Sintesis TS-1 Mesopori Menggunakan Prekusor Nanocluster Dengan Variasi Waktu Hidrotermal Zeni Rahmawati , Didik Prasetyoko

  

Sintesis TS-1 Mesopori Menggunakan Prekusor Nanocluster Dengan Variasi Waktu

Hidrotermal

1 Zeni Rahmawati *, Didik Prasetyoko

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

  

ABSTRAK

  Katalis TS-1 Mesopori telah disintesis menggunakan metode Eimer dkk dengan variasi waktu hidrotermal.Variasi waktu yang digunakan adalah 0,5 ; 1; 2 dan 3 hari. Cetil trimetil amonium bromida (CTAB) digunakan sebagai templat pengarah meso. Padatan hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD, Adsorpsi Desorpsi Nitrogen, dan FTIR. Difraktogram XRD menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal menyebabkan peningkatan kristalinitas. Melalui analisa adsorpsi desorpsi nitrogen diperoleh data bahwa semua sampel mempunyai diameter pori sekitar 3,05 – 3,08 nm. Uji aktivitas katalitik dilakukan dengan mengaplikasikan sampel pada reaksi oksidasi fenol. Kromatrogram hasil produk oksidasi fenol mengindikasikan bahwa sampel katalis TS-1 selektif terhadap benzokuinon.

  

ABSTRACT

  Mesoporous TS-1 catalyst have been successfully synthesized with variation of hydrothermal time. The variation was 0.5, 1,2 and 3 days, while the temperatur for hydrothermal prosess was

  80 C. Mesoporous phase of TS-1 was synthesized using template cetyltrimethylammonium bromide (CTAB). Various techniques including XRD, nitrogen adsorption-desorption, and FTIR were employed for the material characterization.The results of diffactogram peaks showed that crystalinity increased as the hydrothermal time increased, while nitrogen adsorption – desorption showed that all samples have pore size between 3.04-3.08 nm.The samples were catalytically tested in the hydroxylation of phenol.Chromatogram of the product indicated that the TS-1 sample were selective to benzoquinon. Keywords: TS-1 Mesoporous, Hydrotermal Time , Hidroxilation of Phenol

1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak MIPA,

  Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya heterogen lebih diminati daripada katalis

  I. PENDAHULUAN homogen. Hal ini dikarenakan pada katalis Katalis adalah suatu zat yang dapat homogen, diperlukan proses pemisahan yang mempercepat reaksi dengan menurunkan cukup rumit untuk memperoleh kembali energi aktivasi reaksi. Katalis telah katalis di akhir reaksi. Keadaan ini tidak digunakan secara luas untuk produksi menguntungkan apabila diaplikasikan di berbagai macam produk seperti produk industri, karena diperlukan biaya yang cukup dalam industri perminyakan, farmasi, dan tinggi untuk memisahkan katalis homogen

  

fine chemicals, yang sukar didapat atau dari larutan. Berbeda dengan katalis

  mahal harganya. Katalis dibedakan menjadi heterogen, katalis ini lebih menguntungkan dua golongan yaitu katalis homogen dan karena proses pemisahannya yang mudah katalis heterogen. Pengembangan katalis akibat dari perbedaan fasanya dengan produk

  ) dihitung dengan persamaan BET sedangkan distribusi ukuran pori (pore size distribution/ PSD) dan mesopori dianalisis dari desorpsi.

  Sejumlah CTAB ditambahkan ke dalam campuran hingga diperoleh rasio molar CTAB/Si = 0,306. Selanjutnya, campuran didiamkan selama 3 jam. Padatan yang terbentuk kemudian disaring, dicuci dengan aquades, dikeringkan pada temperatur 60ºC selama 1 hari, dan dikalsinasi dengan dialiri N

  BET

  Isoterm sorption nitrogen diamati dengan menggunakan suatu instrumen Quantachrome Corporation (Nova-1200). Hal yang perlu dilakukan sebelum analisis ini adalah sampel (masing-masing sebanyak 0.05 gram) divakum selama 2 jam pada 150°C. Luas permukaan spesifik (S

  sampai 400 cm

  Selanjutnya, padatan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah (SHIMADZU) untuk mengetahui ikatan yang terbentuk pada bilangan gelombang 1400 cm

  B. Karakterisasi Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X (X-Ray Diffraction Phillips Expert) menggunakan radiasi CuKα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, voltase 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 3-50°.

  2 selama 6 jam.

  dilanjutkan kalsinasi tanpa N

  2 pada suhu 550ºC selama 1 jam,

  2 O. Campuran yang terbentuk didiamkan

  (Tang dkk, 2006). Salah satu contoh katalis heterogen adalah TS-1.

  Na

  2 O : 0,004

  2 : 0,24 TPAOH : 21,2 H

  A. Sintesis ZSM-5 Mesopori Katalis mesopori TS-1 disintesis dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Eimera dkk (2008). Bahan yang digunakan sebagai sumber silika adalah tetraetilortosilikat (TEOS) dan sumber Titanium adalah tetrabutilortotitanat (TBOT). Templat yang digunakan sebagai pengarah struktur MFI adalah TPAOH, sedangkan Cetil trimetil amonium bromida (CTAB) digunakan sebagai templat pengarah meso Sejumlah TEOS ditambah dengan TBOT dan diaduk selama 30 menit pada suhu kamar. Tetrapropilamonium hidroksida 40% dan natrium hidroksida ditambahkan ke dalam campuran, kemudian diaduk selama 15 jam, sehingga campuran yang diperoleh mempunyai perbandingan mol 1 TEOS : 0,017 TiO

  II. METODE

  Widati (2009) telah melakukan sintesis TS-1 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal 2, 4, dan 8 hari. Hasil yang didapatkan yaitu terbentuk fase mesopori pada waktu hidrotermal 2 hari, namun pada waktu hidrotermal 4 hari fase mesopori berkurang drastis dan berubah menjadi fase mikropori, sehingga diperlukan variasi waktu hidrotermal yang lebih kecil untuk mengamati fase mesopori pada sintesis TS-1. Oleh karena itu, dalam percobaan ini dipelajari pengaruh waktu hidrotermal terhadap pembentukan fase mesopori TS-1, yang dilakukan dengan waktu hidrotermal yang lebih pendek yaitu 0,5; 1, 2, dan 3 hari.

  Sintesis TS-1 mesopori dilakukan secara hidrotermal yang melibatkan air sebagai pelarut, sumber silika, sumber titanium, agen pengarah struktur, dan substansi pengarah mesopori. Sintesis secara hidrotermal melibatkan air dan panas, dimana larutan prekursor dipanaskan pada temperatur relatif tinggi dalam wadah tertutup. Fasa mesopori dibentuk melalui pembentukan silika dengan template misel diikuti pemindahan template melalui kalsinasi (Vinu dkk, 2006). Adanya template menyebabkan volume pori menjadi lebih besar.

  TS-1 adalah material katalis yang bersifat hidrofobik (Grieneisen dkk, 2000). Beberapa contoh penggunaan katalis TS-1 antara lain epoksidasi propilen, meningkatkan aktivitas katalitik oksidasi α - pinena dan hidroksilasi fenol (Wilkenhoner dkk, 2001). Lin dkk (2004) menyatakan bahwa katalis dengan ukuran mikropori tidak terlalu efektif mengkatalisis molekul dengan ukuran besar (bulky molecules), sedangkan katalis mesopori dengan ukuran pori yang lebih besar dari mikropori, lebih memungkinkan mengkatalisis material dengan ukuran besar, sehingga dengan kata lain TS-1 mikropori kurang efektif untuk molekul ukuran besar. Beberapa katalis dikembangkan menjadi berukuran mesopori, antara lain MCM-41 dan MCM-48. Namun katalis–katalis tersebut tidak memiliki stabilitas hidrotermal yang tinggi, sehingga dikembangkan TS-1 Mesopori yang mempunyai stabilitas hidrotermal yang tinggi.

  • 1
  • 1 .
Katalis yang dihasilkan diuji aktivitasnya pada reaksi hidroksilasi phenol, menggunakan oksidator H

  Variasi waktu hidrotermal dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu hidrotermal dalam membentuk mesopori pada TS-1, yaitu 0,5; 1; 2 dan 3 hari Tahap selanjutnya adalah pemberian surfaktan CTAB sebagai agen pengarah struktur meso. CTAB ditambahkan sampai mencapai rasio molar CTAB/Si 0,306 sehingga sistem surfaktan yang terjadi dalam penelitian ini adalah heksagonal sepertihalnya MCM-41.

2 O 2 dan pelarut air.

  Katalis titanium silikalit-1 (TS-1) mempunyai puncak – puncak yang khas pada sudut - sudut tertentu, yaitu pada 7,95º; 8,94º; 23,2º; 23,7º; 24,1º. Semua sudut tersebut merupakan pola difraksi kristal dengan struktur MFI yang juga merupakan puncak khas untuk katalis titanium silikalit-1

  1. Difraksi Sinar X (XRD) Difaktogram XRD digunakan untuk mengetahui fase dan struktur kristal, serta kristalinitas. Pada pengukuran difraksi sinar X dipelajari hubungan pertumbuhan kristal dengan lama waktu hidrotermal dengan menggunakan variasi waktu hidrotermal 0,5 hari, 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Gambar 4.1 menunjukkan difaktogram dari sampel l dengan waktu hidrotermal (kode WH) yang berbeda – beda. Angka 0,5 menunjukkan lama waktu hidrotermal dalam satuan hari.

  B. Karakterisasi Padatan

  Selanjutnya TS-1 yang terbentuk dikarakterisasi dengan difraksi sinar X (XRD), spektroskopi inframerah, adsorpsi- desorpsi nitrogen dan diuji kaktivitasnya pada reaksi hidroksilasi fenol.

  dilanjutkan kalsinasi dengan udara selama 6 jam (Kresge, 1992).

  2 selama 1 jam dan

  Tahap akhir dari sintesis TS-1 adalah menghilangkan template organik yang berada dalam pori – pori padatan. Metode kalsinasi umumnya dilakukan pada suhu ±550ºC dengan dialiri gas N

  Pendiaman selama 3 jam dilakukan untuk mengendapkan padatan yang terbentuk dan kemudian di sentifuge. Padatan dicuci dengan aquades hingga pH nya netral untuk menghilangkan sisa – sisa bahan yang tidak ikut bereaksi misalnya TPAOH. Sedangkan untuk menghilangkan kandungan airnya maka proses selanjutnya adalah padatan yang terbentuk dipanaskan pada 60ºC suhu selama 1 hari.

  Reaksi dilakukan selama 2 jam dan pada suhu 70

  o C.

  o

  Setelah pengadukan selesai, maka campuran didiamkan dalam suhu 80

  maka Ti tidak dapat lagi membentuk rangkaian bersama Si untuk membentuk struktur MFI. TBOT dimasukkan ke dalam beker glass yang berisi TEOS sambil diaduk. Campuran TEOS dan TBOT diaduk selama 30 menit, selanjutnya ditambah dengan pengarah struktur TPAOH dan di aging selama 15 jam.

  2 , karena jika sudah terhidrolisis

  Tahap awal dari penelitian adalah dengan mencampurkan TEOS dengan TBOT. Tertra butil orto titanat dilarutkan ke dalam isopropanol sebelum dicampur dengan tetra etil orto silikat. Penambahan isopropanol bertujuan untuk mencegah hidrolisis TBOT menjadi TiO

  Alkoksida logam banyak dimanfaatkan karena adanya gugus OR yang sangat elektronegatif, sehingga mampu menstabilkan logam pada tingkat oksidasi paling tinggi. Tetra butil orto titanat (TBOT) digunakan sebagai sumber titanium, sedangkan untuk pengarah struktur MFI digunakan tetrapropilamonium hidroksida (TPAOH) dan surfaktan setiltrimetilamonium bromida (CTAB) digunakan sebagi agen pengarah struktur meso.

  4 ) yaitu tetraetilortosilikat (TEOS).

  A. Sintesis Katalis TS-1 Mesopori TS-1 merupakan salah satu katalis heterogen yang biasanya disintesis dengan menggunakan metode sol gel, dalam penelitian ini TS- 1 mesopori dibuat menggunakan metode yang telah dilakukan oleh Eimer,dkk (2008). TS-1 tersusun atas rangkaian Si-O-Ti yang membentuk struktur MFI. Bahan baku yang digunakan sebagai sumber silika adalah silikon alkoksida (Si(OR)

  III. HASILPENELITIAN

  C agar terjadi proses hidrotermal untuk membentuk kristal TS-1. Proses hidrotermal ini melibatkan prekusor, agen pengarah yang dipanaskan dalam ruang tertutup agar terjadi reaksi kondensasi yang memungkinkan adanya pemutusan dan pembentukan ikatan baru Si, T-O-Si Ti (Cundy dan Cox, 2005).

  • memberikan pengaruh pada pembentukan ikatan Si,Ti-O-Si,Ti dan juga memberikan suasana basa yang membantu melarutkan silika. TPAOH mempengaruhi struktur produk akhir, sebagaimana biasanya ukuran kristal bertambah dengan dimulainya penambahan TPAOH pada gel prekusor. Gambar 1 Pola difraksi sinar X sampel sampel a. WH-0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 e. Sampel TS-1 mikropori

  menunjukkan adanya pori ukuran meso pada semua sampel. Karena puncak karakteristik material mesopori terletak pada 2θ 2,1-2,7º (Eimer dkk, 2008).

  o

  . Hal ini mengindikasikan bahwa kristal sudah terbentuk. Evolusi pola XRD mendukung transformasi dari amorf menjadi kristal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka semakin tinggi kristalinitasnya. Hasil ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh Fraile dkk ( 2003) dan Parvulescu dkk, (2003). Hal ini disebabkan pada saat proses hidrotermal terjadi reaksi kondensasi yang memungkinkan terjadinya pemutusan dan pembentukan ikatan baru Si,Ti-O-Si,Ti (Cundy dan Cox, 2005), semakin lama waktu terbentuk, jumlah bidang kristal menjadi lebih banyak dan teratur yang selanjutnya menyebabkan sinar X yang terdifraksikan secara teratur lebih banyak.

  Gambar 1 juga memperlihatkan difraktogram TS-1 mikropori. Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan profil difraktogram antara TS-1 mikropori dan TS-1 mesopori. Perbedaan yang ditunjukkan dengan munculnya indikasi puncak pada 2θ sekitar 3

  o

  yang tidak terdapat pada TS-1 mikropori.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa indikasi puncak pada 2θ sekitar 3

  o

  2. Spektroskopi FTIR

  o

  Spektroskopi FTIR digunakan untuk mengidentifikasi material, menentukan komposisi dari campuran, dan membantu memberikan informasi dalam memperkirakan struktur molekul. Analisa dengan metode ini didasarkan pada fakta bahwa molekul memiliki frekuensi spesifik yang dihubungkan dengan vibrasi internal dari atom gugus. Gambar 4.2 menunjukkan spektra dari beberapa sampel dengan waktu hidrotermal yang berbeda – beda.

  10

  20

  30

  40

  50 a b c d e

  In te ns ita s (c ps )

  dan 24,1

  ; 23,2

  

  Untuk sampel WH-2 sudah mulai terbentuk sedikit puncak kecil pada 7,9

  ( Treacy dkk, 2001). Struktur MFI didapatkan karena menggunakan pengarah struktur TPAOH. Penggunaan templat TPA

  Pada sudut 24,1

  o

  terdapat puncak yang mengindikasikan perubahan struktur material dari simetri ortorombik (silikalit -1 ) menjadi simetri ortorombik (TS-1) seperti yang dilaporkan oleh Li Xu dkk (2002). Perubahan struktur material ini dikarenakan masuknya Ti ke dalam kerangka TS-1. Masuknya Ti ke dalam kerangka MFI memberikan efek yang signifikan pada struktur, (Marra, 2000).

  Pengaruh waktu hidrotermal pada struktur TS-1 dapat dilihat pada gambar 4.1, semua sampel mempunyai puncak pada sudut

  o

  . Hal ini menunjukkan bahwa sampel WH-0,5 merupakan padatan amorf, begitu juga dengan sampel WH-1.

  o

  o

  ; 8,9

  o

  , dan 23

  o

  , namun belum begitu jelas. Sedangkan pada sampel dengan variasi waktu hidrotermal 3 hari sudah mulai terlihat puncak yang jelas dan tajam, yaitu pada 7,9

  o

  ; 8,9

  • – sudut tersebut mengindikasikan pembentukan dan pertumbuhan kristalinitas. Pada sampel WH-0,5 terlihat bahwa tidak terdapat garis difraksi yang jelas, tidak terdapat puncak namun terdapat gundukan pada sudut 15-30
  • 1

  • 1
  • 1
  • 1
  • 1

  • 1

  Gambar 2 Spektra inframerah sampel a. WH- 0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d.

  % T Bilangan Gelombang (cm

  b c d a

  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • – 0.3 yang menunjukkan terjadinya pengisian mesopori, kemudian permukaan padatan akan tertutup oleh molekul nitrogen sehingga membentuk lapisan tunggal (monolayer). Perubahan ini merupakan karakteristik dari batas distribusi ukuran pori (Eimer, 2006). Semua sampel menunjukkan pola yang sama, dengan kata lain semua sampel mengindikasikan adanya mesopori.

  o

  /880 cm-1. Adanya puncak pada bilangan gelombang 550 cm-1 dan 880 cm-1 menunjukkan banyaknya struktur MFI yang terbentuk. Sedangkan pada difraktogram banyaknya struktur MFI yang terbentuk ditunjukkan dengan adanya puncak pada sudut 2θ sekitar 23

  , namun mulai terlihat terbentuknya puncak pada WH-1 dan WH-2 dan benar –benar terdapat puncak pada WH-3. Sampel WH-3 juga mempunyai intensitas paling tinggi pada bilangan serapan yang lain dibandingkan dengan sampel dengan waktu hidrotermal yang berbeda lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sampel WH-3 hari mempunyai struktur MFI yang paling sempurna dan fasanya bukan amorf.

  o

  23

  . Grafik 4.3 menunjukkan bahwa semakin tinggi waktu hidrotermal rasio luas area semakin tinggi. Terdapat korelasi antara data dari spektra FTIR dan difraktogram XRD yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka semakin banyak struktur MFI yang terbentuk. Korelasi antara FTIR dan XRD diperlihatkan pada gambar 4.4. Pada gambar 4.4 menunjukkan perbandingan intensitas tiap sampel pada sudut 2 sekitar

  dan 880 cm

  MFI yang terbentuk dengan waktu hidrotermal juga dapat dilihat dari rasio intensitas luas area puncak pada 550 cm

  WH-3 Hubungan antara banyaknya struktur

  . Baik pada spektra IR 1 4 0 0 1 2 0 0 1 0 0 0 8 0 0 6 0 0 4 0 0

  dan perbandingan luas area puncak 550 cm

  tidak semua sampel mempunyai puncak di bilangan serapan tersebut. Intensitas pada panjang gelombang 550 cm

  akan bertambah dengan meningkatnya waktu hidrotermal.Hal ini dapat terlihat dari spektra yaitu sampel WH- 1 belum terlihat adanya puncak pada bilangan gelombang 550 cm

  . Namun pada bilangan serapan 550 cm

  Sampel TS-1 dengan variasi waktu hidrotermal menunjukkan pola yang serupa pada bilangan serapan, namun mempunyai intensitas yantg berbeda – beda. Semua sampel TS–1 mempunyai puncak–puncak yang mengindikasikan gugus – gugus yang terdapat pada TS-1 , yaitu pada 1100, 1200, 960 dan 450 cm

  merupakan pita karakteristik dari kerangka zeolit MFI (Drago dkk, 1998).

  menunjukkan adanya vibrasi asimetri Si-O-Si dan pada 1200 cm

  menunjukkan adanya gugus silanol yang terdapat pada permukaan dinding mesopori. Puncak pada bilangan gelombang sekitar 1100 cm

  juga mengindikasikan adanya vibrasi silanol dari jaringan amorf (Zhang, 2008). Seperti halnya Zhang, Goncalves dkk 2008 juga melaporkan bahwa panjang gelombang 960 cm

  tidak bisa kecenderungan material mesopori yang memiliki sifat amorf. Hal ini menunjukkan bahwa puncak pada 960 cm

  menunjukkan adanya vibrasi ikatan Si-O-Ti atau ikatan Si-O yang diganggu oleh kehadiran atom Ti dalam kerangka TS-1, puncak tersebut juga menunjukkan adanya titanium dalam kerangka zeolit (Fang, 2006). Namun tidak demikian untuk TS-1 mesopori. Fraile dkk melaporkan bahwa bilangan gelombang pada 960 cm

  menunjukkan adsorpsi spesifik yang menunjukkan adanya vibrasi kerangka cincin ganda lima Si-O-T (T=S atau Ti) yang menunjukkan bahwa strukturnya adalah tipe MFI ( Fang, 2006). Puncak pada 960 cm

  dkk, 1973). Puncak pada 550 cm

  4 atau AlO 4 tetrahedral (Flanigen

  . Spektra tersebut merupakan spektra vibrasi dari ikatan internal SiO

  Titanium silikalit–1 mempunyai beberapa frekuensi spesifik yang disebabkan oleh vibrasi internal, yaitu pada 1230, 1100, 800, 550 dan 450 cm

  )

  • 1
  • 1

  55 cm

  X R D Waktu Hidrotermal

  3 o p ad a di fr ak to gr am

  I p ad a 2θ =2

  50 100 150 200 250 300 350

  1.8

  1.6

  1.4

  1.2

  1.0

  0.6

  0.8

  0.4

  0.2

  0.0

  /

  88 cm

  pa da

sp

ek

tr

a

FT

  

IR

  maupun pada difraktogram menunjukkan pola yang sama, yaitu semakin lama waktu hidrotermal maka semakin banyak struktur MFI yang terbentuk

  Indikasi tersebut diperkuat dengan terjadinya loop histerisis yaitu ketika tekanan diturunkan untuk desorpsi gas di Gambar 4 Grafik isoterm adsorpsi-desorpsi

  L ua s A re a

  • 0.2
  • 50

  3.0

  2.5

  1.0 X Axis Title

  0.8

  0.6

  0.4

  0.2

  0.0

  2 p er g ra m s am pe l ( cc /g )

  V ol um e N

  a b c d

  N 2 dari sampel a. WH-0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 mana jumlah gas yang terdesorpsi tidak sama dengan jumlah yang teradsorpsi di awal. Pada tekanan yang sama, jumlah gas yang tertinggal di permukaan material ketika desorpsi masih lebih banyak dibandingkan ketika adsorpsi. Dengan kata lain, jumlah gas yang terdesorpsi lebih kecil daripada yang teradsorpsi. Hal ini disebabkan oleh kondensasi kapiler karena adanya pori dengan ukuran meso. Adanya pori pada permukaan padatan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler ( Adamson,1990).

  0.5

  Isoterm adsorpsi desorpsi nitrogen ditunjukkan pada gambar 4.5. Grafik isoterm adsorpsi menggambarkan tipe IV yang merupakan sifat khas pada material mesopori dimana terdapat loop histerisis pada semua sampel yang berbeda variasi waktu hidrotermalnya. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada tekanan P/P = 0 gas yang teradsorp sangat sedikit, dan daerah monolayer belum penuh kemudian pada saat tekanan dinakkan lebih dari 0.1 mulai terjadi adsorpsi gas yang menjenuhi monolayer. Jumlah gas yang teradsorp adalah kecil, tetapi masih lebih besar dibandingkan dengan material non pori. Perubahan yang tajam terjadi pada tekanan relatif (P/P ) sekitar 0.1

  Adsorpsi desorpsi nitrogen digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu padatan, yaitu fisisorbsi suatu gas inert seperti nitrogen atau argon, kemudian ditentukan berapa banyak molekul yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh permukaan membentuk lapisan tunggal. Luas suatu permukaan atau porositas dapat dicapai dengan mengetahui isoterm adsopsinya, ketika kuantitas dari adsorbat (bahan yang diserap) pada permukaan material dapat diukur dalam kisaran tekanan relatif yang lebar pada suhu konstan maka akan mengasilkan sebuah isotherm.

  mesopori dengan variasi waktu hidrotermal

Gambar 4.4 korelasi data spektra FTIR dan difraktogram XRD pada TS-1

  1.0

  1.5

  2.0

4.3.3 Adsorpsi Desorpsi Nitrogen

P/P

  Isoterm adsorpsi desorpsi nitrogen semua sampel menunjukkan adanya loop histerisis. Pada Gambar 4.5, Loop histerisis teramati saat desorpsi pada tekanan relatif

  WH- 0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 dimana dV adalah perubahan volume diameter pori per gram sampel.

  25

  20

  15

  10

  5

  e A ds or ps i (m L /g ) d a b c

  Analisis distribusi ukuran pori juga dapat dilakukan dengan metode t-plot. Metode ini didasarkan pada perbandingan data adsorpsi isoterm dari sampel berpori dan sampel nonpori (Storck dkk, 1998). Gambar 4.7 merupakan grafik t-plot dari sampel TS-1 Mesopori yang disintesis dengan variasi waktu hidrotermal. Pada grafik terlihat bahwa setiap sampel memiliki pola yang berbeda. Menurut Storck dkk (1998) plot garis linier yang identik dengan plot grafik sampel merupakan karakteristik dari bentuk padatan nonpori. Plot grafik yang horizontal terhadap plot garis linier adalah ciri dari padatan mikropori, sedangkan plot grafik yang vertikal terhadap plot garis linier merupakan bentuk khas dari padatan mesopori. Kombinasi dari plot horizontal dan vertikal menandakan adanya 2 tipe pori dalam sampel yaitu mikro dan mesopori. Seluruh sampel menunjukkan adanya garis vertikal maupun horizontal terhadap garis linear. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua sampel terdapat pori ukuran meso dan mikro atau dapat dikatakan bahwa ukuran porinya tidak seragam.

  Gambar 6 Distribusi ukuran pori sampel a.

  P/P 0,45-1 pada sampel WH 0.5 WH- 1 ,

  Hasil analisis permukaan dan struktur pori dengan metode adsorpsi desorpsi nitrogen ditunjukkan pada tabel 1 Pada sampel WH-0,5 fase meso yang besar ditunjukkan dengan diameter yang cukup besar yaitu 3,835 nm dan volume porinya 0,21 cc/g. Sementara sampel WH-1 mempunyai volume 0,17 cc/g dan diameter porinya 3,05 nm. Sedangkan WH-2 memiliki volume pori 0,34 cc/g dan diameter pori 3,8 nm, serta untuk sampel WH-3 volume porinya sebesar 0.21 cc/g dan diameter porinya 3,8 nm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa diameter pori setiap sampel hampir sama yaitu sekitar 3,8 nm kecuali pada WH-1 yaitu sebesar 3,054 nm.

  Karakteristik ukuran pori meso juga dapat dilihat dari data grafik distribusi ukuran pori yang menggunakan metode BJH (Barret, masing - masing sampel dengan waktu hidrotermal yang berbeda ditunjukkan pada grafik 4.5.Material mesopori mempunyai distribusi ukuran pori yang bervariasi , dari grafik distribusi ukuran pori terlihat bahwa semua sampel mengalami kenaikan pada daerah 2- 5 nm, yaitu tepatnya pada 3,8 nm dan 3,054 nm. Bentuk grafik distribusi yang teramati merupakan karakteristik mesopori dengan diameter pori 3,8 nm, namun pada sampel dengan waktu hidrotermal 2 hari diameter porinya 3,054 nm.

  paling kecil, dalam arti jumlah materi ukuran mesopori nya paling kecil.

  2 yang tertinggal pada saat desorpsi

  paling besar. Sedangkan loop histerisis terkecil terjadi pada sampel dengan waktu hidrotermal 1 hari, hal ini menunjukkan bahwa N

  2 yang tertingggal pada saat desorpsi

  WH-2 , WH-3. Loop histerisis yang paling besar terjadi pada sampel dengan waktu hidrotermal 3 hari, hal ini menunjukkan bahwa N

  30

  • pe l W H - 0.
  • 1 W H -2 W H -3
  • 1
  • 1
  • 1
  • 1
  • m et er Po ri (n m ) 2.
  • 1
  • si ta s (V

  • si ) (n m ) 3,
  • m et er Po ri (B JH D
  • 1
  • 1
  • po ri ( t- Pl ot ) (c
  • a n (B E T ) (m
  • t u H id r ot er m al (h ar i ) 0.

  10

  62

  33 ,

  11

  2 /g )

  1 L ua s Pe r- m uk a

  29

  6 0,

  34

  2 0,

  7 0,

  37

  36

  g) 0,

  c/

  21 V ol u- m e M ik ro

  17 0, 34 0,

  g) 0, 21 0,

  e- so rp si ) (c c/

  (B JH D

  8 V ol u- m e M es o- po ri

  3 3,

  31 ,

  11

  76

  4

  4 .2 H as il A na li si s Pe rm uk aa n da n Po ri S am pe l ( hi dr ot er m al .5 , 1, 2 , d an

  T ab el

  dari spektra inframerah sampel.

  menunujukkan adanya gugus pentasil yang merupakan karakteristik dari ZSM-5. Tabel 2. Bilangan gelombang dalam cm

  merupakan puncak karakteristik untuk zeolit dengan struktur MFI, yang berhubungan dengan struktur pembangun sekunder zeolit MFI dan sensitif terhadap perubahan struktur (Goncalves dkk, 2008). Pada umumnya, pita ini akan bergeser dengan perubahan rasio silikon terhadap alumunium. Oleh karena itu, puncak ini dijadikan dasar untuk mengetahui pembentukan ZSM-5. Pada pita absorpsi sekitar 544 cm

  merupakan mode vibrasi simetri. Sementara itu, pita absorpsi pada daerah sekitar 1226, dan 544 cm

  merupakan mode vibrasi asimetris Si-O-Si, dan pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 800 cm

  ), dimana puncak ini tidak sensitif terhadap perubahan struktur (Goncalves dkk, 2008). Gambar 2 menunjukkan semakin lama waktu aging, intensitas pita yang terbentuk relatif semakin tinggi. Hal ini menunjukkan semakin terbentuknya Si-O-Si tetrahedral. Pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 1100 cm

  4

  (atau AlO

  menunjukkan adanya ikatan internal dalam tetrahedral SiO

  92 ,

  . Hal ini menunjukkan bahwa pada semua sampel tersebut terbentuk kristal ZSM-5. Pita absorpsi sekitar 1090, 790, dan 450 cm

  2. Spektroskopi Inframerah Spektra Inframerah dari sampel ditunjukkan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa semua sampel menghasilkan spektra yang sama dengan spektra ZSM-5 komersial yaitu pada bilangan gelombang sekitar 1220, 1110, 800, 550, dan 450 cm

  5 W H

  3 Sa m

  2

  1

  5

  7 W ak

  74 5,

  40

  84

  05

  4 3,

  77 L ua s ar ea m es o- po ri

  33 R at a- ra ta D ia

  19 2,

  5

  19 4,

  21

  10 6,

  17

  14 4,

  2 /g )

  (m

  55 2,

  4 2, 65 2,

  9

  99

  55

  92 5,

  45

  98 9,

  (m /g )

  L ua s ar m i- kr op o- ri

  WH- 0.5, b. WH- 1, c. WH-2, dan d. WH-3

Gambar 4.7 Grafik t-plot untuk sampel a.

  73 2.

  76 % Po ro

  5 3,

  g) 0,

  83

  e- so rp

  6 D ia

  51

  1 0,

  79

  4 0,

  62

  1 0,

  67

  99 (c c/

  m

  P/ P = 0,

  Po ri pa da

  40 ,7 V ol u- m e T ot al

  8

  42 ,9

  31 ,3 27 ,4

  10 % )

  V to ta l x

  /

  e- so po ri

  3 h ar i)

  Pada grafik diatas dapat terlihat rasio

  • 1 -1

  intensitas I 550cm / I 450cm yang semakin bertambah dengan meningkatnya waktu

  • 1 -1

  aging . Rasio intensitas I / I identik 550cm 450cm

  dengan kristalinitas sampel (Goncalves dkk,

  • 1

  2008). Semakin besar rasio intensitas I 560cm /

  • 1

  I maka kristalinitasnya semakin

  450cm meningkat.

  3. Adsorpsi – Desorpsi Nitrogen Adsorpsi nitrogen merupakan adsorpsi fisik yang digunakan dalam metode

  BET untuk menentukan total luas permukaan dan struktur pori suatu padatan (Haber dkk, 1995). Persamaan BET hanya dapat

  Gambar 2. Spektra FTIR ZSM-5 komersial digunakan untuk adsorpsi isoterm yang mikropori (d) dan ZSM-5 mempunyai nilai P/P berkisar antara 0.05 mesopori dengan variasi sampai 0.3 (Adamson, 1990). waktu aging 24 (a), 12 (b),

  Isoterm linier dari sistem adsorpsi- dan 6 jam (c) desorpsi nitrogen untuk masing-masing

  Dari gambar 2 terlihat lebar pita yang tersebut merupakan grafik jumlah adsorpsi semakin berkurang dengan bertambahnya nitrogen terhadap tekanan relatif P/P . Pada waktu aging pada bilangan gelombang antara

Gambar 4.4 tersebut, dapat dilihat bahwa

  • 1

  600-550 cm . Menurut Kirschhock dkk isoterm adsorpsi nitrogen semua sampel (1999) lebar pita akan berkurang dengan

  ZSM-5 menunjukkan pola yang serupa meningkatnya kristalinitas pada bilangan dimana terjadi kenaikan secara cepat pada

  • 1

  gelombang antara 600-550 cm , sehingga tekanan relatif (P/P ) rendah, kemudian naik dapat dikatakan bahwa kristalinitas sampel perlahan pada pertengahan dan naik lagi akan menurun dengan berkurangnya waktu dengan cepat pada P/P mendekati satu.

  aging .

  Kenaikan pertama terjadi karena molekul gas Intensitas pada bilangan gelombang yang teradsorp berinteraksi dengan daerah

  • 1

  550 cm mengindikasikan jumlah prekursor yang berenergi pada permukaan padatan. zeolit (Goncalves dkk, 2008). Gambar 2

  Pada pengisian ini telah terbentuk lapisan

  • 1

  menunjukkan intensitas pada 550 cm dari tunggal, kemudian pada daerah P/P yang sampel menurun dengan berkurangnya waktu lebih tinggi, pertambahan molekul gas terjadi

  aging

  . Hal ini mengindikasikan bahwa pada permukaan yang telah ditempati jumlah prekursor zeolit pada sampel semakin molekul gas dimana telah terbentuk lapisan berkurang. tunggal. Pada pertambahan ini terbentuk lapisan berlapis (multilayer) dan pada akhir pengisian, terjadi kondensasi melekul gas yang teradsorp, selain itu juga terlihat adanya

  loop histerisis pada daerah pertengahan.

  Isoterm ini merupakan isoterm Tipe IV yaitu jenis adsorpsi dari padatan berpori meso, yang memiliki ukuran pori 2-50 nm (Gregg dan Sing, 1982).

  Adanya pori pada permukaan padatan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler. Kondensasi

  • 1

  Gambar 3. Grafik Rasio Intensitas I 550cm / kapiler ini menyebabkan terjadinya histerisis

  • 1 I pada tiap sampel.

  450cm

  (Adamson, 1990). Loop histerisis pada tekanan relatif yang hampir sama dari 0,55 Gambar 5. Distribusi ukuran pori sampel sampai 0,8, yang berarti distribusi ukuran katalis ZSM-5 aging 6,12, dan porinya hampir identik pada kisaran 3 – 6 nm 24 jam. (Choi, et al., 2008). Berdasarkan pola adsorpsi awal ini telah dapat disimpulkan Berdasarkan Gambar 5, dapat disimpulkan secara umum bahwa katalis ZSM-5 dengan bahwa adanya histeresis pada seluruh sampel waktu aging 6, 12, maupun 24 jam ZSM-5 disebabkan adanya pori berukuran menunjukkan profil adsorpsi tipe IV meso. Hal ini ditunjukkan oleh grafik karakteristik padatan berpori meso. distribusi ukuran pori yang terus menunjukkan kenaikan pada diameter pori lebih dari 2 nm (sekitar 3,8 nm), sehingga dapat disimpulkan bahwa katalis ZSM-5 A-6, ZSM-5 A-12, dan ZSM-5 A-24 memiliki pori berukuran meso.

  Hasil analisis permukaan dan struktur pori dengan adsorpsi-desorpsi nitrogen ditunjukkan pada tabel 3. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa waktu aging berpengaruh pada porositas. Semakin lama waktu aging maka porositasnya semakin kecil. Goncalves (2008) menjelaskan bahwa suatu peningkatan waktu aging akan menghasilkan suatu perubahan yang cepat dari aluminosilikat mesopori menjadi ZSM-5, hal ini mengindikasikan bahwa waktu aging gel yang lebih lama meningkatkan jumlah prekursor ZSM-5 yang terbentuk sehingga

  Gambar 4. Grafik isoterm adsorpsi-desorpasi porositasnya berkurang. Waktu aging tidak N dari ZSM-5 dengan

  2

  memberikan pengaruh pada ukuran diameter variasi waktu aging 6, 12, pori. Ukuran diameter pori dipengaruhi oleh dan 24 jam. ukuran templat yang digunakan dalam

  Selain itu, dari gambar 4 terlihat bahwa loop sintesis. histerisis paling besar pada sampel ZSM-5 A-

  Evaluasi dstribusi ukuran pori pada

  6. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daerah mikropori dibutuhkan untuk adsorbat (N ) yang tertinggal dalam pori saat

  2

  membuktikan adanya mikropori pada suatu desorpsi paling banyak, yang katalis yang memiliki grafik isoterm tipe IV. mengindikasikan bahwa jumlah mesopori

  Salah satu metode yang digunakan untuk pada ZSM-5 A-6 paling banyak. analisa permukaan mikropori adalah t-plot. Pembuktian terhadap adanya pori

  Metode ini didasarkan pada perbandingan meso pada permukaan padatan dapat dilihat data adsorpsi isoterm dari sampel berpori dan dari data distribusi ukuran pori yang pada sampel nonpori (isoterm acuan = tipe II) Gambar 5. (Storck et.al., 1998). Grafik 6 merupakan grafik t-plot untuk semua sampel. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semua sampel ZSM-5 yang di-aging selama 6, 12, dan 24 jam memiliki pola yang sama. Garis horisontal dari garis linier mengindikasikan adanya mikropori, sedangkan garis vertikal menunjukkan adanya mesopori (Storck et.al., 1998). Berdasarkan grafik t-plot tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sampel ZSM-5 memiliki pori yang tidak seragam

  • tu

  3,833 3,836 3,835 Volu- me Meso- pori (BJH De- sorpsi)

  (cc/g) 0,35 0,15 0,25

  Volu- me Mikro- pori (t-

  Plot) (cc/g) 0,029 0,022 0,068 Luas

  Per- muka

  2 /g )

  272,9

  8 141,8 303,0

  A- ging (Jam )

  • sitas (V me-
  • an (BET ) (m

  3 Wak

  6

  12

  24 Sam- pel ZSM-

  5 A-6 ZSM-

  5 A-

  12 ZSM-

  5 A-

  4 Dia- meter Pori (BJH

  De- sorp- si) (nm)

  8 90,527 156,65

  ka re na m en ga nd un g po ri ya ng be ru ku ra n m ik ro (<

  2 n m ) d an m es o ( 2-5 0 n m ).

  Luas area mi- kropo- ri (m

  2 /g) 64,502

  51,273 146,37

  6 Luas area meso- pori (m

  2 /g) 208,47

  4 Rata- rata Dia- meter

  3 0,213 2 0,404

  Pori (nm) 0,0706

  7 0,0601 5 0,0532

  % Poro

  sopori / V total x

  100 72,5 7 70,3 6 61,8

  2 Volu- me Total Pori pada P/P =

  0,99 (cc/g) 0,482

  24 Tabel 4.3 Hasi Tabel 3 Hasil Analisis Permukaan dan Pori Sampel ZSM-5 (Aging 6, 12, dan 24 jam) Gambar 6 Grafik t-plot untuk semua sampel ZSM-5 (aging 6, 12, dan 24 Gambar 7. Morfologi SEM ZSM-5 mesopori jam). dengan variasi waktu aging (a) Perbesaran 5000 kali dan 4. Scanning Electron Microscopy (SEM) (b) Perbesaran 20000 kali.

  Gambar 7 adalah morfologi dari sampel ZSM-5 dengan variasi waktu aging 6, Selain itu, dari gambar diatas dapat dilihat 12, dan 24 jam. Pada gambar tersebut dapat bahwa ukuran partikel semakin besar dengan dilihat bahwa sampel pada aging 12 jam adanya pengurangan waktu aging. Waktu memiliki partikel yang lebih seragam aging yang semakin lama mengakibatkan dibandingkan dengan sampel pada waktu ukuran partikel yang semakin kecil karena

  aging

  inti ZSM-5 yang terbentuk semakin banyak 6 dan 24 jam. sehingga pada saat kristalisasi, inti tersebut menjadi kristal yang ukurannya kecil tetapi jumlahnya banyak. Salah satu ukuran partikel dari tiap-tiap sampel yang ditandai dengan lingkaran berwarna merah adalah 1,25 x 0,35 x 1 m (Aging 6 jam), 1,2 x 0,75 x 0,65 m (Aging 12 jam), dan 1 x 0,85 x 0,5 m (Aging 24 jam). Hasil analisa SEM mendukung data analisa XRD. Pada analisa XRD dikatakan bahwa ZSM-5 A-6 merupakan sampel yang paling amorf dibandingkan dengan ZSM-5 A-12 dan ZSM-5 A-24. Fasa amorf dari ZSM-5 A-6 dibuktikan dari gambar SEM. Pada gambar tersebut terlihat bahwa partikel yang terbentuk tidak seragam baik bentuk maupun ukurannya. Bentuk yang paling banyak pada ZSM-5 A-6 adalah lembaran. Banyaknya fasa amorf diakibatkan dari mesopori yang terbentuk. Berdasarkan data adsorpsi-desorpsi nitrogen, ZSM-5 A-6 memiliki mesopori yang paling banyak sehingga fasa amorf yang terbentuk juga semakin banyak.

  IV. KESIMPULAN ZSM-5 mesopori berhasil disintesis dari TEOS sebagai sumber silika, natrium aluminat sebagai sumber aluminium, ZSM-5 MFI, dan CTABr sebagai templat mesopori pada waktu aging 6, 12, dan 24 jam. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa ZSM-5 yang disintesis memiliki pori berukuran mesopori yang ditunjukkan dengan adanya puncak pada area 2θ kurang dari 5

  M.H., Wallau, M., Urquieta- Gonzalez, E.A., (2008), ”Synthesis of mesoporous ZSM-5 by crystallization of aged gels in the presence of cetyltrimethylammonium cations”,

  Ismail, A.A., Mohaned, R.M., Fouad, O.A., Ibrahim, I.A., (2006), “Synthesis of Nanosized ZSM-5 Using Different Alumina Sources”, Crystal Research

  Huang, L., Guo, W., Deng, P., Xue, Z., Li, Q., (2000), “Investigation of Synthesizing MCM-41/ZSM-5 Composites”, Journal of Physical Chemistry , 104 (13), hal. 2817-2823.

  and Applied Chemistry , Vol. 67, hal 1257-1306.

  “Manual of Methods and Procedures for Catalyst Characterization”, Pure

  Edition, London: Academic Press. Haber, J., Block, J. H., Delmon, B. (1995),

  nd

  2

  Porosity”,

  “Adsorption, Surface Area and

  Source”, Zeolites, Vol. 16, hal. 184- 195. Gregg, S. J. and Sing, K. S. W. (1982),

  2 as Silicon

  UsingAmorphous SiO

  69-79. Gontier, S. dan Tuel, A. (1996), “Synthesis of Titanium Silicalite-1

  Catalysis Today , Vol. 133-135, hal.

  and Mesoporous Materials 82 , hal. 1- 78.

  o

  of Surfaces, John Wiley & Sons, Inc, New York.

  . Selain itu kristalinitas ZSM-5 mesopori semakin menurun dengan berkurangnya waktu aging yang terlihat dari penurunan intensitas. Hal ini juga didukung oleh data hasil karakterisasi spektroskopi inframerah. Berdasarkan data adsorpsi- desorpsi nitrogen, semua sampel memiliki ukuran pori sekitar 3,8 nm, sedangkan porositas ZSM-5 mesopori berkurang dengan meningkatnya waktu aging. ZSM-5 mesopori dengan porositas terbesar dihasilkan pada waktu aging 6 jam yaitu sebesar 72,57 %. Selain itu, berdasarkan analisa SEM, waktu

  aging juga berpengaruh pada ukuran partikel,

  semakin lama waktu aging maka ukuran partikelnya semakin kecil.

  V. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Penelitian Strategis ITS tahun anggaran 2009 yang dibiayai melalui DIPA

  ITS No : 0172.0/023-04.2/XV/2009 dan kepada Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc atas bimbingannya sampai terselesainya penelitian ini.

  VI. DAFTAR PUSTAKA Adamson, A.W., (1990), Physical Chemistry

  Choi, J., Kim, J., Yoo, K.S., Lee, T.G., (2008), “Synthesis of mesoporous TiO

  Cundy, C.S., Cox, P.A., (2005), “The hydrothermal synthesis of zeolites: Precursors, intermediates and reaction mechanism”, Microporous

  2 /γ-Al

  2 O 3 composite granules

  with different sol composition and calcination temperature”, Powder

  Technology 181 , hal. 83-88.

  Cundy, C.S., Cox, P.A., (2003), “The Hydrothermal Synthesis of Zeolites: History and Development from the Earliest Days to the Present Time”,

  Chemical Review , 103, hal. 663-702.

  Technology , 41:145. Jacobs, P.A., Martens, J.A., (1991), zeolite nanocrystals within in-situ

  Introduction to Zeolite Science and thermoreversible polymer Practice , Study Surface Science and hydrogels”, Journal American Chemical Society

  Catalysis, edited by Van Bekkum, , 125, hal. 9928- H.; Flanigen, E.M.; Jansen, Elsevier 9929. J.C.; Amsterdam, Vol. 58, hal. 445- Wang, X.-S., Guo, X.-W., Li, G. (2002), 493.

  “Synthesis of Titanium Silicalite Kresge, C.T., Leonowicz, M. E. , Roth, W. (TS-1) from the TPABr System and

Dokumen yang terkait

Diskriminasi Daun Gandarusa (Justicia gendarrusa Burm.f.) Asal Surabaya, Jember dan Mojokerto Menggunakan Metode Elektroforesis

0 61 6

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Aplikasi Data Mining Menggunakan Metode Decision Tree Untuk Pemantauan Distribusi Penjualan Sepeda Motor Di PD. Wijaya Abadi Bandung

27 142 115

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145

Pembangunan Sistem Informasi di PT Fijayatex Bersaudara Dengan Menggunakan Pendekatan Supply Chain Management

5 51 1

Prosedur Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Pengahsilan (SPT PPn) Dengan Menggunakan Elektronik Surat Pemberitahuan (E-SPT PPn 1111) Pada PT. INTI (Persero) Bandung

7 57 61

Pembangunan Aplikasi Augmented reality Sistem Eksresi Pada Manusia Dengan Menggunakan Leap Motion

28 114 73

Oksidasi Baja Karbon Rendah AISI 1020 Pada Temperatur 700 °C Yang Dilapisi Aluminium Dengan Metode Celup Panas (Hot Dipping)

3 33 84