PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DALAM KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

COLLECTION OF VALUE ADDED TAX IN OWN BUILDING ACTIVITY IN TOWN BANDAR LAMPUNG

Oleh

FITRI AGISTA P

Tax is one of the main sources of income in carrying out the construction of the State Government. Tax role for the State in Indonesia divided into two main functions, mamely the function of the budget (budgetair) and function set (regulered). Value Added Tax (PPN) is one of the types of taxes collected by the Central Government under the Law 42 in 2009. The Velue Added Tax (PPN) Activity Build Your Own (KMS) is one type of tax collected by the government in the scope of activities to buildings that do not in the business activity or employment by the individual or entity, the results of which ore used alone or used by another party.

Problems studied are how the KMS implementation of PPN collection in the city of Bandar Lampung and what are the factors inhibiting the implementation of PPN in the KMS. Approach to the problem which is used in this research is normative juridical approach and impirical jurisdiction. Secondary data derived from legislation and literature, while primary data obtained from field study throught interviews. The data is processed and analyzed qualitatively.

The research concludes that the implementation of PPN in KMS are set in the specifit rules of Article 16C PPN Act and the Minister of Finance Regulation No. 163 / PMK.03 / 2012, that the implementation of PPN in the KMS start to tax determination, determination of PPN rates in the KMS tax object, Determination taxshall PPN in KMS, Object mandatory tax deposit, and the object shall report the deposite PPN tax in the KMS. Factors that inhibit the implementation of PPN in the KMS is not yet understoot Society regarding PPN in KMS, the taxpayer does not make a deposit in accordance with a predetermined peratuaran, area, insufficient number of officers of the PPN collection in KMS.

STO Telok Betong should conduct education and socialization of the implementation of PPN in KMS in Bandar Lampung so that people are aware and understand and can comply with the applicable rules.


(2)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DALAM KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

FITRI AGISTA P

Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan Negara. Peran pajak bagi Negara di Indonesia dibedakan dalam dua fungsi utama yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulered). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang di pungut oleh Pemerintah Pusat berdasarkan UU No. 42 tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) merupakan salah satu jenis pajak yang di pungut oleh pemerintah dalam ruang lingkup kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pribadi atau badan, yang hasilnya digumakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan pemungutan PPN dalam KMS i di kota Bandar Lampung dan apa saja faktor penghambat pelaksanaan PPN dalam KMS. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data sekunder berasal dari peraturan perundang-undangan dan literatur, sedangkan data primer diperoleh dari studi lapangan melalui wawancara. Data diolah dan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian bahwa pelaksanaan PPN dalam KMS diataur dalam aturan khusus Pasal 16C UU PPN dan dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012, bahwa pelaksanaan PPN dalam KMS mulai dari Penentuan objek pajak, Penentuan tarif PPN dalam KMS objek Pajak, Penentuan saat terutangnya PPN dalam KMS, Objek pajak wajib setor, dan Objek pajak wajib melaporkan penyetoran PPN dalam KMS. Faktor yang menghambat dalam pelaksanaan PPN dalam KMS adalah Masyarakat belum paham mengenai PPN dalam KMS, wajib pajak tidak melakukan penyetoran sesuai dengan peratuaran yang telah ditetapkan, luas wilayah, kurangnya jumlah petugas pelaksana pemungutan PPN dalam KMS.

KPP Pratama Teluk Betung seharusnya mengadakan penyuluhan data sosialisasi tentang adanya pelaksanaan PPN dalam KMS di Kota Bandar Lampung agar masyarakat sadar dan memahami serta dapat mematuhi aturan yang berlaku. Kata kunci : Pelaksanaan, Pajak, PPN KMS


(3)

PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DALAM KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh FITRI AGISTA P

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DALAM KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

SKRIPSI

Oleh FITRI AGISTA P

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 5

1.2.1 Rumusan Masalah... 5

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak ... 8

2.1.1 Macam-macam Pajak Pusat ... 9

2.1.2 Macam-macam Pajak Daerah ... 9

2.1.3 Asas Pemungutan Pajak ... 10

2.1.4 Hambatan Pemungutan Pajak ... 11

2.2 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 12

2.2.1 Subjek Pajak ... 15

2.2.2 Objek Pajak... 16

2.2.3 Rumus Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 18

2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak ... 18

2.3 Dasar Hukum PPN KMS ... 20

2.4 Pajak Pertambahan Nilai PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) ... 21

2.4.1 Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri ... 21

2.4.2 Tarif Dasar Pengenaan PPN atas KMS ... 22

2.4.3 Saat dan tempat pajak serta penyetoran dan pelaporan PPN Atas KMS ... 22

2.4.4 Hal yang perlu diperhatikan dalam penyetoran PPN atas KMS ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 25

3.1.1 Pendekatan Normatif ... 25

3.1.2 Pendekatan Empiris ... 25

3.2 Sumber Data ... 25

3.2.1 Data Primer ... 26

3.2.2 Data Skunder ... 26


(6)

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 27

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ... 28

3.4 Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung ... 30

4.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung ... 30

4.1.2 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung dalam Angka ... 32

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung ... 32

4.1.4 Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung ... 33

4.1.5 Tugas dan Fungsi Instansi ... 38

4.2 Pelaksanaan Pemungutan PPN atas KMS di Kota Bandar Lampung ... 40

4.2.1 Pelaksanaan Pemungutan PPN atas KMS ... 41

4.2.1.1 Ruang Lingkup PPN atas KMS ... 43

4.2.1.2 Pengenaan PPN atas KMS ... 43

4.2.2 Pengawasan PPN atas KMS ... 45

4.3 Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Pemungutan PPN atas KMS ... 52

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 55


(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirohmannirhim.

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas karunia dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “ Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri di Kota

Bandar Lampung “.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung. Terselesainya skripsi ini tak luput dari bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Yuswanto, S.H, M.Hum., sebagai pembimbing I (satu) yang telah memberikan waktu, saran, dan bimbingan.

2. Ibu Marlia Eka Putri, S.H, M.H., sebagai pembimbing II (dua) yang telah memberikan waktu, saran, dan bimbingan.

3. Ibu Nurmayani, S.H, M.H., sebagai pembahas I (satu) yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun.

4. Ibu Eka Deviani, S.H, M.H., sebagai pembahas II (dua) yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun.

5. Bapak Ahmad Syofyan, S.H, M.H., sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberikan waktu, dan saran.

6. Ibu Upik Hamidah, S.H. M.H., sebagai Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Lampung.


(10)

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum khususnya Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Unila.

9. Seluruh staf T.U. Fakultas Hukum Khususnya Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Lampung.

10.Semua guru- guruku dari TK, SD, SMP, SMA. Terimakasih atas semua ilmu pengetahuan yang telah diberiakan peneliti.

11.Bapak Reza Fidi Rizkiana sebagai Subbagian Umum di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung, atas bantuan selama peneliti melakukan penelitian.

12.Bapak Atang Darmawan sebagai Seksi Ekstensifikasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung, atas bantuan selama peneliti melakukan penelitian.

13.Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., terimakasih atas ilmu dan bantuannya kepada peneliti selama peneliti melakukan penelitian.

14.Ayah dan Ibuku tercinta H. Parman dan Hj. Sri Puji Astuti, Masku Yudi Afriansyah, Mbak Iparku Elinda Safitri S.Kep, Ponakan tersayang Keenan Adelio Perkasa, yang telah memberikan doa serta dukungannya baik moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15.Noviyanto, seseorang yang sangat Special yang telah membarikan motivasi, dan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.


(11)

16.Keluarga besar khusus nya Mbah Sumadi, Lek Tati, Lek Sis, Lek Tun, Mbak Siti, Mbak Erna, Mas Eki, terimakasih telah memberikan dukungan dan doa kepada peneliti untuk menyelesaikan sekripsi ini.

17. Saudara- saudaraku Cucu Kartini, Eka Indah Yulianti, Firda Tri Lestari, Ririn Regilia Putri, dan Viveeke Rizkiananda, Terimakasih atas jasa-jasa dan pengorbanan kalian, kenangan manis dan sedih kita takkan pernah terlupakan. 18.Teman-teman seperjuangan bagian Hukum Administrasi Negara yang telah

banyak membantu dalam penyusunan sekripsi ini, “ Abi Zuliansyah, S.H., Amillia Rahayu, S.H., Dewi Ambasador, S.H., Iis Priatun, S.H., Eka Purnama, S.H., Mardotillah, S.H., Maharani Nurdin, S.H., Hendra Prasetiyo, Anissa Toriki ” trimakasih atas bantuan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 19.Teman – teman Fakultas Hukum “ Lia Aprillia, Gesta Aldilla M, Dian

Anggraeni, Eva Rahmaniyah, Elsha Venca, Diantri Puspa ” terimakasih telah menjadi teman terbaik selama berada di Fakultas Hukum.

20.Teman KKN Desa Pesawaran Indah tahun 2014 “ Nafisah, Fadil, Bang Adi, dan Nita “ terimakasih atas bantuan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.


(12)

21.Almamater UNILA tercinta.

Semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada peneliti akan mendapat rahmat dan amal ibadah dari ALLAH SWT, Amin. Dalam penulisan ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata penulis berharap Sekripsi ini mendatangkan manfaat bagi pembaca, amin…….

Bandar Lampung, Peneliti


(13)

MOTO

Tiada yang mudah dan tiada yang tak mungkin

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.

(Evelyn Underhill)

Barang siapa bersungguh-sungguh sesungguhnya kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri


(14)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah…… dengan ridha-Mu ya Allah….. Amanah ini telah selesai, sebuah langkah usai sudah.

Cita-cita telah ku gapai, namun itu bukan akhir dari perjalanan ku, melainkan awal dari sebuah perjalanan.

Ayah….. ibu

Tiada cinta yang paling suci selain kasih sayang Ayah dan Ibuku Setulus hatimu Ibu, searif arahanmu Ayah

Doamu hadirkan keridhaan untukku, Petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malammu

Dan sebait doa telah merangkul diriku, Menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studiku

Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah, Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat

suka maupun duka, selalu setia mendampingi, yang termulia, Ayahku……dan Ibuku……

Terimakasih atas cintanya, perhatian, kasih syang dan dukungan yang tak ternilai dalam hidupku

semoga karya ini dapat mengobati beban kalian Serta Untuk Almamater UNILA tercinta.


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gisting Tanggamus pada tanggal 09 Maret 1993, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari keluarga Bapak H. Parman dan Ibu Hj. Sri Puji Astuti.

Pendidikan yang telah diselesaikan adalah Taman Kanak – kanak (TK) Aisyah Gisting diselesaikan tahun 1999; Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah 1 Gisting diselesaikan tahun 2005; Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negri 1 Gisting diselesaikan tahun 2008; Sekolah Menengah Atas (SMA) Printis 2 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan mengambil minat Hukum Administrasi Negara. Penulis melakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Teluk Betung Bandar Lampung untuk melengkapi bahan skripsi.


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan Negara. Peran pajak bagi Negara di Indonesia dibedakan dalam dua fungsi utama yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulered). Dalam fungsi anggaran (budgetair).1 Pajak adalah salah satu sumber pendapatan Negara, untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan. Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada pemerintah yang ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang.

Sementara Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara, sehingga hokum pajak tersebut merupakan hokum publik yang mengatur hubungan Negara dan orang-orang atau badan badan hokum yang berkewajipan membayar pajak,

1


(17)

2

serta bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan penguasa dengan warganya.2

Hukum pajak dibedakan atas hukum pajak materil dan hukum pajak formal. Hukum pajak materil, memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan pajak dan siapa siapa yang dikecualikan dengan pajak berapa yang harus dibayar. Hukum pajak formal, memuat ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak materil menjadi kenyataan. Dengan demikian hukum pajak menerangkan ;3 1. siapa-siapa wajib pajak dan apa kewajiban mereka terhadap pemerintah; 2. objek-objek apa yang dikenakan pajak;

3. cara penagihan;

4. cara mengajukan keberatan dan sebagainya.

Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Dasar Hukum Pajak yang tertinggi adalah Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang.”Asas Undang-undang Pajak yang Universal adalah Undang-undang pajak harus berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemikul beban pajak sesuai dengan kemampuan rakyat, nondiskriminasi, menjamin kepastian hukum, serta mengatur adanya hak dan kewajiban yang seimbang antara rakyat dan Negara. Hak-hak wajib pajak harus dijaga dan benar-benar dihormati dan

2

Adrian,Sutedi. Hukum Pajak. 2011.Sinar Grafika. Jakarta , hlm. 6.

3

Ahmadi, Wiratni. Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak.2006. PT. Rafika Aditama.Bandug, hlm.


(18)

3

dalam menjalankan hukum pajak, pemerintah tidak boleh bersikap sewenang-wenang atau otoriter.4

Pajak yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yang ditinjau dari cara pemungutanya, dibagi dua :

1. Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan harus ditanggung oleh wajib pajak sendiri, dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perseroan (PPs), Pajak Kekayaan, Pajak deviden, Pajak bunga deposito, Pajak Kendaraan Bermotor (BKB), Bea Balik Nama (BBN), dan sebagainya.

2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pemungutannya dapat dialihkan kepada orang lain. Contoh : Pajak penjualan (PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, Pita Rokok, Pajak Tontonan, Bea Matrai, Bea Masuk (Pajak Impor), Pajak Ekspor dan sebagainya.

Dari jenis pajak tersebut di atas yang tentu saja hal ini dapat menambah pendapatan Negara salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang merupakan salah satu pajak yang menyumbangkan pendapatan Negara. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang di pungut oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada dasarnya meliputi seluruh penyerahaan barang dan jasa. Nilai terhadap barang dan jasa

4

Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak Edisi Keempat. 2010. PT. Refika. Bandung , hlm. 21.


(19)

4

tertentu, hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong kegiatan ekonomi dan kestabilitas sosial.5Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP.Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.6Ada pula Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kegiatan Membangun Sendiri (KMS). Kegiatan Membangun Sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pribadi atau badan, yang hasilnya digumakan sendiri atau digunakan pihak lain. 7

Kemudian dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 4 dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kontruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,dan/atau baja.

b. Diperuntungkan bagi timpat tinggal dan tempat kegiatan usaha. c. Luas keseluruhan paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi)

5

Untung, Sukardi. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. 2008. PT. Raja Gravindo Persada.Jakarta, hlm. 5

6

Untung, Sukardi. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia.2007. PT. Raja Gravindo Persada.Jakarta, hlm. 23.

7


(20)

5

Jadi kegiatan membangun sendiri (KMS) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila memenuhi definisi dan kriteria sebagaimana yang dijelaskan diatas.

Maka berdasarkan uraian diatas peneliti sangat tertarik untuk mengadakan suatu peneitian dengan judul “Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegian Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung”.

1.2Rumusan Masalah dan RuangLingkup 1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah;

1. bagaimanakah Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membagun Sendiri (KMS) di Kota Bandar Lampung ?

2. apa sajakah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung ?

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup pembahasan, yaitu kajian dibidang Hukum Administrasi Negara mengenai Pemungutan Pajak pada umumnya membahas bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) dan faktor apakah yang menjadi penghambat dalam menjalankan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) di Kota Bandar Lampung pada tahun 2014.


(21)

6

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan penelitian ini antara lain adalah ;

1. untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) di Kota Bandar Lampung;

2. untuk mengetahui apa saja faktor penghambat pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) untuk pemenuhan ke Kas Negara di Kota Bandar Lampung.

1.4Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu Hukum di bidang Hukum Administrasi Negara, yaitu tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) di Kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Praktis

a. Kegunaan penelitian ini sebagai informasi bagi pihak terkait khususnya masyarakat lebih memahami bagaimanakah Pengaturan Hukum Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri dan faktor penghambat pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung, serta Memberikan tambahan literatur dan sumber bacaan, sehingga dapat menjunjung ilmu pengetahuan di bidang Hukum Administrasi Negara dalam lingkup Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung.

b. Memperluas pengetahuan peneliti tantang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung


(22)

7

sebagai upaya pemenuhan ke Kas Negara di Kota Bandar Lampung dan salah satu syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan program Strata Satu pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(23)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Pajak

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Secara umum pajak adalah iuran rakyat kepaa kas Negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.1

Sedangkan pengertian pajak berdasarkan Pasal 1 Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak disebutkan bahwa pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, termasuk bea masuk dan cukai dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku2.

Dari pengertian pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima unsur dalam pengertian pajak yaitu :

1. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.

1

Andrian, Sutedi.Hukum Pajak. 2011. PT. Sinar Gravika.Jakarta, hlm. 2

2

Ahmadi, Wiratmi. 2006. Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. PT. Rafika Aditama. Bandung, hlm. 6.


(24)

9

2. Sifatnya memaksa.

3. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.

4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, baik pembangunan maupun rutin.

2.1.1 Macam-Macam Pajak Pusat

Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). 4. Bea Materai.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

2.1.2 Macam-Macam Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :3

1. Pajak Propinsi

a. Pajak Kendaraan Bermontor dan Kendaraan di Atas Air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

3


(25)

10

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten/ Kota a. Pajak Hotel.

b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame.

e. Pajak Penerangan Jalan.

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. g. Pajak Parkir.

2.1.3 Asas Pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutanya, sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inguiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut ;

1. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak ( ability to pay ) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil


(26)

11

dimaksutkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta. 2. Certaity

Pendapatan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang.Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengatahui secara jalas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

3. Convenience

Kapan wajib pajak ini harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh: pada saat-saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan pajak ini disebut pay as you earn.

4. Economy

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak.

2.1.4 Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi ; 1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain;

 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

 Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.


(27)

12

2. Perlawanan aktif meliputi semua usaha perbuatan secara langsung diajukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain ;

Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

Tax evasion, Usaha meringankan pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

2.2Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.4

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yangdipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

4

Untung,Sukardi.Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. 2007. Raja Grafindo. Jakarta. Hlm 1.


(28)

13

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 %. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang-Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009.

PPN merupakan pajak yang dikenakan pada transaksi yang terjadi atas penyerahan barang dan jasa kena pajak di Indonesia.Nilai PPN ditambahkan pada harga pokok barang dan jasa yang diperjual belikan. Karena PPN merupakan pajak tidak langsung, maka yang menyetor pajak tersebut bukanlah penanggung, melainkan penjual (pihak yang menyerahkan barang dan jasa tersebut). Penanggung merupakan pihak pembeli atau penyewa serta pembayar transaksi barang dan jasa.Dengan demikian, penanggung dapat berupa konsumen komersil (non-korporat), atau pelanggan bisnis.

Berikut adalah beberapa istilah yang berhubungan dengan PPN ;

1. masa Pajak : jangka waktu yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu periode tertentu. Umumnya satu masa pajak adalah satu bulan.

2. BKP : Barang Kena Pajak. 3. JKP : Jasa Kena Pajak.

4. PPnBM : Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

5. Daerah Pabean : wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


(29)

14

6. PKP : Pengusaha Kena Pajak.

7. DPP : Dasar Pengenaan Pajak yaitu harga jual pokok sebelum dikenakan pajak. 8. Nilai ekspor : merupakan nilai (uang) atas barang yand diekspor termasuk

semua biaya yang terkandung di dalamnya.

9. Nilai impor : nilai (uang) atas barang yang diimpor yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai.

10.SPT Masa PPN 1111 adalah formulir terbaru terbitan tahun 2011 yang digunakan untuk melaporkan PPN.

11.SPT Masa PPN 1111Dm adalah formulir terbaru terbitan tahun 2011 yang digunakan untuk melaporkan PPN khusus PPN masukan yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, biasanya digunakan bagi PKP yang melakukan transaksi (penyerahan) kendaraan bermotor bekas atau emas perhiasan.

12.Pajak Pemasukan : adalah Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung PKP saat membeli barang atau jasa kena pajak, dan merupakan pajak terutang penjual yang harus dilaporkan oleh penjual.

13.Pajak Pengeluaran : adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang PKP, dan diperoleh saat PKP menyerahkan/menjual barang atau jasa kena pajak. Pajak ini merupakan tanggungan pembeli/pelanggan, dan merupakan kewajiban PKP untuk menyetor dan melaporkannya kepada kantor pajak setempat.


(30)

15

Berdasarkan Pasal 2 angka 2 UU No. 28 Tahun 2007 , Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

2.2.1 Subjek Pajak

Subjek Pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tapi bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak dan disebut wajib pajak. Yang termasuk subjek pajak adalah ;5

1. pemikul beban Pajak

Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 (“PP No. 1Tahun 2012”) mengatur bahwa pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng (tanggung jawab kepada pihak berikutnya secara berurutan) atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, ketentuan tersebut tidak diberlakukan dalam hal ;

5


(31)

16

a. pajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada penjual barang atau pemberi jasa;

b. pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual barang atau pemberi jasa.

2. Penanggung Jawab Pembayaran Pajak Terutang ke Kas Negara

Pasal 2 ayat (1) PP No. 1 Tahun 2012 mengatur bahwa Pengusaha yang melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana disebutkan dalam Bagian Kedua – Nomor 2 artikel ini (Objek Pajak), kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha yang sudahdikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.6

2.2.2 Objek Pajak

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan atas kegiatan-kegiatan antara lain ;7

1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2. impor Barang Kena Pajak; 6

Untung,Sukardi.Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. 2007. Raja Grafindo. Jakarta, hlm. 65.

7


(32)

17

3. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 4. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 5. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Paja.

Pengecualian Objek Pajak

Berdasarkan Pasal 4A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagai berikut ;

1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;

2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti beras, jagung dan kedelai;

3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan

4. uang, emas batangan dan surat berharga.

Sementara itu, jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa antara lain sebagai berikut:

1. jasa pelayanan kesehatan medik; 2. jasa pelayanan sosial;


(33)

18

2.2.3 Rumus Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai 1. Dasar Pengenaan Pajak

Pasal 9 ayat (1) PP No. 1 Tahun 2012 mengatur bahwa dasar pengenaan pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, meliputi jumlah: a. harga jual;

b. harga penggantian; c. nilai impor;

d. nilai ekspor;

e. nilai lain (misalnya untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran)

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 7 UU No. 8 tahun 1983 mengatur bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). Selain itu, tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

1. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; 2. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; 3. ekspor Jasa Kena Pajak.

2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak

Berkenaan dengan sistem pemungutan pajak, terdapat beberapa sistem, yakni sebagai berikut :8

1. Self Assessment

Self Assesment adalah suatu sistem pemungutan pajak yang wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan

8


(34)

19

undang-undang perpajakan. Dalam tata cara ini kegiatan pemungutan pajak diletakkan kepada aktivitas masyarakat sendiri, yang wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

a. Menghitung sendiri pajak yang terutang.

b. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang.

c. Membayar sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.

d. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

Tata cara ini berhasil dengan baik kalau masyarakat sendiri mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi.

Ciri-ciri sistem Self Assessment adalah: a. Adanya kepastian hukum.

b. Sederhana penghitungannya.

c. Mudah pelaksanaan

d. Lebih adil dan merata.

e. Penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak.

2. Official Assessment

Official Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak, yang aparatur perpajakan menentukan sendiri (di luar wajib pajak) jumlah pajak yang terhutang. Dalam sistem ini inisiatif dan kegiatan dalam menghitung dan pemungutan pajak sepenuhnya ada pada aparatur perpajakan. Sistem ini akan berhasil dengan baik kalau aparatur perpajakan baik kualitas maupun kuantitasnya telah memenuhi kubutuhan.


(35)

20

3. Witholding System

Witholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak, yang penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga oleh pemerintah ( semi self assessment )

2.3 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)

Latar belakang diadakannya PPN dalam KMS adalah sebagai satu cara dari pemerintah untuk melakukan kegiatan pemerataan antara masyarakat yang memiliki penghasilan dan kemampuan lebih dengan masyarakat menengah kebawah dengan presentase pajak yang berbeda sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku yang digunakan untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Pelaksanaan PPN dalam KMS berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 163/PMK.03/2012 tentang Batasan Dan Tata Cara Pengenaan PPN dalam KMS. Peraturan yang digunakan sebelumnya KMK 554/KMK.04/2000 stdd KMK 320/KMK.03/2002 yang diubah dengan Peraturan Mentri Keuangan No. 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN dalam KMS dan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PPN KMS diubah kembali dengan Peraturan Mentri Keuangan No. 163/PMK.03/2012. Dasar Hukum PPN dalam KMS pada Pasal 16C UU PPN, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Mentri Keuangan.


(36)

21

2.4 Pajak Pertambahan Niai atas Kegiatan Membangun Sendiri 2.4.1 Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri

Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri yang dikutip dari Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 adalah “Kegiatan membangun

bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.

Kemudian dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 4 dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Kontruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,dan/atau baja.

2. Diperuntungkan bagi timpat tinggal dan tempat kegiatan usaha. 3. Luas keseluruhan paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi)

Jadi Kegiatan Membangun Sendiri akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila memenuhi definisi dan kriteria sebagaimana yang dijelaskan tersebut.9

9


(37)

22

2.4.2 Tarif dan Dasar Pengenaan PPN atas KMS Tarif dan dasar Pengenaan Pajak meliputi ;

a. kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

b. dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

c. termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.

Dasar Pengenaan Pajak atas perhitungan PPN Kegiatan Membangun Sendiri diatas hanyalah pembelian bahan baku material bangunan dan biaya upah pekerja dalam rangka pembangunan rumah tersebut, hal ini sesuai dengan Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 ayat 2 yang menyebutkan

bahwa “Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua

puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk

membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah”

2.4.3 Saat dan Tempat Pajak serta Penyetoran dan Pelaporan PPN atas KMS

1. Saat dan Tempat Pajak

a. Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat mulai dibangunnya bangunan.


(38)

23

b. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

c. Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

2. Penyetoran Dan Pelaporan

a. PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan pada setiap bulannya, harus disetorkan seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

b. Dalam hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.

c. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan SSP lembar ketiga bukti setoran PPN paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

d. Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.


(39)

24

2.4.4 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam Penyetoran PPN atas KMS Mengacu pada Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5,7, dan 8 terdapat hal yang harus diperhatikan dalam penyetoran PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yaitu :10

1. Dalam hal tempat bangunan yang didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pertama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut. 2. Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor

Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Kolom NPWP diisi dengan :

1) Angka 0 (nol) pada 9 (Sembilan) digit pertama;

2) Angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pertama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya;

3) Angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

10


(40)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Untuk membahas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) di Kota Bandar Lampung, maka cara pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua cara yaitu:

3.1.1 Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah, mengutip dan mempelajari ketentuan atau peraturan – peraturan perundang – undangan dan literatur yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang diteliti.

3.1.2 Pendekatan Empiris

Pendekatan Empiris yaitu pendekatan masalah melalui penelitian lapangan untuk mengetahui secara langsung bagaimana penerapan perundang-undangan yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung berdasarkan fakta yang ada.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut :


(41)

26

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan mengadakan studi lapangan dengan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang mengetahui mengenai persoalan yang sedang diteliti yaitu, pihak-pihak yang berwenang dalam Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiatan Membangun Sendiri.

3.2.2 Data Sekunder

data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan hukum yang terdiri :

1. Bahan Hukum Primer

Yaitu hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya, antara lain :

a. Undang-undang No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

b. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 8 tahun 1983.

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

d. Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Pasal 16 c

2. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang bersumber dari buku-buku hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer yang bersumber dari perundang-undangan dan dokumen hukum dan bahan hukum


(42)

27

sekunder yang bersumber dari buku-buku ilmu hukum dan tulisan–tulisan hukum lainnya.Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan yang bersumber dari hasil wawancara dengan responden yang terlibat langsung atau berhungan dengan pembahasan dan penelitian ini. Selain itu terdapat pula data tersier yang berupa bahan-bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa.

2. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan buku sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainya.Bahan hukum yang di perlukan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. Dalam hal ini buku-buku serta situs-situs yang ada di internet.

3.3 Prosedur Pengumpulan Data dan Prosedur Pengolahan Data 3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan untuk membantu dalam proses penelitian, maka penelitian menggunakan dua macam pengumpulan data yaitu :

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada hubungannya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.


(43)

28

2. Studi Lapangan

Studi Lapangan adalah data primer yang di dapat yaitu dengan cara wawancara dengan Tanya jawab langsung kepada informa yang ada di Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Pertama Teluk Betung.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Setelah data yang diperlukan untuk proses penelitian didapat maka dilakukan langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut :

1. Identifikasi

Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai dalam Kegiaan Membangun Sendiri di Kota Bandar Lampung.

2. Editing

Editing yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan para responden maupun dari kepustakaan, hal ini perlu untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Semua data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul diseleksi dan diambil data yang diperlukan.

3. Klasifikasi Data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. 4. Sistematis Data


(44)

29

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat.

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis deskriptif kualitatif, yiatu dengan cara menguraikan secara terperinci hasil penelitian dalam bentuk kalimat–kalimat sehingga di peroleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang di bahas dan kesimpulan atas permasalahan tersebut. Penarikan kesimpulan dari analisis menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir dalam menarik kesimpulan dari hal–hal yang umum menuju hal-hal yang khusus merupakan jawaban dari permasalahan berdasarkan hasil penelitian.


(45)

55

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang dioeroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri memiliki dasar dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012. Tentang Batasan Dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, alasan penerapan pajak PPN KMS ialah pemerataan dan menambah potensi pajak demi peningkatan penerimaan Negara. Pelaksanaan pengenaan PPN KMS di kota Bandar Lampung, antara lain :

a. Penentuan objek pajak, berdasarkan kriterian objek pajak PPN KMS yaitu luas bangunan 200 m2, yang di bangun tanpa jasa kontruksi;

b. Penentuan tarif PPN KMS objek Pajak, yang bersifat self assessment; c. Penentuan saat terutangnya pajak pertambahan nilai atas KMS dimulai

pada saat bangunan dibangun sampai dengan bangunan selesai dan tidak lebih dari 2 tahun dalam pembangunan secara bertahap.

d. Objek pajak wajib setor nilai pajak yang sudah ditetapkan ke ke kas negara melalui kantor pos atau bank setiap bulannyasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(46)

56

e. Objek pajak wajib melaporkan penyetoran pajak pertambahan nilai atas KMS ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung dengan mempergunakan lembar kertas ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Sanksi yang diberikan oleh KPP Pratama Bandar Lampung adalah sanksi berupa teguran dan himbauan, dimana sanksi teguran dilakukan apabila wajib pajak tidak membayar PPN KMS dan sanksi himbauan diberikan apabila wajib pajak memiki terhutangnya PPN KMS.

2. Fakto-faktor yang menjadi penghambat penerapan PPN atas KMS, antara lain :

1.Banyak wajib Pajak yang tidak mengetahui peraturan pajak mengenai pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sehingga mereka baru mengetahui setelah adanya teguran atau himbauan untuk membayar dari Kantor Pajak.

2.Wajib pajak menginginkan Kantor pajak menyosialisasikan adanya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sehingga masyarakat tahu untuk membangun bangunan lebih dari 200 M2 dikenakan PPN.

3. Luas wilayah yang tidak terjangkau seperti daerah-daerah pedalaman yang melakukan kegiatan membangun sendiri seluas 200M2.

4. Surat teguran untuk bangunan biasanya baru diberikan setelah bangunan setengah jadi (50 % s/d 75 %).

5. Kantor pajak member teguran atau himbauan kedua . ini sudah merupakan kebijakan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung


(47)

57

6. Wajib pajak tidak melakukan penyetoran sesuai dengan peratuaran yang telah ditetapkan, penyetoran setiap bulannya diakumulasikan sampai bangunan selesai;

7. Adanya ketidak sesuaian antara Peraturan Mentri Keuangan No. 163/PMK.03/2012 antara Pasal 2 ayat 3 dan ayat 4.


(48)

58

5.2 Saran

1. KPP Pratama Teluk Betung seharusnya mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tetang adanya pelaksanaan PPN KMS di Kota Bandar Lampung agar masyarakat sadar dan memahami serta dapat mematuhi aturan yang berlaku.

2. Petugas perpajakan berkewajiban untuk menyediakan informasi perpajakan, sejelas dan selengkap mungkin, agar wajib pajak tidak mengalami kekagetan-kekagetan terkait PPN KMS.

3. PPN KMS termasuk salah satu target utama pemeriksaan, terutama jika WP memiliki gedung dan fasilitas besar, sementara administrasi perpajakan lainnya cukup rapi dan bersih.


(49)

59

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Ahmadi, Wiratmi. 2006. Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. PT. Rafika Aditama. Bandung.

Anantasia, D dan Lilis.S. 2010. Perpajakan Indonesia. Andi Yogyakarta. Yogyakarta

Andrian, Sutedi. 2011. Hukum Pajak. Sinar Gravika. Jakarta

Brotodihardjo, R. Santoso. 2010. Pengantar Ilmu Hukum Pajak Edisi Keempat. PT. Rafika. Bandung.

Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. PT.Grasindo. Jakarta.

Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sukardji, 2007. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. PT. Raja

Gravindo Persada. Jakarta.

. 2008. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

, 2009. Pajak Pertambahan Nilai. Edisi kelima. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Peraturan Prundang-Undangan

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(50)

60

2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, tentang Pajak Pertambahan Nilai 3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2010

tentang Batasan dan Tata cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri

5. Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.


(1)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang dioeroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri memiliki dasar dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012. Tentang Batasan Dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, alasan penerapan pajak PPN KMS ialah pemerataan dan menambah potensi pajak demi peningkatan penerimaan Negara. Pelaksanaan pengenaan PPN KMS di kota Bandar Lampung, antara lain :

a. Penentuan objek pajak, berdasarkan kriterian objek pajak PPN KMS yaitu luas bangunan 200 m2, yang di bangun tanpa jasa kontruksi;

b. Penentuan tarif PPN KMS objek Pajak, yang bersifat self assessment; c. Penentuan saat terutangnya pajak pertambahan nilai atas KMS dimulai

pada saat bangunan dibangun sampai dengan bangunan selesai dan tidak lebih dari 2 tahun dalam pembangunan secara bertahap.

d. Objek pajak wajib setor nilai pajak yang sudah ditetapkan ke ke kas negara melalui kantor pos atau bank setiap bulannyasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(2)

e. Objek pajak wajib melaporkan penyetoran pajak pertambahan nilai atas KMS ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung dengan mempergunakan lembar kertas ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Sanksi yang diberikan oleh KPP Pratama Bandar Lampung adalah sanksi berupa teguran dan himbauan, dimana sanksi teguran dilakukan apabila wajib pajak tidak membayar PPN KMS dan sanksi himbauan diberikan apabila wajib pajak memiki terhutangnya PPN KMS.

2. Fakto-faktor yang menjadi penghambat penerapan PPN atas KMS, antara lain :

1.Banyak wajib Pajak yang tidak mengetahui peraturan pajak mengenai pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sehingga mereka baru mengetahui setelah adanya teguran atau himbauan untuk membayar dari Kantor Pajak.

2.Wajib pajak menginginkan Kantor pajak menyosialisasikan adanya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sehingga masyarakat tahu untuk membangun bangunan lebih dari 200 M2 dikenakan PPN.

3. Luas wilayah yang tidak terjangkau seperti daerah-daerah pedalaman yang melakukan kegiatan membangun sendiri seluas 200M2.

4. Surat teguran untuk bangunan biasanya baru diberikan setelah bangunan setengah jadi (50 % s/d 75 %).

5. Kantor pajak member teguran atau himbauan kedua . ini sudah merupakan kebijakan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Teluk Betung


(3)

6. Wajib pajak tidak melakukan penyetoran sesuai dengan peratuaran yang telah ditetapkan, penyetoran setiap bulannya diakumulasikan sampai bangunan selesai;

7. Adanya ketidak sesuaian antara Peraturan Mentri Keuangan No. 163/PMK.03/2012 antara Pasal 2 ayat 3 dan ayat 4.


(4)

5.2 Saran

1. KPP Pratama Teluk Betung seharusnya mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tetang adanya pelaksanaan PPN KMS di Kota Bandar Lampung agar masyarakat sadar dan memahami serta dapat mematuhi aturan yang berlaku.

2. Petugas perpajakan berkewajiban untuk menyediakan informasi perpajakan, sejelas dan selengkap mungkin, agar wajib pajak tidak mengalami kekagetan-kekagetan terkait PPN KMS.

3. PPN KMS termasuk salah satu target utama pemeriksaan, terutama jika WP memiliki gedung dan fasilitas besar, sementara administrasi perpajakan lainnya cukup rapi dan bersih.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Ahmadi, Wiratmi. 2006. Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. PT. Rafika Aditama. Bandung.

Anantasia, D dan Lilis.S. 2010. Perpajakan Indonesia. Andi Yogyakarta. Yogyakarta

Andrian, Sutedi. 2011. Hukum Pajak. Sinar Gravika. Jakarta

Brotodihardjo, R. Santoso. 2010. Pengantar Ilmu Hukum Pajak Edisi Keempat.

PT. Rafika. Bandung.

Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. PT.Grasindo. Jakarta.

Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sukardji, 2007. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. PT. Raja

Gravindo Persada. Jakarta.

. 2008. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

, 2009. Pajak Pertambahan Nilai. Edisi kelima. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Peraturan Prundang-Undangan

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(6)

2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, tentang Pajak Pertambahan Nilai 3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2010

tentang Batasan dan Tata cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri

5. Peraturan Mentri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.