LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK TEKNIK P

1

LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK

DISUSUN OLEH :

NAMA

:

FAHMI YAHYA

NIM

:

DBD 111 0022

LABORATORIUM GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2012

2

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK

Disusun oleh:
FAHMI YAHYA
DBD 111 0022
Palangka Raya, Mei 2012
Disetujui oleh:

Laboratorium Geologi,

Asisitem Praktikum Geologi Fisik

Koordinator Praktikum Geologi Fisik.


ROMIE HENDRAWAN, ST

YULISTIA

NIP.19751209 200604 1 002

DBD 108 020

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya sehingga laporan praktikum Geologi Fisik dapat terselesaikan. Pada
laporan ini, sebelum penulis memaparkan hasil praktikum, terlebih dahulu penulis
menjelaskan

meteri-materi


yang

berhubungan

dengan

praktikum

yang

dilaksanakan. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca
maupun penulis. Dengan penjelasan yang dipaparkan oleh penulis, diharapkan
pembaca dapat mengerti materi-materi yang akan dipraktikumkan. Penulis tidak
lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam
praktikum yakni dosen pembimbing, asisten pembimbing. Penulis juga menyadari
bahwa dalam menyusun laporan ini banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari pihak yang membaca
laporan ini.

Palangkaraya, 14 Mei 2012


Penulis

4

DAFTAR ISI
BAB I

PETA TOPOGRAFI......................................................................
1.1 Pengertian Peta..........................................................................
1.2 Jenis-jenis Peta..........................................................................
1.3 Pengenalan Peta Topografi.......................................................
1.4 Elemen Peta Topografi..............................................................
1.5 Kelengkapan Peta Topografi.....................................................
1.6 Peta Topografi dan Garis Kontur..............................................
1.7 Penentuan Interval Kontur........................................................
1.8 Sifat-sifat Garis Kontur.............................................................
1.9 Kegunaan Garis Kontur.............................................................
1.10 Penentuan Ketinggian dan Jarak..............................................
1.11 Sistem Quadrangel...................................................................

1.12 Profil Topografi........................................................................
1.13 Penentuan Besar Kelerengan dan Beda Tinggi........................
1.14 Hasil Praktikum1......................................................................
1.15 Hasil Praktikum 2.....................................................................

BAB II

BATUAN BEKU.............................................................................
2.1 Genesa Batuan Beku.................................................................
2.2 Struktur Batuan Beku...............................................................
2.3 Tekstur Batuan Beku.................................................................
2.4 Komposisi Mineral....................................................................
2.5 Hasil Praktikum.........................................................................

BAB III BATUAN SEDIMEN......................................................................
3.1 Genesa Batuan Sedimen............................................................
3.2 Batuan Sedimen Klastik............................................................
3.3 Batuan Sedimen Non-Klastik....................................................
3.4 Hasil Praktikum.........................................................................
BAB IV BATUAN METAMORF................................................................

4.1 Genesa Batuan Metamorf..........................................................

5

4.2 Tipe-tipe Metamorfose..............................................................
4.3 Tekstur Batuan Metamorf.........................................................
4.4 Struktur Batuan Metamorf........................................................
4.5 Klasifikasi Batuan Metamorf Berdasarkan Komposisi Kimia
Batuan asal................................................................................
4.6 Hasil Praktikum.........................................................................
BAB V

STRATIGRAFI..............................................................................
5.1 Pengertian Stratigrafi................................................................
5.2 Hukum Dasar Stratigrafi...........................................................
5.3 Pemanfaatan Dasar Stratigrafi...................................................
5.4 Keselarasan dan Ketidakselarasan............................................
5.5 Korelasi Batuan.........................................................................
5.6 Hasil Praktikum.........................................................................


BAB VI PENUTUP........................................................................................
6.1 Kesimpulan...............................................................................
6.2 Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

6

BAB I
PETA TOPOGRAFI

1.1

Pengertian Peta
Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari permukaan bumi yang
digambar pada bidang datar, yang diperkecil dengan skala tertentu dan
dilengkapi simbol sebagai penjelas. Beberapa ahli mendefinisikan peta
dengan berbagai pengertian, namun pada hakikatnya semua mempunyai inti
dan maksud yang sama. Berikut beberapa pengertian peta dari para ahli.
a. Menurut ICA (International Cartographic Association)
Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak

yang dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan
bumi atau benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada
suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.
b. Menurut Aryono Prihandito (1988)
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu,
digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu.
c. Menurut Erwin Raisz (1948)
Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang
diperkecil seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat
pada bidang datar dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.
d. Menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal
2005)
Peta merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi
lingkungan, merupakan sumber informasi bagi para perencana dan
pengambilan keputusan pada tahapan dan tingkatan pembangunan.
Dengan menggunakan peta, kita dapat mengetahui segala hal yang
berada di permukaan bumi, seperti letak suatu wilayah, jarak antarkota,
lokasi pegunungan, sungai, danau, lahan persawahan, jalan raya, bandara,

7


dan sebagainya. Ketampakan yang digambar pada peta dapat dibagi
menjadi dua yaitu ketampakan alami dan ketampakan buatan manusia
(budaya).
1.2

Jenis-jenis Peta
Peta dikelompokan menjadi 5 bagian, yaitu:
a. Berdasarkan Isi Data yang Disajikan
1. Peta umum, yakni peta yang menggambarkan kenampakan bumi, baik
fenomena alam atau budaya. Peta umum dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
2. Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi

lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke
dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah
garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
ketinggian yang sama.
3. Peta chorografi yaitu peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian
permukaan bumi yang bersifat umum, dan biasanya berskala sedang.
Contoh peta chorografi adalah atlas

4. Peta dunia yaitu peta umum yang berskala sangat kecil dengan
cakupan wilayah yang sangat luas.
5. Peta khusus (Peta tematik) yaitu peta yang menggambarkan informasi
dengan tema tertentu / khusus. Misal peta politik, peta geologi, peta
penggunaan lahan, peta persebaran objek wisata, peta kepadatan
penduduk, dan sebagainya.
a. Peta Berdasarkan Sumber Datanya
Peta Turunan (Derived Map)yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada
acuan peta yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan survei langsung
ke lapangan.
Peta induk yaitu peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan.

8

b. Peta berdasarkan skala
1.

Peta kadaster (sangat besar) adalah peta yang berskala > 1: 100
sampai > 1: 5000. Contoh: Peta pertanahan, Peta Pertambangan


2.

Peta besar adalah peta yang berskala > 1: 5000 sampai > 1: 250.000.
Contoh: peta kecamatan/kabupaten

3.

Peta sedang adalah peta yang berskala > 1: 250.000 sampai > 1:
500.000. Contoh: peta provinsi

4.

Peta kecil adalah peta yang berskala > 1: 500.000 sampai > 1:
1.000.000. Contoh: peta negara

5.

Peta geografis (sangat kecil) adalah peta yang berskala > 1:
1.000.000 ke bawah. Contoh: Peta benua/dunia

c. Peta berdasarkan bentuk
1.

Peta datar, atau peta dua dimensi, atau peta biasa, atau peta
planimetri

2.

Peta timbul atau peta steereometri

3.

Peta digital, merupakan peta hasil pengolahan data digital yang
tersimpan dalam komputer. Peta ini dapat disimpan dalam disket
atau CD Rom. Contoh Citra satelit, foto udara

4.

Peta garis, yaitu peta yang menyajikan data alam dan kenampakan
buatan manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan.

5.

Peta foto, yaitu peta yang dihasilkan dari mozaik foto udara yang
dilengkapi dengan garis kontur, nama, dan legenda

d. Peta berdasarkan tingkat kedetailan
1.

Peta detail, peta yang skalanya > 1:25.000

2.

Peta semi detail, peta yang skalanya > 1:50.000

3.

Peta tinjau, peta yang skalanya > 1:250.000

9

1.3

Pengenalan Peta Topografi
Hakekat daripada peta topografi adalah peta yang menggambarkan keadaan
suatu daerah yang dilihat dari atas yang kurang lebih sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Ada beberapa cara penggambaran peta topografi yaitu : Garis
Kontur, adalah garis yang menghubungkan titik- titik

ketinggian yang

sama pada suatu permukaan bumi
Garis hachures, yaitu garis lurus yang ditarik dari titik - titik ketinggian
tertinggi ke titik- titik yang lebih rendah disekitarnya (lereng curam
garisnya makin merapat )
Pewarnaan (Tinting),daerah yang mempunyai relief tinggi warnanya makin
gelap sebaliknya relief rendah warnanya makin cerah contohnya atlas.
Bayangan (shading), topografi curam diberi bayangan yang tebal,rapat serta
pendek, sebaliknya daerah landai diberi garis bayangan tipis, panjang dan
renggang.
Kombinasi, dengan cara menggabungkan antara kontur dengan warna dan
lain-lainnya.
1.4

Elemen Peta Topografi
Unsur-unsur penting dalam peta topografi meliputi :
1. Relief, menggambarkan beda tinggi suatu tempat ke tempat lain di suatu
daerah misal bukit, dataran, pegunungan, lembah, lereng dan lain
sebagainya. Biasanya untuk peta topografi berwarna digunakan warna
coklat untuk dataran dan biru untuk lautan, dengan variasi warna
disesuaikan dengan keadaan relief, daerah berelief tinggi warna semakin
tua dan gelap. Relief terjadi karena adanya resistensi antara batuan
terhadap proses erosi dan pelapukan juga dipengaruhi gejala-gejala asal
dalam seperti perlipatan, patahan dan lain sebagainya.
2. Pola Aliran, Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan
dengan pemanfaatan data penginderaan jauh baik citra foto ataupun non

10

foto sangat terlebih lagi apabila data penginderaan jauh yang
stereoskopis (foto udara) dengan menampakkan 3 dimensional, sehingga
hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling baik
digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang
menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola aliran
mempunyai berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel,
radial, trelis, rectangular, centripetal, angular dan multibasinal.
1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur
dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang
homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan
sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan
batuan kristalin yang homogen.
2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari
pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir
siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan
patahan.
3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar,
bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau
langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol
oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar
dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak
lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang
di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang
berselang-seling antara yang lunak dan resisten.
5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan
sungai pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah
basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.
6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu
titik. Berkembang pada vulkan atau dome.

11

7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai
arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup
lainnya.
8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang
membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan
batuan yang berseling antara lunak dan keras.
9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak
sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini
biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada
sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang
pada topografi karst. Tabel 1. merupakan pola pengaliran dengan
karaktersitiknya.
Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai
dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan
pasif serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya
pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat
menyebabkan erosi sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari
sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat
mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang memudahkan
terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi. Tabel 1.1.
merupakan tabel kontrol struktur terhadap bentuk sungai.

12

Tabel 1.1. Pola pengaliran dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

POLA PENGALIRAN
DASAR

DENDRITIK

PARALEL

TRALLIS

REKTANGULAR

KARAKTERISTIK
Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket
batuan kristalin yang tidak seragam dan memiliki
ketahanan terhadap pelapukan. Secara regional
daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis
pola
pengaliran
membentuk
percabangan
menyebar seperti pohon rindang.
Pada umumnya menunjukkan daerah yang
berlereng sedang sampai agak curam dan dapat
ditemukan pula pada daerah bentuklahan
perbukitan yang memanjang. Sering terjadi pola
peralihan antara pola dendritik dengan pola paralel
atau tralis. Bentuklahan perbukitan yang
memanjang dengan pola pengaliran paralel
mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi
oleh perlipatan.
Baruan sedimen yang memiliki kemiringan
perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik atau
batuan metasedimen derajat rendah dengan
perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola
pengaliran biasanya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.
Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut
kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan
batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran
yang tidak menerus.
Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah
vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multi

13

radial.

RADIAL

ANNULAR

MULTIBASINAL

Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua
sistem yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar
dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut
berbentuk kubah atau kerucut, sedangkan sistem
sentripetal (menyebar kearah titik pusat) memiliki
arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan.
Struktur kubah / kerucut,
kemungkinan retas (stocks)

cekungan

dan

Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar,
merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme,
pelarutan gamping dan lelehan salju (permafrost)

Tabel 1.2. Pola pengaliran modifikasi
SUB DENDRITIK

Umumnya struktural

PINNATE

Tekstur batuan halus dan mudah tererosi

14

ANASTOMATIK
MENGANYAM
(DIKHOTOMIK)

Dataran banjir, delta atau rawa
Kipas aluvium dan delta

SUB PARALEL

Lereng memanjang atau dikontrol
bentuklahan perbukitan memanjang.

oleh

KOLINIER

Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan
beting pasir.

SUB TRALLIS

Bentuklahan memanjang dan sejajar

DIREKSIONAL
TRALLIS

Homoklin landai seperti beting gisik

TRALLIS BERBELOK

Perlipatan memanjang.

TRALLIS SESAR

Percabangan menyatu atau berpencar , sesar
paralel

ANGULATE

Kekar dan / atau sesar pada daerah miring

KARST

Batugamping

15

16

Gambar 1.1 pola pengaliran umum

17

Gambar 1.2. Modifikasi pola pengaliran, dalam skala yang luas

18

Gambar 1.3. Modifikasi pola pengaliran-pengaliran

19

Kebudayaan (culture), yaitu segala bentuk hasil budidaya

1.

manusia, misalnya perkampungan, jalan, persawahan, dan sebagainya.
Culture sangat membantu geologi dalam penentuan lokasi. Pada
umumnya pada peta topografi relief akan digambarkan dengan warna
coklat, drainage dengan warna biru dan culture dengan warna hitam. Hal
ini sangat membantu dalam hal penentuan lokasi.
1.5

Kelengkapan Peta Topograf
Pada peta topografi yan baik harus terdapat unsure atau keterangan yang
dapat digunakan untuk berbagai kegiatan penelitian atau kemiliteran yakni:
a.

Skala
Merupakan perbandingan jarak horizontal yang sebenarnya dengan
jarak peta. Perlu diketahui bahwa jarak yang diukur pada peta adalah
jarak horizontal. Ada 3 macam skala yang biasa dipakai pada peta
topografi.
1.

Representative Feaction Scale (Scala R. F.)
Ditunjukan dengan pecahan contoh 1:10000. Artinya 1 cm di peta
sama

dengan 10000 cm di lapangan atau sama dengan 100 m di

lapangan.

Kelemahan penggunaan skala ini yaitu jika peta

mengalami pemuaian maka skala tidak akan berlaku lagi.
2.

Grafik Scale ( Skala Grafik)
Yaitu perbandingan jarak horizontal sesungguhnya dengan jarak
pada peta yang ditunjukan dengan sepotong garis. Skala ini adalah
paling baik karena tidak terpengaruh oleh pemuaian maupan
penciutan dari peta.

3.

Verbal Scale (Skala Verbal)
Dinyatakan dalam ukuran panjang, contah 1 cm = 10 km. Skala ini
hampir sama dengan skala R. F.

2.

Arah Utara Peta
Salah satu perlengkapan peta yang tidak kalah pentingnya adalah arah
utara, karena tiap peta dapat digunakan dengan baik haruslah diketahui

20

arah urtaranya. Arah utara ini berguna untuk penyesuaian dengan antara
utara peta dngan arah utara jarum kompas. Ada 3 macam arah utara
jarum kompas yaitu:
b. Arah utara magnetik

c. Grid North
d. True North
4. Legenda
Peta topografi banyak digunakan tanda untuk mewakili bermacammacam keadan yang ada di lapangan dan biasanya terletak di bagian
bawah peta.
5. Judul Peta
Judul peta meruapakan nama daerah yang tercakup didalam peta dan
berguna unuk pencairanpeta bila suatu waktu diperlukan. Sumber
pembagian nomor lembar peta tersebut disebut Quadrangle.
6.

Converage Diagram
Maksudnya peta tersebut dibuat dengan cara atau metode yang
bagaimana, hal ini untuk dapat memperkirakan sampai sejauh mana
kebaikan atau ketelitian peta. Misalnya dibuat berdasarkan foto udara
atau dibuat berdasarkan pengukuran di lapangan.

7.

Indeks Administrasi
Pembagian Daerah berdasarkan hokum administrasi, hal mini penting
untuk memudahkan pengurusan surat izin untuk melakukan atau
mengadakan penelitian pemetaan.

8.

Indeks Adjoing Sheet
Menunjukan kedudukan peta

yang bersangkutan terhadap lembar-

lembar peta di sekitarnya.
9.

Edisi Peta
Edisi peta dapat dipakai untuk mengetahui mutu dari pada peta atau
mengetahui kapan peta tersebut dicetak atau dibuat.

21

1.6

Peta Topografi dan Garis Kontur
1.

Pengertian Garis Kontur
Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik
dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu
diatas

peta

yang memperlihatkan

titik-titik

diatas

peta

dengan ketinggian yang sama. Nama lain garis kontur adalah garis
tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25 m,
artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan
di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan
tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan
informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang
atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan)
dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah
asli terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur
dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan
bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar
peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk
garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.
2.

Interval Kontur
Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang
berdekatan dan merupakan jarak antara dua bidang mendatar yang
berdekatan.

Pada

suatu

peta tofografi

interval

kontur

dibuat

sama, berbanding terbalik dengan skala peta. Semakin besar skala peta,
jadi semakin banyak informasi yang tersajikan, interval kontur semakin
kecil.

Indeks

kontur

adalah garis

kontur

yang

penyajiannya

ditonjolkan setiap kelipatan interval kontur tertentu.
3.

Kontur Setengah
Garis kontur yang harga ketinggiannya adalah setengah dari interval
kontur. Biasanya digambar dengan garis putus-putus.

22

1.7

Penentuan Interval Kontur
Untuk hal-hal yang umum dapat menggunakan rumus:
IK =

1
2000

xN

Di mana:
IK = interval kontur
N = skala peta
Misal peta dengan skala 1 : 50.000, sehingga interval konturnya adalah 25
m. Tetapi penentua interval kontur dengan rumus seperti di atas tidaklah
mutlak tergantung daripada kebutahan atau tujuan pembuatan peta tersebut.
Misal peta untuk daerah petambangan dengan luasan yang kecil tentunya
menggunakan interval kontur yang lebih kecil sehingga relief daerah dapat
dilihat dengan jelas.
1.8

Sifat-sifat garis Kontur
Garis-garis

kontur

merupakan

cara

yang banyak

dilakukan

untuk

melukiskan bentuk permukaan tanah dan ketinggian pada peta, karena
memberikan ketelitian yang lebih baik. Cara lain untuk melukiskan
bentuk permukaan tanah yaitu dengan cara hachures dan shading.
Bentuk garis kontur dalam 3 dimensi Gambar 344. Penggambaran
kontur Garis kontur memiliki sifat sebagai berikut :
1.

Berbentuk kurva tertutup.

2.

Tidak bercabang.

3.

Tidak berpotongan.

4.

Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.

5.

Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan.

6.

Tidak tergambar jika melewati bangunan.

7.

Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang
terjal.

8.

Garis kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang landai

23

9.

Penyajian interval garis kontur tergantung pada skala peta
yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur tergantung pada
skala peta yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur adalah
1/1000 dikalikan dengan nilai skala peta , jika berbukit maka interval
garis kontur adalah 1/500 dikalikan dengan nilai skala peta dan jika
bergunung

maka

interval

garis kontur

adalah

1/200

dikalikan

dengan nilai skala peta.
10. Penyajian indeks garis kontur pada daerah datar adalah setiap selisih
3 garis kontur, pada daerah berbukit setiap selisih 4 garis kontur
sedangkan pada daerah bergunung setiap selisih 5 garis kontur.
11. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu..
12. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang
lebih tinggi.
13. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan
punggungan gunung.
14. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" menandakan
suatu lembah/jurang
1.9

Kegunaan Garis Kontur
1.

Menunjukan bentuk ketinggian permukaan tanah.

2.

Menentukan

profil

tanah

(profil memanjang,

longitudinal

sections) antara dua tempat.
3.

Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu bendungan

4.

Menentukan route/trace suatu jalan atau saluran yang mempunyai
kemiringan tertentu.

5.

Menentukan kemungkinan dua titik di lahan sama tinggi dan
saling terlihat.

24

1.10 Penentuan Ketinggian dan Jarak
Ada beberapa cara untuk menentukan titik ketinggian dan jarak yakni:
1.

Pada indeks kontur langsung dapat diketahui.

2.

Pada intermediate kontur dihitung dari indeks kontur
dengan memperhatikan interval kontur.

1.11

3.

Pada intermediate kontur cara interpolasi.

4.

Titik triagulasi.

Sistem Quadrangle
Sistem Quadrangle adalah suatu cara dalam penataan pembuatan registrasi
pada peta topografi. Sistem Quadrangle di Indonesia ada 2 macam yaitu
system lama dan system baru. Perbedaan keduanya terletak pada
perbandingan luas peta , notasi, dan pembagian derajat busurnya.
a) Sistem Quadrangle Lama
Adalah sisa peninggalan jaman pendudukan Belanda. Ketentuanketentuan yang ada dam sisitem ini adalah:
1. Pembagian kotak dengan luas 20’ x 20’ berskala 1 : 100.000
2. Titik 0o bujur ada di Jakarta dan titik 00 lintang ada di equatorial.
3. Penomoran garis lintang dengan angka Romawi sedang penomoran
garis bujur dengan angka akrab.
4. Notasi lembar peta dan skala ditulis, missal L
5. Peta no.40/XX, skala 1 :100.000
6. Peta no.40/XX-A, skala 1 : 50.000
7. Peta no.40XX-a, skala 1 : 25.000

40

A

B

C

d

E

F

G

h

I

J

K

l

M

N

O

p

25

XX

b) Sistem Quadrangle Baru
Notasinya semua ditulis dengan angka Arab. Pembagian kotakkotaknya mempunyai luas 30’ x 20’ dengan 0 derajat dihitung dari
Greenwich. Cara penulisanya adalah missal 5018 angka 50 merupakan
angka perubahan secara horizontal dan angka 18 merupakan perubahan
secara vertical.
5019
5018

5119
5118

IV

I

II

II

Peta no.5019 berskala 1 : 100.000 sedangkan peta no.5019-IV
berskala
1.12

1 : 50.000

Profil Topografi
Untuk mengetahui kenampakan morfologi dan kenampakan
struktur

geologi

padasuatu

daerah,

maka diperlukan

suatu penampang tegak atau profil (section). Penampangtegak atau sayatan
tegak adalah gambaran yang memperlihatkan profil atau bentuk
dari permukaan bumi. Profil ini diperoleh dari line of section yang telah
ditentukan lebih dulu pada peta topografi, misalnya A – A’ atau B – B’.
Skala pada profil :

1.

Skala normal (nature scale) : yaitu skala vertikal diperbesar sama deng
an skalahorisontal.

26

2.

Skala perbesaran (exaggerated) : yaitu skala vertikal diperbesar lebih
besar dari skalahorisonta

3.

Persyaratan pembuatan profil :

4.

Profil line/topographic line yaitu garis potong antara permukaan bumi
dengan bidang vertikal.

5.

Base line letaknya mendatar dipilih pada jarak tertentu di daerah
profilline, dimana tinggi base line tergantung kebutuhan. Seringkali
dipilih 0 meter sesuai ketinggian permukaan air laut. Pada base line
terletak jarak mendatar sesuai dengan jarak horisontal.

6.

End line/garis

samping dikiri

dan

kanan tegak lurus base

Disinitertera angka ketinggian sesuai interval kontur.

line.

27

Gambar 1.4. Topografi dan kontur

Gambar 1.5. Profil topografi suatu daerah

28

1.13

Penentuan Besar Kelerengan dan Beda Tinggi
Peta Topografi merupakan peta yang menggambarkan keadaan
relief suatu daerah, dimana kontur renggang menggambarkan daerah yang
relative datar, sedangkan kontur yang rapat menggambarkan daerah yang
terjal atau curam, di dalam peta topografi kadangkala kita banyak
diperhadapkan degan pertanyaan di antaranya berapa besar kelerngan
suatu tempat? Atau berapa beda tinggi daerah x? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, di dalam acara praktikum ini akan kita bahas caracara mengetahui nilai suatu kelerengan dan beda tinggi suatu daerah.
Rumus mencari besar kelerengan dan beda tunggi:
d(m) = panjang sayatan x skala peta
h(m) = (n kontur – 1) x IK
hr

=

h

kr

=

k

n
n

Keterangan:
d = jarak datar (m)
h = ketinggian (m)
hr = beda tinggi (m)
kr = kelerengan (%)

29

1.14

Hasil Praktikum 1
1.

Jenis P raktikum
Peta Topografi

2.

Tujuan Praktikum
- Mampu membuat sayatan pada peta topografi suatu daerah.
- Mampu menghitung panjang sayatan, jarak datar, interval kontur,
jumlah kontur, beda tinggi dan kelerengan pada peta topografi.

3.

Alat dan bahan yang digunakan
- Pensil
- Drawing pen
- Penggaris
- Peta topografi suatu daerah
- Kalkulator

4.

Kesimpulan
Dalam praktikum ini, praktikan dapat membuat sayatan pada
peta topografi. Dengan data panjang sayatan, sayatan praktikan dapat
mengetahui jarak datar, interval kontur, beda tinggi dan kelerengan
pada peta topografi disuatu daerah. Pada praktikum didapatkan 255
sayatan. Sebagai contoh jika panjang sayatan 0,4 cm, jumlah kontur (n
= 3 -1) = 2, skala pada peta 1 : 25000 dan diketahui interval kontur
12,5 sehingga untuk jarak datar (d = panjang sayatan x skala peta) =
100 m, beda tinggi (h = (n-1) x ik) = 25 dan kelerengan (k = h/d x 100
%) = 25 %.

30

1.15

Hasil Praktikum 2
1.

Jenis P raktikum
Peta Topografi

2.

Tujuan Praktikum
- Mampu membuat profil topografi dari peta topografi suatu daerah.

3.

Alat dan bahan yang digunakan
- Pensil
- Drawing pen
- Penggaris
- Peta topografi suatu daerah
- Kalkulator
-

Ketas kalkit

- Milimeter blok
4.

Kesimpulan
Dalam praktikum ini, prtaktikan dapat menggambar profil peta
topografi suatu daerah berdasarkan pada peta topografi yang telah
diberikan. Untuk membuat profil peta topografi ini sebelumnya harus
ditentukan daerah mana yang akan digambarkan pada penampang
dengan cara meenarik garis lurus memotong kontur. Untuk ketinggian,
menggunakan ketinggian yang telah ada didalam peta, untuk panjang
menggunakan rumus Ik =
indeksnya.

sehingga didapatkan panjang

31

BAB II
BATUAN BEKU

2.1

Genesa Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan magma.
Magma adalah silika alam yang bersifat cair, panas dan pijar yang penuh
dengan gas-gas volatil (gas-gas yang sangat mudah menguap). Berdasar
kandungan silika (SiO2) batuan beku dibagi menjadi :
Tabel 2.1. Pembagian batuan beku berdasarkan kandungan silika (SiO2)
Nama Batuan
Batuan beku asam

Kandungan Silika (SiO2)
lebih dari 66%

Batuan beku intermediet

52% - 66%

Batuan beku basa

45% - 52%

Batuan beku ultra basa

Kurang dari 45%

Pembagian ganesa batuan beku atau tempat terjadinya batuan beku adalah
sebagai berikut.
a) Batuan Beku Luar
Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang dikeluarkan
ke permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah permukaan laut.
Meterial ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat, debu,
atau suatu larutan yang kental dan panas cairan ini biasa disebut lava.
Ada dua tipe magma ekstrusi, yang pertama memiliki kandungan silika
yang rendah dan viskositas relatif rendah. Sebagai contoh adalah lava
basaltik yang sampai kepermukaan melalui celah dan setelah
dipermukaan mengalami pendinginan yang cepat. Biasanya lava
basaltik memiliki sifat sangat cair, sehingga bila sampai kepermukaan
akan menyebar dengan daerah yang sangat luas.

32

Tipe yang ke dua dari lava ini adalah bersifat asam, yang memiliki
kandungan silika yang tinggidan vikositas relatif tinggi. Akibat dari
vikositas ini bila sampai kepermukaan akan menjadi suatu aliran
sepanjang lembah.
b) Batuan Beku Dalam
Magma yang membeku di bawah permukaan bumi, pendinginannya
sangat lambat (dapat mencapai jutaan tahun), memungkinkan
tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan sempurna bentuknya, menjadi
tubuh batuan beku intrusive. Tubuh batuan beku dalam mempunyai
bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisi magma dan
batuan di sekitarnya. Magma dapat menyusup pada batuan di sekitarnya
atau menerobos melalui rekahan-rekahan pada batuan di sekelilingnya.
Bentuk-bentuk batuan beku yang memotong struktur batuan di
sekitarnya disebut diskordan, termasuk di dalamnya adalah batholit,
stok, dyke, dan jenjang volkanik.
1. Batholit, merupakan tubuh batuan beku dalam yang paling besar

dimensinya. Bentuknya tidak beraturan, memotong lapisan-lapisan
batuan yang diterobosnya. Kebanyakan batolit merupakan kumpulan
massa dari sejumlah tubuh-tubuh intrusi yang berkomposisi agak
berbeda. Perbedaan ini mencerminkan bervariasinya magma
pembentuk batholit. Beberapa batholit mencapai lebih dari 1000 km
panjangnya dan 250 km lebarnya. Dari penelitian geofisika dan
penelitian singkapan di lapangan didapatkan bahwa tebal batholit
antara 20-30 km. Batholite tidak terbentuk oleh magma yang
menyusup dalam rekahan, karena tidak ada rekahan yang sebesar
dimensi batolit. Karena besarnya, batholit dapat mendorong batuan
yang di1atasnya. Meskipun batuan yang diterobos dapat tertekan ke
atas oleh magma yang bergerak ke atas secara perlahan, tentunya ada
proses lain yang bekerja. Magma yang naik melepaskan fragmenfragmen batuan yang menutupinya. Proses ini dinamakan stopping.
Blok-blok hasil stopping lebih padat dibandingkna magma yang

33

naik, sehingga mengendap. Saat mengendap fragmen-fragmen ini
bereaksi dan sebagian terlarut dalam magma. Tidak semua magma
terlarut dan mengendap di dasar dapur magma. Setiap frgamen
batuan yang berada dalam tubuh magma yang sudah membeku
dinamakan Xenolith.
2. Stock, seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya

lebih kecil dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km.
Stock merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau bagian atas
batholit.
3. Dyke, disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang

dibandingkan dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular,
sebagai lembaran yang kedua sisinya sejajar, memotong struktur
(perlapisan) batuan yang diterobosnya.
4. Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang

mengalirkan magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang
menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku yang bentuknya
kurang lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya.
Bentuk-bentuk yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya
disebut konkordan diantaranya adalah sill, lakolit dan lopolit.
1. Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar
terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya. Berbentuk tabular
dan sisi-sisinya sejajar.
2. Lakolit, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk
bagian atasnya, batuan yang diterobosnya melengkung atau
cembung ke atas, membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian
bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses geologi, baik
oleh gaya endogen, maupun gaya eksogen, batuan beku dapt
tersingka di permukaan.
3. Lopolit, bentuknya mirip dengan lakolit hanya saja bagian atas
dan bawahnya cekung ke atas.

34

Batuan beku dalam selain mempunyai berbagai bentuk tubuh intrusi,
juga terdapat jenis batuan berbeda, berdasarkan pada komposisi mineral
pembentuknya. Batuan-batuan beku luar secara tekstur digolongkan ke
dalam kelompok batuan beku fanerik.
2.2

Struktur Batuan Beku
Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan
beku ekstrusif dan intrusif. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan
perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari
batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita
perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku.
1. Struktur Batuan Beku Ekstrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava
yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai
proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini
diantaranya:
a.

Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang
terlihat seragam.

b.

Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai
lapisan

c.

Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah
poligonal seperti batang pensil.Pillow lava, yaitu struktur yang
menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal ini diakibatkan
proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

d.

Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada
batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat
pembekuan.

e.

Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh
mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit

35

f.

Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran
2. Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya
terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku
intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.
a)

Konkordan
Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan
disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :
1.

Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan
perlapisan batuan disekitarnya.

2.

Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome),
dimana

perlapisan

batuan

yang

asalnya

datar

menjadi

melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan
bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolith berkisar dari 2
sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.
3.

Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari
laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah.
Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu
puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan
meter.

4.

Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau
antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith
berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.

b) Diskordan
Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan
disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:
1.

Dike,

yaitu

tubuh

batuan

yang

memotong

perlapisan

disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang.

36

Ketebalannya

dari

beberapa

sentimeter

sampai

puluhan

kilometer dengan panjang ratusan meter.
2.

Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat
besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang
besar.

a. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi
ukurannya lebih kecil.
2.3

Tekstur Batuan Beku
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar
mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral
dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting,
yaitu:
A. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada
waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya
digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal
dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya
berlangsung

lambat

maka

kristalnya

kasar.

Sedangkan

jika

pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan
tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka
kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
1. Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh
kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik,
yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
2. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas
dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

37

3. Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa
gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian),
dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
B. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan
beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
a. Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat
dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa.
Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
a) Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
b) Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5
mm.
c) Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
d) Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih
dari 30 mm.
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat
dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan
mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh
kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat
dibedakan:
a) Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa
diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran
sekitar 0,1 – 0,01 mm.
b) Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku
terlalu

kecil

untuk

diamati

meskipun

dengan

bantuan

mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
c) Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

38

C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan
sifat batuan secara keseluruhan.
1.

Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal,
yaitu:
a) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari
bidang kristal.
b) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak
terlihat lagi.
c) Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang
kristal asli.

2.

Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal,
yaitu:
a) Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya
sama panjang.
b) Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari
satu dimensi yang lain.
c) Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang
dari dua dimensi yang lain.
d) Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

D. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai
hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan
kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
b) Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineralmineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
c) Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineralmineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.

39

d) Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineralmineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
e) Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai
pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut
fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa
berupa mineral atau gelas.
2.4

Komposisi Mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku kita cukup
mempergunakan indeks warna dari bentuk kristal, sebagai dasar penentuan
mineral penyusun batuan. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun
batuan beku dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:
1.

Mineral Felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama
dari mineral kuarsa, feldspar, feldspartoid, dan muskovit.

2.

Mineral mafik, yaitu mineral-mineral yang berwarna gelap,
terutama biotit, amphibol, dan olivin.

40

Gambar 2.1. Basalt

Gambar 2.2. Granodiorit

Gambar 2.3. Andesit

41

2.5

Hasil Praktikum
1) Jenis Praktikum
Deskripsi batuan beku
2) Tujuan Praktikum
Mampu mendiskripsikan batuan beku
3) Alat dan bahan yang digunakan
-

Lembar dekripsi

-

Pensil

-

Batuan beku

-

Pensil warna

-

Drawing pen

4) Kesimpulan
Berdasarkan sifat tekstur, struktur, dan komposisi batuan beku, kita
dapat mendeskripskan batuan tersebut kedalam golongan yang telah
dijelaskan, sehingga praktikan dapat mengetahui baik tekstur, struktur,
komposisi maupun nama batuan yang telah disediakan dalam
praktikum. Dalam mendeskripsian batuan beku, agar memudahkan
dalam pendeskripsian, maka harus bertahap yakni meliputi warna,
tekstur, struktur, komposisi, jenis

batuan dan terakhir dapat

menyebutkan nama batuan tersebut.
Salah satu batu yang dideskripisikan pada saat praktikum yakni Andesit
dengan warna abu-abu kehitaman, tekstur derajat kristalisasi holohialin,
granularitas afanitik, struktur masif, komposisi mineral pertengahan
(plagioklas,
intermediet.

piroksen,

K-Feldspar),

jenis

batuan

batuan

beku

42

BAB III
BATUAN SEDIMEN

3.1

Genesa Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi akibat proses litifikasi
dari hancuran batuan lain. Litifikasi batuan adalah proses yang meliputi
kompaksi, autigenik, diagnesa yaitu prises terubahnya material pembentuk
batuan yang bersifat lepas menjadi batuan yang kompak. Batuan ini juga
dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi, oleh
Koesoemadinata (1979) telah membedakan batuan sedimen menjadi lioma
golongan.
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang
disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan
terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah
sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya
grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan
bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen
yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat
cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang
terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh
penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga
struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan.
Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu :
1)

Suspension: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat
kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh
aliran air atau angin yang ada.

2)

Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti
pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran

43

yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang
besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat
kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut
pada

saat

diam.

Gerakan-gerakan

sedimen

tersebut

bisa

menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen
yang satu dengan lainnya.
3)

Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi
pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu
menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena
gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut
ke dasar.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar
dalam membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut
akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya gravitasi yang ada.
Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu
mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen.
Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir, kelikir,
kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen
apabila mengalami proses pengerasan.

Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau
pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan proses pemadatan (compaction),
sementasi (cementation) dan diagenesa dan lithifikasi. Ciri-ciri batuan
sedimen adalah: (1). Berlapis (stratification), (2) Mengandung fosil, (3)
Memiliki struktur sedimen, dan (4). Tersusun dari fragmen butiran hasil
transportasi.
Secara umumnya, sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan dua cara,
yaitu:
1. Batuan sedimen yang terbentuk dalam cekungan pengendapan atau
dengan kata lain tidak mengalami proses pengangkutan. Sedimen ini
dikenal sebagai sedimen autochthonous. Yang termasuk dalam kelompok

44

batuan autochhonous antara lain adalah batuan evaporit (halit) dan
batugamping.
2. Batuan sedimen yang mengalami proses transportasi, atau dengan kata
lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan
diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen
allochthonous. Yang termasuk dalam kelompok sedimen ini adalah
Batupasir, Konglomerat, Breksi, Batuan Epiklastik.
Selain kedua jenis batuan tersebut diatas, batuan sedimen dapat
dikelompokkan pada beberapa jenis, berdasarkan cara dan proses
pembentukkannya, yaitu :
1.

Terrigenous (detrital atau klastik). Batuan sedimen klastik
merupakan batuan yang berasal dari suatu tempat yang kemudian
tertransportasi dan diendapkan pada suatu cekungan. Contoh: a).
Konglomerat atau Breksi; b). Batupasir; c). Batulanau; d).
Lempung

2.

Sedimen

kimiawi/biokimia

(Chemical/biochemical).

Batuan

sedimen kimiawi / biokimia adalah batuan hasil pengendapan dari
proses kimiawi suatu larutan, atau organisme bercangkang atau
yang mengandung mineral silika atau fosfat. Batuan yang termasuk
dalam kumpulan ini adalah: a). Evaporit ; b). Batuan sedimen
karbonat (batugamping dan dolomit) ; c). Batuan sedimen bersilika
(rijang) ; d). Endapan organik (batubara)
3.

Batuan

volkanoklastik

(Volcanoclastic

rocks).

Batuan

volkanoklastik yang berasal daripada aktivitas gunungapi. Debu
dari aktivitas gunungapi ini akan terendapkan seperti sedimen yang
lain. Adapun kelompok batuan volkanoklastik adalah: Batupasir
tufa dan Aglomerat
Secara garis besar, genesa batuan sedimen dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: Batuan Sedimen Klastik dan Batuan Sedimen Non-klastik.
Batuan sedimen klastik

45

Batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan yang sudah ada
(batuan beku, metamorf, atau sedimen) yang kemudian diangkut oleh media
(air, angin, gletser) dan diendapkan disuatu cekungan. Proses pengendapan
sedimen terjadi terus menerus sesuai dengan berjalannya wak