EKONOMI SUMBER DAYA TERBARUKAN PERIKANAN

EKONOMI SUMBER DAYA TERBARUKAN : PERIKANAN
Prinsip Dasar Ekonomi Sumber Daya Ikan
Pada mulanya, pengelolaan sumber daya ikan atau perikanan banyak
didasarkan pada faktor biologis semata, dengan pendekatan yang disebut
Maximum Sustainable Yield (tangkapan maksimum yang lestari) atau disingkat
MSY. Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan
untuk berproduksi melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila
surplus ini dipanen stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan.
Adapun kelemahan dari pendekatan MSY, antara lain :






Tidak bersifat stabil.
Didasarkan pada konsep keseimbangan semata.
Tidak memperhitungkan nilai ekonomis.
Mengabaikan aspek interpendensi.
Sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri regam
jenis.


Pertumbuhan (Gordon-Schaefer)
Dalam artikelnya, Gordon menyatakan bahwa sumber daya ikan pada
umumnya bersifat open acces. Sumber daya ikan relatif bersifat terbuka jadi
siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumber daya tersebut.


Dimisalkan bahwa pertumbuhan populasi ikan ( x ) pada periode t pada
suatu daerah terbatas adalah fungsi dari jumlah awal populasi tersebut. Secara
matematik, hubungan tersebut dituliskan sebagai :

x

t+1



x

t


= F( x

) atau

t

∂x
=F (x)
∂t

Fungsi dan Produksi
Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan disuatu perairan dibutuhkan
berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input, yang dalam
literaturnya perikanan biasa disebut sebagai upaya atau effort. Dengan
pengertian mengenai upaya ini, produksi (h) atau aktivitas penangkapan ikan
bisa diasumsikan sebagai fungsi dari upaya ( E ) dan stok ikan
matematis, hubungan tersebut ditulis sebagai :

( x) . Secara


h=f ( x , E)
Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam pengolaan
sumber daya ikan adalah :

h=qxE

Dimana q dikenal sebagai koefisien kemampuan tangkap atau
catchability coefficient yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang
dapat ditangkap oleh satu unit upaya.

h=qxE

h=qxE

3

h

h


2

h=qxE

2

1

3

h

1

Penurunan ini diperlukan karena model Gordon-Schaefer dikembangkan
berdasarkan produksi lestari dimana kurva pertumbuhan dalam kondisi
keseimbangan juga jangka panjang, atau ∂ x /∂t=0. Dengan demikian, dalam
kondisi keseimbangan, persamaan berubah menjadi :


qxE=rx (1−

x
)
K

Sehingga kalau kita pecahkan persamaan diatas untuk
diperoleh :

x=K (1−

x , akan

qE
)
r

Kemudian dengan menstubtitusikan persamaan maka akan diperoleh
tangkapan atau produksi lestari, atau :


h=qKE(1−

qE
)
r

Untuk mengembangkan model Gordon-Schaefer ini beberapa asumsi akan
digunakan untuk memudahkan pemahaman, antara lain :







Harga persatuan output, (Rp/kg) diasumsikan konstan atau kurva
permintaan diasumsikan elastis sempurna
Biaya persatuan upaya (c) dianggap konstan
Spesies sumber daya ikan bersifat tunggal
Struktur pasar bersifat kompetitif

Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan

Teori Optimasi Model Copes
Pengelolaan perikanan yang optimal secara ekonomis juga bias dilakukan
dengan pendekatan faktor output atau produksi. Dalam memahami ekonomi
sumber daya ikan, Copes (1972) lebih mendekatinya dari sisi criteria optimisasi
kesejahteraan dengan menggunakan analisis surplus konsumen, surplus
produsen, dan rente sumberdaya. Model Copes berbedadengan model Gordon
dalam hal penggunaan asumsi terhadap harga. Dalam model Copes, harga per
unit output mengikuti kurva permintaan, memiliki kemiringan yang negative
sehingga pengukuran terhadap surplus konsumen dimungkinkan.

Pada tampilan di gambar, axis horizontal menunjukkan tingkat panen yang
merupakan unit output, sedangkan pada axis vertical menggambarkan beberapa
parameter ekonomisepertihargadanbiaya. Pada prinsipnya model Copes
menggambarkan keseimbangan perikanan dari sisi permintaan dan sisi
penawaran. Permintaan terhadap ikan ditentukan oleh kurva permintaan,
sementara sisi penawaran ditentukan oleh kurva suplai yang melengkung
kebelakang pada tingkat ouput h MSY .
Copes lebih lanjut menyatakan bahwa terdapat lima keseimbangan

optimal yang dihasilkan, namun dalam hal ini kita hanya akan membahas dua
keseimbangan yang umum terjadi pada pengelolaan perikanan, yakni akses
terbuka dan pengelolaan terkendali oleh Negara atau pemilik tunggal.
Dalam kondisi akses terbuka, keseimbangan penawaran dan permintaan
ditentukan pada titik N dengan tingkat panen atau output sebesar M, di mana
kurva permintaan yang menggambarkan penerimaan rata-rata bersinggungan
dengan kurva biaya rata-rata. Secara matematis dapat diuraikan sebaga iberikut.
Jika kurva permintaan ditulis sebgai D =p(h), maka rente ekonomi
sumberdaya ikan dapat ditulis sebagai:
π =p(h)h-cE
dengan memasukkan persamaan (5.5)kepersamaan di atas, maka rente ekonomi
dapat ditulis:

π =p(h)h-

ch
qx

(5.13)


Dalam kondisi akses terbuka, rente ekonomi sama dengan nol,atau
p(h)h=

ch
qx

(5.14)

Jika persamaan di sebelah kiri dibagi dengan h, makan akan dihasilkan
penerimaan rata-rata, sementara jika hal yang sama dilakukan untuk yang di
sebelah kanan persamaan (5.14) akan dihasilkan biaya rata-rata. Dengan
demikian, titik N menggambarkan titik keseimbangan social di mana penerimaan
rata-rata yang digambarkan oleh kurva penerimaan sama dengan biaya rata-rata
yang digambarkan oleh kurva penawaran.

Pendekatan Analitik Optimasi Statik
Pengelolaan ekonomi sumberdaya ikan melalui pendekatan analitik.
Dengan asumsi system dalam kondisi keseimbangan (lestari) di mana h = F (x),
maka rente ekonomi lestari didefinisikan sebagai fungsi dari biomas
dalambentuk:

ρ(x) = pF(x) -

cF ( x)
qx

=

( p− qxc )

F(x)

(5.15)

Dengan menggunakan model pertumbuhan logistic, rente ekonomi
lestari secara lebih eksplisit dapat ditulis menjadi:

Sehingga maksimisasi keuntungan static diperoleh
persamaan di atas terhadap x, sehingga diperoleh:

dengan


menurunkan

Persamaan (5.17) di atas dapat dipecahkan untuk menentukan tingkat
biomas yang optimal, yakni sebesar:

Dengan diketahuiny anilai optimal biomas tersebut, nilai ini dapat kita
subtitusikan kembali kefungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal

dan nilai upaya optimal. Dengan subtitusial jabar sederhana diperoleh nilai
tangkap optimal dan upaya yang optimal sebesar:

Nilai E0 inilah yang disebut sebagai tingkat upaya pada kondisi MEY. Melalui
teknik regresi sederhana atau OLS, parameter-parameter biologi seperti r,q, dan
K dapat diketahui dengan langsung, sehingga dapat menggabungkannya dengan
parameter
ekonomi
(p
dan
c),
nilai
optimal
biomas,
tangkapdanupayasertarenteekonomidapatdihitung.
Untuk mengetahui tingkat upaya yang optimal dalam kondisi akses
terbuka dapat dilakukan dengan menghitung rente ekonomi yang hilang di
mana:

Sehingga nilai biomas optimal pada akses terbuka dapat ditentukan sebesar:

Dengan demikian tingkat produksi dan upaya optimal pada kondisi akses
terbuka dapat dihitung melalui subtitusial jabar sebagai:

Perbandingan static adalah suatu metode untuk mengetahui perubahan
yang terjadi pada nilai optimal akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada
parameter ekonomi. Sebagai contoh, apabila terjadi perubahan pada harga per
satuan output, dampaknya terhadap produksi dan upaya dalam kondisi akses
terbuka dan pemilikan tunggal dapat ditentukan sebagai berikut:

Untuk akses terbuka jika terjadi kenaikan hargaikan, dampak terhadap
upaya adalah:

∂ E∞
∂p

=

rc
>0
p q2 K
2

(5.25)

Yang berimplikasi bahwa kenaikan harga output akan menyebabkan terjadinya
peningkatan upaya sebagaimana diprediksi oleh model Gordon-Scahefer.
Demikian juga halnya untuk perikanan sole owner, dampak kenaikan harga
terhadap tingkat upaya akan berpengaruh positif, yang ditunjukkan oleh:

Dari kedua perbandingan static di atas, kenaikan harga jual ikan akan
meningkatkan upaya, namun besaran dampaknya terhadap dua rezim
pengelolaan perikanan tersebut berbeda. Dari persamaan dapat diketahui bahwa
kenaikan harga yang sama menyebabkan kenaikan upaya ada perikanan yang
dimiliki sebesar setengah dari kondisi akses terbuka.
Pendekatan analitik dapat digunkan untuk menentukan kurva penawaran
perikanan secara eksplisit. Untuk kurva penawaran akses terbuka:

Kebijakan Ekonomi Sumber Daya Ikan
Sebagaimana dikemukakan oeleh model Gordon-Schaefer, bahwa perikanan
dengan rezim pengelolaan akses terbuka menimbulkan inefisiensi ekonomi
(economic inefficiency), karena selain menghilangkan potensi rente ekonomi
sumber daya, juga terjadi capital waste karena upaya yang berlebihan yang
selayaknya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif lainnya. Untuk
mencegah terjadinya economic inefficincy tersebut, beberapa instrumen
ekonomi dapat diberlakukan antara lain penetapan pajak pada input dan output,
pembatasan upaya, serta kuota.

Pajak terhadap Input
Pajak terhadap input atau pajak yang diterapkan per unit upaya sebesar τ
akan menyebabkan peningkatan biaya per unit upaya, sehingga kurva biaya
total (TC) akan bergeser sebesar TC=( c+ τ ) E , sebagaimana terlihat pada
tampilan berikut :

Dari tampilan diatas terlihat bahwa pajak per satuan upaya dapat

E∞

mengurangi jumlah upaya dari

ke tingkat upaya sebesar

T
E∞ . Namun

demikian, dalam kondisi akses terbuka, rente sumber daya tetap tidak diperoleh,
yang terjadi adalah transfer rente ekonomi ke pemerintah sebesar τ yang
ditunjukkan garis AB.
Dampak dari penerapan pajak per unit input tersebut dapat diturunkan
dengan terlebih dahulu menyederhanakan notasi persamaan (5.10) menjadi:

h=αE−β E

2

dimana α =qK dan B=q2 K / r , sehingga rente ekonomi lestari dapat ditulis
sebagai fungsi dari upaya:

π = ph−( c+ τ ) E

¿ p ( αE−β E 2 )−( c + τ ) E

(5.28)

Dalam kondisi akses terbuka, rente ekonomi menjadi nol dan persamaan
diatas dapat dipecahkan untuk E sebagai berikut:

ET∞ =

αp−( c+r )
βP

(5.29)

Jika pajak yang sama diberlakukan pada perikanan yang dimiliki (sole
owner), maka dampak pajak dapat terlihat dengan menurunkan persamaan
(5.28) terhadap E, sehingga diperoleh:

ET0 =

αp−(c+ r)
2 βp

(5.30)

Dari persamaan (5.29) dan persamaan (5.30), terlihat kembali bahwa
tingkat upaya pada perikanan yang dimiliki (sole owner) hanya setengah dari
tingkat upaya akses terbuka.

Pajak terhadap Output
Dampak dari pajak jenis ini akan mengerutkan kurva penerimaan total (TR)
seperti gambar berikut:

Secara matematik, dampak penerapan pajak perunit output mengubah
penerimaan total sebagai berikut:

T Rτ =( p+ τ ) h
Dalam kondisi akses terbuka, rente ekonomi menjadi nol dan persamaan
terdahulu dapat dipecahkan untuk E, sebagai berikut:

Eτ∞ =

( p−τ ) α −c
β( p−τ )

(5.32)

Jika pajak yang sama diberlakukan pada perikanan yang dimiliki (sole
owner), dampak pajak dapat dilihat dengan menurunkan persamaan (5.32)
terhadap E

Eτ0=

α ( p−τ )−c
2 β ( p−τ )

(5.33)

Dari kedua persamaan diatas, terlihat kembali bahwa tingkat upaya pada
perikanan yang dimiliki (sole owner) hanya setengah dari tingkat upaya akses
terbuka.
Jika pajak terhadap input yang diberlakukan adalah pajak yang tetap
sebesar T, jenis pajak seperti ini juga akan menggeser tingkat upaya dari
τ
E∞ menjadi E ∞ , dan pemerintah memperoleh pajak sebesar AB.

π = p ( αE−β E2 )−(cE+ T )

(5.34)

Dalam kondisi terbuka, persamaan diatas berubah menjadi:

pβ E2− ( pα −c ) E−T =0
Sehingga tingkat upaya yang optimal akibat penerapan pajak adalah sebesar:
T

E∞ =

(αp−c)± √ (αp−c ) −4 pβT
2 pβ
2

(5.35)

Untuk rezim perikanan yang memiliki (sole owner), tingkat upaya yang
optimal akibat penerapan pajak adalah:

ET0 =

( αp−c )
=E0
2 pβ

Dari persamaan diatas terlihat bahwa pajak yang tetap tidak akan
berpengaruh terhadap perubahan upaya jika perikanan dalam kondisi dimiliki
(sole owner). Dikatakan bahwa pajak bersifat netral terhadap perikanan yang
dimiliki.

Kouta
Dengan adanya kouta, fenomena race for fish yang sering tejadi pada
perikanan bisa dihilangkan karena setiap pelaku industri (nelayan) dipastikan
akan memperoleh bagian untuk menangkap.
Beberapa masalah potensial yang mungkin timbul pada penerapan kuota
(Copes:1986) antara lain menyangkut penentuan kuota, Enforcement,
highgrading. Kuota bisa saja ditentukan secara lelang, atau dijual dengan harga
tertentu, sehingga untuk menentukan cara yang tepat akan menimbulkan biaya
administrasi. Selain itu, highgrading bisa timbul karena pemilik kuota akan

mengisi kuotanya dengan ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga bisa
menimbulkan by-catch yang pada gilirannya akan menyulitkan pendugaan stok,
ikan.

Model Dinamik Ekonomi
Model juga dikategorikan dalam tiga macam model yaitu model statis,
model statis komparatif dan model dinamis. Model statis menggambarkan
fenomena kejadian pada saat ini. Model statis komparatif merupakan model yang
membandingkan beberapa fenomena dengan kejadian yang berbeda dalam
suatu waktu. Model dinamis merupakan model yang dapat dikembangkan untuk
menunjukkan perubahan over time permintaan dan pasokan. Model ini juga
merefleksikan perubahan melalui simulasi ataupun berdasarkan waktu real dan
menghitung komponen secara konstan dengan memasukkan beberapa alternatif
tindakan yang akan datang (McGarney dan Hannon 2004).
Proses pemodelan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Sterman 2000) :


Perumusan masalah dan pemilihan batasan dunia nyata. Tahap ini meliputi
kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci,
rencana waktu untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi
pertimbangan serta seberapa jauh kejadian masa lalu untuk
mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta seberapa
jauh kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya
mendefinisikan masalah dinamisnya



Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan
pada teori perilaku terhadap masalah dan membangun peta struktur
kausal melalui gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat
seperti Causal Loop Diagram (CLD) dan stock flow diagram.

Klasifikasi perbedaan model memberikan tambahan pendalaman sesuai dengan
tingkat kepentingannya, karena dapat dijelaskan dalam banyak cara. Model
dapat dikategorikan menurut fungsi, struktur, acuan waktu, dan kepastiannya.
Kategori umum adalah jenis model yang pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam yaitu : (1) ikonik, (2) analog dan (3) simbolik.
1. Model Ikonik
Model ikonik adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal
ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik mempunyai karakteristik yang
sama dengan hal yang diwakili, dan terutama amat sesuai untuk menerangkan
kejadian pada waktu yang spesifik. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto,
peta, cetak biru) atau tiga dimensi (prototip mesin, alat). Apabila model
berdimensi lebih dari tiga maka tidak mungkin lagi dikonstruksi secara fisik
sehingga diperlukan kategori model simbolik.
2. Model Analog (Model Diagramatik)
Model analog dapat mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah menurut
waktu. Model ini lebih sering dipakai daripada model ikonik karena
kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji.
Model analog banyak berkesusaian dengan penjabaran hubungan kuantitatif
antara sifat dan klas-klas yang berbeda. Dengan melalui transformasi sifat
menjadi analognya, maka kemampuan membuat perubahan dapat ditingkatkan.

Contoh model analog ini adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi
pada statistik, dan diagram alir.
3. Model Simbolik (Model Matematik)
Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian kepada model simbolik
sebagai perwakilan dari realitas yang sedang dikaji. Format model simbolik dapat
berupa bentuk angka, simbol, dan rumus. Jenis model simbolik yang umum
dipakai adalah suatu persamaan. Bentuk persamaan adalah tepat, singkat, dan
mudah dimengerti. Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi daripada
kata-kata, namun juga lebih cepat ditangkap maksudnya.
Model yang dirancang dalam penelitian ini berupa model analog berdasarkan
kategori umum jenis model. Model ini dikategorikan analog karena rancangan
model ini mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan yang berubah terhadap waktu
yaitu di mana terdapat sistem boundary yang membatasi pemasokan bahan
baku dengan waktu panen.
Sistem yang telah diekspresikan pada notasi matematik dan format bersamaan,
timbullah keuntungan dari fasilitas manipulatif dari matematik. Seorang analis
dapat memasukkan nilai-nilai yang berbeda dalam model matematik dan
kemudian mempelajari perilaku dari sistem tersebut. Pada pengkajian tertentu,
sensitivitas dari sistem dilakukan dengan perubahan dari input sistem itu sendiri.
Bahasa simbolik ini juga membantu dalam komunikasi karena pernyataan yang
singkat dan jelas daripada deskripsi lisan.
Pemodelan diawali dengan menguraikan seluruh komponen yang akan
mempengaruhi efektivitas dari operasi suatu sistem. Setelah daftar komponen
tersebut lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan komponen mana
yang akan dipakai dalam pengkajian tersebut. Hal ini umumnya sulit karena
adanya interaksi antar peubah yang seringkali mengaburkan proses isolasi satu
peubah. Peubah yang dipandang tidak penting ternyata mempengaruhi hasil
studi setelah proses pengkajian selesai. Hal ini dapat dihindari melalui percobaan
pengujian data guna memilih konponen kritis. Setelah itu, dibentuk gugus
persamaan yang dapat dievaluasi dengan mengubah-ubah komponen tertentu
pada batas yang ada.