hubungan pusat dan daerah. docx

Konsep Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah
Negara Kesatuan Repulik Indonesia dalam rangka menjalankan
Otonomi Seluas-luasnya menurut UUD 1945
Oleh:
Abdul Rauf Alauddin Said
14/371881/PHK/08233
PENDAHULUAN
1. Latar belakang.
Sebagai suatu bangsa, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulaupulau yang kurang lebih dipersatukan oleh ikatan penjajahan Belanda, yang dihuni
oleh berbagai suku bangsa yang berbeda-beda, dengan berbagai kepercayaan dan
agama serta hukum adat.1 Konsep-konsep seperti kehendak untuk bersatu atau
sebuah negara indonesia sama sekali tidak dikenal di kepulauan ini pada abadabad yang lalu. Penjajahan oleh Belanda lah yang menimbulkan perasaan
nasional, yang semakin tumbuh dengan pergerakan nasional untuk bebas dari
penjajahan sehingga terbentuklah menjadi negara Indonesia. Negara sebagai wadah
bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan bangsanya, dalam prosesnya dikenal dengan
istilah pemerintah, adapun peran pemerintah adalah sebagai ujung tombak dari pada
jalannya sebuah roda organisasi kedaulatan yang disebut negara tersebut, untuk mencapai
tujuannya pemerintah yang baik menjadi faktor yang sangat menentukan untuk mencapai
tujuan tersebut. Istilah “Pemerintahan” dan “Pemerintah” bisa diberi arti secara sempit
(meliputi bidang eksekutif) dan dapat diberi secara luas (meliputi semua kekuasaan di
dalam negara).

Sondang P. Siagian mengemukakan adanya tiga bentuk negara yang memberikan
peranan dan fungsi yang berbeda bagi pemerintah, 2 yaitu:
1) bentuk political state (semua kekuasaan dipegang oleh raja sebagai pemerintah),
2) bentuk Legal state (pemerintah hanya sebagai pelaksana peraturan)
3) bentuk Welfare state (tugas pemerintah diperluas untuk menjamin kesejahteraan
umum) dengan discretionary power dan freies Ermessen.
1

Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia, PT
Intermasa, jakarta, 1995. Hlm. 267.
2 Sondang P. Siagian, “Administrasi Pembangunan”, PT. Gunung Agung, Jakarta, hal. 101-104.

Di Negara Kesatuan Republik Indonesia kita mengenal sistem
pemerintahan, yang dimana sistem pemerintahannya terdiri dari Pemerintahan
Pusat dan Pemerintahan Daerah. Jelas diamanatkan Dalam UUD NRI 1945 pasal
18 mengenai Pemerintah Daerah.3 Pada dasarnya Negara Kesatuan hanya
mengenal satu sistem pemerintah, yaitu Pemerintah Pusat. Menurut C.F. Strong, 4
hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya tidak terbagi, atau
dengan kata lain, negara yang kekuasaan pemerintah pusatnya tak terbatas karena
konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembuat undang-undang

selain badan pembuat undang-undang pusat. Dimana secara gamblang dapat
diterjemahkan bahwasanya seluruh urusan negara hanya dilaksanakan oleh satu
pemerintahan saja atau dengan kata lain ketidakberadaan Pemerintahan Daerah.
Selain itu menurut C.F. Strong Ada dua sifat penting Negara Kesatuan, 5 yaitu : (1)
Supremasi Parlemen Pusat, dan (2) tidak adanya badan berdaulat tambahan.
Lahirnya bentuk pemerintahan pusat-daerah di negara Kesatuan Republik
Indonesia secara filosofis dikarenakan: pertama, wilayah negara yang terlalu luas,
sehingga sangat tidak memungkinkan adanya kontrol yang baik, pelayanan
pemerintah dan lain-lain secara merata keseluruh wilayah negara. Kedua, cita-cita
kesejahteraan terhadap seluruh rakyat secara demokratis sangat susah untuk
dicapai.6
Dalam ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD NRI 1945
setelah amandemen terhadap pasal 18, 18A, dan 18B. 7 Dalam pasal 18A
disebutkan secara jelas tentang hubungan wewenang dan keuangan antara pusat
dan daerah, adalah sebagai berikut:
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
propinsi, kabupaten dan kota, atau antara propinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan
kekhususan dan keberagaman daerah;
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya

alam lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
sehingga dapat dipahami dan diketahui dengan cara dan proses
bagaimanakah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah itu dilaksanakan,
meskipun tidak dijelaskan lebih detail mengenai kedua hubungan tersebut. Akan
tetapi berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa secara
3 UUD NRI tahun 1945.
4 C.F. Strong, konstitusi-konstitusi Politik Modern, Nusa Media, bandung, 2014. Hlm. 111.
5 Ibid,....
6 Kuliah “Hubungan pusat Daerah” tanggal 8 Mei 2015.
7 UUD NRI 1945, Loc.Cit.

garis besar hubungan antara Pusat dan Daerah, baik yang menyangkut hubungan
kewenangan maupun keuangan harus dilaksanakan secara adil, selaras dan
memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah serat harus diatur dengan
undang-undang.8 Selain itu, kita dapat mengetahui secara pasti bahwa wilayah
negara Republik Indonesia akan dibagi dalam bentuk wilayah besar dan wilayah
kecil, yang dalam implementasinya, yang dimaksud dengan wilayah besar adalah
Provinsi dan wilayh kecil adalah Kabupaten/Kota dan satuan wilayah lainnya
yang bersifat khusus dan istimewa.

Negara kesatuan merupakan landasan batas terhadap pengentian otonom.
Berdasarkan landasan batas tersebut dikembangkanlah berbagai peraturan (rules)
yang mengatur mekanisme yang akan menjelmakan keseimbangan antara tuntutan
kesatuan dan tuntutan otonomi. Di sini pulalah letak kemungkinan spanning yang
timbul dari kondisi tarik menarik antara kedua kecenderungan tersebut.9 Oleh
karena itu berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan di atas maka
sangat menarik untuk di kaji, di bawah ini dapat ditarik sebuah rumusan masalah.

2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka sangat menarik untuk
dikaji lebih mendalam tentang bagaimanakah konsep hubungan kewenangan yang
cocok untuk negara kesatuan berdasarkan Otonomi yang seluas-luasnya menurut
UUD NRI 1945 ?

PEMBAHASAN
1. Kewenangan Menurut Undang-Undang
8 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2006, Hlm. 4.
9 Ni’matul Huda, “Pengawasan Pusat terhadap daerah”, FH UII Press, Yogyakarta, 2007. Hlm.
1-2.


Dengan adanya Undang-Undang Dasar, maka Negara Indonesia
merupakan negara yang berdasar atas hukum, sehingga tidak berdasar atas
kekuasaan semata. Pemerintah yang berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat
absolute. Dengan demikian maka kebijaksanaan pemerintah pusat untuk
menyerahkan sebagian urusan-urusannya untuk menjadi kewenangan daerah,
diserahkan melalui peraturan perundang-undangan.10
Salah satu bentuk dari kekuasaan adalah kewenangan. Namun, keduanya
memiliki perbedaan pada dimensi keabsahan (legitimasi). Jika kekuasaan tidak
selalu harus diikuti oleh legitimasi atau keabsahan, maka kewenangan adalah
kekuasaan yang harus memiliki keabsahan (legitimate power).11 Artinya,
kewenangan merupakan kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak selalu berupa
kewenangan. Apabila kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan
menggunakan sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik maka kewenangan merupakan hak moral untuk
membuat dan melaksanakan keputusan politik. Sedangkan yang dimaksud dengan
urusan adalah segala aktivitas yang dapat dilaksanakan sebagai hasil dari
kewenangan yang ada. Manifestasi dari kewenangan adalah adanya hak untuk
menjalankan aktivitas-aktivitas. Dengan demikian, urusan baru bisa diberikan
ketika seseorang atau sekelompok orang atau sebuah institusi telah diberikan
kewenangan sebelumnya.12

2. Mengenai Otonomi
Persoalan Otonomi bukanlah persoalan hukum dan pemerintahan saja,
akan tetapi ia menyangkut juga aspek sosial, politik, budaya, ekonomi, dan lain
sebagainnya. Sehingga persoalan tersebut tidak mungkin dikaji secara
monodisipliner akan tetapi harus secara multi atau interdisipliner. 13 Selain itu
pengertian terhadap otonomi adalah merupakan suatu konsep yang dinamis yang
senantiasa mengikuti dan mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Titik
berat otonomi daerah pada dasarnya terletak pada percepatan pembangunan dan
pelayanan-pelayanan langsung terhadap masyarakat sehingga tercipta masyarakat
adil dan makmur sesuai dengan amanat UUD NRI 1945 alinea ke IV.

10 Riwu Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Di Indonesia, PolGov Fisipol
UGM, Yogyakarta, 2012. Hlm. 29.
11 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1992, Hlm. 57.
12 Ibid,.
13 Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang Otonomi Daerah, PT. Melton Putra, jakarta, 1987.
Hlm. 6.

Dalam kepustakaan dikenal dua bentuk otonom yaitu otonomi terbatas dan

otonomi luas14. Menurut Bagir Manan suatu otonomi dapat digolongkan sebagai
otonomi terbatas apabila, Pertama; urusan-urusan rumah tangga daerah ditentutak
secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula,
Kedua; apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa
sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas
cara-cara untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, Ketiga; sistem
hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti
keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak
otonomi daerah. Sedangkan otonomi luas biasa bertolak dari prinsip semua urusan
pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang
ditentukan sebagi urusan pemerintah pusat.15
3. Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka
Otonomi Seluas-luasnya
Hubungan Pusat dan Daerah merupakan sesuatu yang banyak
diperbincangkan, karena masalah tersebut dalam praktiknya sering menimbulkan
upaya tarik menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan
pemerintahan.16 Hubungan Pusat dan daerah terjadi sebagai akibat adanya
pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan atau pemancaran
kekuasaan ke dalam satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil yang dalam
praktiknya dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk. Masalah hubungan

kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka
otonomi yang seluas-luasnya sebenarnya adalah pembicaraan mengenai isi rumah
tangga daerah yang dalam perspektif hukum pemerintahan daerah lazim
dinamakan urusan rumah tangga daerah (huishounding).17
Model pemerintahan pusat dan pemerintah daerah mengutip pendapat
Clarke dan Stewart dalam buku yang berjudul Pengawaan Pusat terhadap Daerah
oleh Ni’matul Huda, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 18 pertama, The Realtive
Authonomy Model, memberikan kebebasan yang relatif besar kepada pemerintah
daerah dengan tetap menghormati eksistensi pemerintah pusat. Penekanannya
adalah pada pemberian kebebasan bertindak bagi pemerintah daerah dalam
kerangka kekuasaan/tugas dan tanggung jawab yang telah dirumuskan oleh
peraturan perundang-undangan.
14 Bagir Manan, Menyongsong fajar Otonomi Daerah, PSH fakultas hukum UII, Yogyakarta,
2001. Hlm. 87.
15 Ibid,...Hlm. 37.
16 Muhammad Fauzan, Op.Cit...Hlm. 76.
17 Ibid....Hlm. 85.
18 Ni’matul Huda,... Op.Cit...Hlm. 7.

Kedua, The Agency Model, model dimana pemerintah daerah tidak

mempunyai kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannya terlihat lebih
sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan kebijaksanaan
pemerintah pusatnya. Karena pada model ini berbagai mekanisme kontrol sangat
menonjol. Pada model ini pendapatan asli daerah bukanlah hal yang penting
dalam sistem keuangan daerahnya didominasi oleh bantuan dari pemerintah pusat.
Ketiga, The Interaction Model, merupakan suatu bentuk model dimana
keberadaan dan peran pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, model yang pertama mempunyai
konsekuensi yang lebih baik untuk menciptakan suatu pola hubungan kewenangan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, karena disatu sisi pemerintah
pusat masih dalam posisi untuk melakukan pengawasan sekalipun terbatas atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sementara di pihak lain pemerintahan
daerah diberikan keleluasaan atau kemandirian menjalankan fungsinya
sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang.19
Berbeda dengan model yang kedua, karena dalam The Agency Model
kewenangan pemerintah daerah hanya terbatas sebagai agen atau perwakilan dari
pemerintah pusat atas semua kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan oleh
pemerintah pusat, dan secara otomati kontrol oleh pemerintah pusat terhadap
pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut sangatlah ketat, dan pemerintah daerah

selalu dalam posisi yang hanya sebagai pelaksana kebijakan di lapangan.20 Dan
keren itu pula membaut pemerintah daerah tidak mempunyai peluang untuk
melakukan kreativitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sedangkan model yang terakhir yaitu The Interaction Model dalam
pelaksanaannya dapat menimbulkan tarik-menarik (spanning) antara kedua satuan
pemerintahan tersebut.21 Sehingga dalam model ini tidak menutup kemungkinan
melahirkan potensi terjadinya perebutan kewenangan atas suatu urusan
pemerintahan, sebab kedudukan keduanya dalam posisi dapat saling
mempengaruhi
.
Dalam organisasi yang besar dan dianut paham demokrasi, sentralisasi,
dan dekonsentrasi, diselenggarakan pula asas desentralisasi. Dengan
desentralisasi, terjadi pembentukan dan implementasi kebijakan yang tersebar di
berbagai jenjang pemerintahan substansional. Asas ini berfungsi untuk
19 Muhammad Fauzan, Op.Cit...Hlm. 84.
20 Ibid,.
21 Ibid,.

menciptakan keanekaragaman dalam penyelenggaran pemerintahan, sesuai
dengan kondisi dan potensi masyarakat. Dengan perkataan lain, bahwa hadirnya

desentralisasi tidak lebih untuk mengakomodasi keanekaragaman masyarakat,
sehingga terwujud variasi struktur dan politik untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat setempat.22 Dianutnya asas desentralisasi dalam organisasi negara
tidak berarti ditinggalkannya asas sentralisasi, karena kedua asas tersebut tidak
bersifat dikotomis, melainkan kontinum. Pada prinsipnya, tidaklah mungkin
diselenggarakan desentralisasi tanpa sentralisasi. Sebab desentralisasi tanpa
sentralisasi akan menghadirkan disintegrasi. Oleh karena itu otonomi daerah yang
pada hakekatnya mengandung kebebasan dan keleluasaan berprakarsa,
memerlukan bimbingan dan pengawasan pemerintah, sehingga tidak menjelma
menjadi kedaulatan. Otonomi daerah dan daerah otonom adalah ciptaan
pemerintah. Walaupun demikian, hubungan antara daerah otonom dan pemerintah
adalah hubungan antarorganisasi dan bersifat resiprokal.23
Sejalan dengan hal tersebut, Bagir Manan menyatakan, bahwa hubungan
kewenangan antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan
pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. 24 penggunaan
terminologi “rumah tangga daerah” merupakan suatu hal yang sangat penting,
hal ini untuk menunjukkan adanya kemandirian dan keleluasaan daerah mengatur
dan mengurus sendiri kepentingan daerahnya.25 Otonomi yang luas biasanya
bertolak dari prinsip bahwasanya semua urusan pemerintahan menjadi urusan
rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Dalam
negara modern, lebih-lebih ketika dikaitkan dengan paham negara kesejahteraan,
urusan pemerintah tidak dapat dikenali jumlahnya.26
Sistem rumah tangga daerah adalah tatanan yang bersangkutan dengan
cara-cara membagi wewenang, tugas, dan tanggung jawab mengatur dan
mengurus urusan pmerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu penjelmaan
pembagian tersebut, yaitu daerah-daerah akan memiliki sejumlah urusan
pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan ataupun yang diberikan
sebagai urusan rumah tangga daerah.27
Berdasarkan pengertian di atas, Menurut Bagir Manan terdapat beberapa
sistem rumah tangga derah, yaitu sistem rumah tangga formal, sistem rumah

22 Ni’matul Huda, Pengawasan...Op.Cit. Hlm. 16
23 Ibid,.
24 Bagir Manan, Menyongsong..., Loc.Cit. Hlm. 37.
25 Muhammad Fauzan, Op. Cit. Hlm. 87
26 Bagir Manan, Menyongsong..., Loc.Cit. Hlm. 37.
27 Ni’matul Huda, Pengawasan...Op.Cit. Hlm. 20

tangga material, dan sistem rumah tangga nyata atau riil.28
Selain tiga sistem
rumah tangga daerah sebagaimana disebutkan oleh Bagir Manan, menurut Josef
Riwu Kaho ada juga sistem rumah tangga sisa (residu) dan sistem rumah tangga
nyata, dinamis, dan bertanggungjawab.29
Sebagai suatu fungsi pemerintahan, “urusan rumah tangga daerah” tidak
hanya mengenai kepentingan masyarakat (public belang) melainkan juga
kepentingan individu (individueel belang) dan kepentingan pemerintah itu sendiri,
seperti susunan organisasi, pembagian tugas di antara lingkungan jabatan atau
jabatan pemerintahan dan lain sebagainya.30
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa urusan
rumah tangga meliputi kepentingan individu, penguasa, dan masyarakat. Dan
salah satu tugasnya adalah memadukan antara ketiga kepentingan tersebut, dalam
implementasinya atau dalam pemenuhannya supaya tidak terdapat kesenjangan
antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya. Artinya antara
kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan penguasa atau pemerintah
harus senantiasa selaras, seimbang, dan saling melengkapi.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah saya paparkan di atas, maka saya
berkesimpulan bahwasanya konsep hubungan kewenangan antara pemerintah
pusat dan daerah dalam negara kesatuan republik indonesia dalam rangka otonomi
28 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945, Sinar Harapan,
Jakarta, 1994, Hlm. 26
29 Riwu Kaho, Analisis Hubungan, Op. Cit, Hlm. 19-27.
30 Bagir Manan, Hubungan Antara.., Op. Cit...Hlm. 86.

yang seluas-luasnya berdasarkan UUD NRI 1945. Bahwa,

Negara Republik

Indonesia sebagai negara hukum yang berdasar sistem konstitusi maka dalam
setiap tindakan hukum mengenai konsep hubungan kewenangan antara pusat dan
daerah harus dibangun melalui peraturan perundang-undangan, sehingga
kewenangan yang merupakan salah satu bentuk kekuasaan memiliki legitimasi
(keabsahan), yang nantinya terhadap hubungan kewenangan tersebut memiliki
legitimate power.
Otonomi itu sendiri merupakan suatu konsep yang dinamis, yang senantisa
mengikuti dan mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan
pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Terlepas dari
pengaruh politik dengan mempertimbangkan keanekaragaman suku, ras, budaya,
dan adat istiadat menjadi hal yang mendasari dilaksanakannya Otonomi yang
seluas-luasnya yang berdiri pada prinsip semua urusan pemerintahan menjadi
urusan rumah tangga daerah kecuali yang ditentukan oleh undang-undang. Sejalan
dengan hal tersebut asas desentralisasi menjadi pondasi dari banguan hubungan
kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, asas ini berfungsi untuk
menciptakan keanekaragaman dalam penyelenggaraan pemerintahan, sesuai
dengan kondisi dan potensi masyarakat. selain dari konsep desentralisasi ada pula
konsep dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dianutnya asas desentralisasi dalam
negara tidak berarti ditinggalkannya asas sentralisasi, karena kedua asas tersebut
tidak bersifat dikotomis, melainkan kontinum. Pada prinsipnya, tidaklah mungkin
diselenggarakan desentralisasi tanpa sentralisasi. Sebab desentralisasi tanpa
sentralisasi akan menghadirkan disintegrasi. Oleh karena itu otonomi daerah yang
pada

hakekatnya

mengandung

kebebasan

dan

keleluasaan

berprakarsa,

memerlukan bimbingan dan pengawasan pemerintah, sehingga tidak menjelma
menjadi kedaulatan. Otonomi daerah dan daerah otonom adalah ciptaan
pemerintah. Walaupun demikian, hubungan antara daerah otonom dan pemerintah
adalah hubungan antarorganisasi dan bersifat resiprokal. Sebagai suatu fungsi
pemerintahan, “urusan rumah tangga daerah” tidak hanya mengenai kepentingan

masyarakat (public belang) melainkan juga kepentingan individu (individueel
belang) dan kepentingan pemerintah itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution, 1995, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di
Indonesia, PT Intermasa, jakarta.
Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang Otonomi Daerah, PT. Melton Putra,
jakarta, 1987.
Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945,
Sinar Harapan, Jakarta.
Bagir Manan, 2001, Menyongsong fajar Otonomi Daerah, PSH fakultas hukum
UII, Yogyakarta.
C.F. Strong, 2014, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Nusa Media, bandung.
Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta.
Ni’matul Huda, 2007, “Pengawasan Pusat terhadap daerah”, FH UII Press,
Yogyakarta.
Ramlan Subakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta.
Riwu Kaho, 2012, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Di
Indonesia, PolGov Fisipol UGM, Yogyakarta.
Sondang P. Siagian, “Administrasi Pembangunan”, PT. Gunung Agung, Jakarta,
UUD NRI 1945
Kuliah Hubungan Pusat dan Daerah tanggal 8 Mei 2015.