Stategi dan Dukungan Guru Bagi Siswa yan
Stategi dan Dukungan Guru Bagi Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar
Khusus
Review Jurnal :
Strategies for Facilitating Learning Support Processes. What can Teachers
do Support Learners with Specific Learning Difficulties?
(Mavuso, M. F., 2014: 455-461)
Oleh:
Heronimus Delu Pingge
0
BAB I
PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan senantiasa menjadi tujuan setiap kebijakan maupun
pembicaraan di berbagai institusi akademik lokal, nasional maupun internasional
untuk dilakukan perbaikan. Kualitas pendidikan akan dilihat atau diukur dari
layanan yang diberikan oleh guru terhadap peserta didik. Keberagaman anak di
kelas selama ini masih menjadi permasalahan yang langsung dihadapi oleh guru
dan belum menjadi bagian dari kebijakan sekolah tentang prosedur pemberian
layanan yang harus diberikan. Keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa
peserta didik dengan kemampuan beragam tersebut menjadi akar permasalahan
mengapa penanganan mereka masih minim.
Pada jurnal yang dikaji membahas tentang layanan pendidikan di negara
bagian Afrika Selatan. Layanan pendidikan yang dimaksud adalah cara guru
mendukung dan membelajarkan siswa dengan kesulitan belajar khusus/spesifik
disekolah umum. Tentunnya di Indonesia tidak akan terhindar dengan persoalan
yang dihadapi oleh guru-guru di Afrika. Dimana akan ditemukan anak dengan
kesulitan belajar spesifik disekolah umum/regular. Penelitian Pujaningsih dkk.,
pada tahun 2002 di kecamatan Berbah menemukan anak berkesulitan belajar
sebesar 36% dengan rincian 12% diantaranya slow learner, 16% berkesulitan
belajar spesifik (LD/learning disability) dan 17% tunagrahita (mentally retarded).
Marlina menemukan 55 anak berkesulitan belajar spesifik (LD) di 8 SD di
Padang. Jumlah tersebut hanya sebagian gambaran dari jumlah anak berkesulitan
belajar secara keseluruhan karena anak LD hanya merupakan bagian dari anak
berkesulitan belajar. Secara spesifik, kesulitan membaca ditemukan sekitar 10%20 % dialami oleh anak usia sekolah dasar (Gorman C dalam Majalah Time
tertanggal 31 Agustus 2003). Keberadaan anak berkesulitan belajar khusus lebih
banyak ditemukan dibanding kebutuhan khusus yang lain seperti digambarkan
pada tabel dibawah ini (Pujaningsih, 2011).
1
Sumber: to assure the free apropriate public education of all children with
disabilities, US departement of education. 1998 (Pujaningsih, 2011).
Anak dengan kesulitan belajar spesifik biasanya ditampung dikelas inklusi,
namun sering dijumpai pula bahwa bahwa di sekolah regular dijumpai anak
dengan kesulitan belajar spesifik. Oleh karena itu guru perlu memiliki
kemampuan khusus dalam memilih strategi pembelajaran dan kemampuan khusus
untuk menghadapi anak yang mengalami kesulitan belajar. UNESCO (Mavuso,
2014: 455), menjelaskan agar pendidikan inklusi adalah untuk mempromosikan
tujuan pendidikan sebagai hak asasi manusia dan memungkinkan sekolah untuk
melayani semua peserta didik termasuk mereka yang memiliki kebutuhan
pendidikan khusus.
Sejalan dengan lembaga UNESCO diatas National Center for Learning
Disabilities atau disingkat NCLD (2014: 8), memaparkan hampir semua
responden (90%) mengetahui bahwa melanggar hukum bagi pendidik untuk
memberhentikan seorang peserta didik karena ketidakmampuan belajar. ini artinya
bahwa peserta didik mendapat hak yang sama dalam memperoleh ilmu
pengetahuan serta dibantu bila mengalami kesulitan bukan ditinggalkan atau
dibiarkan bila mengalami kesulitan belajar.
Sebelum memberikan layanan atau bantuan akademik pada siswa yang
mengalami kesulitan belajar spesifik terlebih dahulu harus mengenal atau
mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar. dengan mengenal siswa
yang mengalami kesulitan belajar maka akan dengan muda memberikan layanan
yang cocok.
The Department of Basic Education (DBE) menggunakan konsep
“learning support” atau dukungan belajar untuk merujuk kepada proses
2
menghilangkan hambatan yang mungkin menghambat belajar, dengan dukungan
dilihat sebagai meningkatkan proses belajar dengan berinteraksi dengan penyedia
dukungan yang sesuai (DoE: Mavuso, 2014). dukungan belajar adalah pendekatan
kolaboratif untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang mengalami hambatan.
Magare, Kitching dan Roos (Mavuso, 2014) lebih memilih untuk menggunakan
frase 'mendukung peserta didik, sebagai merujuk memelihara emosional,
membangun hubungan positif serta berkomunikasi secara terbuka dengan cara
saling percaya.
Artikel ini membahas strategi atau bentuk dukungan yang digunakan oleh
guru dalam memberikan dukungan belajar bagi peserta didik yang mengalami
Kesulitan Belajar Spesifik atau khusus di empat sekolah umum di afrika dan
dikaji dalam konteks Indonesia serta membahas pula konsep anak berksulitan
belajar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
“Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability
diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan bahwa anak sebenarnya masih
mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties
dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang
berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada
positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan
kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka
digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan
belajar , istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya
yakni gannguan neurologist (Suryani, 2010: 33).
NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner,
(2000) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai
jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh
faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu
sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek
yang diinderainya. Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan
kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki
ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan
dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan
perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik
Dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Mazuvo konsep “learning
difficulties” atau kesulitan belajar merujuk pada kesulitan khusus untuk
ketrampilan keaksaraan, bahasa dan prestasi akademik dibawah potensi siswa.
4
Kesulitan belajar juga ditujuhkan pada siswa yang lambat dalam kecakapan
akademik umum tapi tidak selalu memiliki dasar fisik yang tidak jelas/cacat,
maupun tidak disebabkan oleh konteks sosial yang berbeda. Kesulitan belajar
tertentu sering dikenal dengan kesulitan belajar khusus/spesifik.
Defenisi yang dikutip dari Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985):
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses
psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan , berpikir , berbicara, membaca, menulis, mengeja , atau berhitung.
Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gannguan perseptual, luka
pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup
anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena
tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi.
Federal law atau hukum federal/IDEA tahun 1997 (Pujaningsih, 2011)
Istilah “kesulitan belajar spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami
gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasr yang melibatkan
pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana gangguan yang
terjadi dapat termanifestasikan menjadi kemampuan yang tidak sempurna untuk
mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau mengerjakan
perhitungan matematika. Yang termasuk di dalam istilah ini diantaranya gangguan
perseptual, cedera otak, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia
perkembangan. Istilah ini tidak termasuk kondisi-kondisi seperti permasalahan
belajar yang penyebab utamanya adalah gangguan penglihatan, pendengaran atau
motorik, retardasi mental, gangguan emosional, atau ketidakberuntungan
lingkungan, budaya atau ekonomi.
Ministry of Education (2011: 9), Siswa dengan ketidakmampuan belajar
adalah siswa yang mengalami “a) have processing difficulties; b) demonstrate a
significant difference between achievement and ability; c) demonstrate below
average academic achievement, and d) have average or above average ability
5
(thinking and reasoning). Dapat dipahami bahwa siswa yang mengalami kesulitan
belajar adalah siswa kesulitan mengelola informasi, terdapat perbedaan yang
cukup signifikan antara nilai yang diperoleh dengan kemampuan, dan prestasi
belajar dibawah rata-rata. Ketidakmampuan belajar hasil dari gangguan dalam
satu atau lebih proses yang terkait dengan mengamati, berpikir, mengingat atau
belajar namun tidak terbatas pada pengolahan bahasa, pengolahan fonologi,
pengolahan spasial visual, kecepatan pemrosesan, memori, perhatian perencanaan
dan pengambilan keputusan.
Berdasarkan pendapat atau gambaran para ahli diatas dpat disimpulkan
bahwa anak berkesulitan belajar adalah individu yang mempunyai gangguan
pada satu atau lebih proses dasar psikologi yang mencakup kemampuan mental
seperti daya ingat, persepsi pendengaran, persepsi penglihatan, bahasa lisan dan
proses berpikir. Kesulitan belajar dapat muncul sebagai kesulitan dalam berbicara,
mendengar, menulis, membaca (mengenali kata dan pemahaman) dan matematika
(perhitungan dan penalaran). Masalah yang tidak langsung disebabkan oleh
kelainan
sensori
(penglihatan,
pendengaran),
hambatan
intelektual,
ketidakberuntungan lingkungan. Perbedaan yang nyata antara potensi belajar yang
dimiliki dengan tingkatan prestasi belajar yang rendah.
B. MEMBELAJARKAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Dalam artikel Mavuso digambarkan kegiatan guru di Afrika untuk
mendukung belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar khusus/spesifik.
Mavuso menyimpulkan kegiatan guru di sekolah dalam membantu/mendukung
siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam empat kegiatan pokok yakni:
1. Give learners extra work, translate the work and re-teach as a learning
support strategy.
Bentuk dukungan guru berupa memberikan waktu luang diluar jam
pelajaran atau luar jam sekolah. Guru memberikan arahan pada materi yang
sudah diberikan sebelumnya dan tentunya dengan tugas tambahan yang harus
dikerjakan siswa untuk mengusai materi pembelajaran tertentu. Digambarkan
6
supaya dukungan ini dapat berhasil dengan baik membutuhkan peninjauan
proses pelatihan dengan mediator kebijakan dari tingkat provinsi dan
kabupaten.
Bila dicerna dari bentuk dukungan belajar ini di Indonesia dikenal dengan
pengajaran remedial. Bila dari arti kata “remedial” berarti sesuatu yang bersifat
perbaikan. Bila dikaitkan dengan pengajaran maka pengajaran remedial
merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat penyembuhan atau bersifat
perbaikan. Pengajaran remedial merupakan bentuk kasus pengajaran, yang
bermaksud membuat baik atau penyembuhan (Mulyadi 2010: 44) sedangkan
menurut Sugihartono, dkk (2007: 171-172), Remedial merupakan bentuk
pengajaran yang bersifat kuratif (penyembuhan) dan atau korektif (perbaikan).
Pengajaran remedial merupakan bentuk khusus pengajaran yang bertujuan
untuk menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi
penghambat atau yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan dalam
belajar bagi peserta didik.
Bila dicermati pengertian pengajaran remedial, maka pengajaran remedial
sebagai bentuk khusus pengajaran bertujuan memperbaiki sebagian atau
seluruh kesulitan belajar yang dihadapi oleh murid. Perbaikan diarahkan untuk
mencapai hasil belajar yang optimal.
2. Differentiation as a strategy to provide learning support.
Mavuso mengambarkan sebagai pembelajaran multi-level, sebagai strategi
yang dapat digunakan untuk menampung peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar. dikatakan pembejaran multi level karena mengunakan gaya
mengajar sesuai dengan keberagaman cara belajar siswa. Ada siswa dengan
gaya belajar audio, visual, dan kinestik. Dengan merancang kegiatan belajar
sesuai gaya belajar siswa maka dapat mengakomodir kesulitan yang dialami
oleh siswa.
Menurut KBYU Eleven (2010: 5), kegiatan belajar siswa melibatkan tiga
hal pokok
yakni View, Read, and Do. Supaya ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik maka guru harus memahami cara peserta didik dalam
7
memproses informasi dalam memori. Akan ditemukan peserta didik yang gaya
Auditory learners, Visual learners, and Kinesthetic (or hands-on). Pemahaman
gaya belajar tersebut oleh guru sangat penting. Akan ada Peserta didik
menonjol dalam satu gaya belajar tapi bisa juga ada peserta didik yang
memiliki ketiga gaya belajar diatas. Pemahaman peserta didik tersebut
menuntut guru untuk bisa memanfaatkan berbagai media belajar yang
bervariasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Dari bentuk dukungan yang belajar yang kedua ini bila Mavuso ingin
memberitahukan bahwa sebelum melakukan pembelajaran seorang guru harus
memahami karekteristik siswa yang akan diajarkan. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi guru di Indonesia dengan tidak menutup kemungkinan siswa
yang akan diajarkan bermacam latarbelakang. Maka oleh karena itu sorang
guru harus memiliki kemampuan atau mengusai kompetensi guru, memahami
kurikulum serta mempunyai kemampuan (pendidikan multikultur) untuk
membelajarkan siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda.
3. Assessment of learners a strategy to provide learning support
Mavuso menuliskan bahawa penilaian dipandang sebagai bagian integral
dari proses belajar mengajar. Tujuannya dari termasuk mengumpulkan
informasi tentang pelajar untuk digunakan dalam perencanaan. Penilaian juga
mencerminkan informasi tentang peserta didik dalam hal apa yang dia tahu,
mengerti, apa yang peserta didik mampu lakukan, serta bagaimana dia belajar
(DBE, 2008). Dengan peniliaan guru mampu mengkateogrikan siswa yang
mengalami kesulitan belajar khusus. Para guru di Afrika mengatakan bahwa
dengan penilaian atau evaluasi belajar siswa dapat diketahui kesulitan belajar
spesifik atau khusus yang dialami oleh siswa mereka.
Bouwer (Mavuso:2014) menyatakan, sebelum guru dapat melakukan
penilaian mereka harus mempertimbangkan empat Prinsip penilaian yakni
komponen proses, orang, konten dan waktu. Dengan demikian mereka akan
memiliki kesempatan untuk melihat tingkat perkembangan peserta didik dan
memahami pengaruh dan relevansi konteks di mana anak belajar. Oleh karena
8
itu salah satu akan mempertimbangkan aspek-aspek seperti keluarga, sekolah,
kelompok
sebaya
dan
masyarakat,
sementara
memahami
proses
perkembangana peserta didik dan interaksi dengan lingkungan mereka sebagai
fondasi yang diperlukan untuk menafsirkan hasil kinerja.
Dengan penilaian peserta didik yang mengalami kesulitan belajar sering
terjebak dalam kegagalan di sekolah. Kesulitan belajar peserta didik mengarah
pada keterlambatan penguasaan kemampuan akademik, ketrampilan dan
perolehan informasi baru. Lerner (Reid & Ortiz, 2006: 1), Kesulitan belajar
siswa akan mempengaruhi seluruh aspek perkembangan siswa termasuk
keberhasilan belajar atau akademik. Seperti dalam catatan NCLD (2014: 16),
Siswa dengan kesulitan belajar mendapat nilai yang lebih rendah ketimbang
yang tidak mengalami kesulian belajar dan siswa yang mengalami kesulitan
belajar biasanya tahan kelas. Dengan nilai yang diperoleh siswa dapat
dijadikan acuan untuk memetahkan siswa yang mengalami kesulitan belajar
khusus, sehigga dengan demikian dapat dirancang layanan atau dukungan
belajar yang sesua.
Dalam kegiatan pembelajaran secara umum dikenal empat jenis penilaian.
Yakni: (a) Penilaian formatif merupakan penilaian untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan program
dalam satuan materi pokok suatu bidang study tertentu. Fungsi penilaian
formatif Untuk memperbaiki proses pembelajaran kearah yang lebih baik dan
efisien atau memperbaiki satuan atau rencana pebelajaran; (b) Penilaian
sumatif yaitu penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik
yang telah selesai mengikuti pembelajaran dalam satu semester atau akhir
tahun. Adapun fungsinya untuk mengetahui angka atau nilai murid setelah
mengikuti program belajar dalam satu semester; (c) Penilain penempatan yaitu
penilaian peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar
yang sesuai dengn kondisi peserta didik; dan (d) Penilaian Diagnostik yaitu
penilain yang dilakukan terhadap hasil penganalisisan tentang keadaan belajar
peserta didik baik merupakan kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam
proses belajar. Fungsi penilaian ini untuk mengetahui masalah-masalah yang
9
diderita atau mengganggu peserta didik, sehingga peserta didik mengalami
kesulitan, hambatan, atau gangguan ketika mengikuti program pembelajaran
dalam suatu bidang study. Kesulitan peserta didik tersebut diusahakan
pemecahannya.
Bila dicerna tulisan dari Mavuso, penilaian yang cocok untuk mendukung
siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah penilaian diagnostic. Dengan
penilaian ini guru diharapkan mampu mendiagnostik kesulitan belajar siswa
lewat tes tertentu untuk dapat mengetahui atau melokalisisi kesulitan belajar
yang dialami siswa sehigga dengan demikian dapat direncanakan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kesulitan belajar siswa.
4. Peer support a strategy to provide learning support
Lerner dan Kline (Mavuso, 2014) menganggap tutor teman sebaya sebagai
sebuah konsep yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran,
menggambarkannya sebagai strategi yang mendorong peserta didik untuk
bekerja sama dalam tugas tertentu. Satu pelajar berfungsi sebagai pelajar
sementara yang lain berfungsi sebagai tutor, dengan keterampilan tertentu yang
diajarkan dan dipelajari. Dukungan sebaya adalah strategi yang berharga yang
dapat digunakan untuk mempromosikan akses ke kurikulum umum untuk
pelajar dengan cacat berat. Mereka berpendapat bahwa siswa penyandang cacat
harus mendapatkan keuntungan dari Penilaian alternatif serta instruksi
dukungan sebagai cara untuk mengakses kurikulum bermakna. Dukungan
sebaya intervensi memiliki tujuan untuk meningkatkan akses dan memfasilitasi
interaksi sosial dalam pengaturan umum.
Dari tulisan Mavuso menggambarkan kegiatan guru dalam mendukung
siswa yang mengalami kesulitan belajar. para guru di Afrika membagi siswa
dalam kelompok dengan tingkat pengetahuan yang berbeda. Mereka membuat
rencana pembelajaran dengan topic tertentu untuk dibahas dengan meminta
siswa yang mempunyai pengetahuan lebih sebagia tutor. Guru memfasiltasi
kegiatan mereka.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mempunyai gangguan
pada satu atau lebih proses dasar psikologi yang mencakup kemampuan
mental seperti daya ingat, persepsi pendengaran, persepsi penglihatan,
bahasa lisan dan proses berpikir. Kesulitan belajar dapat muncul sebagai
kesulitan dalam berbicara, mendengar, menulis, membaca (mengenali kata
dan pemahaman) dan matematika (perhitungan dan penalaran). Masalah
yang tidak langsung disebabkan oleh kelainan sensori (penglihatan,
pendengaran), hambatan intelektual, ketidakberuntungan lingkungan.
2. Dukungan bagi anak berkesulitan belajar meliputi empat stategi yakni: (a)
Give learners extra work, translate the work and re-teach as a learning
support strategy; (b) Differentiation as a strategy to provide learning
support; (c) Assessment of learners a strategy to provide learning support;
dan (d)Peer support a strategy to provide learning support.
B. Saran
1. Bagi guru-guru agar dapat mengenali dan memberikan layanan atau
dukungan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar karena pendidikan
adalah hak bagi semua umat manusia. Menggunakan berbagai macam
strategi mengajar serta mengoptimal atau bekerja sama dengan berbagai
pihak seperti orang tua untuk membantu siswa dalam kegiatan belajar.
2. Bagi pemerintah atau Dinas Pendidikan agar memberikan pelatihan dan
pendampingan bagi guru-guru cara mendukung siswa yang mengalami
kesulitan belajar serta merancang kebutuhan anak berkesulitan belajar
sehingga bisa didesain bentuk kurikulum atau pelajaran yang sesuai.
11
Sumber:
Hallhan, D.F. , Kauffman, J.M. & Lloyd, J.W. (1985). Introduction to Learning
Disabilitis. New Jersey : Prentice-Hall Inc.
KBYU Eleven. (2010). Benefits of Media and the Learning Triangle: Learn how
to combine children’s television, books, and hands-on activities to support
your child’s learning (versi Pdf). Diambil pada tanggal 15 April 2015, dari
www.kbyutv.org
Lerner, Janet. (2000). Learning Disabilities - 9th Edition, Boston: Houghton
Mifflin Company.
Mavuso, M, F. (2014). Strategies for Facilitating Learning Support Processes.
What can Teachers do Support Learners with Specific Learning
Difficulties?. Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol 5 No 2, 455461
Ministry of Education. (2011). Supporting Students with Learning Disabilities; A
Guide for Teachers (versi pdf). Diambil pada tanggal 15 April 201 dari
http://www.bced.gov.bc.ca/specialed/docs/learning_disabilities_guide.pdf
Mulyadi, H. (2010). Diagnosis kesulitan belajar: bimbingan terhadap kesulitan
Belajar. Yogyakarta: Nuha Litera
National Center for Learning Disabilities. (2014). The State of Learning
Disabilities Facts, Trends and Emerging Issues. New York: National
Center for Learning Disabilities
12
Pujaningsih. (2011). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik. Makalah
disampaikan pada Diklat Pengembangan Kompetensi Guru SLB non PLB
DINAS DIKPORA DIY 26-31 Maret 2011 di Hotel Syailendra Yogyakarta
Reid, R. & Ortiz, T. (2006). Strategy Instruction for Students with Learning
Disabilities. New York: The Guilford Press
Sugihartono,.dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Suryani, Y. Erma. (2010). Kesulitan Belajar. Magistra .No. 73 Th. XXII, 33-47
*******
13
Khusus
Review Jurnal :
Strategies for Facilitating Learning Support Processes. What can Teachers
do Support Learners with Specific Learning Difficulties?
(Mavuso, M. F., 2014: 455-461)
Oleh:
Heronimus Delu Pingge
0
BAB I
PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan senantiasa menjadi tujuan setiap kebijakan maupun
pembicaraan di berbagai institusi akademik lokal, nasional maupun internasional
untuk dilakukan perbaikan. Kualitas pendidikan akan dilihat atau diukur dari
layanan yang diberikan oleh guru terhadap peserta didik. Keberagaman anak di
kelas selama ini masih menjadi permasalahan yang langsung dihadapi oleh guru
dan belum menjadi bagian dari kebijakan sekolah tentang prosedur pemberian
layanan yang harus diberikan. Keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa
peserta didik dengan kemampuan beragam tersebut menjadi akar permasalahan
mengapa penanganan mereka masih minim.
Pada jurnal yang dikaji membahas tentang layanan pendidikan di negara
bagian Afrika Selatan. Layanan pendidikan yang dimaksud adalah cara guru
mendukung dan membelajarkan siswa dengan kesulitan belajar khusus/spesifik
disekolah umum. Tentunnya di Indonesia tidak akan terhindar dengan persoalan
yang dihadapi oleh guru-guru di Afrika. Dimana akan ditemukan anak dengan
kesulitan belajar spesifik disekolah umum/regular. Penelitian Pujaningsih dkk.,
pada tahun 2002 di kecamatan Berbah menemukan anak berkesulitan belajar
sebesar 36% dengan rincian 12% diantaranya slow learner, 16% berkesulitan
belajar spesifik (LD/learning disability) dan 17% tunagrahita (mentally retarded).
Marlina menemukan 55 anak berkesulitan belajar spesifik (LD) di 8 SD di
Padang. Jumlah tersebut hanya sebagian gambaran dari jumlah anak berkesulitan
belajar secara keseluruhan karena anak LD hanya merupakan bagian dari anak
berkesulitan belajar. Secara spesifik, kesulitan membaca ditemukan sekitar 10%20 % dialami oleh anak usia sekolah dasar (Gorman C dalam Majalah Time
tertanggal 31 Agustus 2003). Keberadaan anak berkesulitan belajar khusus lebih
banyak ditemukan dibanding kebutuhan khusus yang lain seperti digambarkan
pada tabel dibawah ini (Pujaningsih, 2011).
1
Sumber: to assure the free apropriate public education of all children with
disabilities, US departement of education. 1998 (Pujaningsih, 2011).
Anak dengan kesulitan belajar spesifik biasanya ditampung dikelas inklusi,
namun sering dijumpai pula bahwa bahwa di sekolah regular dijumpai anak
dengan kesulitan belajar spesifik. Oleh karena itu guru perlu memiliki
kemampuan khusus dalam memilih strategi pembelajaran dan kemampuan khusus
untuk menghadapi anak yang mengalami kesulitan belajar. UNESCO (Mavuso,
2014: 455), menjelaskan agar pendidikan inklusi adalah untuk mempromosikan
tujuan pendidikan sebagai hak asasi manusia dan memungkinkan sekolah untuk
melayani semua peserta didik termasuk mereka yang memiliki kebutuhan
pendidikan khusus.
Sejalan dengan lembaga UNESCO diatas National Center for Learning
Disabilities atau disingkat NCLD (2014: 8), memaparkan hampir semua
responden (90%) mengetahui bahwa melanggar hukum bagi pendidik untuk
memberhentikan seorang peserta didik karena ketidakmampuan belajar. ini artinya
bahwa peserta didik mendapat hak yang sama dalam memperoleh ilmu
pengetahuan serta dibantu bila mengalami kesulitan bukan ditinggalkan atau
dibiarkan bila mengalami kesulitan belajar.
Sebelum memberikan layanan atau bantuan akademik pada siswa yang
mengalami kesulitan belajar spesifik terlebih dahulu harus mengenal atau
mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar. dengan mengenal siswa
yang mengalami kesulitan belajar maka akan dengan muda memberikan layanan
yang cocok.
The Department of Basic Education (DBE) menggunakan konsep
“learning support” atau dukungan belajar untuk merujuk kepada proses
2
menghilangkan hambatan yang mungkin menghambat belajar, dengan dukungan
dilihat sebagai meningkatkan proses belajar dengan berinteraksi dengan penyedia
dukungan yang sesuai (DoE: Mavuso, 2014). dukungan belajar adalah pendekatan
kolaboratif untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang mengalami hambatan.
Magare, Kitching dan Roos (Mavuso, 2014) lebih memilih untuk menggunakan
frase 'mendukung peserta didik, sebagai merujuk memelihara emosional,
membangun hubungan positif serta berkomunikasi secara terbuka dengan cara
saling percaya.
Artikel ini membahas strategi atau bentuk dukungan yang digunakan oleh
guru dalam memberikan dukungan belajar bagi peserta didik yang mengalami
Kesulitan Belajar Spesifik atau khusus di empat sekolah umum di afrika dan
dikaji dalam konteks Indonesia serta membahas pula konsep anak berksulitan
belajar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
“Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability
diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan bahwa anak sebenarnya masih
mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties
dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang
berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada
positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan
kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka
digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan
belajar , istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya
yakni gannguan neurologist (Suryani, 2010: 33).
NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner,
(2000) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai
jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh
faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu
sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek
yang diinderainya. Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan
kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki
ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan
dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan
perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik
Dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Mazuvo konsep “learning
difficulties” atau kesulitan belajar merujuk pada kesulitan khusus untuk
ketrampilan keaksaraan, bahasa dan prestasi akademik dibawah potensi siswa.
4
Kesulitan belajar juga ditujuhkan pada siswa yang lambat dalam kecakapan
akademik umum tapi tidak selalu memiliki dasar fisik yang tidak jelas/cacat,
maupun tidak disebabkan oleh konteks sosial yang berbeda. Kesulitan belajar
tertentu sering dikenal dengan kesulitan belajar khusus/spesifik.
Defenisi yang dikutip dari Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985):
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses
psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan , berpikir , berbicara, membaca, menulis, mengeja , atau berhitung.
Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gannguan perseptual, luka
pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup
anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena
tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi.
Federal law atau hukum federal/IDEA tahun 1997 (Pujaningsih, 2011)
Istilah “kesulitan belajar spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami
gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasr yang melibatkan
pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana gangguan yang
terjadi dapat termanifestasikan menjadi kemampuan yang tidak sempurna untuk
mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau mengerjakan
perhitungan matematika. Yang termasuk di dalam istilah ini diantaranya gangguan
perseptual, cedera otak, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia
perkembangan. Istilah ini tidak termasuk kondisi-kondisi seperti permasalahan
belajar yang penyebab utamanya adalah gangguan penglihatan, pendengaran atau
motorik, retardasi mental, gangguan emosional, atau ketidakberuntungan
lingkungan, budaya atau ekonomi.
Ministry of Education (2011: 9), Siswa dengan ketidakmampuan belajar
adalah siswa yang mengalami “a) have processing difficulties; b) demonstrate a
significant difference between achievement and ability; c) demonstrate below
average academic achievement, and d) have average or above average ability
5
(thinking and reasoning). Dapat dipahami bahwa siswa yang mengalami kesulitan
belajar adalah siswa kesulitan mengelola informasi, terdapat perbedaan yang
cukup signifikan antara nilai yang diperoleh dengan kemampuan, dan prestasi
belajar dibawah rata-rata. Ketidakmampuan belajar hasil dari gangguan dalam
satu atau lebih proses yang terkait dengan mengamati, berpikir, mengingat atau
belajar namun tidak terbatas pada pengolahan bahasa, pengolahan fonologi,
pengolahan spasial visual, kecepatan pemrosesan, memori, perhatian perencanaan
dan pengambilan keputusan.
Berdasarkan pendapat atau gambaran para ahli diatas dpat disimpulkan
bahwa anak berkesulitan belajar adalah individu yang mempunyai gangguan
pada satu atau lebih proses dasar psikologi yang mencakup kemampuan mental
seperti daya ingat, persepsi pendengaran, persepsi penglihatan, bahasa lisan dan
proses berpikir. Kesulitan belajar dapat muncul sebagai kesulitan dalam berbicara,
mendengar, menulis, membaca (mengenali kata dan pemahaman) dan matematika
(perhitungan dan penalaran). Masalah yang tidak langsung disebabkan oleh
kelainan
sensori
(penglihatan,
pendengaran),
hambatan
intelektual,
ketidakberuntungan lingkungan. Perbedaan yang nyata antara potensi belajar yang
dimiliki dengan tingkatan prestasi belajar yang rendah.
B. MEMBELAJARKAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Dalam artikel Mavuso digambarkan kegiatan guru di Afrika untuk
mendukung belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar khusus/spesifik.
Mavuso menyimpulkan kegiatan guru di sekolah dalam membantu/mendukung
siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam empat kegiatan pokok yakni:
1. Give learners extra work, translate the work and re-teach as a learning
support strategy.
Bentuk dukungan guru berupa memberikan waktu luang diluar jam
pelajaran atau luar jam sekolah. Guru memberikan arahan pada materi yang
sudah diberikan sebelumnya dan tentunya dengan tugas tambahan yang harus
dikerjakan siswa untuk mengusai materi pembelajaran tertentu. Digambarkan
6
supaya dukungan ini dapat berhasil dengan baik membutuhkan peninjauan
proses pelatihan dengan mediator kebijakan dari tingkat provinsi dan
kabupaten.
Bila dicerna dari bentuk dukungan belajar ini di Indonesia dikenal dengan
pengajaran remedial. Bila dari arti kata “remedial” berarti sesuatu yang bersifat
perbaikan. Bila dikaitkan dengan pengajaran maka pengajaran remedial
merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat penyembuhan atau bersifat
perbaikan. Pengajaran remedial merupakan bentuk kasus pengajaran, yang
bermaksud membuat baik atau penyembuhan (Mulyadi 2010: 44) sedangkan
menurut Sugihartono, dkk (2007: 171-172), Remedial merupakan bentuk
pengajaran yang bersifat kuratif (penyembuhan) dan atau korektif (perbaikan).
Pengajaran remedial merupakan bentuk khusus pengajaran yang bertujuan
untuk menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi
penghambat atau yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan dalam
belajar bagi peserta didik.
Bila dicermati pengertian pengajaran remedial, maka pengajaran remedial
sebagai bentuk khusus pengajaran bertujuan memperbaiki sebagian atau
seluruh kesulitan belajar yang dihadapi oleh murid. Perbaikan diarahkan untuk
mencapai hasil belajar yang optimal.
2. Differentiation as a strategy to provide learning support.
Mavuso mengambarkan sebagai pembelajaran multi-level, sebagai strategi
yang dapat digunakan untuk menampung peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar. dikatakan pembejaran multi level karena mengunakan gaya
mengajar sesuai dengan keberagaman cara belajar siswa. Ada siswa dengan
gaya belajar audio, visual, dan kinestik. Dengan merancang kegiatan belajar
sesuai gaya belajar siswa maka dapat mengakomodir kesulitan yang dialami
oleh siswa.
Menurut KBYU Eleven (2010: 5), kegiatan belajar siswa melibatkan tiga
hal pokok
yakni View, Read, and Do. Supaya ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik maka guru harus memahami cara peserta didik dalam
7
memproses informasi dalam memori. Akan ditemukan peserta didik yang gaya
Auditory learners, Visual learners, and Kinesthetic (or hands-on). Pemahaman
gaya belajar tersebut oleh guru sangat penting. Akan ada Peserta didik
menonjol dalam satu gaya belajar tapi bisa juga ada peserta didik yang
memiliki ketiga gaya belajar diatas. Pemahaman peserta didik tersebut
menuntut guru untuk bisa memanfaatkan berbagai media belajar yang
bervariasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Dari bentuk dukungan yang belajar yang kedua ini bila Mavuso ingin
memberitahukan bahwa sebelum melakukan pembelajaran seorang guru harus
memahami karekteristik siswa yang akan diajarkan. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi guru di Indonesia dengan tidak menutup kemungkinan siswa
yang akan diajarkan bermacam latarbelakang. Maka oleh karena itu sorang
guru harus memiliki kemampuan atau mengusai kompetensi guru, memahami
kurikulum serta mempunyai kemampuan (pendidikan multikultur) untuk
membelajarkan siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda.
3. Assessment of learners a strategy to provide learning support
Mavuso menuliskan bahawa penilaian dipandang sebagai bagian integral
dari proses belajar mengajar. Tujuannya dari termasuk mengumpulkan
informasi tentang pelajar untuk digunakan dalam perencanaan. Penilaian juga
mencerminkan informasi tentang peserta didik dalam hal apa yang dia tahu,
mengerti, apa yang peserta didik mampu lakukan, serta bagaimana dia belajar
(DBE, 2008). Dengan peniliaan guru mampu mengkateogrikan siswa yang
mengalami kesulitan belajar khusus. Para guru di Afrika mengatakan bahwa
dengan penilaian atau evaluasi belajar siswa dapat diketahui kesulitan belajar
spesifik atau khusus yang dialami oleh siswa mereka.
Bouwer (Mavuso:2014) menyatakan, sebelum guru dapat melakukan
penilaian mereka harus mempertimbangkan empat Prinsip penilaian yakni
komponen proses, orang, konten dan waktu. Dengan demikian mereka akan
memiliki kesempatan untuk melihat tingkat perkembangan peserta didik dan
memahami pengaruh dan relevansi konteks di mana anak belajar. Oleh karena
8
itu salah satu akan mempertimbangkan aspek-aspek seperti keluarga, sekolah,
kelompok
sebaya
dan
masyarakat,
sementara
memahami
proses
perkembangana peserta didik dan interaksi dengan lingkungan mereka sebagai
fondasi yang diperlukan untuk menafsirkan hasil kinerja.
Dengan penilaian peserta didik yang mengalami kesulitan belajar sering
terjebak dalam kegagalan di sekolah. Kesulitan belajar peserta didik mengarah
pada keterlambatan penguasaan kemampuan akademik, ketrampilan dan
perolehan informasi baru. Lerner (Reid & Ortiz, 2006: 1), Kesulitan belajar
siswa akan mempengaruhi seluruh aspek perkembangan siswa termasuk
keberhasilan belajar atau akademik. Seperti dalam catatan NCLD (2014: 16),
Siswa dengan kesulitan belajar mendapat nilai yang lebih rendah ketimbang
yang tidak mengalami kesulian belajar dan siswa yang mengalami kesulitan
belajar biasanya tahan kelas. Dengan nilai yang diperoleh siswa dapat
dijadikan acuan untuk memetahkan siswa yang mengalami kesulitan belajar
khusus, sehigga dengan demikian dapat dirancang layanan atau dukungan
belajar yang sesua.
Dalam kegiatan pembelajaran secara umum dikenal empat jenis penilaian.
Yakni: (a) Penilaian formatif merupakan penilaian untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan program
dalam satuan materi pokok suatu bidang study tertentu. Fungsi penilaian
formatif Untuk memperbaiki proses pembelajaran kearah yang lebih baik dan
efisien atau memperbaiki satuan atau rencana pebelajaran; (b) Penilaian
sumatif yaitu penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik
yang telah selesai mengikuti pembelajaran dalam satu semester atau akhir
tahun. Adapun fungsinya untuk mengetahui angka atau nilai murid setelah
mengikuti program belajar dalam satu semester; (c) Penilain penempatan yaitu
penilaian peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar
yang sesuai dengn kondisi peserta didik; dan (d) Penilaian Diagnostik yaitu
penilain yang dilakukan terhadap hasil penganalisisan tentang keadaan belajar
peserta didik baik merupakan kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam
proses belajar. Fungsi penilaian ini untuk mengetahui masalah-masalah yang
9
diderita atau mengganggu peserta didik, sehingga peserta didik mengalami
kesulitan, hambatan, atau gangguan ketika mengikuti program pembelajaran
dalam suatu bidang study. Kesulitan peserta didik tersebut diusahakan
pemecahannya.
Bila dicerna tulisan dari Mavuso, penilaian yang cocok untuk mendukung
siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah penilaian diagnostic. Dengan
penilaian ini guru diharapkan mampu mendiagnostik kesulitan belajar siswa
lewat tes tertentu untuk dapat mengetahui atau melokalisisi kesulitan belajar
yang dialami siswa sehigga dengan demikian dapat direncanakan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kesulitan belajar siswa.
4. Peer support a strategy to provide learning support
Lerner dan Kline (Mavuso, 2014) menganggap tutor teman sebaya sebagai
sebuah konsep yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran,
menggambarkannya sebagai strategi yang mendorong peserta didik untuk
bekerja sama dalam tugas tertentu. Satu pelajar berfungsi sebagai pelajar
sementara yang lain berfungsi sebagai tutor, dengan keterampilan tertentu yang
diajarkan dan dipelajari. Dukungan sebaya adalah strategi yang berharga yang
dapat digunakan untuk mempromosikan akses ke kurikulum umum untuk
pelajar dengan cacat berat. Mereka berpendapat bahwa siswa penyandang cacat
harus mendapatkan keuntungan dari Penilaian alternatif serta instruksi
dukungan sebagai cara untuk mengakses kurikulum bermakna. Dukungan
sebaya intervensi memiliki tujuan untuk meningkatkan akses dan memfasilitasi
interaksi sosial dalam pengaturan umum.
Dari tulisan Mavuso menggambarkan kegiatan guru dalam mendukung
siswa yang mengalami kesulitan belajar. para guru di Afrika membagi siswa
dalam kelompok dengan tingkat pengetahuan yang berbeda. Mereka membuat
rencana pembelajaran dengan topic tertentu untuk dibahas dengan meminta
siswa yang mempunyai pengetahuan lebih sebagia tutor. Guru memfasiltasi
kegiatan mereka.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mempunyai gangguan
pada satu atau lebih proses dasar psikologi yang mencakup kemampuan
mental seperti daya ingat, persepsi pendengaran, persepsi penglihatan,
bahasa lisan dan proses berpikir. Kesulitan belajar dapat muncul sebagai
kesulitan dalam berbicara, mendengar, menulis, membaca (mengenali kata
dan pemahaman) dan matematika (perhitungan dan penalaran). Masalah
yang tidak langsung disebabkan oleh kelainan sensori (penglihatan,
pendengaran), hambatan intelektual, ketidakberuntungan lingkungan.
2. Dukungan bagi anak berkesulitan belajar meliputi empat stategi yakni: (a)
Give learners extra work, translate the work and re-teach as a learning
support strategy; (b) Differentiation as a strategy to provide learning
support; (c) Assessment of learners a strategy to provide learning support;
dan (d)Peer support a strategy to provide learning support.
B. Saran
1. Bagi guru-guru agar dapat mengenali dan memberikan layanan atau
dukungan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar karena pendidikan
adalah hak bagi semua umat manusia. Menggunakan berbagai macam
strategi mengajar serta mengoptimal atau bekerja sama dengan berbagai
pihak seperti orang tua untuk membantu siswa dalam kegiatan belajar.
2. Bagi pemerintah atau Dinas Pendidikan agar memberikan pelatihan dan
pendampingan bagi guru-guru cara mendukung siswa yang mengalami
kesulitan belajar serta merancang kebutuhan anak berkesulitan belajar
sehingga bisa didesain bentuk kurikulum atau pelajaran yang sesuai.
11
Sumber:
Hallhan, D.F. , Kauffman, J.M. & Lloyd, J.W. (1985). Introduction to Learning
Disabilitis. New Jersey : Prentice-Hall Inc.
KBYU Eleven. (2010). Benefits of Media and the Learning Triangle: Learn how
to combine children’s television, books, and hands-on activities to support
your child’s learning (versi Pdf). Diambil pada tanggal 15 April 2015, dari
www.kbyutv.org
Lerner, Janet. (2000). Learning Disabilities - 9th Edition, Boston: Houghton
Mifflin Company.
Mavuso, M, F. (2014). Strategies for Facilitating Learning Support Processes.
What can Teachers do Support Learners with Specific Learning
Difficulties?. Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol 5 No 2, 455461
Ministry of Education. (2011). Supporting Students with Learning Disabilities; A
Guide for Teachers (versi pdf). Diambil pada tanggal 15 April 201 dari
http://www.bced.gov.bc.ca/specialed/docs/learning_disabilities_guide.pdf
Mulyadi, H. (2010). Diagnosis kesulitan belajar: bimbingan terhadap kesulitan
Belajar. Yogyakarta: Nuha Litera
National Center for Learning Disabilities. (2014). The State of Learning
Disabilities Facts, Trends and Emerging Issues. New York: National
Center for Learning Disabilities
12
Pujaningsih. (2011). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik. Makalah
disampaikan pada Diklat Pengembangan Kompetensi Guru SLB non PLB
DINAS DIKPORA DIY 26-31 Maret 2011 di Hotel Syailendra Yogyakarta
Reid, R. & Ortiz, T. (2006). Strategy Instruction for Students with Learning
Disabilities. New York: The Guilford Press
Sugihartono,.dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Suryani, Y. Erma. (2010). Kesulitan Belajar. Magistra .No. 73 Th. XXII, 33-47
*******
13