Arah Politik Hukum Pertambangan serta pe (2)

Arah Politik Hukum Pertambangan serta pengaruh terhadap
Lingkungan Hidup
Disusun Oleh :
Muhammad Dwi Rechi Jatiwarso
Fikri Nur Rochmah

8111416110
8111416047

1

Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang lagi maha pengasih dan maha
penyayang yang telah melimpahkan berkah dan rahmat , hidayah, serta
inayah kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Arah Politik Hukum Pertambangan seta pengaruh terhadap
lingkungan hidup.
Kami telah berusaha menyusun makalah ini dengan maksimal. Terlepas dari
itu kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dari cara
menyusun , menyimpulkan hingga tata bahasanya.
Oleh karena itu kami memohon kritik yang membangun dan saran agar kami

bisa memperbaiki makalah ini.Akhir kata dari kami berharap makalah kami
yang berjudul Arah Politik Hukum Pertambangan serta pengaruh terhadap
lingkungan hidup semoga menjadi informasi yang bermanfaat untuk
pembacanya.

2

Daftar Isi
Cover
Makalah………………………………………………………………………………......1
Kata
Pengantar…………………………………………………………………………………..2
Bab 1
Pendahuluan………………………………………………………………………………3
a.Latar
Belakang…………………………………………………………………………………3
b.Rumusan
Masalah……………………………………………………………………………..4
c. Metode
Penulisan……………………………………………………………………………..4

Bab 2
Pembahasan……………………………………………………………………………….7
a.Sub bab
1……………………………………………………………………………………….7
b.Sub bab
2………………………………………………………………………………………13
Bab 3 Kesimpulan
……………………………………………………………………………...16
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………..18

3

Bab 1 Pendahuluan
A.Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di Dunia terletak di Asia
Tenggara yang memiliki 17.504 Pulau besar dan kecil. Dilihat dari Posisi
Indonesia berada di sisi Barat dari apa yang dinamakan ‘‘ Pacific Ring of Fire’’
atau Cincin Berapi Pasifik yang ditandai dengan kegiatan vulkanik yang
tinggi karena pergerakan lempeng-lempeng bumi ini menyebabkan bencana

alam yang mengancam dalam bentuk letusan gunung berapi yang dalam
situasi tertentu dapat memicu terjadinya tsunami seperti yang telah terjadi
di Indonesia di Indonesia. Dalam kegiatan vulkanik terdapat magma yang
keluar dari perut bumi di Cincin berapi Pasifik diperkirkirakan mengandung
logam berharga terutama emas dan tembaga. Sebagai bagian dari Cincin
Berapi Pasifik, Indonesia juga secara potensial memiliki kekayaan alam
berupa bahan tambang. Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang meliputi 68%
dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau mencakup daerah
seluas hampir 1,3 juta kilometer persegi diperkirakan menyimpan 81,2 %
cadangan tambang Indonesia. 1 Maka dari itu, perusahaan pertambangan
asing pun menjadikan hubungan dekat dengan penguasa salah satu cara
untuk dapat mrmasukkan kepentingan ekonomi mereka dalam penguasaan
dan pengusahaan komoditas pertambangan, sehingga terdapat hungunga
saling menguntungkan diantara penguasa dan perusahaan asing tersebut.2

1 Rudiono, Persebaran Barang Tambang di Indonesia dan Proses Geomorfik, Oktober 2013,
http://majalah1000guru.net/2013/10/persebaran-barang-tambang-indonesia /
2 Stuart G.Gross, Inordinate Chill : Bits , Non-Nafta Mits, and Host State Regulatory Freedom—An Indonesian Case
Study, Michigan Journal of International Law, University of Michiigan Law School, Spring 2003


4

Disini kami akan membahas makalah yang berjudularah politik hukum
pertambangan di Indonesia serta pengaruh terhadap lingkungan hidup
sebelumnya kami akan membahas arti dari berbagai definisi terlebih dahulu.
Arah menurut KBBI adalah jurusan / tujuan. Menurut Mahfud MD Politik
Hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang
akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggantian hukum lama dalam mencapai tujuan negara , politik hukum
merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak
diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara
seperti yang tercantum didalam Pembukaan UUD 1945.3 Terdapat dua
lingkup politik hukum yaitu politik pembentukan hukum yaitu kebijaksanaan
yang berkaitan dengan , penciptaan , pembaharuan , pengembangan hukum
, dan politik pelaksanaan hukum yaitu kebijaksanaan yang berhubungan
dengan peradilan dan pelayanan hukum.4
Bahwa di dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea 4 yang berbunyi : ‘Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan

bangsa , dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial , maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UUD Negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha
Esa , Kemanusiaan yang adil dan beradab , Persatuan Indonesia , Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indoesia .5Maka sebagai dasar hukum dalam mencapai tujuan
yang terdapat di dalam Pembukaan Indonesia UUD 1945 Alinea 4 khususnya
di bidang sumber daya alam yaitu Pasal 33 ayat (3) 1945 ‘‘ Bumi dan Air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat’’.
Pertambangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan penggalian ke
dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil tambang

(mineral, minyak , gas bumi , dan batu bara ) . 6Usaha Pertambangan adalah
3Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia , 2009, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 1-3
4 Hudriyah Mundzir dkk, ‘ Politik Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan Pendekatan Economic
Analysys of Law ’ , Prosiding SENTIA , Vol 8 ISSN : 2085 – 2347 , 8, Oktober,2016
https://www.researchgate.net/publication/308946419_Politik_Hukum_Pengelolaan_Pertamba
ngan_Mineral_dan_Batubara_dengan_Pendekatan_Economic_Analysis_of_Law

5
6Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia , 2012,Rineka Cipta, Jakarta , hlm 6

5

kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan ,
konstruksi , penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan serta pasca tambang7. Wilayah pertambangan adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral dan/atau batu bara dan tidak terikat dengan
batasan administrasi pemerintah yang merupakan bagian dari tata ruang
nasional. Wilayah usaha pertambangan adalah
bagian dari

wilayah
pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau
geologi.8
Menurut Munadjat Danusaputro bahwa lingkungan hidup adalah seluruh
benda dan daya serta keadaan termasuk yang ada didalamnya manusia dan
segala tingkah perbuatannya yang berada dalam ruang dimana manusia
memang berada dan mempengaruhi suatu kelangsungan hidup serta pada
kesejahteraan manusia dan jasa hidup yang lainnya. Dengan demikian
bahwa tercakup segi lingkungan budaya dan segi lingkungan fisik9.
Maka disimpulkan judul makalah ini membahas Tujuan dari Pembaharuan
Hukum Pertambangan terhadap pengaruh
keberlangsungan lingkungan
hidup di Indonesia

B.Rumusan Masalah
1. Sejarah perkembangan Politik Hukum Pertambangan di Indonesia .
2. Dampak kebijakan hukum pertambangan batu bara dan mineral
terhadap lingkungan hidup
C. Metode Penulisan
Metode Penulisan yang kami gunakan adalah metode pustaka dengan

mempejari dan mengumpulkan data dan informasi dari buku referensi jurnal
dan yang terkait atau sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan
teori mengenai masalah yang akan dibahas.

7Ibid ., hlm 15
8 Lutfi Zaini Khakim , ‘Model Revitalisasi Lahan Dampak Pertambangan Pasir Besi ( Perspektif Implementasi Perda
Kabupaten Cilacap Nomor 17 Tahun 2010 ) ‘ , Journal Pandecta , Vol 9 No.1, Januari , 2014 ,
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta

9‘’Anonim’’, Pengertian Lingkungan menurut para ahli, tanpa tanggal, http://pengertian.website/pengertianlingkungan-menurut-para-ahli/,

6

PEMBAHASAN
a. Sejarah Politik Hukum Pertambangan di Indonesia
Perkembangan Tata Hukum di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai aspek
sosial, budaya , politik, dan ekonomi masyarakat pada saat hukum itu
dibuat dan diterapkan oleh Pemerintah yang berwenang pada saat itu
yang berawal dari zaman penjajahan


Belanda lalu Pasca Proklamasi,

sampai ke Pasca Reformasi . Pengaturan mengenai pertambangan sudah
dimulai pada masa Hindia Belanda melalui Indische Mijnwet Staatsblad
7

Tahun 1899 Nomor 214. Staatsblad tersebut mengatur mengenai
penggolongan bahan galian dan pengusahaan pertambangan. . Setelah
Staatsblad

tersebut,

Pemerintah

Hindia

Belanda

selanjutnya


mengeluarkan beberapa peraturan lainnya terkait pertambangan, yaitu
Mijnordonnaantie

1907

yang

mengatur

mengenai

pengawasan

keselamatan kerja Mijnordonnantie 1930 yang mencabut Mijnordonnantie
1907 yang dalam Mijnordonnantie 1930 pengaturan pengawasan kerja
dihapus

10

. Pada zaman penjajahan Belanda sampai akhir tahun 1938


terdapat 465 buah konsesi ( pemberian hak , izin , atau tanah oleh
pemerintah , perusahaan , individu , atau entitas legal lain ) dan izin
pertambangan yang masih berlaku dengan perincian salah satunya
adalah Konsensi. Pertambangan untuk mineral / bahan galian yang
tercantum dalam Indische Mijnwet11. Dalam pelaksanaannya indhische
staatsblad tahun 1899 No 214 dinilai menghambat swasta. Untuk
menghilangkan hambatan tersebut maka indhische staatsblad pada tahun
19101

dan

918.

Amandemen

tersebut

berakibat

pada

kegiatan

pertambangan sebelum terjadi perang dunia ke 1.12
Setelah berakhirnya penjajahan belanda pada masa penjajahan jepang
terkait aturan kegiatan pertambangan tidak menjadi perhatian khusus
pemerintahan jepang.
Selama masa penjajahan jepang di Indonesia, tidak ada peraturan baru
mengenai pertambangan, selain itu bahwa peraturan yang telah ada akan
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, tidak mengalami review bahkan
peraturan-peraturan tersebut tidak dilaksanakan

13

. Setelah kemerdekaan

tahun 1945, Pemerintahan Indonesia memulai membuat instrument
hukum

dan

peraturan

perundang-undangan

sebagai

instrument

positifistik. Sebagai bentuk pembuatan instrument hukum, Pemerintah
10 Soetaryo Sigit , Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, Pidato Ilmiah
Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa di ITB Bandung , 9 Maret 1996 , hlm 8
11 Abrar Saleng , Hukum Pertambangan , 2004, UII PRESS, Yogyakarta , hlm 66
12 Ibid hlm 8
13 Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, 2014 , Gramata Publishing , Bekasi , hlm 41

8

menerbitkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1959 tentang Pembatalan
Hak-hak

Pertambangan.

Penerbitan

Undang-undang

tersebut

dilatarbelakangi oleh banyaknya hak-hak pertambangan yang dikeluarkan
yang

tersebar

Pemerintahan
Mijnwet

di

hampir

seluruh

Hindia-Belanda,

Staatsblad

tahun

wilayah

berdasarkan
1899

No.

Indonesia

pada

undang-undang

214

dan

masa

Indische

perubahannya 14.

Pertimbangan pembentukan UU ini yaitu:
a. Bahwa adanya hak-hak pertambangan yang diberikan sebelum tahun
1949, yang hingga sekarang tidak atau belum dikerjakan sama sekali,
pada hakekatnya sangat merugikan pembangunan Negara.
b. Bahwa dengan membiarkan tidak atau belom dikerjakannya hak-hak
pertambangan tersebut lebih lama, tidak dapat dibenarkan dan
dipertanggung jawabkan.
c. Bahwa agar hak-hak pertambanagan tersebut dapat dikerjakan dalam
waktu sependek mungkin guna kelancaran pembangunan Negara
Republik Indonesia, maka hak-hak pertambangan tersebut harus
dibatalkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
d. Bahwa cara pembatalan hak-hak pertambangan seperti diatur dalam
‘’Indische Mijnwet’’ yang berlaku sekarang tidak dapat digunakan
untuk maksut diatas, maka oleh karena itu diperlukan suatu undangundang khusus.

Sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya pengusahaan
pertambangan, pada juli 1951 anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara (DPRS), Teuku Mr. Moh. Hassan dan anggota DPRS lainnya
menyusun mosi mendesak pemerintah untuk segera mengambil
langkah-langkah guna membenahi pengaturan dan pengawasan usaha
pertambangan di Indonesia. Mosi tersebut dikenal dengan ‘’Mosi Mr.
Teunku Moh. Hassan dkk’’ yang memuat desakan kepada pemerintah
agar15:

14 Ibid, hlm 42
15 Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen dan Energi, Kilas Balik 50 Tahun Pertambangan Umum
dan Wawasan 25 Tahun Mendatang , Jakarta , 1995, hlm 11 – 20

9

1. Membentuk masalah pengelolaan Komisi Negara urusan
pertambangan dalam jangka waktu satu bulan dengan tugas sebagai
berikut :
a. Menyelidiki masalah pengelolaan tambang minyak, timah, batu
bara, tambang emas/perak dan bahan mineral lainnya di Indonesia.
b. Mempersiapkan rencana Undang-undang Pertambangan Indonesia
sesuai dengan keadaan.

2. Menunda segala pemberian ijin, konsesi, eksplorasi maupun
memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama
menunggu hasil pekerjaan Panitia Negara Urusan Pertambangan.
Mosi Mr. Teuku Moh. Hassan dkk merupakan titik awal politik hukum
pertambangan yang mengupayakan sector pertambangan sesuai
dengan jiwa pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Keinginan untuk
membenahi pengaturan dan pengawasan usaha pertambangan di
Indonesia merupakan politik hukum yang menjadi dasar pembentukan
produk hukum sesuai dengan apa yang dicita-citakan Mosi tersebut
berhasil menciptakan landasan pembentukan Undang-Undang 37 Prp
Tahu 1960 tentang pertambangan16. Dari Undang-Undang No.37 Prp
Tahun 1960 memuat pokok-pokok mengenai :
1. Penguasaan bahan galian yang berada wilayah hukum
pertambangan di Indonesia.
2. Pembagian bahan galian dalam beberapa golongan yang didasarkan
atas pentingnya bahan galian itu.
3. Sifat dari perusahaan pertambangan yang pada dasarnya harus
dilakukan oleh Negara.
4. Pengertian konsesi ditiadakan, sedangkan wewenang kuasa untuk
melakukan usaha pertambangan diberikan berdasarkan kuasa
pertambangan.
5. Adanya peraturan peralihan untuk mencegah kekosongan (vacuum)
dalam menghadapi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang ini.

16 Ahmad Redi, Op.cit hlm 45

10

Dalam UU No. 37 Prp tahun 1960, perusahaan pertambangan
ditentukan dengan cara :
Diusahakan oleh Negara atau secara campuran oleh Negara dan pihak
swasta, boleh campuran dengan perseorangan, asal kewarganegaraan
Indonesia dan boleh pula dengan badan swasta terutama koperasi
yang pengurusnya adalah warga Indonesia seluruhnya.
Pada zaman Presiden soeharo lahir UU No. 11 Tahun 1967 memiliki
perbedaan dengan perundang-undangan sebelumnya , yaitu dalam UU No.
11 Tahun 1967 terdapat prinsip dasar mengenai pemberian kesempatan
kepada perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang pertambangan
kepada perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang pertambangan dan
pengaturan baru mengenai pengurangan pengusahaan tambang langsung
oleh negara dan bahwa negara berfungsi hanya sebagai pengawas dan
pemberi bimingan serta pengarahan. Perbedaan lainnya yaitu dalam UU No.
11 Tahun 1967 mulai diatur mengenai perjanjuan karya sebagaimana dalam
Pasal 10 disebutkan :17
1. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum
atau tidak dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau
Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa
pertambangan.
2. Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau
Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman,
petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.
3. Perjanjian Karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah
disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR apabila
menyangkut eksploitaasi golongan a sepanjang mengenai bahan
galian yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dana tau
yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.
Pasal 10 inilah yang menjadi dasar lahirnya KK atau PKP2B dalam
pertambangan.Selain itu , dalam UU No. 11 Tahun 1967 diatur
17 Sajuti Thalib, Hukum Pertambangan di Indonesia , 1974, Penerbitan Akademi Geologi dan Pertambangan ,
Bandung , hlm 15

11

mengenai Kuasa Pertambangan yang merupakan izin yang diberikan
mengenai Kuasa Pertambangan yang merupakan izin yang diberikan
oleh Menteri untuk melakukan penambangan. Kalau dibandingkan
dengan Indische Mijnwat Staatsblad Tahun 1899 Nomor 214 Kuasa
Pertambangan

hampir

sama

dengan

Konsensi

,

yaitu

memiliki

kesamaan pada sama-sama merupakan perizinan.
Namun

untuk

melaksanakan

usaha

pertambangan

dan

tidak

memberikan kepemilikan pertambangan kepada si pemegang Kuasa
Pertambangan, sedangkan Konsensi merupakan perizinan yang lebih
luas dan kuat serta pemegang konsensi langsung memiliki hasil
pertambangan yang bersangkutan merupakan perizinan yang lebih
luas dan kuat serta pemegang konsesi merupakan perizinan yang lebih
luas dan kuat serta pemegan konsensi langsung memiliki hasil
pertambangan

yang

bersangkutan.18

Kuasa

Pertambangan

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun
1967( selanjutnya disebut ‘‘ PP No.32 Tahun 1969’’) terdiri atas :
a. Surat Keputusan Penugasan Pertambangan
b. Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat
c. Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan
d.

Kemudian Kuasa Pertambangan sebagaimana Pasal 77 PP No. 32

Tahun 1967 berupa :
Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum,Kuasa Pertambangan
Eksplorasi ; Kuasa Pertambangan Eksploitasi Kuasa Pertambangan
Pengangkutan dan Kuasa Pertambangan Penjualan.
UU No. 11 Tahun 1967 , secara organic diatur secara teknis oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undangundang

Nomor

11

Tahun

1967

tentang

Ketentuan-Ketentuan

Pokok

Pertambangan. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang
18 Ibid , hlm 21

12

Pelaksanaan UU No, 11 Tahun 1967 merupakan aturan teknis dari UU No. 11
Tahun 1967. Walaupun UU No. 11 Tahun 1967 merupakan pengganti dari UU
No/37 Prp Tahun 1960, namun UU No. 11 Tahun 1967 masih belum mampu
memberikan

pedoman

yang

jelas

dalam

pelaksaan

pertambangan.

Dibentuknya PP No. 32 Tahun 1969 berdasarkan pertimbangan :19
a. Bahwa dianggap perlu untuk menyesuaikan peraturan perundangan
tentang usaha -usaha pertambangan yang masih berlaku antara
lain Mijnorfonsntie, Staatsblaf 1930 No. 38 dengan jiwa dan maksud
UUD 1945 dan UU Pokok Pertambangan;
b. Nahwa berhubung dengan itu dianggap perlu untuk menetapkan
suatu

peraturan

Pemerintah

tentang

Pelaksanaan

UU

Pokok

Pertambangan yang sesuai dengan kebijakan landasan Ekonomi
Keungan dan Pembangunan Negara serta disesuaikan pula dengan
kemajuan teknis .
Lalu pada tanggal 23 November 2001 ditetapkan Undang Undang Nomor 22
Tahun 2001 yang khusus mengatur tentang minyak dan gas bumi. Berselang
42 tahun barulah pada tanggal 12 Januari 2009 disahkan Undang-Undang
terbaru yang dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan kondisi kekinian
dibidang pertambangan khususnya tentang pertambangan umumyang
terdiri atas 26 Bab dan 175 Pasal yaitu Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Hukum pertambangan adalah
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam
pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara
negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan
pemanfaatan bahan galian (tambang). 2 Definisi diatas dianggap paling
menggambarkan hukum pertambangan karena terdiri atas tiga unsur
penting menyangkut hukum pertambangan yaitu adanya kaidah hukum,
adanya kewenangan negara dalam mengatur pengelolaan bahan galian dan
adanya hubungan hukum antara negara dengan orang dan atau badan
hukum dalam pengusahaan bahan galian20.

19 Ahmad Redi, Op.cit hlm 51
20 Dati Nuryanti, , Kewenangan Pemerintah Daerah dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan
(IUP) di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah , Skripsi, Universitas Pasundan , 2016 http://repository.unpas.ac.id/11993/
hlm 29-31

13

Terdapat asas-asas hukum pertambangan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
Dan Batubara. Yakni sebagai berikut:
1. Manfaat, Keadilan dan Keseimbangan.
Asas manfaat adalah asas yang menunjukkan bahwa dalam melakukan
penambangan harus mampu memberikan keuntungan dan manfaat sebesarbesarnya bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Asas
keadilan bermaksud bahwa dalam melakukan penambangan harus
memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional bagi
seluruh warga Negara tanpa ada yang dikecualikan. Asas Keseimbangan
bermaksud bahwa dalam melakukan kegiatan penambangan wajib
memperhatikan bidang-bidang lain terutama yang berkaitan langsung
dengan dampaknya.
2. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa.
Asas ini bermaksud bahwa dalam melakukan kegiatan pertambangan harus
berorientasi kepada kepentingan bangsa bukan kepada kepentingan individu
atau golongan.
3. Partisipatif, Transparansi dan Akuntabilitas.
Asas partisipatif adalah asas yang menghendaki bahwa dalam melakukan
kegiatan pertambangan dibutuhkan peran serta masyarakat dalam
penyusunan kebijakan, pengelolaan, pemantauan dan pengawasan terhadap
pelaksanaannya.
Asas transparansi adalah asas yang mengamanatkan
adanya keterbukaan informasi yang benar, jelas dan jujur dalam
penyelenggaraan kegiatan pertambangan. Asas akuntabilitas adalah asas
yang mana dalam kegiatan pertambangan dilakukan dengan cara-cara yang
benar sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
4. Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi,
lingkungan dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan
mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa
mendatang.
b.Dampak kebijakan hukum pertambangan batu bara dan mineral
terhadap lingkungan hidup.
Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu
kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata semua bentuk manfaat dan biaya
kebijakan , baik yang langsung maupun yang akan datang, harus diukur
14

dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata. Output kebijakan adalah
berbagai hal yang dilakukan pemerintah. Kegiatan ini diukur dengan standar
tertentu. Angka yang terlihat hanya memberikan sedikit informasi mengenai
outcome atau dampak kebijakan public, karena untuk menentukan outcome
kebijakan publik perlu diperhatikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan
atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi politik. 21 Salah satu contohnya
Permen ESDM No.34 Tahun 2017 Tentang Perizinian di Bidang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup.
Menurut Kami Kebijakan Hukum Pertambangan batu bara dan mineral
Permen ESDM No. 34 Tahun 2017 terdapat beberapa pasal yaitu :

di

Pasal 17 (3)
Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Badan Usaha,
koperasi, atau perseorangan harus memenuhi persyaratan administratif,
teknis, lingkungan, dan finansial.
Pasal 23
k. membangun fasilitas pengangkutan, penyimpanan/ penimbunan, dan
pembelian atau penggunaan bahan peledak sesuai dengan persetujuan
rencana kerja dan anggaran biaya;
l. membangun tempat penyimpanan/penimbunan bahan bakar cair sesuai
dengan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya
Pasal 26 (2)
Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemegang IUP dan IUPK wajib
melaksanakan: a. pengelolaan teknis pertambangan; b. pengelolaan
keselamatan pertambangan; c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang; d. upaya
konservasi sumber daya mineral dan batubara; e. pengelolaan sisa tambang
dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas
sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media
lingkungan; dan f. penerapan teknologi yang efektif dan efisien.
Pasal Larangan 29 C
melakukan pengolahan dan/atau pemurnian dari hasil penambangan yang
tidak memiliki IUP, Izin Pertambangan Rakyat, atau IUPK.
Diliat dari beberapa pasal itu tadi, Permen ESDM No. 34 Tahun 2017 Tentang
Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara itu tadi sudah
memenuhi asas-asas hukum pertambangan yang berwawasan lingkungan
Didalam Pasal itu memberikan hak pemegang izin itu melakukan peledakan
berdampak pada lingkungan hidup.
21 Ilmi Hakim , ‘ Dampak Kebijakan Pertambangan Batu bara bagi Masyarakat Bengkuring Kelurahan Sempaja
Selatan Kecamatan Samarinda utara’, Junrnal, 2,2014 http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2014/02/jurnal%20ilmi%20fix%20(02-24-14-02-39-54).pdf

15

Peledakan tambang yang disebut blesting untuk memecah atau
membongkar batuan padat atau material berharga atau endapan bijih yang
bersofat kompak atau massive dari batuan induknya menjadi material yang
cocok untuk dikerjakan produksi berikutnya. 22dan penimbunan bahan bAkar
cair berfungsi penyimpanan bahan bakar untuk kegiatan pertambangan .
Dampak peledakan / blesting
= Merupakan hasil sampling yang ditimbulkan ketika peledakan batuan.
Bebebrapa contoh dampaknya adalah23
1. Ground Vibration
= Merupakan getaran ringan hingga sedang ketika melakukan
peledakan . dampaknya dapat dirasakan tetapi jika terlalu besar
menyebabkan kerusakan pada struktur seperti bangunan, jalan
jembatan dll.
2. Flyingrock dan Rock Fragfermentation
=Merupakan material lepas ke udara yang dihasilkan suatu peledakan.
Faktor berbahanya adalah karena dapat mengenai benda-benda
disekitarnya, sehingga perlu diperhitungkan secara matang untuk arah
lemparan dari flying rock itu sendiri.
3. Air Blast / Air shock
= Dapat merugikan apabila intensitasnya cukup tinggi, getarannya
dapat merusak kaca / jendela bangunan yang ada disekitar lokasi
peledakan .
4. Noises
= suara yang dihasilkan saat melakukan peledakan / bisa disebut
kebisingingan dan pada umumnya terjadi bersamaan dengan air blast
5. Dust
= Material yang sangat halus yang berterbangan akibat peledakan.
Dust biasanya terbentuk dari material yang diledakan dan dapat
bersifat berbahaya apabila terhirup salah satunya debu batu bara.
Dampak Penimbunan bahan bakar cair jika tidak terjaga akan menimbulkan
pencemaran tanah dan menimbulkan dampak terhadap kesehatan
pencemaran tanah oleh solar.

Pencemaran tanah oleh solar jdapat memberikan dampak terhadap ekosistem.
Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia
beracun/berbahaya pada solar bahkan pada dosis yang rendah sekalipun.
Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme
endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan
dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat
memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai
makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah
tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia
22 Joko Suhadha Harta , Efek-efek Peledakan, tanpa tanggal, https://www.academia.edu/12712366/Efekefek_peledakan
23 Hana Pramudiana , Pencemaran Tanah Akibat Aktivitas Pertambangan oleh Solar ( Bahan Bakar Diesel ) , 8,
Dsemeber, 2011, http://hanageoedu.blogspot.co.id/2011/12/pencemaran-tanah-akibat-aktivitas.html

16

asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni
piramida atas. Tumpahan minyak solar membawa pengaruh buruk pada tanah
berkenaan dengan kemampuan tanah.
Dampak Kesehatan Seperti halnya dengan bahan-bahan kimia, gangguan-gangguan
kesehatan yang disebabkan minyak solar mungkin sulit dibuktikan karena memang
butuh waktu yang panjang untuk menimbulkan dampak kesehatan manusia. Tetapi,
untuk sebagian besar penduduk yang tinggal di lokasi yang terjadi pencemaran
tanah dapat dibuktikan dan dilihat bahwa kesehatan mereka terancam akibat
pencemaran tersebut. Manusia yang terkontaminasi bahan berbahaya dari solar
akibata adanya pencemaran tanah dapat mendatangkan masalah-masalah
kesehatan serius, seperti halnya berikut ini: penglihatan buram dan gangguan mata
lain, sakit kepala halusinasi, eforia (perasaan gembira yang mendadak), rasa capek,
gangguan bicara, kerusakan otak, koma, kejang-kejang dan kematian mendadak,
nyeri hidung dan mimisan, infeksi telinga, asma, bronkitis, pneumonia dan
gangguan pernafasan lain, infeksi paru-paru dan tenggorokan, meningkatnya risiko
TBC (tuberculosis), serangan jantung, problem pencernaan, muntah, dan kanker
lambung, kerusakan hati, ginjal dan tulang, problem menstruasi, keguguran,
meninggal dalam kandungan, dan cacat lahir, kulit gatal-gatal, jamur dan kanker
kulit, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan kematian apa
pun jenis polutannya tak terkecuali minyak solar. 24

24 Ibid

17

Bab 3 Kesimpulan
Perkembangan Tata Hukum di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai aspek
sosial, budaya , politik, dan ekonomi masyarakat pada saat hukum itu dibuat
dan diterapkan oleh Pemerintah yang berwenang pada saat itu yang berawal
dari zaman penjajahan Belanda lalu Pasca Proklamasi, sampai ke Pasca
Reformasi. Pada zaman penjajahan Belanda sampai akhir tahun 1938
terdapat 465 buah konsesi ( pemberian hak , izin , atau tanah oleh
pemerintah , perusahaan , individu , atau entitas legal lain ) dan izin
pertambangan yang masih berlaku dengan perincian salah satunya adalah
Konsensi. Sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya pengusahaan
pertambangan, pada juli 1951 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
(DPRS), Teuku Mr. Moh. Hassan dan anggota DPRS lainnya menyusun mosi
mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah guna
membenahi pengaturan dan pengawasan usaha pertambangan di Indonesia.
Mosi tersebut dikenal dengan ‘’Mosi Mr. Teunku Moh. Hassan dkk’’ yang
memuat desakan kepada pemerintah agar Membentuk masalah pengelolaan
Komisi Negara urusan pertambangan dalam jangka waktu satu bulan dengan
tugas, Menunda segala pemberian ijin, konsesi, eksplorasi maupun
memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama menunggu
hasil pekerjaan Panitia Negara Urusan Pertambangan Selama masa
penjajahan jepang di Indonesia, tidak ada peraturan baru mengenai
pertambangan, selain itu bahwa peraturan yang telah ada akan dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan tahun 1945, Pemerintahan
Indonesia memulai membuat instrument hukum dan peraturan perundangundangan sebagai instrument positifistik. Sebagai bentuk pembuatan
instrument hukum, Pemerintah menerbitkan undang-undang Nomor 10
tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-hak Pertambangan. Pada zaman
Presiden soeharo lahir UU No. 11 Tahun 1967 memiliki perbedaan dengan
perundang-undangan sebelumnya , yaitu dalam UU No. 11 Tahun 1967
terdapat prinsip dasar mengenai pemberian kesempatan kepada perusahaan
swasta yang bergerak dalam bidang pertambangan kepada perusahaan
swasta yang bergerak dalam bidang pertambangan dan pengaturan baru
mengenai pengurangan pengusahaan tambang langsung oleh negara dan
bahwa negara berfungsi hanya sebagai pengawas dan pemberi bimingan
serta pengarahan. Penerbitan Undang-undang tersebut dilatarbelakangi oleh
banyaknya hak-hak pertambangan yang dikeluarkan yang tersebar di hampir
seluruh wilayah Indonesia pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda,
berdasarkan undang-undang Indische Mijnwet Staatsblad tahun 1899 No.
214 dan perubahannya. UU No. 11 Tahun 1967 , secara organic diatur secara
18

teknis oleh Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan. Kemudian, dampak kebijakannya adalah keseluruhan efek
yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata semua
bentuk manfaat dan biaya kebijakan , baik yang langsung maupun yang
akan datang, harus diukur dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata.
Didalam kebijakan ini, ada salah satu peraturan yang mengatur tentang
pertambangan, yaitu Salah satu contohnya Permen ESDM No.34 Tahun 2017
Tentang Perizinian di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Daftar Pustaka

MD Mahfud Moh, 2009, Politik Hukum di Indonesia , PT Raja Grafindo Persada
: Jakarta
Supramono Gatot , 2012 , Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di
Indonesia, Rineka Cipta : Jakarta
Sigit, Soetaryo, 9 Maret 1996, Potensi Sumber daya Mineral dan Kebangkitan
Pertambangan di Indonesia, Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Doctor
Honoris Causa di ITB :Bandung.
Saleng Abrar , 2004, Hukum Pertambangan, UII PRESS : Yogyakarta
Redi Ahmad, 2014, Hukum Pertambangan , Gramata Publishing : Bekasi
Sajuti Thalib, 1974 , Hukum Pertambangan di Indonesia, Penerbitan Akademi
Geologi dan Pertambangan : Bandung
Rudiono, Persebaran Barang Tambang di Indonesia dan Proses Geomorfik,
Oktober
2013,
http://majalah1000guru.net/2013/10/persebaran-barangtambang-indonesia/
Gross, Stuart, G, ‘’ Inordinate Chill : Bits, Non- Nafta Mits, And Host-State
Regulatory Freedom—An Indonesian Case Study’’, Michigan Journal of
International Law Spring 2003, Copyright (c) 2003 University of Michigan Law
School; Stuart G.Gross.
Hudriyah Mundzir dkk, ‘ Politik Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara
dengan Pendekatan Economic Analysys of Law ’ , Prosiding SENTIA , Vol 8
ISSN
:
2085

2347
,
8,
Oktober,2016,https://www.researchgate.net/publication/308946419_Politik_H
ukum_Pengelolaan_Pertambangan_Mineral_dan_Batubara_dengan_Pendekata
n_Economic_Analysis_of_Law
19

Direktoral Jenderal Pertambangn Umum Departemen dan Energi , 1995, Kilas
Balik 50 Tahun Pertambangan Umum dan Wawasan 25 Tahun Mendatang :
Jakarta
Lutfi Zaini Khakim , ‘Model Revitalisasi Lahan Dampak Pertambangan Pasir
Besi ( Perspektif Implementasi Perda Kabupaten Cilacap Nomor 17 Tahun
2010 )’ , Journal Pandecta , Vol 9 No.1, Januari , 2014 ,
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
‘’ Anonim’’, Pengertian Lingkungan menurut para ahli, tanpa tanggal,
http://pengertian.website/pengertian-lingkungan-menurut-para-ahli/
Nuryanti Dati , Kewenangan Pemerintah Daerah dalam menerbitkan Izin
Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ,
Skripsi, Universitas Pasundan , 2016 http://repository.unpas.ac.id/11993/
Hakim Ilmi , ‘ Dampak Kebijakan Pertambangan Batu bara bagi Masyarakat
Bengkuring Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda utara’,
Junrnal,
2,2014
http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2014/02/jurnal%20ilmi%20fix%20(02-24-14-02-39-54).pdf
Joko
Suhadha
Harta
,
Efek-efek
Peledakan,
tanpa
tanggal,
https://www.academia.edu/12712366/Efek-efek_peledakan
Hana Pramudiana , Pencemaran Tanah Akibat Aktivitas Pertambangan oleh
Solar
(
Bahan
Bakar
Diesel
)
,
8,
Dsemeber,
2011,
http://hanageoedu.blogspot.co.id/2011/12/pencemaran-tanah-akibataktivitas.html
Peraturan Perundang-undangan
Pembukaan UUD 1945 .
Indische Mijnwet Staatsblad Tahun 1899 Nomor 214 .
Undang-undang Nomor 10 tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-hak
Pertambangan .
Undang-Undang 37 Prp Tahu 1960 tentang Pertambangan .
UU No. 11 Tahun 1967 terdapat prinsip dasar mengenai pemberian
kesempatan kepada perusahaan swasta .
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan .
Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 yang khusus mengatur tentang
minyak dan gas bumi
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara .
Permen ESDM No.34 Tahun 2017 Tentang Perizinian di Bidang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara .
20