Upaya Mengatasi Pertikaian AntarEtnis Ra

UPAYA MENGATASI PERTIKAIAN ANTAR
ETNIS/RAS DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF
ILMU SOSIAL DAN ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :

Tauhid
Dosen Pengampu : Dra. Wiji Hidayati, M.Ag
Disusun Oleh :
Abdau Qur’ani Habib (12490128)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2012/2013

BAB I

Latar Belakang Masalah
Struktur masyarakat Indonesia yang bersifat multidimensi merupakan masalah
tersendiri bagi upaya dan proses integrasi. Dari perspektif sosiologis, secara etis, fenomena
konflik sosial memiliki bobot ganda selain juga bersifat kontradiktif. Dari perspekif

fungsional, konflik sosial sama sekali dihindari karena akan berbenturan dengan sistem
mekanisme fungsi-fungsi organisme yang berlangsung secara linear dan alami. Sementara
pada beberapa rumpun teori yang melandaskan dirinya pada wawasan Marxis dan teori kritis
lainnya, memandang konflik sosial sebagai bentuk sinergi (kekuatan gabungan) yang harus
dimiliki dan dipelihara untuk menjaga dinamisasi sistem sosial dan sekaligus sebagai
kekuatan penjaga keseimbangan sosial. Sementara bila dilihat dari sudut prilaku, keberadaan
konflik sosial merupakan fitrah manusiawi yang merupakan bagian bawaan dan keberadaan
manusia itu sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.1
Indonesia termasuk negara yang luas dengan berbagai macam suku, budaya, etnik,
ras, dan agama. Dari Sabang sampai Merauke pastinya ada sesuatu yang berbeda dan menarik
di setiap daerah. Hal ini yang seharusnya membuat Indonesia sangat indah. Penuh dengan
‘warna’. Namun tak lepas dari realitas yang ada, Indonesia mengalami berbagai macam
masalah. Salah satu diantaranya adalah konflik antar ras. Mengapa hal ini terjadi? Perbedaan
yang seharusnya membuat Indonesia sangat indah itulah yang justru memecah belah negara
kita tercinta ini. Bagian barat dan bagian timur Indonesia saja sudah sangat berbeda.
Misalnya di Indonesia bagian timur, Papua berinteraksi dengan hubungan antara suku dengan
suku lainnya sehingga ada yang menjadi kepala suku. Di Indonesia bagian barat, Sumatera
Barat berinteraksi dengan matrineal (mengatur keturunan dari pihak ibu), dan suku Batak
berinteraksi dengan patrineal (mengatur keturunan dari pihak bapak).2
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang telah diciptakan oleh Allah berbangsabangsa maupun bersuku-suku yang masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangan

seharusnya dapat saling memahami serta menghormati satu sama lain agar nantinya konflik
dapat diminimalisirkan sekecil mungkin.

1http://ipsb2011.wordpress.com/2012/05/25/pendekatan-konflik-dalam-study-islam
2 http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/10/konflik-antar-etnis

BAB II

Pembahasan
2.1 Pengertian konflik
Menurut bahasa konflik berasal dari kata kerja bahasa Latin configere yang
berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict
yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, konflik.
Sedangkan menurut istilah ada banyak definisi yang dikemukakan oleh berbagai
ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
 Menurut Lewis A. Coser konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau
tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber sumber kekayaan yang
persediaannya terbatas.
 Menurut Leopod Von Wiese konflik adalah suatu proses sosial dimana orang
perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi

tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan
kekerasan.
 Menurut R.J. Rummel konflik adalah konfrontasi kekuasaan atau kekuatan sosial.
 Menurut Duane Ruth-hefelbower konflik adalah kondisi yang terjadi ketika dua
pihak atau lebih menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup
sumber dan tindakan salahsatu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam
beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.3
 Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.4
Dari beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa konflik merupakan proses
pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung
mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang
menghasilkan keluaran konflik.5
3 http://dhaniasashari.blogspot.com
4 http://sccsmansamalili.blogspot.com/2011/11/pengertian-konflik-menurutbeberapa.html
5 Wirawan, Konfilk Dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, Dan Penelitian (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), hlm. 5


2.2 Unsur-Unsur Konflik
Setidaknya ada empat unsur/faktor yang menyebabkan timbulnya suatu konflik
yaitu:
1. Triggers (pencetus)
Adalah peristiwa yang mencetuskan sebuah konflik namun tidak diperlukan
dan tidak cukup untuk menjelaskan konflik itu sendiri.
2. Pivotal factors or root causes (faktor inti atau penyebab dasar)
Adalah akar konflik yang perlu ditangani untuk mengatasi konflik.
3. Mobilizing factors (faktor yang memobilisasi)
Adalah masalah-masalah yang memobilisasi kelompok untuk melakukan
tindakan kekerasan.
4. Aggravating factors (faktor yang memperburuk)
Adalah faktor yang memberikan tambahan pada mobilizing factors dan pivotal
factors namun tidak cukup untuk dapat menimbulkan konflik itu sendiri.6

2.3 Pemenuhan kebutuhan manusia terhadap konflik
Meskipun konflik dapat ditemukan di hampir setiap bidang interaksi manusia dan
meskipun berbagai episode konflik merupakan peristiwa-peristiwa paling signifikan dan
pantas menjadi berita dalam kehidupan manusia, tetapi anggapan bahwa setiap interaksi perlu
melibatkan konflik adalah salah. Bilamana konflik itu memang terjadi, maka lebih sering

konflik itu dapat diatasi daripada tidak, bahkan dapat diselesaikan dengan sedikit masalah
dan dapat memuaskan semua pihak. Mungkin banyak orang berfikir bahwa konflik itu hanya
memiliki konsekuensi negatif, namun di sisi lain konflik juga memiliki fungsi positif seperti
yang telah dikemukakan oleh Darwin, Freud, dan Mark.
Pertama, konflik adalah persemaian yang subur bagi terjadinya perubahan sosial.
orang yang menganggap situasi yang yang dihadapinya tidak adil atau menganggap bahwa
kebijakan yang berlaku saat ini salah biasanya mengalami pertentangan dengan aturan
sebelumnya. Sebagai contoh, hampir setiap undang-undang baru di Kongres AS diterapkan
setelah melalui perdebatan dan tekanan dari kelompok-kelompok oposisi.

6 http://www.scribd.com/doc/102385999/11/UNSUR-UNSUR-KONFLIK

Kedua, konflik tersebut memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas berbagai
kepentingan. Kebanyakan konflik tidak berakhir dengan kemenangan di salah satu pihak dan
kekalahan di pihak lainnya. Sebaliknya, beberapa sintesis dari posisi kedua belah pihak yang
bertikai-beberapa diantaranya berupa kesepakatan yang bersifat integratif-yang
menguntungkan kedua belah pihak dan memberikan manfaat kolektif yang lebih besar bagi
para anggotanya sering kali terjadi. Bila di dalam sebuah usaha untuk menghindari konflik
mereka tidak dibenarkan untuk saling mengklaim, maka rekonsiliasi damai semacam itu
kadangkala mungkin terjadi. Dalam pengertian ini, konflik dapat dianggap sebagai sebuah

kekuatan kreatif.
Ketiga, atas dasar kedua fungsi pertama tadi, konflik dapat mempererat persatuan
kelompok. Tanpa adanya kapasitas perubahan sosial atau rekonsiliasi atas kepentingan
individual yang berbeda, maka solidaritas kelompok tampaknya akan merosot dengan
membawa serta efektivitas kelompok dan kenikmatan pengalaman berkelompok. Hasil
akhirnya sering kali berupa disintegrasi kelompok.
Sekalipun demikian, konflik benar-benar mampu menimbulkan malapetaka di
masyarakat. Meskipun tampaknya paradoksal, bahwa konflik dapat berakibat buruk sekaligus
menguntungkan, paradoks ini sering kali lebih bersifat tidak nyata. Yang lebih sering terjadi
adalah fungsi positif konflik dibenamkan oleh konsekuensi negatif yang timbul akibat
digunakannya taktik contentious yang berlebihan. Misalnya, di dalam kepanikan akibat
penghinaan, ancaman, dan bahkan tekanan fisik, kiranya sulit untuk melihat adanya fungsi
positif konflik.
Ketika orang menangani konflik dengan contending, dimana masing-masing berusaha
agar sedapat mungkin pihak lawanlah yang berkorban, maka sejumlah tindakan dan tindakanbalik yang dilakukan justru akan cenderung meningkatkan intensitas konflik. Hal inilah yang
kita sebut eskalasi. Sekali konflik mulai mengalami eskalasi, maka transformasi yang
menyertainya akan sulit untuk di-de-eskalasi-kan.7
Contoh studi kasusnya adalah tentang kasus konflik Ambon Maluku yang terjadi pada
tahun 1999-2002 yang disertai dengan aksi kekerasan. Konflik itu dipicu oleh konflik
interpersonal meluas menjadi konflik etnis religius dan menghancurkan tatanan sosial,

ekonomi, dan politik Ambon Maluku. 8

7 Dean. G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), hlm. 13-17
8 Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2009),
hlm. 146

2.4 Solusi untuk mengatasi konflik
Ada berbagai macam solusi untuk mengatasi/menyelesaikan suatu konflik yang
terjadi, diantaranya sebagai berikut:
a) Intervensi Pihak Ketiga (Third Party Intervention)
Solusi konflik melalui pihak ketiga merupakan kontinum dari intervensi pihak ketiga
yang keputusannya mengikat para pihak yang terlibat konflik ketika kedua belah pihak yang
sedang berkonflik tidak mampu menyelesaikan konflik mereka. Pihak ketiga bisa bersikap
pasif menunggu datangnya pihak yang terlibat konflik untuk meminta bantuan. Di sisi lain
pihak ketiga juga bisa bersikap aktif dengan membujuk kedua belah pihak untuk
menyelesaikan konflik mereka.
Solusi melalui intervensi pihak ketiga dibagi menjadi beberapa cara yaitu:
1) Melalui Proses Pengadilan
Yaitu salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerahkan

solusi konfliknya pada pengadilan di pengadilan negeri melalui gugatan penggugat
kepada tergugat. Apabila perdamaian tidak tercapai, maka hakim akan memeriksa
kasusnya dan mengambil keputusan.
2) Melalui Proses atau Pendekatan Legislasi
Yaitu penyelesaian konflik melalui perundang-undangan yang dikeluarkan
oleh lembaga legislatif. Konflik yang diselesaikan dengan cara ini adalah konflik
yang besar dan meliputi populasi yang besar, tetapi mempunyai pengaruh terhadap
individu anggota populasi misalnya, konflik mengenai batas daerah dan konflik
pamekaran wilayah. Konflik-konflik ini diselesaikan melalui dikeluarkannya
undang-undang dan/atau peraturan pemerintah.
3) Melalui Proses Administrasi
Yaitu melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga negara-bukan
lembaga yudikatif-yang menurut undang-undang atau peraturan pemerintah diberi
hak untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik dalam bidang tertentu. Solusi
konflik model ini banyak digunakan dalam bidang bisnis, ketenagakerjaan,
lingkungan, dan hak asasi manusia di Indonesia.

b) Mediasi
Mediasi adalah proses menyelesaikan suatu konflik melalui bantuan mediator.
Mediator merupakan seseorang atau suatu tim yang melakukan intervensi konflik atas

permintaan pihak-pihak yang terlibat konflik.
Mediasi memerlukan beberapa proses sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kebutuhan intervensi
2) Pemetaan konflik
3) Menyusun desain intervensi
4) Melakukan dengar pendapat
5) Mengembangkan iklim konflik yang kondusif
6) Transformasi elemen konflik
7) Merumuskan alternatif keputusan bersama
8) Memilih satu alternatif yang disepakati bersama
9) Melaksanakan kesepakatan
Solusi mediasi inilah yang paling sering digunakan untuk mengatasi konflik
terutama konflik antarkelompok atau konflik antarindividu. Contohnya proses mediasi
dalam konflik politik dan sosial di Indonesia. Misalnya, mediasi dalam konflik sosial di
Poso, konflik sosial di Maluku dan Maluku Utara, serta konflik antara Pemerintah RI dan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Konflik Poso melibatkan Kelompok Masyarakat Kristen
dan Kelompok Masysrakat Islam dengan mediator Pemerintah RI. Proses mediasi dalam
konflik ini menghasilkan Perjanjian Malino I yang bisa menyelesaikan konflik tersebut
secara formal. Mediasi konflik sosial di Maluku dan Maluku Utara menghasilkan
Perjanjian Malino II. Di samping itu, mediasi konflik antara Pemerintah RI dan GAM

menghasilkan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM.

c) Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses mengatasi konflik yang mentransformasi ke keadaan
sebelum terjadinya konflik, yaitu keadaan kehidupan yang harmonis dan damai.
Proses rekonsiliasi dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1) Pihak yang terlibat konflik-korban dan pelanggar memilih mediator yang dihormati
kedua belah pihak.
2) Mediator bekerja untuk menciptakan situasi yang saling memaafkan dan
menyelesaikan. Dalam proses ini, kehormatan dan martabat kedua belah pihak
perlu dijunjung tinggi dan dipulihkan. Kedua belah pihak juga wajib menghormati
masyarakat bahkan ketika terjadi kejahatan.
3) Ritual masyarakat dilakukan sehingga membawa masyarakat yang bersatu sebagai
jaminan pemberian maaf.9

9 Wirawan, Konfilk Dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, Dan Penelitian (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), hlm. 184-186, 194-196, 199-212

2.5 Penyelesaian konflik dalam perspektif islam
Di dalam agama Islam juga dijelaskan tentang tata cara mengatasi suatu konflik agar

konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola atau menyelesaikan perbedaan
atau pertentangan dengan cara-cara damai. Meskipun agama Islam merupakan agama yang
notabene menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama Islam tidak pernah mentolerir
penggunaan kekerasan dalam ajarannya. Sebenarnya konsep resolusi konflik dalam Islam
cenderung memiliki kesamaan dengan manajemen konflik secara umum. Dalam Islam
resolusi konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya debat dan musyawarah.


Debat
Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan pihak atau kelompok

lain. Dalam Al-Qur’an, debat sering merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum
muslim dengan kaum non muslim. Debat sering digunakan oleh Nabi Allah untuk
menanggapi segala tuduhan terhadap agama Islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang
kebenaran agama Islam. Di dalam Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus
dilakukan dengan adil dan fair yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:

‫حلسن لإة لوال دلمدوإعلظإة إبال دإحك دلمإة لر إببلك لسإبيإل إإللى اددعع‬
‫ال د ل‬
(١٢٥)‫عل لعم عهلو لرببللك إإ ب لن أ لدحلسعن إهلي إبال ب لإتي‬
‫عدن لض ب لل إبلمدن أ ل د‬
‫إبال دعمدهتلإديلن أ ل د‬
‫عل لعم لوعهلو لسإبيلإإه ل‬
‫لولجاإدل دعهدم‬
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.



Musyawarah
Selain debat, resolusi konflik dalam Islam juga dilakukan dengan musyawarah. Dalam

Al-Qur’an musyawarah sering merujuk pada penyelesaian konflik dan hubungan sesama
kaum muslim, berbeda dengan debat yang cenderung ditujukan untuk kaum non-muslim.
Tujuan musyawarah ini adalah untuk menemukan jalan keluar dari perbedaan yang tidak
menyangkut gejala “idiologis” dan dikhotomik sehingga memungkinkan terbentuknya
kompromi dan negosiasi. Sedangkan perdebatan lebih menunjukkan sebagai upaya untuk
meyakinkan fihak lain, dan tidak mungkin terjadi kompromi, dan yang mungkin hanya
sebatas memahami saja, bukan untuk saling membenarkan satu sama lain. Perihal
musyawarah ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 yang berbunyi
sebagai berikut:

‫ت الل ب لإه إملن لردحلمةة لفإبلما‬
‫ععف لحدولإلك إمدن لن دلف بعضوا ال دلقل دإب ل‬
‫لفا د‬
‫ت لول لدو ل لعهدم لإن د ل‬
‫غإليلظ لف ب ظظا ك عن د ل‬
‫ت لفإإلذا لدمإر إفي الولشاإودرعهدم ل لعهدم لوادستلدغإفدر‬
‫ال دعمتللو إك بإليلن ي عإح بع‬
‫عللى لفتللوك ب لدل ل‬
‫ب الل ب لله إإ ب لن الل ب لإه ل‬
‫علزدم ل‬
‫عن دعهدم‬
‫ل‬
(١٥٩)
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. 10

10 http://arenakami.blogspot.com/manajemen-konflik-dalam-perspektif.html

BAB III

Penutup

 Kesimpulan
Pada umumnya konflik memberikan dampak yang negatif namun pada kenyataannya
justru sering kali menimbulkan dampak positif bagi kehidupan manusia. Apalagi kita tinggal
di negara Indonesia yang notabene penduduknya terdiri dari berbagai suku/etnis/ras yang
bermacam-macam. Diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai antarsesama
manusia agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan. Jika konflik itu terjadi, maka ada
beberapa cara untuk mengatasinya diantaranya adalah intervensi pihak ketiga, mediasi, dan
rekonsiliasi.
Sedangkan jika dipandang dari perspektif Islam, Islam banyak menggunakan caracara damai sebagai cara untuk mengelola konflik. Islam menganjurkan kepada pemeluknya
untuk memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan perbedaan yang dimiliki tiap-tiap
manusia. Karena perbedaan itu merupakan kodrat Allah SWT yang tidak bisa ditolak.
Perbedaan itu diciptakan untuk saling melengkapi, dan dengan perbedaan itu manusia akan
terus berkembang dan menciptakan perubahan-perubahan yang nantinya akan bermanfaat
bagi manusia pada umumnya.

Daftar Pustaka
Pruitt,Dean. G dan Rubin,Jeffrey Z.2009.Teori Konflik Sosial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Susan, Novri.2009.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.Jakarta: Kencana
Wirawan.2010.Konfilk Dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, Dan Penelitian.Jakarta:
Salemba Humanika
http://ipsb2011.wordpress.com/2012/05/25/pendekatan-konflik-dalam-study-islam
http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/10/konflik-antar-etnis
http://dhaniasashari.blogspot.com
http://sccsmansamalili.blogspot.com/2011/11/pengertian-konflik-menurut-beberapa.html
http://www.scribd.com/doc/102385999/11/UNSUR-UNSUR-KONFLIK
http://arenakami.blogspot.com/manajemen-konflik-dalam-perspektif.html