerangkan. Kemudian lafazh al-ma‟tsur terambil dari akar

kata atsar yang berarti nukilan, sementara al-atsar diartikan sunnah Nabi.3
Jadi, secara bahasa tafsir bi al-ma‟tsur dapat diartikan dengan
penjelasan al-Qur`an dengan menggunakan sunnah atau hadis Rasulullah
SAW.
Sedangkan menurut terminologi atau istilah ada beberapa pendapat
ulama antara lain :
1. Menurut Muhammad Husein al-Zahaby :

‫يشمل التفسري ابملأثورماجاء ىف القرأّن نفسو من البيان والتفصيل لبعض‬
‫ وما نقل عن الرسول صلى هللا عليو وسلّم وما نقل عن الصحابة‬،‫اّايتو‬
‫رصوان هللا عليهم وما نقل عن التابعني من كل ما ىو بيان وتوضيح ملراد هللا‬
.‫تعاىل من نصوص كتابو الكرمي‬
Artinya : Tafsir bi al-ma’tsur mencakup segala bentuk penjelasan dan
penafsiran al Qur`an itu sendiri terhadap sebagian ayatnya
yang lain, dan segala bentuk penukilan dari Rasulullah
SAW, sahabat, dan juga tabi‟in dari segala bentuk
penjelasan dan penerangan maksud firman Allah.

3


Rusydi AM, Ulumul Quran II, (Padang : Yayasan Azka, 2004), cet. 1, h. 50-51

18

2. Menurut Manna Khalil al Qaththan :

‫التفسري ابملأثور ىو الذى يعتمد على صحيح املنقول ابملراتب من تفسري‬
‫ او مبا روي عن‬،‫القراّن ابلقراّن او ابلسنة ألهنا جاءت مبينة لكتاب هللا‬
‫الصحابة ألهنم أعلم الناس بكتاب هللا او مبا قالو كبار التابعني ألهنم تلقوا‬
.‫ذلك غالبا عن الصحابة‬

Artinya : Tafsir bi al-ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada
kutipan yang shahih menurut urutannya, yaitu menafsirkan
al-Qur`an dengan al-Qur`an atau dengan Sunnah karena ia
berfungsi menjelaskan kitab Allah, dengan perkataan
sahabat karena merekalah yang paling mengetahui kitab
Allah, atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar
tabi‟in karena pada umumnya mereka menerimanya dari
para sahabat.
3. Menurut Muhammad ‘Abd ‘Azhim al-Zarqany :


.‫ىو ماجاء ىف القراّن أو السنة أو كالم الصحابة بياان ملراد هللا تعاىل من كتابو‬

Artinya : Tafsir bi al-ma’tsur adalah tafsir yang datang dari alQur`an itu sendiri, atau Sunnah Nabi ataupun perkataan
sahabat yang menjelaskan maksud Allah SWT dalam kitabNya.4

4. Menurut Yusuf al-Qaradhawi
Tafsir bi al-ma’tsur adalah tafsir riwayat yaitu tafsir yang terbatas
pada riwayat dari Rasulullah SAW dan dari para sahabat atau muridmurid mereka dari kalangan tabi’in dan dapat juga dari tabi’ tabi’in.5
5. Menurut TM. Hasbi al-Shiddieqy :
Tafsir bi al-ma’tsur mencakup tafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an,
mencakup tafsir al-Qur`an dengan sunnah (hadits), sebagaimana pula

4

Ibid., h. 51-52
Yusuf Qaradhawi, Kaifa Nata‟amalu Ma‟a al Qur`an al Azhim, diterjemahkan oleh :
Abdul Hayyie al Kattani dengan judul : Berinteraksi dengan al Qur`an, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1999), h. 295
5


19

mencakup tafsir al-Qur`an dengan pendapat-pendapat sahabat atau
tabi’in.6
6. Menurut al-Shabuniy :
Tafsir bi al-ma’tsur adalah model tafsir yang bersumber dari alQur`an, sunnah, atau perkataan sahabat.7
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan tafsir bi al-ma‟tsur adalah memahami al-Qur`an
berdasarkan petunjuk-petunjuk yang telah dinukilkan dari al-Qur`an
itu sendiri, dari sunnah Nabi atau perkataan sahabat dan tabi’in.
B. Macam-macam Tafsir bi al-Ma’tsur
Berdasarkan pengertiannya maka tafsir bi al-ma‟tsur ada empat macam
atau empat bentuk. Empat macam itu adalah :
1. Menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an
Penafsiran al-Qur`an oleh al-Qur`an merupakan sumber tafsir yang
tertinggi. Berbagai pertanyaan yang muncul berkenaan dengan
beberapa ayat al-Qur`an, dijelaskan oleh ayat-ayat lain, sehingga di
dalam al-Qur`an itu sendiri sudah terangkum adanya sebuah tafsir.
Ayat-ayat al-Qur`an yang dijelaskan secara umum pada suatu

tempat, sementara pada tempat lain dijelaskan secara terperinci.
Bagian yang belum dijelaskan pada satu tempat (mubham) dijelaskan
pada tempat lain. Ayat yang tidak terbatas pesan dan pengertiannya
(muthlaq) pada suatu surat menjadi terikat pada surat yang lain
6

Rusydi AM, op.cit., h. 53
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, (Jakarta
: Teraju, 2003), h. 197-198
7

20

(muqayyad). Ayat yang bersifat ‘am (umum) pada suatu konteks ditakhsish-kan pada konteks yang lain.8
Contoh penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an
a. Surat al Maidah : 3
...      

Ayat ini merupakan penjelasan bagi kalimat
(Q.S. al-Maidah : 1)...       


Pada Q.S. al Maidah : 1 diungkapkan secara umum bahwa ada
makanan yang tidak boleh dimakan. Maka Q.S. al-Maidah : 3
menjelaskan apa-apa yang tidak boleh atau haram dimakan
tersebut.
b. Surat al Baqarah : 187
             ...

Perkataan

‫ من الفجر‬adalah penjelasan bagi apa yang dikehendaki

dari kalimat

‫اخليط األبيض‬.

Jadi, yang dimaksud dengan benang

putih itu adalah terbitnya fajar.10


8
9

Rusydi AM, op. cit., h. 5
Ibid., h. 55

21

2. Menafsirkan al-Qur`an dengan Sunnah atau Hadis Nabi
Al-Qur`an menekankan bahwa Rasulullah SAW berfungsi untuk
menjelaskan maksud kalam Allah. Firman Allah dalam Q.S. al-Nahl :
44.
.         
Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) al-Qur`an
supaya kamu menjelaskan kepada manusia apa yang sudah
diturunkan kepada mereka.
Di antara contoh menafsirkan al-Qur`an dengan hadis Nabi SAW
adalah :
a. Nabi SAW menafsirkan kata


‫ املغضوب‬dan ‫ الضالّني‬masing-masing

dengan orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang terdapat
dalam firman Allah :
      .  

.  

Artinya : Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang –orang
yang engakau anugerahkan nikmat atas mereka, bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat. ( Q.S. al-Fatihah : 6-7

10

Ibid.

22

b.


Rasulullah SAW menafsirkan kata al-quwwah dengan panah (alramyu) dalam firman Allah :
           
           
.         

Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh)
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kudakuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah,
musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”
(Q.S. al Anfal : 60)
Penjelasan Rasulullah tentang maksud al-quwwah dalam
ayat di atas adalah :

‫عن عقبة بن عامر ان رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص قرا ىزه االية على املنرب (واعدوهلم‬
.‫ ثالث مرات‬-‫ما استطعتم من قوة) اال ان القوة الرامى‬


Artinya : Dari „Uqbah bin Amir ra. Bahwa Rasulullah saw
membaca ayat )‫ (واعدولهم ما استطعتم من قىة‬lalu Rasulullah
saw berkata : “Ketahuilah, sesungguhnya al-quwwah
itu ialah memanah. Beliau berkata demikian sebanyak
tiga kali.
Penafsiran dengan bentuk yang kedua ini (al-Qur`an dengan
hadis) jumlahnya cukup banyak dan dapat dilacak melalui kitabkitab hadis yang jumlahnya cukup banyak juga. Hampir semua
kitab hadis memuat bab tentang tafsir.11
3. Menafsirkan al-Qur`an dengan Qaulu Shahaby

11

h. 342

Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 1,

23

Sahabat merupakan orang-orang yang beriman yang diridhoi Allah
SWT, yang bertemu dengan Nabi pada masa hidupnya, mereka ikut
menyaksikan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat dan
keterkaitan turunnya dengan ayat lain. Mereka memahami betul bahasa
Arab, ahli balaghah dan fashahah serta menguasai ilmu bayan.
Di samping itu mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui
kebiasaan atau tradisi Arab, keadaannya, serta berita-berita tentang
masyarakat Arab ketika al-Qur`an diturunkan. Mereka memiliki
kejernihan pemahaman dan keyakinan yang kuat, apabila kesulitan
memahami maksud al-Qur`an, mereka akan bertanya langsung kepada
Rasulullah.
Al-Hakim dalam sebuah karyanya yang terkenal

al-Mustadrak

mengatakan bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan proses turunnya
wahyu al-Qur`an layak diposisikan sebagai hadis marfu‟ maksudnya
disetarakan dengan hadis Nabi. Namun demikian, ada pula ulama
yang membatasi bahwa tafsir sahabat itu bisa digolongkan ke dalam
kelompok tafsir bi al-ma‟tsur manakala yang diambil dari mereka
adalah hal-hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu sima‟i semisal asbab
al-nuzul dan kisah yang tidak ada kaitan dengan lapangan ijtihad.12
Dengan demikian, penafsiran al-Qur`an yang didasarkan kepada
ijtihad para sahabat menurut sebagian ulama lebih tepat digolongkan

12

Rusydi AM, op. cit., h. 59

24

ke dalam kelompok tafsir bi al-ra‟yi daripada diklasifikasikan ke
dalam jenis tafsir bi al-ma‟tsur.13
Penafsiran jenis ini dapat dilihat dari penafsiran yang dilakukan
oleh Ibn Abbas pada Q.S. Ibrahim : 28.

.            
Artinya : Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar
nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya
ke lembah kebinasaan.
Menurut Ibn Abbas yang dimaksud oleh ayat ini adalah adalah
orang-orang kafir Mekkah.14
Contoh lain seperti pendapat Ibn Abbas ketika menafsirkan Q.S.
al-Baqarah : 59.
            

.     

Artinya : Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan

(mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka.
Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orangorang yang zalim itu, karena mereka (selalu) berbuat fasik.
Ibnu Abbas menyatakan kata rijz di atas bermakna azab (siksa).15
4. Menafsirkan al-Qur`an dengan Qaulu Thabi‟in
Tafsir yang dinukilkan dari tabi’in terdapat perbedaan di kalangan
ulama. Ada yang menggolongkannya ke dalam tafsir bi al-ma‟tsur dan
ada yang menggolongkannnya ke dalam tafsir bi al-ra‟yi dan

13

Ibid.
Ibid., h. 60
15
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta : Amzah, 2014), cet. 1, h. 156
14

25

kedudukannya sama dengan mufassir lainnya (selain nabi dan
sahabat). Namun, jumhur menerimanya sebagai tafsir bi al-ma‟tsur
dengan syarat mereka sepakat mengenai penafsiran ayat tersebut. 16
Tafsir tabi’in dapat dinilai sebagai tafsir bi al-ma‟tsur dikarenakan
tabi’in merupakan generasi yang berjumpa dengan para sahabat Rasul
serta beriman kepada Allah. Para tabi’in adalah murid-murid dari para
sahabat. Oleh karena itu, mereka termasuk orang-orang yang paling
paham terhadap al-Quran setelah para sahabat.17
Contoh penafsiran yang dilakukan tabi’in adalah penafsiran
terhadap surat al-Shaffat : 65.
.    

Artinya : “mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.”
Menurut Abu Ubaydah (kalangan tabi’in), walaupun kepala-kepala
setan itu tidak diketahui oleh manusia, namun karena setan itu
menakutkan, maka bangsa Arab menakuti musuh mereka dengan
setan yaitu ketajaman pedang mereka seperti taring-taring setan.18

C. Kitab- kitab Tafsir bi al-Ma’tsur
Dalam pertumbuhannya, tafsir bi al-ma‟tsur menempuh tiga periode.
Periode I, yaitu masa Nabi, sahabat, dan permulaan masa tabi’in ketika
tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatannya masih dilakukan
16

Rusydi AM, op.cit., h. 60
Jurnal Ushuluddin Vol XVIII no. 2 Juli 2002, (Jani Arni, kelemahan-kelemahan dalam
Manahij al Mufassirun), h. 168
18
Rusydi AM, loc.cit.
17

26

secara lisan (musyafahah). Periode II, bermula dengan pengkodifikasian
hadis secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Tafsir
bi al-ma‟tsur ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis dan
dihimpun dalam salah satu bab-bab hadis.19
Hal ini seperti terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim,
Sunan Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Nasa’i yang menyediakan
satu juz dari Sunan al-Kubra khusus untuk tafsir Shahih Ibnu Khuzaiman,
Shahih Ibnu Hibban dan al-Mustadrak al-Hakim. Periode III, penyusunan
kitab tafsir bi al-ma‟tsur yang berdiri sendiri. 20
Di antara kitab tafsir bi al-ma‟tsur yang telah berdiri sendiri dan terkenal
hingga sekarang adalah :
1. Tafsir Ibn Jarir karya Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ibn Yazid alThabary
2. Tafsir al-Dar al-Mansur fi al-Tafsir bi al-Ma‟tsur karya Jalaluddin alSuyuthy
3. Tafsir Ibn Katsir karya Imaduddin Abu Fida’I Ismail bin al-Khatib
Abu Hafas Umar al-Quraisy al-Dimasqyi al-Syafi’iy
4. Tafsir al-Baghawi, yang dinamakan juga dengan Ma‟alim al-Tanzil
karya Abu Muhammad al-Husain Ibn Mas’ud al-Baghawy al-Syafe’iy
5. Tafsir Baqy Ibn Makhlad karya Baqy Ibn Makhlad Ibn Yazid Ibn
Abdurrahman al-Andalusy al-Qurthuby
6. Asbab al-Nuzul karya Abu Hasan Ibn Ali Ibn Ahmad al-Wahidy
19
20

Rosihon anwar, Samudera al Qur`an, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), cet. 1, h. 184
Ibid.

27

7. Al-Nasikh wa al-Mansukh karya Abu Ja’far al-Nahhas21
8. Adhwa‟ al-Bayan fi Idhah al-Qur`an bi al-Qur`an karya Muhammad
al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakani al-Syanqithi dalam 10
jilid dengan jumlah halaman sebanyak 6771.
9. Al-Kasyf wa al-Bayan „an Tafsir al-Qur`an karya Abi Ishaq.
10. Al-Tafsir al-Qur`ani li al-Qur`ani karya Abd al-Karim al-Khathib.22
11. Tanwir al-Miqbas fi Tafsir Ibn Abbas karya Fairuz Zabadi.23
12. Al-Qur`an al-„Azhim karya Abu Muhammad Abdurrahman bin
Muhammad bin Idris bin al-Mundzir al-Tamimi yang lebih dikenal
dengan Ibn Hatim.
13. Al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-„Aziz karya Abd al-Haq bin
Ghalib bin Abd al-Rahman bin Athiyah al-Maharib yang lebih dikenal
dengan Ibnu Athiyah.
14. Bahr al-„Ulum karya Abu Laits Nashr bin Muhammad bin Ahmad bin
Ibrahim al-Samarkandy yang lebih dikenal dengan Tafsir Abu Laits alSamarkand, karya Abu Laits al-Samarkand
15. Fath al Qadir karya Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdillah
al-Syaukani.24

21

Rusydi AM, op.cit., h. 62-63
Amin suma, op.cit., h. 345
23
Rosihon Anwar, op.cit., h. 185
24
Samsurrohman, op. cit., h. 211- 213

22