ANALISIS KESIAPAN PENERAPAN BASIS AKRUAL DALAM LAPORAN KEUANGAN (Studi pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat)

  ANALISIS KESIAPAN PENERAPAN BASIS AKRUAL DALAM LAPORAN KEUANGAN (Studi pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat) 1 2 3 1)

Lisma Nazrah , Hasan Basri , Muhammad Arfan

2.3)

Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Staf Pengajar Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

  

Abstract: The implementation of the accrual basis in the government financial statements has been an

  issue since the issuance of Government Regulation(PP) No. 71/2010 replacing PP No. 24/2005. The significant difference is the change of the accounting basis used. The PP 24/2005 used cash basis to the accrual basis of accounting, then the PP 71/2010 the basis of accounting used is PP 24/2005. This study aimed to analyze the readiness of the implementation of the accrual basis in the financial statements at government agencies. The location chosen was the Government of West Aceh District were divided into several dimensions, namely the handling of change management, the level of acceptance and awareness of the needs of the accrual basis. Techniques of data collection is done by distributing questionnaires to all respondents who are the employees who are directly involved as preparers of financial statements. The results showed that the readiness of the implementation of the accrual basis in the financial statements in West Aceh district government are included in the category of adequately ready.

  Keywords: Readiness implementation of the accrual basis in the financial statements, Managing Changes,Level of Acceptance and awareness of the need for Accrual Basis.

Abstrak:Penerapan basis akrual dalam laporan keuangan pemerintah telah menjadi isu sejak

  diterbitkannya PP No. 71/2010 menggantikan PP No. 24/2005. Perbedaan yang signifikan antara lain terdapat pada pengubahan basis akuntansi yang digunakan. Pada PP No.24/2005 digunakan basis akuntansi berbasis kas menuju akrual, maka pada PP No.71/2010 basis akuntansi yang digunakan adalah PP No. 24/2005. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan pada instansi pemerintah. Lokasi yang dipilih adalah Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang dibedakan menjadi beberapa dimensi, yaitu penanganan manajemen perubahan, tingkat penerimaan dan kesadaran akan kebutuhan basis akrual. Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada seluruh responden yang merupakan para pegawai yang terlibat secara langsung sebagai pembuat laporan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat termasuk dalam kategori cukup siap.

  Kata kunci : Kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan, Penanganan Manajemen Perubahan, Tingkat Penerimaan, dan Kesadaran akan Kebutuhan Basis Akrual n

PENDAHULUAN keuangannya. Tetapi dengan adanya lampiran II

  pada PP 71/2010 yang notabene adalah

  P enerapan basis akrual dalam laporan

  penerapan basis kas menuju akrual maka dalam keuangan bagi entitas pemerintah di Indonesia masa transisi sampai dengan tahun 2014 masih ditandai dengan terbitnya PP 71/2010. diperbolehkan untuk menyajikan laporan

  Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun keuangan dengan format sebelumnya, maka pemerintah daerah mulai mempersiapkan diri masih banyak instansi pemerintah yang untuk menerapkan basis akrual dalam pelaporan menyajikan laporan keuangannya dalam basis kas menuju akrual.

  Isu-isu pokok dalam penerapan basis akrual dalam laporan keuangan antara lain adalah kesiapan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan antara lain kesiapan sumber daya manusia yang kompeten, pelatihan dan sosialisasi, kesiapan struktur organisasi, penyusunan kebijakan dan sistem akuntansi pemerintah daerah, aplikasi pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi, alokasi anggaran khusus untuk kesiapan penerapan basis akrual, dan rencana pengembangan aplikasi/sistem akuntansi pengelolaan keuangan yang sesuai dengan basis akrual (Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Sekretariat Jenderal DPR RI, 2014). Dalam penelitian ini kesiapan penerapan basis akrual dititikberatkan pada analisis kesiapan dari kesiapan sumber daya manusia yang bertugas sebagai pembuat laporan keuangan, baik sebagai pembuat laporan pada entitas akuntansi, maupun pada pembuat laporan pada entitas pelaporan.

  Mengingat saat ini telah memasuki tahun 2015 yang berarti bahwa siap atau tidak seluruh entitas pemerintah harus menerapkan basis akrual dalam penyajian laporan keuangannya. Tetapi, masih ada keraguan atas kesiapan entitas pemerintah dalam menerapkan basis akrual sesuai dengan PP 71/2010 ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: Masih sedikitnya laporan keuangan pemerintah yang berbasis kas menuju akrual yang dianggap layak. Menurut

  Ketua BPK RI, Harry Azhar Aziz, hanya 33% pertanggungjawaban keuangan daerah berbasis kas (non akrual) yang meraih WTP (Sarifuddin, 2015).

  Sampai dengan saat ini, belum satupun entitas pemerintah, baik entitas akuntansi dan entitas pelaporan di lingkup Pemerintah Provinsi Aceh yang menyajikan laporan keuangannya sesuai dengan basis akrual dalam PP 71/2010, termasuk Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Kabupaten yang memiliki 49 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sebagai entitas akuntansi berkewajiban menyajikan laporan keuangan entitas, menjadi daerah yang menarik untuk diteliti mengenai kesiapannya dalam melaksanakan basis akrual disebabkan antara lain karena dalam penerapan basis kas menuju akrual daerah ini mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) hanya untuk laporan keuangan tahun 2014. Hal ini menyiratkan bahwa BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai eksternal auditor bagi pemerintah, menganggap bahwa masih terdapat penyajian laporan keuangan yang belum memenuhi standar akuntansi pemerintah sesuai PP 24/2005. WDP (Wajar Dengan Pengecualian) adalah opini yang diperoleh oleh Kabupaten Aceh Barat sejak pertanggungjawaban keuangan dilaporkan dan diperiksa oleh BPK dari tahun 2007 sampai 2013.

  Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan pada pemerintah, khususnya pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Sistematika artikel ini dimulai dengan pendahuluan, kemudian kajian pustaka yang menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan dan penelitian terdahulu. Bagian berikutnya menjelaskan metode penelitian yang digunakan. Kemudian dilanjutkan pembahasan hasil penelitian yang ditutup dengan kesimpulan dan beberapa saran.

TINJAUAN PUSTAKA

  Kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan mencakup sikap mental dan perilaku dari para pembuat atau penyaji laporan keuangan. Teori akuntansi keperilakuan membahas bagaimana sebuah persyaratan suatu pelaporan dapat mempengaruhi perilaku pelapor, dimana perilaku pelapor dipengaruhi antara lain oleh seberapa jelas apa yang diinginkan terjadi, untuk apa informasi yang dilaporkan tersebut akan digunakan, penghargaan atau sanksi apa yang akan diperoleh oleh si pelapor, dan seberapa besar perubahan dalam perilaku pada satu dimensi dapat mempengaruhi kinerja pada dimensi- dimensi penting lainnya (Ikhsan & Ishak, 2008). Dalam sektor pemerintahan, penerapan basis akrual yang dilaksanakan pada tahun 2015, menuntut pembuat laporan keuangan untuk mempersiapkan sikap dan perilakunya dalam masa transisi atau perubahan basis akuntansi dalam laporan keuangan dari basis kas menuju akrual ke basis akrual penuh.

  Penerapan basis akrual dalam laporan keuangan dipercaya menyajikan lebih banyak informasi yang akurat mengenai posisi keuangan suatu entitas, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan yang lebih baik (de Sausa et al., 2012).

  Pemberlakuan basis akrual dalam laporan keuangan dilakukan melalui penerbitan regulasi yaitu PP 71/2010. Para pembuat laporan keuangan dituntut untuk memahami regulasi tersebut agar siap menerapkan dalam laporan keuangannya. Pemberlakuan basis akrual dalam laporan keuangan juga merupakan tindak lanjut dari teori keagenan (Jensen & Meckling, 1976), dimana pemerintah yang bertindak selaku agen dan masyarakat selaku pemilik atas dana yang dikelola oleh pemerintah dapat dipertanggungjawabkan dengan lebih baik sesuai dengan tuntutan teori NPM (New Publik

  Management ). NPM menghendaki pengelolaan

  dana pada sektor publik dilaksanakan dengan efektif dan efesien sebagaimana pengelolaan dana pada sektor swasta (Hood, 1991). Pengembangan lebih lanjut teori NPM ini menyebabkan teori akuntansi yang berlaku di sektor swasta juga diadopsi oleh sektor publik dengan beberapa penyesuaian .

  Sebelum membahas lebih lanjut masalah kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan, sebaiknya dibahas terlebih dahulu apa itu laporan keuangan dan apa itu basis akrual. Nordiawan dan Hertianti (2011) menjelaskan bahwa Laporan keuangan sektor publik berperan untuk memenuhi akuntabilitas sektor publik dan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut berfungsi sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Lebih lanjut Nordiawan dan Hertianti (2011, p.205) menyebutkan bahwa: Laporan keuangan merupakan laporan yang terstuktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.

  Dalam pasal 1 ayat 1 PP 8/2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah disebutkan bahwa laporan keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama satu periode. Dalam PP 71/2010 laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama periode pelaporan.

  Laporan keuangan pemerintah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Pada PP 8/2006 pasal 1 ayat 8 disebutkan bahwa SAP adalah “prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajika n laporan keuangan pemerintah”. SAP bertujuan untuk mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general

  purposive financial statements ) dalam rangka

  meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah yaitu basis akrual. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar (Pernyataan SAP 01 PP 71/2010). Menurut Halim (2007, p.49) basis akrual adalah: Dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi (dan bukan hanya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar). Oleh karena itu, transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode terjadinya.

  Perbedaan lainnya yang cukup mendasar dalam SAP yang ditetapkan pada PP 71/2010 adalah penambahan 3 (tiga) komponen laporan keuangan yang sebelumnya hanya 4 (empat) komponen sehingga menjadi 7 (tujuh) komponen yaitu: (1) Laporan Realisai Anggaran (LRA); (2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); (3) Neraca; (4) Laporan Operasional (LO); (5) Laporan Arus Kas (LAK); (6) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); (7) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Penambahan 3 komponen laporan keuangan tersebut menuntut kesiapan aparatur yang terlibat sebagai penyusun laporan keuangan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006dinyatakan bahwa pada pemerintah daerah yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan adalah entitas pelaporan dan entitas akuntansi. Entitas pelaporan adalah unit pemerintah yang terdiri atas satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan (Pasal 1 ayat 25). Sedangkan entitas akuntansi adalah unit pemerintah pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan (pasal 1 ayat 26).

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13/2006 menyatakan dengan tegas dalam pasal 13 ayat 2 huruf g bahwa PPK-SKPD adalah menyusun laporan keuangan SKPD selaku entitas akuntansi. PPK-SKPD (Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD) yaitu pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan (pasal 1 ayat 21). Sedangkan untuk penyiapan laporan keuangan daerah dalam rangka pertangungjawaban pelaksanaan APBD disiapkan oleh SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah) sebagai PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) yang merupakan konsolidasi dari laporan keuangan yang telah disiapkan oleh entitas akuntansi (pasal 7 ayat 1 huruf e).

  Kesiapan dari aparatur pemerintah yang bertugas dalam untuk menyiapkan laporan keuangan termasuk kondisi yang diharapkan dapat berjalan dengan baik. Hal ini bertujuan agar teori-teori akuntansi yang telah dikembangkan dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Agar penerapan basis akrual dalam laporan keuangan dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan penanganan manajemen perubahan secara tepat. Dalam penelitian kesiapan penerapan basis akrual di pemerintahan yang dilakukan oleh Mahat dan

  Ali (2013) dijelaskan bahwa dibutuhkan manajemen perubahan untuk mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dengan melihat persepsi, penerimaan dan kemampuan klien dan karyawan yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan proses akuntansi pemerintah.

  Hussey dan Langham (1979) menjelaskan bahwa perubahan dalam organisasi dapat menimbulkan perlawanan dari karyawan karena beberapa faktor antara lain: perasaan akan kehilangan status, tinjauan atas kompetensi, takut gagal dalam menghadapi situasi baru, gangguan atas tidak adanya konsultasi, kurang memahami mengapa perubahan diperlukan dan rasa tidak aman. Untuk mengatasi penolakan tersebut harus diciptakan situasi partisipasi dan penjelasan yang lengkap atas perubahan yang terjadi (Steiss, 2003).

  Alangkah baiknya jika kesiapan menerapkan basis akrual dipicu oleh kebutuhan pembuat dan pengguna laporan keuangan itu sendiri. Dalam penelitian yang dilakukan De Sausa et al. (2013) di Brazil penerimaan basis akrual lebih disebabkan para pengguna laporan keuangan melihat adanya keutamaan dari basis ini dibandingkan dengan basis kas atau basis kas modifikasian, walaupun para penyiap laporan keuangan semula berkeberatan untuk melakukannya karena dianggap lebih rumit. Sedangkan didalam negeri beberapa penelitian yang dilakukan dibeberapa daerah seperti satuan kerja di wilayah KPPN Semarang I

  (Kusuma dan Fuad, 2013), Kabupaten Bondowoso (Arif, Putra dan Kurrohman, 2013), Kabupaten Nias Selatan (Herlina, 2013), Kota Makasar (Faradillah, 2013) menunjukkan tingkat kesiapan yang rendah dengan berbagai alasan, termasuk belum dipersiapkannya kompetensi dan regulasi yang memadai untuk mendukung terlaksananya penerapan basis akrual dalam laporan keuangan.

III. METODE PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan penelitian eksploratifdengan tujuan untuk mengetahui kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan dari para pembuat laporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Dengan demikian penelitian ini merupakan studi lapangan dengan kondisi lingkungan penelitian yang natural.Adapun unit analisis penelitian ini adalah individual yaitu pembuat laporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Responden penelitian yaitu seluruh pembuat laporan keuangan, baik pada entitas akuntansi (SKPD ataupun entitas pelaporan (Bidang Akuntansi DPKKD) sejumlah 57 orang. Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara tertutup yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner secara langsung kepada para responden (Sekaran dan Bougie, 2010).

  Kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan dituangkan dalam tiga dimensi yaitu: penanganan manajemen perubahan, tingkat penerimaan para responden, dan kesadaran akan kebutuhan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan. Masing-masing dimensi akan dikembangkan menjadi tiga pernyataan yang akan dilengkapi dengan pilihan tanggapan, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Tanggapan atas setiap pernyataan dikuantifikasikan secara berturut- turut dengan nilai 1, 2, 3, dan 4. Kemudian rata- rata tanggapan responden akan diklasifikasikan untuk diinterpretasikan sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

  Tabel 1 Klasifikasi Nilai Rata-rata Responden Nilai Rata- rata Keterangan/Interpretasi

  1,00-1,75 Sangat Tidak Siap 1,76-2,50 Tidak Siap 2,51-3,25 Cukup Siap 3,26-4,00 Sangat Siap

  Tabel 1 menunjukkan bahwa jika nilai rata-rata 1-1,75 dan 1,76-2,5 maka responden kebanyakan memilih pernyataan sangat tidak setuju dan tidak setuju yang menunjukkan ketidaksiapan mereka dalam penerapan basis akrual dalam laporan keuangan. Sedangkan jika rata-rata nilai tanggapan responden ada pada dua kelompok terakhir, yaitu 2,51-3,25 dan 3,26-4, ini menunjukkan kesiapan mereka untukmenerapkan basis akrual dalam laporan keuangan.

HASIL PENELITIAN

  Tanggapan responden terhadap sembilan pernyataan yang diajukan dalam kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2 Tanggapan Responden Pernyataan Skor Rata- Rata per Item STS (1) TS (2) S (3) SS (4)

  1

  36 6 2,84 6. Basis akrual dalam laporan keuangan sangat sulit untuk diterapkan.

  Nilai rata-rata tanggapan ini juga menunjukkan, bahwa pada dasarnya para pembuat laporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat memiliki kesiapan yang cukup untuk menyambut penerapan basis akrual dalam laporan keuangan, baik laporan keuangan SKPD sebagai entitas akuntansi maupun laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat yang merupakan konsolidasi dari laporan keuangan SKPD.

  Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata yang diperoleh dengan memberikan poin pada setiap pilihan jawaban kemudian membaginya dengan frekuensi jawaban, secara keseluruhan nilai-rata-rata adalah sebesar 3,06 yang berarti bahwa responden kebanyakan memilih tanggapan setuju dan sangat setuju.

  30 10 2,84 Total 27,51 Rata-Rata 3,06 Sumber: Data Primer Diolah (2015).

  15

  2

  33 11 2,96 9. Biaya/dana yang dibutuhkan untuk penerapan basis akrual lebih besar dari manfaat yang akan diterima oleh daerah.

  13

  25 17 3,04 8. Basis akrual akan memudahkan pengambilan keputusan/kebijakan yang lebih menguntungkan daerah.

  15

  45 5 2,95 7. Penerapan basis akrual dalam laporan keuangan akan memperlihatkan posisi keuangan pemda yang lebih baik.

  6

  1

  15

  2

  30 26 3,44 5. Penerapan basis akrual akan dapat dilaksanakan dengan baik tahun ini.

  1

  30 36 3,07 4. Penerapan basis akrual merupakan tantangan baru dalam tupoksi PPK SKPD yang perlu disikapi dengan positif.

  10

  1

  36 21 3,37 3. Sosialisasi penerapan basis akrual kepada PPK SKPD tidak terlalu penting untuk dilaksanakan.

  35 11 3,00 2. Sarana dan prasarana untuk menerapkan basis akrual dalam laporan keuangan harus dimiliki SKPD dalam waktu yang tepat.

  11

  6 1. Pimpinan telah menyiapkan langkah-langkah yang tepat untuk penerapan basis akrual dalam laporan keuangan.

  5

  4

  3

  Nilai rata-rata terendah diperoleh pada pernyataan nomor 5 dan nomor 9, yaitu 2,84 juga dengan kategori cukup siap. Pernyataan nomor 5 langsung mengajukan pertanyaan mengenai kesiapan penerapan basis akrual pada tahun 2015 ini mendapatkan tanggapan tidak setuju dan setuju. Hal ini dapat dipahami bahwa responden masih meragukan kesiapan mereka secara langsung untuk menerapkan basis akrual pada tahun ini. Tentu saja ini sesuai dengan pendapat Hussey dan Langham (1979), bahwa hal baru membutuhkan transisi dan keraguan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya pada kesempatan pertama (Steiss 2003). Kemudian pada pernyataan kesembilan yang menyangkut masalah perbandingan cost-benefit atas penerapan basis akrual dalam laporan keuangan juga masih diragukan dengan alasan belum adanya pembuktian bahwa manfaat yang diterima akan sesuai dengan dana yang akan dianggarkan untuk itu.

  Nilai rata-rata tertinggi diperoleh dari pernyataan nomor 4 dengan nilai sebesar 3,44, dimana responden memilih setuju dan sangat setuju. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa responden sangat siap untuk menerima penerapan basis akrual dalam laporan keuangan sebagai tantangan tugas yang harus disikapi dengan positif. Sikap penerimaan ini merupakan salah satu hal yang dapat menyukseskan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan. Kesiapan mental yang positif dengan jelas akan memberikan konstribusi yang juga positif pada saat-saat transisi, dimana dibutuhkan kerja keras untuk mempelajari dan menerapkan hal baru sebagai beban kerja untuk setiap responden.

DAFTAR PUSTAKA

  Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kesiapan penerapan basis akrual dalam laporan keuangan dilingkup Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berada pada kategori cukup siap. Hal ini dapat menjadi dasar yang baik untuk kesuksesan penerapan basis akrual tersebut. Sikap mental yang positif dan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung penerapan basis akrual dalam laporan keuangan merupakan hal utama yang harus segera diprioritaskan untuk penerapan basis akrual dalam laporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

  Arif, M.M., H.S. Putra & T. Kurrohman (2013) Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso.

  Ekonomi Universitas Negeri Padang.

  Mempengaruhi Kesiapan Pemerintahan Daerah dalam Implementasi PP 71 Tahun 2010 (Studi Empiris: Kabupaten Nias Selatan . Skripsi. Padang: Fakultas

  (Edisi 3). Jakarta: Salemba Empat. Herlina, H. (2013) Analisis Faktor-Faktor yang

  Halim, A. (2007) Akuntansi Keuangan Daerah.

  . Skripsi. Makassar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

  Pemerintah Daerah dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010)

  Faradillah, A. (2013) Analisis Kesiapan

  Sedangkan pernyataan lainnya, juga berkisar antara nilai rata-rata yang masih dapat digolongkan dan diinterpretasikan sebagai tingkat kesiapan yang cukup baik, karena berada diatas 2,84. Secara rinci pernyataan 1,3, 5, 6, 7, 8, dan 9 termasuk dalam kategori cukup siap, sedangkan pernyataan 2 dan 4 termasuk dalam kategori sangat siap.

  Dewan Perwakilan Rakyat RI (2014) Persiapan

  Cont. Fin – USP, 24 (63), 219-230.

  Caneca & J.K. Niyama (2013) Accrual Basis Accounting in The Brazilian Public Sector: Emperical Research on The Usefullness of Accounting Information. R.

  De Sausa, R.G., A.F. de Vesconcelos, R.L.

  Badan Pemeriksa Keuangan (2014) Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 (Buku 1, 2 & 3).

  Jurnal Akuntansi Universitas Jember. 11 (2), 92-104.

  Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Jakarta. Diakses melalui Tgl. 7/9/2015.

KESIMPULAN DAN SARAN

  Hood, C (1991) A Public Management For All Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun Seasons. Public Administration, 69, 3-19. 2006. Ikhsan, A & M. Ishak (2008) Akuntansi Salvatore, C. & C. Del Gesso (2013) Accrual

  Keprilakuan. Jakarta: Salemba Empat. Accounting in Italian Local Governments

  in The Context of Public Sector th Jensen, M.C. & W.H. Meckling (1976) Theory

  Managerial Changes. Proceedings of 8 of The Firm: Managerial Behavior,

  Annual London Bussiness Research Agency Cost and Ownership Structure. Conference Imperial College, , 8-9 July Journal of Financial Economics, 3(4),

  2013. London, U.K. 305-360.

  Sarifuddin, A. (2015) Baru 33% Laporan Kusuma, M.I. Yudha & Fuad (2013) Analisis

  Keuangan Pemda yang Layak . Fiskal dan

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Moneter. economy.okezone.com. diakses

  Tingkat Penerapan Akuntansi Akrual 22 Maret 2015. pada Pemerintah. Diponogoro Journal of

  Accounting , 2(3), 1-14. Sekaran, U. & R. Bougie (2010) Research Methods for Business A Skill-Building th

  Kusuma, R.S. (2013) Analisis Kesiapan

  Approach. (5 ed.). West Sussex: John Pemerintah Dalam Menerapkan Standar

  Wiley & Sons. Ltd.

  Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual (Kasus pada Pemerintah Kabupaten Steiss, A.W. (2003) Strategic Management for Jember. Skripsi-Abstrak. Jember: Public and Nonprofit Organizations. New Fakultas Ekonomi Universitas Jember. York-Basel: Marcel Dekker, Inc.

  Mahat, F. & N.A. Ali (2013) Government

  Agencies Readiness to Change from Cash to Accrual Based Accounting. Diakses

  melalui

  

  Nordiawan, D. & A. Hertianti (2011) Akuntansi

  Sektor Publik . Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

  Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah

  Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

  Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah

  Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

  Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah

  Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

  Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam

  Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

  Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam

  Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan

Dokumen yang terkait

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE BERBASIS E-GOVERNMENT DAN REFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH ACEH

0 0 14

LATAR BELAKANG - Analisis Pengungkapan Akuntansi Lingkungan Terhadap Pertanggungjawaban Sosial Industri Kimia (Studi kasus Pada Sosial Industri Kimia di Kota Bandar Lampung)

0 0 18

Pengaruh Kualitas Laporan Keuangan Dalam Hubungannya Dengan Pengukuran Kinerja (Studi Kasus pada Pemda Kota Bandar Lampung)

0 0 20

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, AKUNTABILITAS KEUANGAN, DAN PENGAWASAN INTERN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA LHOKSEUMAWE

0 0 10

1. LATAR BELAKANG - Analisis Kinerja Keuangan Sebagai Dasar Investor Dalam Menanamkan Modal Pada PT. Bukit Asam,TBK (Study Kasus pada PT. Bukit Asam,TBK)

0 5 18

PENGARUH PENGALAMAN KERJA, OTONOMI KERJA, DAN TEKANAN PERAN TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI BANDAR LAMPUNG (Study Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Bandar Lampung) Yunus Fiscal , Universitas Bandar Lampung Syilvya, Universitas Ban

0 0 18

1. LATAR BELAKANG - Analisis Perbandingan Pengungkapan Dan Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Terhadap Pt.Bank Negara Indonesia (Study Kasus pada PT.Bank Negara Indonesia)

0 0 14

PENGARUH SISA ANGGARAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA MODAL BIDANG PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN PEKERJAAN UMUM (Studi pada Perubahan Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Aceh)

1 1 14

ANALISIS PENGARUH PEMAHAMAN MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN) TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA KEDATON (Study Kasus pada KPP Pratama Kedaton) Khomsiyah, Universitas Trisakti Rico Yanuar, Universitas Bandar Lampung Rosmiaty Tarmizy, Univ

0 0 14

ANALISIS PENGARUH PEMAHAMAN SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN) TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP METRO (Study Kasus pada KPP Metro) Herry Goenawan Soedarsa, Universitas Bandar Lampung Fitriya Kasmawati, Universitas Bandar Lampung Rosmiaty

0 0 20