EKSISTENSI TUHAN SEBAGAI BEING MENURUT P

Nama

: Dwi Prasetyo

NIM

: E01211004

Jur/Kls/Smt

: AF/A/6

EKSISTENSI TUHAN SEBAGAI BEING
MENURUT PARA FILOSOF
A. LATAR BELAKANG
Filsafat

Ketuhanan

adalah


pemikiran

tentang

Tuhan

dengan

pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut flosofss Bagi
orang yang menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen,
Yahudi),

akan

menambahkan

pendekatan

wahyu


di

dalam

usaha

memikirkannyas Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia
dengan pendekatan akal budi tentang Tuhans Usaha yang dilakukan manusia
ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun
mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk
sampai pada kebenaran tentang Tuhans1
Sebagai seorang yang beragama, menjadi suatu kewajiban untuk kita
mengamini tentang adanya Tuhans Tuhan adalah suatu dzat yang menjadi
asal dari segala sesuatus Tidaklah mungkin adanya suatu tanpa ada yang
menciptakans Dengan adanya ciptaannya maka menjadi wajib untuk adanya
sang penciptas
Bagaimanapun juga, dewasa ini kita dituntut mengenai pengakuan adanya Allah (Tuhan).
Walaupun iman pada dasarnya bersifat emosional, namun ia perlu kita topang secara rasional,
dan hal inilah yang dilakukan para filusuf yang berorientasi religious. Mereka mencoba
memberikan argumen-argumen rasional yang mudah dicerna untuk memperkuat kepercayaan

mereka. Dalam hubungan inilah membahas tentang argument-argumen para filusuf baik di barat
maupun filusuf muslim yang memberikan argumentasi mereka dalam membuktikan adanya
Tuhan.

1

http/wikipedia. Filsafat Ketuhanan.

B. ARGUMEN MENGENAI TUHAN
Tuhan (Allah) adalah sumber asali dari keberagaman pengada yang secara keseluruhan
mewujudkan dunia.2 Segala hal mempunyai dasarnya di dalam-Nya, sebab segala sesuatu itu
muncul dari-Nya bagaikan sebab yang pertama dan yang terakhir , sebab segala hal mengambil
bagian dalam kepenuhan-Nya. Dengan demikian merupakan sebuah pantulan dari kemulyaanNya. Sumber asal itu sendiri tidak tergantung dari suatu apapun, penyebab pertama dan terakhir
dari segala hal itu sendiri haruslah tidak disebabkan, sebab ia bereksistensi atas dasarnya sendiri.
Tuhan (Allah) mencakup semua kesempurnaan dalam aktus eksistensi –Nya.
Kesempurnaan yang mengalir dari eksistensi-Nya yang mutlak itu di sebut ’’sifat-sifat Allah’’
sifat-sifat itu tidak beragam sebab Allah bersahaja sekali. Kitalah yang harus memikirkan
kesempurnaan itu secara beragam, karena kesempurnaan Ilahi itu tidak kita kenal secara
langsung melainkan dengan perantaraan kesempurnaan mahluk-mahluk dan konsep-konsep
kesempurnaan itu.

Khususnya berkat pengenalan masing-masing itulah kita dapat memperoleh kesadaran
tentang Allah dalam seluruh keagungan-Nya. Dalam aspek-Nya sebagai eksistensi sendiri, Allah
tak terbatas, sebab eksistensi tersebua tidak di batasi oleh suatu apapun. Dalam arti itulah Allah
disebut eksistensi murni atau aktus murni eksistensi. Dalam titik pandangan itu, Allah
melampaui segala keterbatasan dan segala yang berubah, yang mana di sebut dengan
“transenden” namun karena ia adalah sekaligus sumber dari segala hal dan ia hadir pada segala
hal, maka ia “imanen”. Karena eksistensi manusia secara hakiki mengandung ketidak
sempurnaan, maka Allah adalah roh murni. Jadi, ia adalah mempribadi, yang mengenal,
mengasihi dan membimbing segala hal dengan penyelenggaraan-Nya. Manusia diundang untuk
masuk ke dalam hubungan yang pribadi dengan-Nya. Untuk mewujudkan kebahagiaannya dalam
suatu kehidupan, yang mengatasi kematian dengan hubungan itu tadi.
Namun, dalam tradisi ilmu sosial barat yang sekuler, gagasan tentang Tuhan hanyalah
sebuah proyeksi dan pelarian manusia dari ketidak mampuan mereka menghadapi problem
hidup. Dalam periode ini adalah Karl Marx, Emile Durkheim dan Sigmund Freud. Tetapi,
banyak bermunculan tokoh-tokoh psikologi dan ilmuan lain yang mulai merambah pada kajian
wilayah ketuhanan dengan pandangan optimis sehingga hubungan antara agama dan sains tidak
harus diperhadapkan, melainkan saling mengisi dan menjelaskan.
2

Louis Leahy, Filsafat Ketuhanan Kontemporer (Yogyakarta: Kanisius: 1993). 294


Dalam ilmu keislaman tradisional, kajian tentang Tuhan meupakan objek pembahasan
yang sangat serius, tetapi juga sangat hati-hati. Terdapat nuansa sikap yang paradoks, antara
dorongan dan keinginan untuk mengenal tuhan secara lebih mendalam. Namun, dalam waktu
yang sama, dibayangi rasa takut tersesat karena menyadari bahwa potensi akal manusia terlalu
kecil dan sangat terbatas untuk mengenal yang tak terbatas.3
Setiap ilmu tampaknya memiliki dasar pijakan tersendiri dalam menggambarkan Tuhan.
Misalnya, dalam ilmu kalam (teologi islam) Tuhan diposisikan sebagai sang pencipta, dan
realitas yang lain disebut makhluk. Dalam fikih, Tuhan sebagai sang Hakim, sehingga relasi
Tuhan dan manusia adalah Perintah. Dalam Tasawuf sebagai yang terkasih. Sedangkan dalam
filsafat untuk merujuk pada Tuhan antara lain sebagai Being qua Being, The Absolut Being,
Supreme Intellect, kebenaran Tertinggi (Truth). Dimana semua penjelasan tersebut merupakan
nalar dan untuk bisa memahami kandungan maksudnya, dibutuhkan penalaran yang serius dan
sistematis, serta menggunakan metode demonstrative (burhani). Metode demonstrative yaitu
membangun premis setapak demi setapak secara rasional, sistematis, dan konsisten agar bisa
dicapai pengetahuan dan kesimpulan yang kokoh bagaikan bangunan piramida yang solid.
C. TUHAN SEBAGAI BEING
a

Tuhan dan Filsafat Yunani

1

Socrates (469-399 SM)
Socrates adalah murid Pytagoras yang membahas masalah ketuhanan dengan
logika akademik yang simple dengan menetapkan wujud Tuhan yang wajib disembah.
Terdapat dialog menarik antara Socrates dengan Aristidium (seseorang yang mengingkari
adanya tuhan).
Socrates

: Coba engkau sebutkan adakah orang-orang yang menarik bagimu karena

kemahiran dan keindahan perbuatannya?
Aristodium

: Tentang syair kagum dengan Homerus, tentang gambar kagum pada

Zokses.
Socrates

3


: Tukang-tukang mana yang menarik kekagumanmu?

Etienne Gilson, Tuhan di Mata Para Filusuf (Bandung: Mizan, 2004), 14.

Aristodium

: Dewi Yupiter adalah yang pantas sekali dikagumi yang membuat barang-

barang yang mempunyai akal dan hidup, apabila alam yang ada ini terjadi secara
kebetulan saja.
Socrates

: tetapi alam wujud manakah yang pantas engkau pandang terjadi secara

kebetulan saja, atau terjadi oleh sebab hasil pengetahuan.
Aristodium

: alam yang terjadi oleh sebab pengetahuan


Socrates

: begitu yang tak bisa engkau lihat, jiwa engkau yang menguasai seluruh

anggota engkau. Dapatkah engkau menyatakan bahwa segala perbuatan engkau terbit
tanpa akal, tanpa pengetahuan, tetapi semuanya dengan kebetuan saja?
Namun, pada akhirnya setelah mendengar penjelasan Socrates tentang bukti
adanya Tuhan, Aristodium mengakui akan keberadaan Tuhan.
Metode yang digunakan Socrates ini adalah metode maieutike tekhnne (seni
kebidanan). Seperti ibu yang membidani kelahiran bayinya, Socrates membidani pikiran
orang dengan jalan melalui pertanyaan-pertanyaan sehingga melahirkan pengetahuan
yang baru.
Socrates mempercayai adanya keabadian roh yang tidak akan rusak atau mati
dengan kematian badan. Ia percaya bahwa roh akan kembali pada sumbernya yang
pertama yang bersih dan suci dari unsure kebendaan. Tidak begitu jelas ia berpaham
politeisme ataukah monoteisme, karena ia sering membicarakan satu dewa, tetapi di
waktu lain ia membicarkan banyak dewa, tetapi semua dewa itu disucikannya dari sifatsifat kemanusiaan yang fana.4
2

Plato (427-347 SM)

Plato menggambarkan Tuhan sebagai Demeiourgos (sang pencipta) dari alam ini
dan sebagai Ide Tertinggi dari alam ide. Ide tertinggi menurut Plato adalah Ide kebaikan.
Sebagai

murid

Socrates,

Plato

berusaha

mengembangkan

dan

lebih

menyempurnakan pandangan-pandangan gurunya, dan system pemikirannya merupakan
puncak dari usaha-usaha orang sebelummya yang digabungkan dengan pemikirannya

sendiri.
Menurut Plato segala keadaan didunia ini tidak kekal dan selalu berubah. Oleh
kaerena itu dunia yang ditempati manusia ini adalah dunia bayangan yang dilawankan
4

Arqom Kuswanjono, Ketuhanan Dalam Telaah Filsafat Perenial ( Yogyakarta: Arindo Nusa Media, 2006), 36.

oleh dunia ide yang bersifat kekal dan tidak mengalami perubahan. Dalam mencari
hakikat benda yang ini Plato berfikir bahwa hanya benda-benda yang berada diluar alam,
diluar ruang dan waktu dapat menjadi realitas tertinggi.
Realitas alam menurut Plato adalah benda yang selalu berubah dan bersifat
baharu. Dan setiap baharu mempunyai sebab yang mempunyai sebabnya. Itulah tuhan
yang terbebas dari sifat baharu. dengan ini pencitraan Tuhan sebagai wujud direalisasikan
dalam bentuk transenden dan merupakan reaitas yang tertinggi. Dan alam merupakan
partisipasi refleksif dari zat yang sempurna.
Plato menyebutkan dalam kitab undang-undangnya bahwa ada beberapa perkara
yang tidak pantas bagi manusia apabila tidak mengetahuinya, yaitu antara lain bahwa
manusia itu mempunyai Tuhan yang membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu
yang di perbuat oleh sesuatu itu.
3


Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid terbaik Plato, maka tidak heran jika pemikiran-pemikiran
Plato banyak mempengaruhi pemikirannya. Meskipun begitu, ia tidak kehilangan sikap
kritisnya terhadap Plato, sehingga tampak beberapa perbedaan dengannya.5
Aritoteles sependapat dengan Plato, bahwa realitas konkrit itu tidak tetap dan
selalu berubah. Namun, ia tidak setuju atas pandangan Plato mengenai pengetahuan yang
benar dibangun atas dasar postulat bahwa dunia transenden terpisah dengan objek-objek
kongkrit dan menganggap realitas kongkrit sebagai hal yang tidak nyata. Bagi Aristoteles
realitas justru harus dicari dalam dunia yang ditemukan manusia, yaitu dunia yang
termati. Dunia kongkrit dan individual , itulah kenyataan yang real.
Pandangan Aristoteles ynag terkenal adalah teorinya tentang empat causa: causa
material, causa formal, causa efisien, dan causa final. Dalam hal metafisika, causa final
(sebab tujuan) memberikan dasar pemahaman bagi sebuah prinsip pertama selfevident
(jelas dalam dirinya).
Suatu realitas yang sifatnya kausalitas, bahwa keberadaan sesuatu disebabkan oleh
yng lain, mengarah pada konsep adanya penggerak pertama yang tidak bergerak
(unmoved mover) sebagai penyebab gerak dari yang bergerak. Penggerak yang pertama

5

Ibid, 38.

yang tidak bergerak diartikan sebagai gerak yang dia sendiri tidak bergerak, ia merupakan
pemikiran murni dan pikiran hanya pada dirinya sendiri.
Dalam hal ini kemudian Mayer mengatakan, bahwa konsep Aristoteles tentang
Tuhan didasarkan pada latar belakang ilmu pengetahuan, tidak didasarkan pada suatu
religi tertentu. Bagi Aristoteles Tuhan sebagai substansi yang bersifat internal terpisah
dari dunia kongkrit, tidak bersifat meter, tidak memiliki potensi, Tuhan adalah “aktus
murni” yang hanya memikirkan dirinya sendiri, tidak memiliki perhatian pada alam,
Tuhan bukan personal yang mejawab doa-doa dan keinginan manusia. Apabila kita
mencintai-Nya, kita tidak boleh berharap cintanya kembali. Sebagai Aktus Murni,
aktivitas tuhan tidak lain kecuali melalui berfikir: Is thinking is thinking on thinking.
Tuhan adalah pemikir yang sedang berfikir diatas pemikiran.
b

Tuhan dan Filsafat Kristen
Berikut ini adalah pandangan beberapa filusuf sekaligus tokoh-tokoh gereja dalam masalah
ketuhanan.
1

Agustinus (354-430)
Agustinus telah mengungunggkap

hakikat Tuhan terkait dengan persoalan

teodecy yang mempertanyakan kalau Tuhan itu ada dan baik mengapa harus ada
keburukan. Agustinus mengatakan bahwa Tuhan tidak membuat keburukan , keburukan
bukanlah sesuatu yang dibuat, tetapi keburukan hanya karena tidak adanya kebaikan. di
dalam mengenai Tuhan Agustinus tidak cukup hanya dengan akal saja. Akal tidak akan
mampu menangkap hakikat Tuhan. Manusia memerlukan iman untuk mempercayai
sesuatu yang tidak dapat dilihatnya atau keyakinan seseorang yang dapat memiliki
pengetahuan.
Tuhan adalah pengada yang mutlak, dia adalah abadi, tidak berubah. Dia berada
di luar pemahaman manusia, karena ia lebih besar dari sesuatu yang di ketahui manusia.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dalam kaitannya dengan Tuhan adalah terbatas dan di
peroleh melalui anlogi dari sesuatu yang dialami mausia. Untuk mengetahui sesuatu yang
tidak akan berubah itu manusia harus menggunakan rasio da iman secara bersama-sama.
Tuhan itu pribadi, berpikir dan berkehendak. Dia menciptakan dunia dan
mengendalikannya sesuai dengan rencana Ilahi-Nya yang telah ditetapkan. Tuhan
menciptakan dunia dari ketiadaan.

2

Anselmus (1033-1109)
Anselmus berpendapat bahwa Tuhan bukannya “bukan apa-apa” , melainkan
adalah pengada tertinggi dari segala sesuatu. Tuhan bukan hanya dapat diketahui didalam
iman. Untuk mengetahui Tuhan, sebagaimana kata Agustinus “Credo ut intelligam” aku
beriman agar ku mengerti. Selanjutnya Anselmus memperkuatnya lagi, dengan menggaris
bawahi bahwa perlunya iman ini, iman sendirilah yang mengajarkannya. Tetapi ia tidak
menghalangi bahwa, dari iman yang diandaikan sedemikinan itu, Anselmus berusaha
mencapai pada imlu pengetahuan, sehingga pada akhirnya dia memahami apa yang
semula hanya di-Percayai. Disini yang ingin dia pahami adalah eksistensi dan kodrat
Allah:
“Oleh karena itu, ya Tuhan, engkau yang memberikan pengetahuan pada iman,
perkenankanlah saya memahami, sejauh itu, kau anggap baik bahea engkau ada, seperti
kami percaya, bahwa engkau sedemikian yang kami percayai itu”.
Kita percaya bahwa Allah itu ada, tapi apakah maksud dari Allah itu, yakni “kami
percaya bahwa engkau adalah sesuatu yang lebih besar daripada itu yang tak dapat di
bayangkan.6
Tuhan bagi Anselmus adalah sesuatu yang selainya sesuatu yang lebih besar tidak
dapat dipikirkan. Tuhan itu harus bereksistensi, karena tanpa eksistensi tuhan tidak akan
menjadi sempurna. Eksistensi lebih sempurna dari pada tidak bereksistensi.

3

Thomas Aquinas (1225-1274)
Thomas Aquinas menggabungkan pemikiran Aristoteles dengan wahyu
Kristen. Kebenaran iman dan rasa pengalaman bukan hanya cocok, namun juga saling
melengkapi; beberapa kebenaran, seperti misteri dan inkarnasi dapat diketahui melalui
wahyu, sebagaimana pengetahuan dari susunan benda-benda di dunia, dapan diketahui
melalui rasa pengalaman; seperti kesadaran manusia akan eksistensi Allah, baik wahyu
maupun rasa pengalaman dipakai untuk membentuk persepsi tentang adanya Allah.
Thomas Aquinas terkenal dengan lima jalan (quinque viae ad deum) untuk
mengetahui bahwa Allah benar-benar ada.7

6
7

Louis Leahy, Filsafat Ketuhan…………..(Yogyakarta: Kanisius,1993), 136.
http/wikipedia. Filsafat Ketuhanan

 Jalan 1 adalah gerak, bahwa segala sesuatu bergerak, setiap gerakan pasti ada yang
menggerakkan, namun pasti ada sesuatu yang menggerakkan sesuatu yang lain,
namun tidak digerakkan oleh sesuatu yang lain, Dialah Allah.
 Jalan 2 adalah sebab akibat, bahwa setiap akibat mempunyai sebabnya, namun ada
penyebab yang tidak diakibatkan, Dialah sebab pertaman, Allah.
 Jalan 3 adalah keniscayaan, bahwa di dunia ini ada hal-hal yang bisa ada dan ada
yang bisa tidak ada (contohnya adalah benda-benda yang dahulu ada ternyata ada
yang musnah, namun ada juga yang dulu tidak ada ternyata sekarang ada), namun
ada yang selalu ada (niscaya) Dialah Allah.
 Jalan 4 adalah pembuktian berdasarkan derajat atau gradus melalui perbandingan,
bahwa dari sifat-sifat yang ada di dunia ( yang baik-baik) ternyata ada yang paling
baik yang tidak ada tandingannya (sifat Allah yang serba maha) Dialah Allah.
 Jalan 5 adalah penyelenggaraan, bahwa segala ciptaan berakal budi mempunyai
tujuan yang terarah menuju yang terbaik, semua itu pastilah ada yang mengaturnya,
Dialah Allah.
Tuhan adalah sebab utama dari segala urusan. Dia adalah kesempurnaan akhir,
norma kebenaran, keindahan, kebaikan, perancang tertib alam semesta, dan pengaruh yan
cerdas. Pengetahuan manusia tentang tuha mengimplikasikan bahwa dia sebagai satusatunya pengarah yag mutlak, tidakbergerak dan tidak berubah.
Manusia memiliki pengetahuan yang langsung dan sempurna esensi tuhan, namun
bukan berarti manusia sama sekali tidak dapat memahami tuhan. Ada dua cara untuk
memahami tuhan, yaitu cara negatif dan cara analogi. Cara negatif menunjukkan
gambaran Tuhan, tidak tersusun, tidak terbilang, tidak musnah dan tidak kurang.
Sedangkan cara analogi berdasarkan pada kemiripan meskipun tidak sama dengan
siapapun dan apapun, tuhan memiliki beberapa kemiripan atau persamaan. Ini terjadi
karena fakta bahwa dia adalah penyebab dari segala sesuatu dan akibat, secara niscaya
memiliki kesamaan dengan sebabnya.
c

Tuhan dalam Pandangan Filsuf Islam
Banyak sekali para pemikir Islam yang berusaha mengungkap hakikat Tuhan dengan
cara menggali ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dipadukan dengan metode

rasional. Kebanyakan pemikir mempertentangkan antara rasio dan iman. Keduanya justru
saling memperkuat. Sebagian filsuf muslim itu adalah:
1s AL KINDI
Al-Kindi

adalah

flosof

muslim

yang

mempercayai

kepada

kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benars Ia
merupakan peletak pertama fondasi flsafat islams Al-Kindi juga
menegaskan bahwa flsafat sama sekali tidak bertentangan dengan
agamas
Dalam

konsepsinya

tentang

ketuhanan,

pertama-tama

ia

memaparkan tentang makna wujuds Dalam pandangannya, wujud
terbagi menjadi dua bagians Pertama, wujud yang mumkin, atau wujud
yang nyata karena adanya lainya (wajibul wujud li ghairihi)s Kedua,
wujud yang nyata dengan sendirinya (wajibul wujud li dzatihi)s
menurutnya, tuhan termasuk dalam wajibul wujud li dzatihis Dengan
kata lain, keberadaan tuhan tidak dipengaruhi hukum kausalitas
dimana Dia dituntut adanya sebab dari keberadaan-Nyas8
Dalam metafsika ia menjelaskan bahwa alam ini partikuler
(juz’iyah/aniyah) yang segalanya itu terdapat materi hakiki yang
disebut universal (kulliyah/mahiyah)s Berbeda dengan Aristoteles yang
menyatakan bahwa Tuhan itu adalah penggerak pertama (real agent),
sedangkan al-Kindi menyatakan bahwa Tuhan itu adalah Penciptas
Tuhan tidaklah terdiri dari aniyah ataupun mahiyahs Tuhan tidak sama
dengan alam, dan tidak tersusun atas genus dan spesies, yang
menyebabkan kefanaans Dia Esa dan Maha Suci dari jamak dan fanas9
Karena Tuhan tunggal sama sekali, maka batasan (defnisi)
tentang Dia tidak dapat diberikan sama sekali, karena batasan berarti
suatu penyusunan, yaitu dengan memakai spesies dan diferential (an-

Ahmad Hanaf, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996),s 68s

8

HsAs Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Seta,1997),s107-108s

9

nau’ wa al-fashl)s Atau dengan memakai hule dan form, seperti halnya
dengan bendas Sedang hal seperti itu mustahil bagi Allahs10
Jadi Al-Kindi menetapakan bahwa Al-Ba’ri (tuhan) punya sifatsifat zat, Af’al dan negasi, seperti yang disebutkan di dalam atsar dan
apa yang di pegangi oleh Mu’tazilah tetapi ia mengembalikan semua
itu kepada zat untuk menggemakan ide monoteismes Karena sifat-sifat
itu bukan sesuatu yang bisa dibedakan dan dipisahkan dari zats
Untuk membuktikan tentang wujud tuhan, Al-Kindi berpijak pada
adanya

gerak,

argumentasi

keanekaan,

yang

sering

dan
di

keteraturan

kemukakan

alam
oleh

sebagaimana

flosof

Yunanis

Sehubungan dengan dalil gerak, Al-Kindi mengajukan pertanyaan
sekaligus memberikan jawaban-nya dalam ungkapannya “mungkinkah
sesuatu menjadi sebab adanya sendiri, ataukah hal itu tidak mungkin?
Jawaban-nya: Yang demikian itu tidak mungkin, dengan demikian,
alam ini adalah baru, ada permulaan dalam waktu, demikian pula alam
ini

ada

akhirnya,

oleh

karena-nya

alam

ini

harus

ada

yang

menciptakannya”s Argument Al-Kindi ini sejalan dengan argument
Aristoteles tentang Causa Prima dan penggerak pertamas Penggerak
yang tidak bergeraks Dari segi agama, argument Al-Kindi itu sejalan
dengan argument ilmu Kalams Alam berubah-ubah, semua yang
berubah-ubah

adalah

barus

Maka

alam

adalah

ciptaan

yang

mengharuskan ada penciptaan-nyas Yang menciptakan dari tiadas
Mengenai dalil keteraturan alam wujud sebagai bukti adanya
tuhans Al-Kindi mengatakan bahwa keteraturan alam inderawi tidak
mungkin terjadi kecuali dengan adanya dzat yang tidak terlihat, dan
dzat yang tidak terlihat itu tidak mungkin diketahui adanya kecuali
dengan adanya keteraturan dan bekas-bekas yang menunjukkan
adanya yang terdapat dalam alam inis Argument demikian ini di sebut
argument teologik yang pernah juga di gunakan Aristoteles, tetapi juga
bisa diperoleh dari adanya ayat-ayat Al-Qu’ans
Ahmad Hanaf, ibids, 69

10

Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, al-Kindi kadang-kadang
menggunakan argumen teologis, yang selalu meperoleh keunggulan
istimewa dalam lingkungan dimana perasaan agama dan estetik telah
begitu intenss Meskipun begitu, argumen tentang bermulanya dunia
yang banyak ia gunakans Sesungguhnya keterbatasan waktu dan
gerak diajukan al-Kindi sebagai petunjuk terhadap bermulanya dunia
dan waktu (huduts), dan selanjutnya digunakan sebagai petunjuk
terhadap eksistensi penciptanyas Karena itu, setelah menetapkan
bahwa mustahil dunia ini tak terbatas dan bersifat abadi, maka
kesimpulannya

bahwa

“karena

itu

dunia

haruslah

ditimbulkan

(muhdats) dari kebutuhan yang mendesak (necessity), adapun apa
yang ditimbulkan oleh seorang yang menimbulkan (muhdits) karena
yang menimbulkan dan yang ditimbulkan merupakan term-term yang
korelatifs Dunia sebagai satu keseluruhan haruslah ditimbulkan dari
tiada”s
Bagian yang masuk akal dari argumen al-Kindi muncul dari
uraian (keterangan) linguistik murni, bahwa stilah Arab “muhdats” bila
diterapkan pada dunia, dan yang sengaja telah diterjemahkan sebagai
“ditimbulkan, ketimbang diciptakan” untuk menghilangkan kesan yang
jelas tentang adanya perulangan (circurality), menimbulkan konotasi
ganda tentang penciptaan ex nihilo dan dalam waktus Jelas bahwa
konotasi yang pertama akan menghasilkan tidak lebih dari sebuah
kesimpulan

tautologis

karena

jika

dianggap

bahwa

dunia

itu

diciptakan, secara verbalnya adalah bahwa ia harus mempunyai
penciptas Tetapi dengan argumen yang kedua, argumen itu bisa
mempunyai daya yang meyakinkan lebih besar, dan keabsahannya
tergantung sama sekali kepada apakah premis mayor itu telah berhasil
dibangun atau belum dan argumen ini mengaju kepada tesis helenik
dan helenistik tradisional tentang alam semesta yang abadi seperti
yang diajukan oleh Aristoteles dan Procluss11
11

Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta:Pustaka Jaya,1986)s, 154s

2s IBNU RUSYD
Tuhan yang dikonsepsikan oleh Averroes adalah Tuhan yang
tidak mengetahui hal-hal yang partikulars Tuhan yang tidak tahu (atau
tidak mau tau?) hal-hal yang menjadi pergumulan keseharian manusia,
apakah

persoalan

pribadi

atau

tatanan

alam

setelah

ia

menciptakannyas Tuhan Averroes adalah Tuhan yang hanya mengurus
hal-hal yang general seperti penciptaan alam dan penetapan hukumhukum alam yang menjaga keseimbangan alam dan makhluk yang
hidup di dalamnyas
Tuhan ala Averroes yang rasional adalah Tuhan yang menjadi
inspirasi dari para pemikir peletak dasar Pencerahan Eropa, karyakaryanya (yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin)
dibaca luas, tetapi meresahkan para agamawan (Islam, dan juga
Katolik), hingga Sts Thomas Aquinas pada waktu itu (yang secara tidak
langsung

adalah

Ghazalian)

sampai

harus

menulis

buku

yang

menyerang pengikut Averroes (buku Aquinas ini diterjemahkan oleh
Beatrice Zedler dengan judul On The Unity of the Intellect against the
Averroist (Milwaukee: Marquette University Press, 1968)
Doktrin utama flsafat Ibn Rusyd yang membuatnya dicap
sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat pengetahuan
Tuhan dan kekekalan jiwa manusia dan kebangkitannyas
Terhadap doktrin keabadian dunia, dia tidak menolak prinsip
penciptaan (creation), tapi hanya menawarkan satu penjelasan yang
berbeda dari penjelasan para teologs Ibn Rusyd memang mengakui
bahwa dunia itu abadi, tapi pada saat yang sama membuat
pembedaan yang sangat penting antara keabadian Tuhan dengan
keabadian dunias Ada dua macam keabadian: keabadian dengan sebab
dan keabadian tanpa sebabs Dunia bersifat abadi karena adanya satu
agen kreatif yang membuatnya abadis Sementara, Tuhan abadi tanpa
sebabs Lebih dulunya Tuhan atas manusia tidak terkait dengan waktus
Keberadaan Tuhan tidak ada kaitannya dengan waktu karena Dia ada

dalam keabadian yang tak bisa dihitung dengan skala waktus Lebih
dulunya Tuhan atas dunia ada dalam keberadaan-Nya sebagai sebab
yang darinya muncul semua keabadians
Bagi Ibn Rusyd, tidak ada creatio ex nihilio, tapi penciptaan
adalah proses perubahan dari waktu ke waktus Menurut pandangan ini,
kekuatan kreatif terus-menerus bekerja dalam dunia, menggerakannya
dan menjaganyas Adalah mudah untuk menyatukan pandangan ini
dengan konsep evolusis
Dalam pandangannya tentang pengetahuan Tuhan, Ibn Rusyd
menyatakan

bahwa

dalam

mengetahui

Dirinya

sendiri,

Tuhan

mengetahui segala sesuatu yang ada bedasarkan Wujud itu yang
merupakan sebab bagi eksistensi segala sesuatus Dengan begitu,
Wujud Pertama mengetahui segala wujud partikular melalui Dirinya
sendiris12
D. KESIMPULAN
Dari beberapa pengertian tentang Tuhan, berbagai ilmuan dari filosof barat dan islam
dengan menggunakan berbagai macam metode, mereka bisa membuktikan bahwa segala sesuatu
ini berasal dari yang maha ADA yakni Tuhan. Dengan demikian Tuhan diartikan sebagai wujud
yang wajid adanya (Tuhan sabagai being). SOKRATES megatakan dengan menggunakan
metode dialektika. Dan Plato menggambarkan Tuhan sebagai Demeiourgos (sang pencipta) dari
alam ini dan sebagai Ide Tertinggi dari alam ide. Dan ide tertinggi menurut Plato adalah Ide
kebaikan.
Sedangkan menurut pemikir Islam berusaha mengungkap hakikat Tuhan dengan cara
menggali ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dipadukan dengan metode rasional.
Kebanyakan pemikir
memperkuat.

12

Ibids 392-393s

mempertentangkan antara rasio dan iman. Keduanya justru saling

DAFTAR PUSTAKA
Fakhrys Majids Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Jaya,1986s
Gilson. Etienne, Tuhan di Mata Para Filusuf, Bandung: Mizan, 2004.
Hanafs Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996s
HsAs Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Seta, 1997s
Http//wikipedia. Filsafat Ketuhanan.
Kuswanjono. Arqom, Ketuhanan Dalam Telaah Filsafat Perenial,
Yogyakarta: Arindo

Nusa Media, 2006.

Leahy. Louis, Filsafat Ketuhanan Kontemporer, Yogyakarta: Kanisius, 1993.