MEMBANGUN DEFINISI KADASTER KELAUTAN UNT

MEMBANGUN DEFINISI KADASTER KELAUTAN UNTUK INDONESIA
SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN
Yackob Astor, ST.,MT
Geodesy and Geomatic Engineering Study Program, Faculty of Earth Sciences and Technology, Bandung Institute of Technology
Email: yackobastor@yahoo.com

Prof.Dr.Ir. Widyo Nugroho SULASDI
Coastal Zone Science and Engineering System Research Group, Faculty of Earth Sciences and Technology, Bandung Institute of
Technology

Dr.Ir.S. Hendriatiningsih, MS
Surveying and Cadastre Research Group, Faculty of Earth Sciences and Technology, Bandung Institute of Technology

Dr.Ir. Dwi Wisayantono, MT
Coastal Zone Science and Engineering System Research Group, Faculty of Earth Sciences and Technology, Bandung Institute of
Technology

Abstrak
Penyelenggaraan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem otonomi daerah, sistem sektoral
maupun sistem adat, kondisi ini merupakan salah satu implikasi Indonesia sebagai negara kepulauan. Membahas mengenai pengelolaan
sumber daya pesisir dan laut di Indonesia, langkah awal yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

pendekatan komparasi pengelolaan sumber daya pesisir dan laut di beberapa negara maju seperti Australia, Kanada dan Amerika
melalui definisi kadaster kelautan (marine cadastre) yang ada di ketiga negara non-kepulauan tersebut. Secara garis besar kadaster
kelautan berkaitan dengan bagaimana suatu negara, khususnya Indonesia sebagai negara kepulauan dalam mengelola dan mengatur
sumber daya pesisir dan laut. Kondisi inilah yang menyebabkan definisi-definisi kadaster kelautan dari negara-negara non-kepulauan
seperti Amerika, Kanada dan Australia tidak dapat diterapkan di wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Penelitian ini akan merumuskan
definisi kadaster kelautan dalam perspektif NKRI sebagai negara kepulauan.
Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia dibangun menggunakan kerangka sintesis unsur-unsur definisi kadaster kelautan dari
Australia, Kanada dan Amerika, ditambah unsur-unsur karakteristik NKRI sebagai negara kepulauan, dan pendekatan teori sistem.
Secara keilmuan penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu dan teknologi kelautan melalui definisi kadaster
kelautan untuk Indonesia sebagai instrumen untuk membangun pola penyelenggaraan kadaster kelautan di Indonesia dalam perspektif
Indonesia sebagai negara kepulauan.
Definsi kadaster kelautan untuk Indonesia adalah operasional sistem kompleks dan dinamik dalam pengelolaan sumber daya wilayah
pesisir dan laut dalam lingkup penetapan batas laut wilayah (restriction), batas kewenangan (right/ izin dan responsibility), yang
membentuk keterpaduan antara wilayah administrasi skala nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten/kota dengan memperhatikan
keberadaan masyarakat adat, serta keharmonisan dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Definisi kadaster
kelautan untuk Indonesia dirumuskan dalam bentuk kata kerja (bukan sebagai kata benda seperti beberapa negara lain) sebagai
tindakan aktif/ operasional untuk Penyelenggaraan Kelautan Indonesia pada UU RI No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Kata kunci: kadaster kelautan, negara kepulauan, karakteristik NKRI, teori sistem.


1.Pendahuluan

Di Australia pada tahun 1999, Hoogsteden, Robertson,
dan Benwell merumuskan definisi marine cadastre
sebagai berikut: marine cadastre is a system to enable the
boundaries of maritime rights and interests to be
recorded, spatially managed and physically defined in
relationship to the boundaries of other neighbouring or
underlying rights and interests. Kemudian pada tahun
2004 Andrew Binns merumuskan definisi marine
cadastre is a spatial boundary management tool which
describes, visualises and realises legally defined
boundaries and associated rights, restrictions and
responsibilities in the marine environment. Kadaster
kelautan di Australia digunakan untuk mewujudkan
Australia’s Marine Management System yang pada saat itu
digunakan untuk mengatur kegiatan oil and gas sector,
fisheries, aquaculture, shipping, conservation, marine
heritage, cable and pipelines, coastal zone. Konsep
kadaster kelautan di Australia sudah diterapkan


Penyelenggaraan pengelolaan pesisir dan laut di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem otonomi
daerah, sistem sektoral maupun sistem adat, kondisi ini
merupakan salah satu implikasi Indonesia sebagai
negara kepulauan. Diterbitkan UU RI No.32 Tahun 2014
tentang Kelautan merupakan langkah maju dalam
pengelolaan sumber daya kelautan yang selama ini
dikelola berdasarkan undang-undang sektoral maupun
peraturan daerah.
Membahas mengenai penyelenggaraan kelautan di
Indonesia, maka langkah awal yang digunakan di dalam
penelitian ini adalah dengan melakukan perbandingan
penyelenggaraan kelautan melalui definisi kadaster
kelautan yang ada di negara-negara maju non-kepulauan
seperti Australia, Kanada, dan Amerika.

1

Penelitian-penelitian di Indonesia terkait dengan

kadaster kelautan sebagian besar mengadopsi definisi
kadaster kelautan dari Australia, Kanada dan Amerika.
Hanya sebagian kecil penelitian yang mengeluarkan
statement/definisi kadaster kelautan, yakni penelitian
yang dilakukan oleh Rais tahun 2002 mendefinisikan
Kadaster Kelautan adalah penerapan prinsip-prinsip
kadaster di wilayah laut, yaitu mencatat penggunaan
ruang laut oleh aktifitas masyarakat dan pemerintah,
ruang laut yang dilindungi, dikonservasi, taman nasional,
taman suaka margasatwa, dan sebagainya, dan
penggunaan ruang laut oleh komunitas adat.

dibeberapa negara bagian seperti di Queensland dan
Victoria.
Di Kanada pada tahun 2000 menyelenggarakan kegiatan
Good Governance of Canada’s Oceans
untuk
menyelesaikan masalah batas sebagai langkah awal
mewujudkan pengelolaan laut yang efektif dan adil.
Marine cadastre didefinisikan oleh Nichols, Monahan dan

Sutherland sebagai berikut: a marine cadastre is a marine
information system, encompassing both the nature anda
spatial extent of the interests and property rights, with
respect to ownership and various rights and
responsibilities in the marine jurisdiction.

Tamtomo tahun 2006 mendefinisikan kadaster kelautan
adalah sistem penyelenggaraan administrasi publik yang
mengelola dokumen legal dan administratif, baik yang
bersifat spasial maupun tekstual, mengenai kepentingan
berupa hak, kewajiban dan batasannya, termasuk
catatan mengenai nilai, pajak, serta hubungan hukum
dan perbuatan hukum yang ada dan berkaitan dengan
penguasaan dan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan
laut. Definisi kadaster kelautan dari Rais 2002 sudah
memasukan unsur komunitas adat sebagai salah satu
karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan.
Definisi kadaster kelautan dari Tamtomo 2006 lebih
bersifat umum. Kedua definisi kadaster kelautan diatas
belum mengeksplisitkan secara tegas karakteristik

Indonesia sebagai negara kepulauan dan tentunya belum
ditempatkan di dalam UU RI No. 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan.

Tahun 2002 United States Departemen of Communication
(U.S
DOC)-National
Oceanic
and
Atmospheric
Administration (NOAA) merumuskan definisi marine
cadastre sebagai berikut: The U.S Marine Cadastre is an
information system, encompassing both nature and spatial
extent of interests in property, value and use of marine
areas. Marine or maritime boundaries share a common
element with their land-based counterparts in that, in
order to map a boundary, one must adequately interpret
the relevant law and its spatial context. Marine boundaries
are delimited, not demarcated, and generally there is no
physical evidence of the boundary.

Definisi-definisi kadaster kelautan dari negara-negara
pantai
non-kepulauan
(coastal
state)
bersifat
internasional/global dan sudah diakui serta dijadikan
referensi oleh beberapa negara di dunia. Bagaimana
definisi kadaster kelautan untuk negara-negara
kepulauan (archipelagic state)? Berdasarkan hasil studi
pustaka yang sudah dilakukan, bahwa Selandia Baru
(New Zealand) sebagai negara kepulauan pun masih
menggunakan definisi kadaster kelautan dari Australia
sebagai negara non-kepulauan yang dirumuskan oleh
Hoogsteden, Robertson, dan Benwell pada tahun 1999.
Hingga saat ini belum ada definisi kadaster kelautan
yang muncul dari negara-negara kepulauan, khususnya
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

2.


Setelah diberlakukan UU RI No.32 Tahun 2014
tentang Kelautan

UU RI No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan diundangkan
pada bulan Oktober tahun 2014 setelah diundangkan UU
RI No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagai amandemen UU RI
No.27 Tahun 2007. UU RI No. 32 Tahun 2014 merupakan
undang-undang pertama yang membahas mengenai
pembangunan kelautan nasional.
Penelitian ini akan merumuskan definisi kadaster
kelautan dalam perspektif NKRI sebagai negara
kepulauan menggunakan pendekatan definisi kadaster
kelautan yang ada di negara non-kepulauan yakni
Australia, Kanada dan Amerika. Definisi kadaster
kelautan untuk Indonesia ditempatkan di dalam UU RI
No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan sebagai operasional
sistem penyelenggaraan kelautan Indonesia.


Perkembangan penyelenggaraan kadaster kelautan di
Indonesia terbagi dalam 2 (dua) periode yakni:
1. Sebelum diberlakukan UU RI No.32 Tahun 2014
tentang Kelautan
Konsep kadaster kelautan di Indonesia masih
merupakan konsep baru, mengingat selama ini
pembangunan
di
Indonesia
sebagian
besar
diprioritaskan di wilayah darat, padahal sebagai negara
kepulauan Indonesia memiliki wilayah laut lebih luas
dari wilayah darat. Kondisi ini dibuktikan bahwa sejak
Indonesia merdeka hingga tahun 2014, Indonesia belum
memiliki
undang-undang
khusus
kelautan.
Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya kelautan

pada saat itu hanya mengacu pada UU RI No. 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil. UU RI No.27 Tahun 2007 sama sekali tidak
membahas konsep pembangunan kelautan nasional.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Arti dan Fungsi Definisi di dalam Penelitian ini
Definisi sangat penting di dalam suatu penelitian.
Definisi adalah suatu pernyataan yang memberikan arti
pada sebuah kata atau frase (Solomon, 1985). Definisi
merupakan kalimat yang mengungkapkan makna,
keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses
atau aktivitas. Peran penting dari definisi adalah

2

memberikan batasan (arti), rumusan tentang ruang
lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok
pembicaraan atau penelitian.

pulau yang demikian banyak. Hakekat sebagai Negara

Kepulauan adalah suatu kesatuan utuh wilayah (ruang
darat, ruang laut, ruang udara) yang batas-batasnya
ditentukan oleh laut, dimana rasio wilayah laut lebih
besar dari rasio wilayah darat dan di dalamnya terdapat
pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau. Penyebutan
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan
masih harus ditambahkan dengan bercirikan nusantara,
yaitu sesuai dengan apa yang ditulis dalam UndangUndang Dasar 1945 Pasal 25. Bercirikan Nusantara atau
yang lazim disebut Wawasan Nusantara yakni Kepulauan
Nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan.(SULASDI, 2010).

Keterkaitan antara ilmu dan definisi adalah bahwa ilmu
adalah pengetahun yang diperoleh dengan cara tertentu,
yakni dengan metode ilmiah. Ilmu membutuhkan bahasa
formal sehingga lebih skematis dan jelas, formalisasi itu
dilakukan antara lain melalui definisi. Jadi definisi
mempertegas dan meletakkan suatu ilmu pada posisi
lebih kuat. Pola definisi pada semua ilmu tidak sama,
tergantung pada hakikat ilmu yang bersangkutan. Dalam
ilmu-ilmu alam definisi dilakukan dengan metode
matematis guna mencapai keabstrakan. Cara ini tidak
dapat diterapkan pada bidang ilmu sosial (Bakry, NM.
1996).

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa NKRI sebagai
negara kepulauan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

Pentingnya definisi-definisi kadaster kelautan di dalam
penelitian ini yakni definisi-definisi kadaster kelautan
yang ada di negara-negara non-kepulauan dijadikan
sebagai pendekatan di dalam merumuskan definisi
kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai negara
kepulauan. Mengapa harus mengacu pada definsi-definisi
kadaster kelautan yang ada? Definisi-definisi kadaster
kelautan yang ada bersifat internasional/global dan
sudah diakui oleh beberapa negara di dunia sehingga
definisi kadaster kelautan untuk Indonesia dapat
ditempatkan di dalam globalisasi.
2.2

Karakteristik Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Istilah Negara Kepulauan (Archipelagic State) adalah
hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut Internasional Tahun 1982 (United
Nations on the Law of the Sea/ UNCLOS ke-2). Konsep
kepulauan (archipelago) dituangkan dan diatur dalam
Pasal 46 (b) yang dijelaskan sebagai suatu gugusan
pulau, temasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan
lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama
lain demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan dan
wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan
geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang
secara
historis/kesejarahan
dianggap
demikian.
Sedangkan dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996
tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, Negara
Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari
satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulaupulau lain. Indonesia menuangkan Konsepsi Negara
Kepulauan dalam amandemen ke-2 UUD RI 1945 Bab IXA
tentang wilayah negara. Pada Pasal 25 E berbunyi
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayahwilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang.
Definisi negara kepulauan di atas masih berorientasi
pada wilayah darat yakni dengan menitikberatkan pada
kata pulau. Di dalam penelitian ini dilakukan
pendefinisian kembali mengenai negara kepulauan,
yakni Negara Kepulauan adalah negara yang mempunyai
laut demikian luas, pada laut tersebut tersebarlah pulau-

3

1.

Kedaulatan
Negara kepulauan mempunyai kedaulatan
terhadap seluruh daratan/pulau, perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial
termasuk ruang udara di atasnya, dasar laut dan
tanah di bawahnya, serta sumber daya alam di
dalamnya. (Pasal 2 dan 49 (2) UNCLOS 1982).
Indonesia menggabungkan perairan pedalaman,
perairan kepulauan dan laut teritorialnya secara
bersamaan dalam satu istilah yang disebut
sebagai Perairan Indonesia (UU No.6 Tahun
1966 tentang Perairan Indonesia).

2.

Tata Ruang Geografik
Indonesia memiliki wilayah laut 3.374.668 km2
(Badan Informasi Geospasial, 2013) yang lebih
luas dari wilayah darat 1.922.570 km2 (Badan
Informasi Geospasial, 2013), 13.466 pulau
(Badan Informasi Geospasial, 2013) dengan
garis pantai sepanjang 99.093 km (Badan
Informasi Geospasial, 2013). Berkaitan dengan
hal ini, jika ditempatkan dalam perspektif tata
ruang geografik, wilayah negara kepulauan
Republik Indonesia terdiri dari wilayah pesisir,
lautan, terdapat pulau-pulau dan gugusan pulaupulau.

3.

Kepemerintahan
Pada wilayah
negara kepulauan Republik
Indonesia terdapat daerah otonom sebanyak
524 terdiri dari 34 provinsi, 410 kabupaten, dan
98 kota (KPPOD, 2013), sebanyak 324
kabupaten/kota tersebut memiliki wilayah
pesisir
(Kemendagri,
2010).
Dengan
dikeluarkannya UU RI No.32 Tahun 2004,
pemerintah pusat memberikan kewenangan
atau otoritas kepada daerah tidak hanya sebatas
urusan pemerintahan semata namun juga dalam
hal pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan
sumberdaya
yang
dimilikinya
termasuk
sumberdaya kelautan. Hal ini menegaskan
bahwa laut Indonesia dikelola oleh beberapa
pemerintah daerah yang memiliki batas
kewenangan wilayah laut daerah.

Model Fungsional Karakteristik NKRI sebagai Negara
Kepulauan=F(Kedaulatan, Tata Ruang Geografik,
Kepemerintahan, Multikultural, Keanekaragaman Hayati,
Rawan Bencana, Pertahanan Keamanan).

UU RI No.27 Tahun 2007 diamandemen UU RI
No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengatur secara
spesifik mengenai proses pengelolaan wilayah
pesisir mulai dari tahap perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, hingga pengendalian
yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. UU Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ini semakin
mempertegas bahwa model pengelolaan wilayah
pesisir dan laut Indonesia berbasis pada sistem
otonomi daerah.
4.

Kebangsaan yang Multikultural
Di wilayah negara kepulauan Republik
Indonesia terdapat sebanyak 1.128 suku bangsa
(BPS, 2010) dan 546 bahasa dan sub bahasa
(Kemendikbud,
2012).
Keberadaan
multikultural ini sangat berpengaruh dalam
pemanfaatan sumber daya alam disekitranya,
termasuk pemanfaatan sumber daya laut.
Terdapat sebanyak 10.640 desa (lebih dari 14%)
dari jumlah desa di Indonesia yakni 69.249 desa
(BPS 2012) adalah desa pesisir dengan luas
35.949.021,30 ha atau 19% dari luas
keseluruhan desa-desa di Indonesia. Sekitar
92% desa pesisir di wilayah timur Indonesia
adalah desa adat yang mempraktikkan
pengelolaan sumber daya alam berbasis budaya
lokal (Grand Design Pembangunan Desa, 2009).
Penyelenggaraan pemanfaatan laut di wilayah
Indonesia bagian timur lebih sering dihadapkan
pada eksistensi pengelolaan laut secara adat
(ulayat laut).

5.

Sumberdaya alam dengan keanekaragaman
hayati
Pada wilayah negara kepulauan Republik
Indonesia terdapat sumber daya dapat pulih
(ikan dan hewan laut lainnya, hutan bakau,
terumbu karang, padang lamun, rumput laut,
bahan-bahan bioaktif), sumber daya tidak dapat
pulih (mineral strategik, mineral vital, mineral
industri), sumber daya ruang wilayah (jasa
lingkungan).

6.

Rawan Bencana
Wilayah negara kepulauan Republik Indonesia
terletak pada pertemuan tiga lempeng besar
bumi: Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia,
Lempeng Samudra Hindia-Australia. Dalam
perencanaan dan pengelolaan wilayah negara
kepulauan harus memasukkan aspek rawan
bencana.

7.

1.

Kedaulatan= F(perairan pedalaman, perairan
kepulauan, laut teritorial, ruang udara di atas
laut teritorial, ruang udara di atas perairan
kepulauan, ruang udara di atas perairan
pedalaman, dasar laut, tanah di bawah laut,
sumber daya alam).

2.

Tata Ruang Geografik= F(wilayah darat, wilayah
pesisir, wilayah lautan, pulau-pulau, gugusan
pulau-pulau).

3.

Kepemerintahan=
F(pemerintah
pusat,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kota, pemerintah daerah kabupaten).

4.

Kebangsaan yang Multikultural=F(suku, bahasa,
agamabudaya/adat).

5.

Sumberdaya alam dengan keanekaragaman
hayati=F(sumber daya dapat pulih, sumber daya
tidak dapat pulih, sumber daya ruang wilayah,
letak geografis).

6.

Rawan
Bencana=F(letak
geografis,
jenis
bencana, dampak/ resiko, mitigasi bencana).

7.

Pertahanan dan Keamanan=F(wilayah udara,
wilayah darat, wilayah laut, pulau-pulau, batas
kedaulatan).

2.3 Kadaster Kelautan ditempatkan di dalam UU RI
No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan
Berikut visualisasi
Kelautan:

struktur

dari

Undang-Undang

Gambar 1. Visualisasi struktur UU RI No.32 Tahun
2014 tentang Kelautan.
Secara garis besar, Undang-Undang Kelautan berisi
mengenai:

Pertahanan dan Keamanan
Pada wilayah negara kepulauan Republik
Indonesia yang duapertiganya adalah laut,
diperlukan
alat
negara
yang
mempu
mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.

1. Penyelenggaraan Kelautan Indonesia, tercantum di
dalam Pasal 4 (2) UU RI No.32 Tahun 2014 bahwa
Penyelenggaraan Kelautan Indonesia meliputi:
a. Wilayah Laut

4

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pembangunan Kelautan,
Pengelolaan Kelautan,
Pengembangan Kelautan,
Pengelolaan ruang laut dan pelindungan
lingkungan laut,
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan
Keselamatan di Laut,
Tata Kelola dan Kelembagaan.

2. Kebijakan Pembangunan Kelautan.
Pasal 13 (1) UU RI No.32 Tahun 2014 menjelaskan
bahwa Pembangunan Kelautan merupakan bagian
dari pembangunan nasional untuk mewujudkan
Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri,
maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
Pasal 13 (2) UU RI No.32 Tahun 2014 bahwa
Pembangunan Kelautan diselenggarakan melalui
perumusan dan pelaksanaan kebijakan:
a. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan
b. Pengembangan Sumber Daya Manusia
c. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan
Keselamatan di laut.
d. Tata Kelola dan Kelembagaan.
e. Peningkatan Kesejahteraan.
f. Ekonomi Kelautan
g. Pengelolaan Ruang Laut dan Pelindungan
Lingkungan Laut
h. Budaya Bahari

Gambar 2. Kadaster kelautan ditempatkan di dalam
perspektif pemerintahan di laut
3. Metodologi
Metodologi penelitian dibagi menjadi 2 (dua) tahap
kegiatan, yakni: 1) mengevaluasi definisi-definisi
kadaster kelautan yang ada di negara non-kepulauan
yakni Australia, Kanada dan Amerika ditempatkan di
dalam perspektif Indonesia sebagai negara kepulauan. 2)
membangun definisi kadaster kelautan untuk Indonesia
sebagai negara kepulauan.

Mengingat bahwa pengelolaan sumber daya kelautan di
Indonesia sebagai negara kepulauan adalah pengelolaan
yang berbasis pada otonomi daerah, maka konsep
Pembangunan Kelautan pada UU RI No 32 Tahun 2014
akan berjalan jika setiap kabupaten/kota menjalankan
pemerintahan di laut. Pemerintahan di laut adalah segala
kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan
legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai
tujuan negara yakni mewujudkan penyelenggaraan
kelautan di Indonesia. Pemerintahan di laut berarti
melaksanakan seluruh Pasal 4 (2) UU RI No 32 Tahun
2014.

Evaluasi dilakukan berdasarkan unsur-unsur pembentuk
definisi kadaster kelautan. Setelah itu dilakukan
identifikasi dan inventarisasi unsur-unsur utama
pembentuk definisi, sehingga diketahui kesamaan unsurunsur yang ada di empat definisi kadaster kelautan
tersebut. Unsur-unsur yang memiliki kesamaan tersebut
selanjutnya akan ditempatkan di dalam kondisi dan
permasalahan pemanfaatan dan wilayah pesisir dan laut
di Indonesia sebagai negara kepulauan. Prosedur
evaluasi definisi-definisi kadaster kelautan dapat dilihat
pada Gambar 3.

Berbicara mengenai pemerintahan di laut tidak sekedar
membahas infrastruktur di laut seperti rencana
pembangunan tol laut di masa pemerintahan saat ini.
Fungsi pemerintahan di laut lebih dari itu, yakni
bagaimana setiap kabupaten/kota membangun dan
menjalankan peraturan dan perundang-undangan terkait
hak, kewajiban dan tanggungjawab di wilayah lautnya
berdasarkan batas kewenangan laut wilayah, serta
mampu mengatur kegiatan-kegiatan pengelolaan laut di
dalamnya.

Setelah evaluasi definisi-definisi kadaster kelautan dari
negara non-kepulauan selesai dilakukan, selanjutnya
adalah membangun definisi kadaster kelautan untuk
Indonesia sebagai negara kepulauan. Proses membangun
definisi kadaster kelautan dalam perspektif NKRI sebagai
negara kepulauan ditunjukkan pada Gambar 4.

Kadaster kelautan merupakan bagian dari pemerintahan
di laut, yakni sebagai sistem untuk menjalankan
pemerintahan di laut dalam menentukan batas-batas di
laut, hak/izin, kewajiban dan tanggung jawab terkait
kegiatan-kegiatan pengelolaan di laut.

5

4. Hasil dan Analisis
4.1 Hasil
4.1.1 Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan
di Australia, Kanada dan Amerika terhadap
Karakteristik NKRI sebagai Negara Kepulauan
Tabel I. Hasil Transformasi Unsur-unsur Kadaster
Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap
Karakteristik NKRI sebagai Negara Kepulauan
Unsur-unsur
Kadaster
Kelautan
1. Marine
Jurisdictions

2. Authority

Gambar 3. Prosedur evaluasi definisi-definisi kadaster
kelautan

Hasil Transformasi Unsur-unsur
Kadaster Kelautan di Australia,
Kanada dan Amerika terhadap
Karakteristik Negara Kepulauan
Indonesia
Konsep kadaster kelautan untuk
Indonesia harus memasukkan unsur
Perairan
Kepulauan
sebagai
pembeda dengan Australia, Kanada
dan Amerika sebagai negara pantai.
 Perbedaan batas kewenangan
pengelolaan laut antara Indonesia
dengan Australia, Kanada dan
Amerika.
 Konsep kadaster kelautan di
Indonesia harus memasukkan
unsur batas kewenangan laut
daerah provinsi (12mil) dan
kota/kabupaten (1/3 dari batas
kewenangan laut provinsi).

3. Right

Hak-hak yang ada di Australia,
Kanada dan Amerika dapat dijadikan
sebagai
masukan
untuk
merumuskan hak baru di Indonesia,
dengan syarat harus memperhatikan
batas kewenangan laut daerah.

4. Native Rights

Konsep kadaster kelautan untuk
Indonesia harus memasukkan unsur
pengelolaan laut adat.

5. Interests

 Interests yang ada di Australia,
Kanada dan Amerika dapat
diselenggarakan di Indonesia
dengan memperhatikan batas
kewenangan laut pemerintah
daerah
provinsi
dan
kota/kabupaten.
 Konsep kadaster kelautan di
Indonesia harus memasukkan
unsur Otonomi Daerah.

6. Restriction

Gambar 4. Prosedur merumuskan definisi kadaster
kelautan untuk Indonesia

6

Restrictions yang ada di Australia,
Kanada dan Amerika tidak dapat
diterapkan di Indonesia, disebabkan
oleh unsur kedaulatan negara
kepulauan, otonomi daerah dan
kewenangan hukum laut adat yang

Hasil sintesis unsur-unsur pembentuk definisi kadaster
kelautan ke-1, 2, 3 dan 4 dengan unsur-unsur
karakteristik NKRI sebagai negara kepulauan:

berlaku di Indonesia.
7. Responsibility

Responsibilities yang ada di Australia,
Kanada dan Amerika tidak dapat
diterapkan di Indonesia, disebabkan
oleh unsur kedaulatan negara
kepulauan, otonomi daerah dan
kewenangan hukum laut adat yang
berlaku di Indonesia.

8. Marine
Boundaries

Marine Boundaries di Australia,
Kanada dan Amerika tidak dapat
diterapkan di Indonesia, karena:
 Kedaulatan negara yang berbeda.
 Batas kewenangan laut provinsi
dan kab/kota.
 Batas laut adat yang berlaku di
Indonesia.

9. Geodetic
Reference
System

 Sistem referensi geodetik di
Australia, Kanada dan Amerika
tidak
dapat
sepenuhnya
diterapkan di Indonesia.

10. Institution

1. Kedaulatan dan Marine Jurisdiction: Perairan
pedalaman, Perairan kepulauan, Laut teritorial,
Dasar laut, Tanah di bawah laut, Sumber daya
alam.
2. Tata Ruang Geografik: Wilayah darat, Wilayah
pesisir, Wilayah lautan, Pulau-pulau, Gugusan
pulau-pulau.
3. Kepemerintahan: Pemerintah pusat,
Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah daerah
kota, Pemerintah daerah kabupaten.
4. Multikultural: Adat
5. Marine boundaries:
a. Berdasarkan jenis kegiatan pemanfaatan laut
b. Batas laut wilayah provinsi dan
kota/kabupaten
c. Batas laut adat
6. Interests:
a. Pemerintah pusat (sektor-sektor)
b. Pemerintah daerah provinsi, kota/kabupaten
c. Adat
7. Rights, Restrictions, Responsibilities.
a. Berdasarkan kedaulatan
b. Batas kewenangan laut daerah
c. Jenis kegiatan pemanfaatan (sektoral)

 Diperlukan penggunaan sistem
referensi geospasial yang sama
untuk
beragam
kegiatan
pemanfaatan di laut (dapat
ditransformasikan
ke
sistem
referensi geospasial nasional).
Konsep penyelenggaraan kadaster
kelautan di Amerika dapat dijadikan
sebagai
pendekatan
solusi
penyelenggaraan pengelolaan laut di
Indonesia.

Proses sintesis di atas hanya melibatkan unsur-unsur
yang ada di masing-masing definisi kadaster kelautan
dan unsur-unsur karakteristik NKRI sebagai negara
kepulauan, sehingga hasil sintesis hanya berupa
kerangka sintesis unsur-unsur pembentuk definisi
kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai negara
kepulauan. Selanjutnya kerangka sintesis ini akan
dikembangkan berdasarkan pendekatan teori sistem
untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan wilayah
pesisir dan laut di Indonesia.

4.1.2 Sintesis Unsur-unsur Pembentuk Definisi
Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan
Amerika terhadap Karakteristik NKRI
sebagai Negara Kepulauan

4.1.3 Pengembangan Kerangka Sintesis berdasarkan
Pendekatan
Teori
Sistem
untuk
Menyelesaikan Permasalahan Pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia
Keterkaitan penggunaan teori sistem di dalam konsep
kadaster kelautan sebenarnya dapat dilihat dari definisi
kadaster yang dirumuskan oleh FIG 1995 maupun dari
definisi kadaster kelautan yang ada saat ini, sebagai
berikut:
1. Definisi Kadaster FIG 1995: A Cadastre is
normally a parcel based, and up-to-date land
information system containing a record of
interests in land (e.g. rights, restrictions and
responsibilities).
2. Definisi ke-1 dari Australia (Hoogsteden,
Robertson dan Benwell, 1999): “Marine cadastre
is a system...... .”
3. Definisi ke-2 dari Kanada (Nichols, Monahan dan
Sutherland, 2000): “A marine cadastre is a
marine information system ........... .”

Gambar 5. Sintesis unsur-unsur pembentuk definisi
kadaster kelautan di Australia, Kanada dan
Amerika terhadap karakteristik NKRI
sebagai negara kepulauan

7

4.
5.

Definisi ke-3 dari Amerika (NOAA, 2002): “
Marine Cadastre is an informations system.....”
Definisi ke-4 dari Australia (Binns, 2004):
“Marine cadastre is a spatial boundary
management tool......”

unsur
dalam
penyelenggaraan
kelautan
Indonesia bersifat sederhana dan mudah
dipahami, tetapi jika salah satu unsur
bermasalah maka solusi untuk mengatasi
masalah tersebut tidak mudah dan sederhana.
Hasil pengembangan kerangka sintesis berdasarkan
pendekatan teori sistem, maka model fungsional definisi
kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai negara
kepulauan adalah:

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Definisi kadaster dan kadaster kelautan yang
ada bersifat teknis.
2. Empat definisi kadaster kelautan strukturnya
sudah jelas dan terbangun.
3. Definisi ke-1 bersifat general (sistem bersifat
umum),
definisi
selanjutnya
lebih
ke
implementasi sistem (sistem aplikasi).
4. Definisi ke-4 menyatakan kadaster kelautan
sebagai tool yang tetap merupakan bagian
implementasi dari sistem.

F[teori sistem (sistem kompleks dan dinamis), Rights,
Restrictions, Responsibilities, Kedaulatan dan Marine
Jurisdiction, Tata Ruang Geografik, Kepemerintahan
(Pemerintah pusat, Pemerintah daerah provinsi,
Pemerintah daerah kota/kabupaten), Multikultural
(adat), Marine boundaries (berdasarkan jenis kegiatan
pemanfaatan laut, batas kewenangan laut daerah
provinsi dan kota/kabupaten, batas kewenangan laut
adat), Interests (pemerintah pusat/sektor-sektor,
pemerintah daerah provinsi, kota/kabupaten, adat)].

Selain bertumpu pada definisi kadaster FIG 1995 dan
definisi-definisi kadaster kelautan yang ada (bersifat
internasional/global dan sudah diakui oleh beberapa
negara di dunia), pendekatan teori sistem digunakan
untuk menyelesaikan persoalan pengelolaan wilayah
pesisir dan kelautan di Indonesia sebagai negara
kepulauan, yakni:
1.
2.

3.

4.1.4 Definisi Kadaster Kelautan dalam perspektif
Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Dari model fungsional tersebut, selanjutnya membangun
definisi kadaster kelautan menggunakan kaidah-kaidah
yang berlaku, sehingga menghasilkan suatu definisi
kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai berikut:

Batas laut wilayah nasional, provinsi, kab/kota
belum sepenuhnya terwujud dan terpadu.
Peraturan
perundangan
sektoral
yang
bertampalan terkait pengelolaan wilayah pesisir
dan laut.
Persoalan pemanfaatan laut secara adat.

Kadaster kelautan adalah operasional sistem kompleks
dan dinamik dalam pengelolaan sumber daya wilayah
pesisir dan laut dalam lingkup penetapan batas laut
wilayah (restriction), batas kewenangan (right/izin dan
responsibility), yang membentuk keterpaduan antara
wilayah administrasi skala nasional, skala provinsi, dan
skala
kabupaten/kota
dengan
memperhatikan
keberadaan masyarakat adat, serta keharmonisan dan
sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Untuk menyelesaikan persoalan di atas, maka teori
sistem dapat digunakan untuk:
1.

Mengidentifikasi batas laut wilayah nasional,
provinsi, kab/kota, sistem pengelolaan laut
yang digunakan di beberapa kementerian dan
batas wilayah pemanfaatan laut secara adat.

2.

Mensinergikan batas-batas laut dan sistemsistem tersebut terkait pengelolaan wilayah
pesisir dan laut menggunakan sistem
kompleks dan sistem dinamis.

4.2

4.2.1 Analisis Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia
ditempatkan di dalam Persoalan Batas Laut
Wilayah

Sistem Kompleks merupakan sistem yang
memiliki banyak tingkatan dan sub-sistem.
Sedangkan Sistem Dinamis adalah sistem
terbuka, bergerak terus menerus, berubah,
memiliki
banyak
variasi,
dipengaruhi
hubungan sebab akibat, adanya umpan balik.
Sistem kompleks dan sistem dinamis
digunakan
sebagai
operasional
untuk
menyelesaikan masalah pengelolaan wilayah
pesisir dan laut yang dikelola oleh sistem
sektoral (12 kementerian), sistem otonomi
daerah (pemerintah provinsi dan kab/kota),
dan sistem pengelolaan laut secara adat.
3.

Analisis Definisi Kadaster Kelautan untuk
Indonesia ditempatkan di dalam Persoalan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan di
Indonesia sebagai Negara Kepulauan

1.

Sistem kompleks ditempatkan di dalam
penyelenggaraan kelautan Indonesia pada Pasal
4 (2) UU RI No.32 Tahun 2014, yakni unsur-

8

Persoalan batas laut wilayah di Indonesia adalah
bahwa batas laut wilayah baru dilakukan secara
nasional, sedangkan untuk batas laut wilayah
provinsi dan kabupaten/kota belum terwujud
dalam satu sistem (belum terpadu). Definisi
kadaster kelautan untuk Indonesia ditempatkan
di dalam persolan batas laut wilayah yakni
sebagai sistem operasional untuk melaksanakan
penetapan batas kewenangan pengelolaan
sumber daya laut sejauh 12 mil untuk provinsi
dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi
untuk kabupaten/kota yang belum dilaksanakan
oleh seluruh provinsi dan kota/kabupaten yang
ada.

2.

Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia
mengandung unsur penetapan batas laut
wilayah
(restrictions)
antara
wilayah
administrasi skala nasional, skala provinsi, dan
skala kabupaten/kota, sehingga persoalan
penetapan batas laut untuk wilayah yang saling
berdampingan maupun berhadapan dapat
terselesaikan dan terwujud keharmonisan dan
sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.

4.2.3

1.

Persoalan adat dan kearifan lokal dalam
pemanfaatan laut nasional tidak bisa dihindari
karena adat dan kearifan lokal merupakan
bagian dari sistem kebudayaan di Indonesia.
Persoalan pemanfaatan laut adat selama ini
terletak pada berlakunya konsep eksklusivitas
(penguasaan) wilayah laut yang secara
tradisional dieksploitasi oleh kelompokkelompok masyarakat adat setempat, pada
umumnya hanya meliputi wilayah penangkapan
(fishing
ground).
Penetapan
batas-batas
eksklusivitas wilayah laut tersebut dilakukan
secara adat setempat, seperti menggunakan
batas alam dan garis imajiner yang ditarik dari
batas adat darat lurus memanjang ke arah laut.
Batas antara pemanfaatan laut adat dengan laut
milik umum (public property) atau laut milik
bersama (commom property) hanya berupa garis
imajiner yang berada antara laut dangkal dan
laut dalam (Hammar, RKR. 2009). Garis imajiner
yang ditetapkan secara adat dengan metode
sederhana dan tidak memiliki informasi berupa
titik-titik koordinat menyebabkan batas-batas
tersebut bersifat relatif, mudah berubah dan
sulit direkonstruksi.Implikasi penetapan batas
laut secara adat seringkali menimbulkan
ketidakjelasan batas-batas dan saling tumpang
tindih batas, menyebabkan konflik antar desa
adat maupun konflik antara adat dengan
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
(provinsi dan kabupaten/kota).

2.

Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia
ditempatkan di dalam persoalan pemanfaatan
laut adat yakni memberikan informasi terhadap
keberadaan masyarakat adat dalam pengelolaan
sumber daya wilayah pesisir dan laut dalam
lingkup penetapan batas laut (restriction) dan
kewenangan (right/izin dan responsibility)
secara adat, sehingga dapat terwujud
keharmonisan
antara
masyarakat
adat,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

3.

Implementasi unsur right, restriction dan
responsibility di dalam pengelolaan wilayah
pesisir dan laut secara adat dapat dilakukan
dengan cara mentransformasikan batas-batas
laut adat eksisting menjadi batas-batas laut adat
yang
diakui
oleh
pemerintah
daerah
(kabupaten/kota dan provinsi), nasional,
maupun hukum laut internasional.

4.2.2 Analisis Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia
ditempatkan di dalam Persoalan Peraturan
Perundangan
yang
bertampalan
terkait
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
1.

Banyaknya peraturan perundangan terkait
pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang
diterbitkan
oleh
beberapa
kementerian
(setidaknya ada 12 kementerian memiliki
peraturan perundangan yang dijadikan acuan
dalam menyelenggarakan kegiatan pengelolaan
laut) ditambah lagi dengan peraturan
pemerintah
daerah
provinsi
dan
kabupaten/kota seringkali terjadi overlap
kebijakan, bahkan bertentangan. Persoalan
peraturan perundangan yang bertampalan
terkait pengelolaan wilayah pesisir dan laut
menunjukkan bahwa bahwa sumber daya laut
nasional dikelola secara parsial (berdasarkan
sektoral), saling berdiri sendiri (tidak
terintegrasi) dan diselenggarakan tanpa
perencanaan bersama.

2.

Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia
ditempatkan di dalam persolan peraturan
perundangan
yang
bertampalan
terkait
pengelolaan wilayah pesisir dan laut batas laut
wilayah yakni sebagai operasional sistem dalam
pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan
laut dalam lingkup penetapan batas kewenangan
(right/izin dan responsibility) yang membentuk
keterpaduan kegiatan pengelolaan wilayah
pesisir dan laut antar sektor/ kementerian,
maupun antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

3.

Unsur sistem di dalam definisi kadaster kelautan
untuk Indonesia yang terdiri dari sistem
kompleks dan dinamik digunakan untuk
mengidentifikasi sistem pengelolaan laut yang
digunakan di beberapa kementerian dan
mensinergikan sistem-sistem tersebut (sistem
yang telah ada), sehingga persoalan tumpang
tindih kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan
laut antar sektor, lintas sektor, lintas provinsi
dan lintas kabupaten/kota dapat diminimalkan
serta terwujud keharmonisan dan sinergi antar
sektor/ kementerian maupun antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.

9

Analisis Definisi Kadaster Kelautan untuk
Indonesia ditempatkan di dalam Persoalan
Pemanfaatan Laut Adat

5. Penutup
1.

Kadaster kelautan di dalam konteks negara
federal diselenggarakan berdasarkan batas
kewenangan laut pemerintah federal dan
kewenangan laut negara bagian (state) yang
tidak selalu sama, sangat dipengaruhi oleh
konstitusi yang berlaku di masing-masing
negara bagian tersebut.

2.

Definisi kadaster kelautan dari negara Australia,
Kanada dan Amerika dibangun berdasarkan
batas yurisdiksi laut federal dan negara bagian
(state), serta konstitusi sebagai negara pantai
dalam mengelola dan mengatur sumber daya
kelautan.

3.

Definisi-definisi
kadaster
kelautan
dari
Australia, Kanada dan Amerika sebagai negara
non-kepulauan digunakan di dalam aspek
keilmuan untuk pengembangan keilmuan
kelautan.

4.

Definisi-definisi kadaster kelautan dari negara
Australia, Kanada dan Amerika tidak dapat
diterapkan di wilayah pesisir dan laut Indonesia.

5.

Perbedaan
unsur-unsur
utama
kadaster
kelautan di negara Australia, Kanada dan
Amerika terhadap kondisi pemanfaatan wilayah
pesisir dan laut di Indonesia, serta konstitusi
negara Indonesia sebagai negara kepulauan
terletak pada unsur wilayah laut, sistem
kepemerintahan dan persoalan laut adat.

6.

Pengelolaan kadaster kelautan untuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
kepulauan memiliki tingkat kompleksitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan
kadaster kelautan untuk negara non-kepulauan.

7.

Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia
dibangun menggunakan kerangka sintesis
unsur-unsur definisi kadaster kelautan dari
Australia, Kanada dan Amerika sebagai negara
non-kepulauan,
ditambah
unsur-unsur
karakteristik NKRI sebagai negara kepulauan,
dan pendekatan teori sistem.

8.

Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia tidak
hanya digunakan di dalam aspek keilmuan,
tetapi digunakan di dalam aspek kerekayasaan
untuk menyelesaikan masalah pembangunan
kelautan di Indonesia.

9.

Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia
dirumuskan dalam bentuk kata kerja (bukan
sebagai kata benda seperti beberapa negara
lain) sebagai tindakan aktif/ sistem operasional
untuk Penyelenggaraan Kelautan Indonesia (UU
RI No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan).

Daftar Pustaka
Abdulharis, R., Djunarsjah, E., dan Hernandi, A. (2008):
Stakeholder Analysis on Implementation of
Marine Cadastre in Indonesia, Proceedings FIG
Working Week, Stockholm, Swedia.
Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku (2011): Maluku
dalam Angka 2011.
Bakry, N.M. (1996): Logika Praktis, YP.Fakultas Filsafat
UGM, Yogyakarta.
Binns, A. (2004): Defining a Marine Cadastre: Legal and
Institutional Aspects. Thesis. Departemen of
Geomatics, The University of Melbourne,
Australia.
Binns, A., Rajabifard, A., Collier, P.A dan Williamson, I.
Developing the Concept of a Marine Cadastre: An
Australia Case Study, Departemen of Geomatics,
The University of Melbourne, Australia.
Davis, G.B. (1991): Kerangka Dasar Sistem Informasi
Manajemen. Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta.
Djalal, H. (2003): Mengelola Potensi Laut Indonesia,
Jakarta, 14 Februari 2003.
Djalal, H. (2014): Indonesia dan Konvensi Hukum Laut
PBB 1982.
Djunarsjah, E. (2008): The Study on the Technical and
Legal Aspect of Marine Cadastre in Indonesia
Toward Natural Resources Preservation and
Sustainable Development, LPPM – ITB, Bandung.
Falah. (2010): Kajian Aspek Teknik Kadaster Kelautan
Tiga Dimensi (Studi Kasus: Pesisir Kota
Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau), Tugas
Akhir, Program Studi Geodesi dan Geomatika,
ITB.
Faridha, D. (2010): Identifikasi Objek-Objek Kadaster
Perairan Laut Kurang dari Dua Belas Mil Laut
dari Garis Pangkal Kepulauan, Tugas Akhir,
Program Studi Geodesi dan Geomatika, ITB.
Fraser, R., Todd, P., dan Collier, P. (2003): Issues In The
Development Of a Marine Cadastre, Department
of Geomatics, The University of Melbourne,
Australia.
Grand Desain Pembangunan Desa. (2009)
Hammar, R.K.R. (2009): Hak Ulayat Laut dalam
Perspektif Otonomi Daerah di Kepulauan Kei
dan Papua. Jurnal Mimbar Hukum Vo.21 No.2.
Handayaningrat, S. (1989): Administrasi Pemerintahan
Dalam Pembangunan Nasional, CV H Masagung,
Jakarta.
Harbimaharani, H. (2010): Kajian Terhadap Kebijakan
Kadaster Perairan Laut, Tugas Akhir, Program
Studi Geodesi dan Geomatika, ITB.
Hasymi, F. (2008): Penetapan Batas Laut Daerah sebagai
Pendukung Penerapan Kadaster Kelautan di
Indonesia, Tugas Akhir, Program Studi Geodesi
dan Geomatika, ITB.
Hernandi, A., Abdulharis, R., Hendriatiningsih, S., dan
Ling, M. (2012): An Institutional Analysis of
Customary Marine Tenure in Maluku: Towards

10

Implementation Marine Cadastre in Indonesia,
Proceedings FIG Working Week, Roma, Italia.
Imron. (2010): Identifikasi Objek-Objek Kadaster
Perairan Laut di Luar 12 Mil Laut, Tugas Akhir,
Program Studi Geodesi dan Geomatika, ITB.
Indrajit. (2001): Sistem Informasi dan Teknologi
Informasi. Gramedia, Jakarta.
Jogiyanto, H.M. (2005): Analisis dan Desain Sistem
Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan
Praktek Aplikasi Bisnis, Andi Yogyakarta.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(2013)
Kusumastanto, T. dan Satria, A. (2007): Strategi
Pembangunan Desa Pesisir Mandiri.
Ng'ang'a., Nichols., Sutherland., dan Cockburn. (2001):
Towards A Multidimensional Marine Cadastre in
Support of Good Ocean Governance, Canada.
Ng'ang'a., dan Nichols. (2002): The Role of Bathymetry
Data in a Marine Cadastre: Lessons from The
Proposed Musquash Marine Protected Area,
University of New Brunswick Canada.
Rais, J. (2002): Memperkenalkan Konsep Kadaster Laut
di Indonesia. Prosiding FIT ISI, Jurusan Teknik
Geodesi Fakutlas Teknik Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Rais, J, (2003): Agraria atau Pertanahan.
Rais, J. (2004): Menata Ruang Laut Terpadu, PT Pradyana
Paramita, Jakarta.
Rais, J. (2009): Pengantar Kadaster Laut di Indonesia,
Jurnal ISI-UNDIP, Semarang.
Sasmojo, S. (2004): Science, Teknologi, Masyarakat dan
Pembangunan.
Simatupang, T.M. (1995): Pemodelan Sistem, Penerbit
Nindita-Klaten.
Solomon, R.C. (1985): Introducing Philosophy: A Text
With Readings,
3rded.,
Harcourt
Brace
Jovanovich, Inc., Florida.
SULASDI, W.N. (2010): Tingkat Realisasi Pemetaan
Komponen-Komponen
Integralistik
dalam
Perekayasaan Wilayah Pesisir dan Lautan di
Indonesia, Pidato Ilmiah Guru Besar Institut
Teknologi Bandung.
SULASDI, W.N. (2007): Optimisasi Perekayasaan
Hidrografi, Wilayah Pesisir dan Laut, Kelompok
Keahlian Sains dan Rekayasa Hidrografi, ITB.
Sulistiyo, B. (2004): Sebuah Pemikiran Kadaster Laut
sebagai Langkah Menuju Penataan Wilayah Laut,
Jurnal, Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Sumaryo. (2007): Arti Penting Penetapan dan Pengasan
Batas Daerah di laut Dalam Rangka Pemberian
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3),
Jurnal, Teknik Geomatika ITS, Surabaya.
Tamtomo, J.P. (2004): The Needs for Building Concept
and Authorizing Implementation of Marine
Cadastre in Indonesia, Jurnal, Indonesia.
Tamtomo, J.P. (2006): Analisis Kebijakan Pemanfaatan
Ruang Pesisir dan Laut dalam Kerangka “Marine
Cadastre” (Sudi Kasus di Wilayah Pulau Bintan,

Kabupaten Kepulauan Riau), Disertasi Program
Doktor, IPB.
UN-FIG. (1999): The Bathurst Declaration on Land
Administration for Sustainabl Development.
Report from the UN-FIG Workshop on "Land Tenure
and Cadastral Infrastructures for Sustainable
Development", Bathurst, NSW,Australia.
Vaez., S. (2009): Marine Cadastres and Marine
Administration, Short Course on Modern
Cadastres and Land Administration, University
of Melbourne, Australia.
Wahyono, A. (2000): Hak Ulayat Laut di Kawasan Timur
Indonesia, Media Pressindo, Jakarta.
Wisayantono, D. (2009): Optimisasi Spasial Ratio Lahan
dalam Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir
secara Berkelanjutan, Disertasi Program Doktor,
ITB.
Widodo, S. (2004): Relationship of Marine Cadastre and
Marine Spatial Planning in Indonesia, Jurnal,
Indonesia.
Yuwono. (2006): Pemanfaatan Survai dan Pemetaan Laut
untuk Menyongsong Kadaster Laut (Marine
Cadastre), Jurnal, Teknik Geomatika FTSP-ITS.
Zaenudin, D. (2008): Kajian Aspek Legal dalam
Penerapan Kadaster Kelautan di Provinsi
Maluku, Tugas Akhir, Program Studi Geodesi dan
Geomatika, ITB.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan
Permendagri No.76 Tahun 2012 tentang Penegasan
Batas Daerah

11