Kebijakan dan perkembangan otonomi daera

TUGAS MAKALAH
“Kebijakan Dan Perkembangan Otonomi Daerah Di Indonesia”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Isu dan Kebijakan Otonomi Daerah”
Dosen Pengampu :
Abdul Halim, S. Pd, SH, MM, M. Pd

Di susun Oleh :
Muhammad Saifur Rohman
11.441.0041

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

UNIVERSITAS PANCA MARGA
PROBOLINGGO

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi, karena atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Ilmu Isu dan Kebijakan
Otonomi Daerah, bertajuk “Kebijakan Dan Perkembangan Otonomi Daerah Di
Indonesia”.
Adapun Makalah ini berisi tentang materi Isu dan Kebijakan Otonomi
Daerah merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi perkembangan otonomi
daerah yang didalamnya terdapat beberapa kelemahan dalam berbagai bidang
serta dampak yang dipengaruhinya di Indonesia.
Akan tetapi mudah-mudahan makalah ini sedikitnya dapat memberikan
manfaat untuk kita semua. Amiin

Probolinggo, 20 Januari 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Krisis ekonomi dan yang lainnya yang melanda Indonesia pada tahun 1997


memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi upaya peningkatan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Di satu sisi, krisis tersebut telah
memberikan dampak yang luar biasa pada kemiskinan, namun disatu sisi krisis
tersebut juga memberi “berkah tersembunyi” (blessing in disguised) bagi upaya
peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia dimasa yang akan datang.
Karena krisis ekonomi dan krisis-krisis yang lainnya yang dialami telah membuka
jalan bagi munculnya reformasi total tersebut adalah mewujudkan masyarakat
yang madani terciptanya good governance, dan mengembangkan model
pembangunan

yang

berkeadilan.

Disamping

itu

reformasi


juga

telah

memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan
sosial,

sehingga

mempermudah

proses

pengembangan

dan

modernisasi


lingkungan legal dan regulasi untuk pembaruan pradigma di berbagai bidang
kehidupan
Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi
yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar,
paling tidak untuk dua alasan. Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu
besar di masa yang lalu telah menimbulkan rendahnya kapabilitas dan efektivitas
pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan
demokrasi didaerah. Arahan dan kebutuhan akan undang-undang yang terlalu
besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah
cenderung mati dan sehingga pemerintah daerah sering kali

menjadikan

pemenuhan peraturan sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk pelayanan kepada
masyarakat.
Kedua, tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban
untuk memasuki era permainan baru yang membawa aturan baru pada semua
aspek kehidupan dimasa yang kana datang. Dimana pada masa yang akan datang
pemerintah akan kehilangan kendali pada banyak persoalan seperti perdagangan


internasional, informasi dan ide maupun keuangan. Dengan banyaknya berbagai
persoalan tersebut, maka pemerintah akan kesulitan untuk menyelesaikan semua
persoalan-persoalan yang sepele yang dihadapi oleh masyarakat.
Untuk menghadapi permainan baru yang penuh dengan aturan baru
tersebut, dibutuhkan strategi baru. Berbagi ketetapan MPR yang telah dihasilkan
melalui sidang istimewa. Salah satu ketetapan MPR tersebut adalah TAP MPR
Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,
Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta
Perimbangan

keuangan

pusat

dengan

daerah

dalam


kerangka

Negara

KesatuanRepublik Indonesia” Dengan TAP MPR itulah sebagai landasan
keluarnya UU no.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25
tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antar pemerintah Pusat dengan
Pemerintah daerah yang kan membawa angin segar bagi pengembangan otonomi
daerah. Kedua UU ini telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan
antara pemerintah pusat dengan daerah. Namun direvisi lagi dengan UU No.32
tahun 2004 sebagai koreksi kelemahan-kelemahan UU sebelumnya dan ditambah
dengan pemilihan langsung kepala daerah
1.2

Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana perkembangan otonomi daerah di Indonesia ?
1.2.2
Kelemahan apa saja yang terjadi pada otonomi daerah di
1.2.3


1.3

indonesia ?
Bagaimana berbagai dampak dalam otonomi daerah ?

Tujuan
1.3.1

Agar kita dapat mengetahui perkembangan otonomi daerah di
berbagai wilayah seluruh Indonesia.

1.3.2

Agar dapat mengetahui wawasan tentang otonomi daerah dan
dampaknya bagaimana

1.3.3

Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dalam otonomi daerah

di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah
otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon
tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena
kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah
otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah
(PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah
untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya
SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari
pusat ke daerah. Menguatnya isu Putra Daerahisme dalam pengisian jabatan akan
menghambat pelaksanaan otonomi daerah, disamping itu juga akan merusak rasa
persatuan dan kesatuan yang telah kita bangun bersama sejak jauh hari sebelum
Indonesia merdeka. Setiap manusia Indonesia dijamin oleh konstitusi, memiliki
hak yang sama untuk mengabdikan diri sesuai dengan profesi dan keahliannya

dimanapun di wilayah nusantara ini.
Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah bagaimana
pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang kondusif,
sehingga dapat mendesain standard Pelayanan Publik yang mudah, murah dan
cepat. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah otonom yang
mumpuni perlu diisi oleh SDM yang kemampuannya tidak diragukan, sehingga
merit system perlu dipraktekkan dalam pembinaan SDM di daerah.
2.1

Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan

konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam
perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan
bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit
politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak
tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak

ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas
dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat

dalam UU berikut ini :
a. UU No. 1 tahun 1945
Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada
dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan
pusat.
b. UU No. 22 tahun 1948
Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada
desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu
sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat
pemerintah pusat.
c. UU No. 1 tahun 1957
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana
kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih
alat pemerintah pusat.
d. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi.
Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama
dari kalangan pamong praja.
e. UU No. 18 tahun 1965
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada

desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi
daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
f. UU No. 5 tahun 1974
Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman
dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan
dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode
Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan
menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa

seolah-olah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan
menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
g. UU No. 22 tahun 1999
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah
sebagai

titik

sentral

dalam

penyelenggaraan

pembangunan

dengan

mengedapankan

otonomi

pemerintahan
luas,

nyata

dan
dan

bertanggung jawab.
h. UU No. 32 tahun 2004
Keluarnya UU ini merupakan koreksi total atas kelemahan yang terdapat
dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan Antara
pemerintah Pusat dengan Daerah, juga dilengkapi dengan sistem
pemilihan langsung kepala daerah

2.2

Kelemahan Otonomi Daerah
Tidak heran jika wewenang yang besar itu justru melahirkan

penyimpangan, yaitu mengalirkan dana negara ke kantong pribadi.serta terjadinya
berbagai penyimpangan-penyimpangan lainnya diantaranya
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:
1.

Korupsi Pengadaan Barang
Modus :

2.

1) Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
2) Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)

3.

Modus :
1) Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
2) Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikan pangkat,
pengurusan pensiun dan sebagainya.

4.

Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)
Modus :
1) Pemotongan dana bantuan social

5.

2) Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari

6.

pemerintah ke pihak luar.
Penyelewengan dana proyek

7.

Modus :
1) Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
2) Memotong dana proyek tanpa sepengetahuan orang lain.
Proyek fiktif fisik
Modus : Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek

8.

itu nihil.
Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan
iuran.
Modus :
1) Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
2) Penetapan target penerimaan pajak lebih rendah dari penerimaan

9.

riil.
Manipulasi proyek-proyek fisik (jalan, jembatan, bangunan, kantor,
sekolah, asrama)

Modus :
1) Mark up nilai proyek
2) Pungutan komisi tidak resmi terhadap kontraktor
10. Daftar Gaji atau honor fiktif
Modus : Pembuatan pekerjaan fiktif.
11. Manipulasi dana pemeliharaan dan renovasi fisik.
Modus :
1) Pemotongan dana pemeliharaan
2) Mark up dana pemeliharaan dan renovasi fisik
12. Pemotongan dana bantuan (inpres, banpres)
Modus : Pemotongan langsung atau tidak langsung oleh pegawai atau
pejabat berwenang.
13. Proyek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) secara fiktif (tidak
ada proyek atau intensitas)
Modus : Tidak ada proyek atau intensitas yang tidak sesuai laporan.
Misalnya kegiatan dua hari dilaporkan empat hari.
14. Manipulasi ganti rugi tanah dan bangunan
Modus : Pegawai atau pejabat pemerintah yang berwenang tidak
memberikan harga ganti rugi secara wajar atau yang disediakan.

15. Manipulasi biaya sewa fasilitas dan transportasi
Modus : Manipulasi biaya penyewaan fasilitas pemerintah kepada pihak
luar
16. Pembayaran fiktif uang lauk pauk Pegawai Negeri sipil, prajurit, tahanan
dan lain-lain
Modus :
1) Alokasi fiktif uang lauk pauk Pegawai Negeri Sipil, prajurit
tahanan dalam catatan resmi seperti APBD.
2) Menggunakan kuitansi fiktif.
17. Pungli Perizinan; IMB, sertifikat SIUPP, besuk tahanan, ijin tinggal, ijin
TKI, ijin frekuensi, impor ekspor, pendirian apotik, RS, klinik, Delivery
Order pembelian sembilan bahan pokok agen dan distributor.
Modus :
1) Memungut biaya tak resmi kepada anggota masyarakat yang
mengurus perijinan.
2) mark up biaya pengurusan ijin
3) Kolusi dengan pengusaha yang mengurus ijin.
18. Pungli kependudukan dan Imigrasi
Modus :
1) Memungut biaya tidak resmi kepada anggota masyarakat yang
mengurus perijinan.
2) Mark up biaya pengurusan ijin
3) Kolusi dengan pengusaha yang mengurus ijin.
19. Manipulasi Proyek Pengembangan Ekonomi Rakyat
Modus : Penyerahan dalam bentuk uang.
20. Korupsi waktu kerja
Modus :
1) Meninggalkan pekerjaan
2) Melayani calo yang memberi uang tambahan
3) Menunda pelayanan umum

2.3

Berbagai Dampak Otonomi Daerah
Selain keuntungan yang didapat serta diperoleh dengan adanya otonomi

daerah juga ada sisi buruknya malahan semakin memperburuk keadaan. Beberapa
Bupati menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di
daerah mereka – suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan
punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Pemerintahan kabupaten juga

tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan
perusahaan perkebunan bagi budget mereka. Kelompok - kelompok masyarakat
sipil menyerukan agar otonomi daerah dikembalikan pada jalur semula – yang
menjamin tujuan-tujuan awal untuk memperkuat demokrasi lokal. Selain itu,
mereka juga menyerukan agar desakan untuk membangun pemerintahan yang
bersih tidak dilupakan dalam arus cari untung dari sumber daya alam.
Sejalan dengan perjalanan waktu, kebijakan tersebut menuai banyak
persoalan,

antara

lain

masalah

kordinasi

antar

daerah

otonom

tingkat provinsi dan kabupaten, munculnya “raja-raja kecil” di daerah yang
cenderung melakukan abuse of power yang mengabaikan nilai etik dalam
berpolitik, sulit melakukan supervisi daerah otonom dan lain sebagainya.
Kemudian Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru mengenai otonomi daerah,
yakni dengan pemberlakuan Undang-undang No.32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang No.33/2004 tentang Pertimbangan Keuangan Antara
Pemerintahan Pusat dan Daerah. Semangat yang terkandung dalam Undangundang tersebut tidak ditujukan untuk melakukan “resentralisasi” atas apa yang
telah di desentralisasikan, namun lebih ditujukan untuk mengurangi dampak
negatif dan menambah manfaat positif dari otonomi daerah sebagai salah satu
agenda utama reformasi. Untuk membangun tata pemerintahan yang baik bagi
kebaikan dan kesejahteraan rakyat, implementasi otonomi daerah perlu terus
dicermati, dievaluasi dan disempurnakan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan otonomi daerah memungkinkan pelaksanaan tugas umum
Pemerintahan dan tugas Pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien serta
dapat menjadi sarana perekat Integrasi bangsa. Undang-undang No. 22 1999 jauh
lebih Desentralistik dibandingkan dengan undang-undang No. 5 1974 namun
karena pelaksanaan nya berbarengan dengan pelaksanaan Reformasi yang
mengakibatkan efuria-efuria di kalangan masyarakat maka pelaksanaan otonomi
daerah dapat juga diwarnai efuria baik dari Kepala daerah maupun dari para
anggota DPRD. Untuk itu maka keluarlah UU No.32 tahun 2004 sebagai ganti
dari UU sebelumnya serta koreksi total atas segala kelemahan-kelemahan yang
ada pada UUNo.22 tahun 1999.
Untuk menjamin agar pelaksanaan otonomi daerah benar-benar mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, maka segenap lapisan
masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus secara terus
menerus memantau kinerja Pemda dengan mitranya DPRD agar tidak
disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri, transparansi, demokratisasi
dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan pemerintahan yang baik
good government dan Clean government.
Bila semua daerah otonom dapat menyelenggarakan pemerintahan secara
bersih dan demokratis, maka pemerintah kita secara nasional pada suatu saat nanti
entah kapan mungkin juga akan dapat menjadi birokrasi yang bersih dan
professional sehingga mampu menjadi negara besar yang diakui dunia.
3.2 Saran dan Kritik

Selayaknya kita sebagai hamba Allah SWT, tidak ada yang sempurna
kecuali sang Pencipta saja, begitu juga dengan makalah ini, sangat banyak
memiliki kekurangan maka dari itu penulis berharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun, namun bukan saran dan kritik yang mengandung emosional.

DAFTAR PUSTAKA
Harian Umum Republika edisi 22 November 2000, 10 Januari 2001, 9 Maret 2001
dan 20 Maret 2001.
Kasim,Azhar 1993, Pengukuran Efektifitas dalam Organisasi, Lembaga Penerbit
FEUI bekerjasama dengan Pusat antar universitas Ilmu-ilmu Sosial UI.
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 1974.
Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Otonomi Daerah.
www.Google.co.id Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah.November
2004
www.Google.co.id Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.2004
www.Google.co.id Otonomi Daerah Dan Pelayanan Publik.2004