Dasar Hukum Awal Waktu Shalat

GEOMETRI WAKTU SHALAT
(Studi Posisi Matahari Saat Awal Waktu Shalat)
Muhajir, SHI, MSI.
A. Pendahuluan
Matahari merupakan sumber utama dalam kehidupan manusia, sinar
cahayanya yang dikeluarkan telah memberikan kehidupan pada manusia
dibumi, disamping ia memberikan manfaat secara biologis bagi kehidupan
makhluk di bumi, ia juga dijadikan sebagai penanda waktu bagi tata kehidupan
makhluk, karena pergerakannya yang relatif tetap maka dapat diperhitungkan
melalui rumus-rumus yang diciptakan oleh pakarnya,
Setelah kita amati, matahari terbit di ufuk timur kemudian perlahan
merambat naik sampai pada pertengahan hari Matahari mencapai perjalanan
yang paling tinggi di tempat kita dan untuk selanjutnya turun perlahan ke arah
barat dan pada petang harinya terbenam di ufuk sebelah barat.1 Jika malam
cerah tampak bintang gemintang seakan-akan menempel di langit dan
membentuk kelompok-kelompok tertentu yang tetap dan membentuk gambaran
seperti hewan, manusia dan lainnya seperti bintang Waluku, Biduk, Lei,
Scorpion, dan lain-lain2. Bintang-bintang itu bergerak dari timur ke barat.
Untuk mengamati gerak Matahari, kita tidak terlalu sulit kerena ia termasuk
benda langit yang sangat jelas untuk diamati baik dari bentuknya, geraknya
maupun posisinya, akan tetapi untuk mengetahui benda-benda langit lainnya

yang letaknya sangat jauh tidaklah semudah seperti mengetahui Matahari, dari
semua kejadian alam ini, kemudian para pakar merumuskan sebuah teori yang
dapat dijadikan pedoman peneiitian-penelitian selanjutnya, beberapa teori yang
telah disusun oleh para pakar diantaranya adalah : Geometri, Trigonometri,
Trigonometri bola, geogafi dan lain-lain

1
. Selamet Hambali, Ilmu Falak 1, penentuan awal watu shalat dan Arah kiblat seluruh dunia,
Program pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2011, hal. 49.
2
. Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam teori dan praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta, 2008,
hal 129

1

Khusus untuk fenomena matahari, ia mendapat perlakuan khusus dari
manusia, dari sejak zaman peradaban mesir kuno, babilonia, yanani ia jadikan
penanda waktu dalam bercocok tanam, dan juga sebagai penanda waktu
pergantian musim, sampaik kemudian islam datang dengan mambawa syariat
yang diantara syari’atnya adalah mengatur kewajiban shalat bagi ummatnya.

Shalat yang diwajibkan oleh Islam pada ummatnya telah dikaitkan juga
dengan pergerakan matahari3, dari begitu pentingnya matahari sehingga Allah
bersumpah dalam firmannya demi matahari. Dalam shalat, Islam telah
mengambil lima kejadian dari fenomena matahari harian, artinya ummat Islam
wajib melakukan shalat sedikitnya 5 waktu dalam sehari semalam dalam waktu
yang telah ditentukan dimana waktu itu berkaitan dengan pergerakan matahari.
Waktu – waktu shalat itu telah diisyaratkan oleh Allah SWT dalam ayat
– ayat al-Qur’an yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah dengan amal
perbuatanya sebagaimana tersurat dalam haditsnya, waktu – waktu itu
ditunjukan oleh al-Qur’an maupun Hadits semua berupa fenomena alam yakni
tergelincirnya matahari (untuk waktu salat Zuhur), panjang bayangan sesuatu
(untuk waktu salat Asar), matahari terbenam (untuk waktu salat Maghrib),
hilangnya mega merah (untuk waktu salat isya), terbit fajar (untuk waktu
subuh), sebagai konsekuensi logis dari dalil syar’i ini bahwa waktu shalat tidak
dapat dilakukan pada sembarang waktu, akan tetapi harus mengikuti petunjukpetunjuk yang telah ditentukan oleh syar’i4.
Semua fenomena alam (matahari) ini akan berjalan lancar, dan normal
dan mudah dilaksanakan dalam memenuhi suatu kewajiban bagi penggunanya
manakala suasana alam semesta ini dalam keadaan normal, cuaca bagus
walaupun pada hakikatnya matahari tidak berhenti dan tetap berjalan
sebagaimana jadwalnya dalam keadaan apapun karena pengaruh alam. Namun

bagaimana jika suasana alam sedang dalam keadaan tidak normal semisal
mendung, hujan, atau hal lain yang dapat menyulitkan untuk selalu melihat
3

. Tim Penyusun, , Alamanak Hisab Rukyat, Diktis Kemenag RI, Jakarta, 2010, Hal 142
. Susiknan Azhari, Ilmu Falak perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Suara
Muhammadiyah, Yogyakarta, 2007, hal 63
4

2

keadaan matahari saat melaksanakan kewajiban?, tentu kesulitan ini juga akan
terasa bagi ummat jika setiap akan melakukan kewajiban harus melihat
kedudukan matahari apakah sudah kulmunasi atau tidak dan seterusnya, dalam
makalah ini akan menjelaskan bagaimana waktu matahari itu disederhanakan
dalam bentuk jam yang kita gunakan setiap hari, sehingga kita dapat dengan
mudah dalam melaksanakan kegiatan wajib yang telah dikaitkan dengan
perjalanan matahari tentu dengan melihat jam yang sudah kita pakai sesuai
dengan jadwal shalat yang telah disusun5.
B. Dasar Hukum Awal Waktu Shalat

Dalam kajian fikih, waktu salat didefinisikan berdasarkan panjang
bayangan, muncul dan terbenamnya fajar (pancaran cahaya langit ketika
matahari berada di bawah horizon6, terutama ketika petang/malam).

Dalil Al Quran tentang Waktu Salat

Ayat-ayat Al Quran yang menyatakan bahwa waktu shalat punya limit
dan ketentuan (awal dan akhir) dalam prakteknya, yang berarti shalat tidak bisa
dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan
dalil-dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadis terkait, berikut adalah ayat qur’an
yang menjelaskan tentang waktu shalat.:

ْ‫ْﻧَﻨﺘُﻢ ﻓَ ﺄَﻗِ ُﻴﻤﻮا‬
ْ ‫ﻮداَ َوﻋﻠَﻰ ُﺟﻨُﻮﺑِ ْﻜُﻢ ﻓَﺈِذَا اﻃَْﻤﺄ‬
‫ُﻌ ُﺎﻣﺎًَو‬
ً‫ﻗَﻀﻴـ ُﺘُﻢ اﻟﺼﱠﻼَةَ ﻓَﺎذُْﻛُﺮواْ اَّ ﻗِ ﻴ َﻗـ‬
َْ ‫ﻓَﺈِذَا‬
ً‫ﻨِﲔﻛِ ﺘَﺎً ْﻣﱠﻮﻗُﻮ‬
َ ‫ﺎﻧَﺖ َﻋﻠَﻰ اﻟُ ْْﻤِﺆﻣ‬
ْ ‫ﱠﻼَة َﻛ‬

َ ‫اﻟﺼﱠﻼَةَ إِ ﱠن اﻟﺼ‬
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah
5

. Pedoman Hisab Muhammadiyah, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Yogyakarta, 2009, hal

52.
6

Biasa diterjemahkan dengan kakilangit, ufuk, atau cakrawala. Ufuk ada tiga macam, yait:
ufuk hakiki (ufuk sejati/true horizon), ufuk h{issi (horizon semu/horizontal astronomy), dan ufuk mar’I
(ufuk kodrat/visible horizon). Lebih lanjut baca Khazin (2005: 85-86).

3

merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. (QS. Al-Nisa’ 103)


‫ْﻞ‬
ِ ‫ﰲ اﻟﻨـَﱠﻬ ِﺎرﻟًََُﻔﺎوزَِﻣﻦ اﻟﻠﱠﻴ‬
َِ‫َﻗِﻢ اﻟﺼَﱠﻼةَ َﻃَﺮ‬
ِ ‫َ وأ‬

Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan
pada bahagian permulaan daripada malam (QS. Hud: 114)
Ayat tersebut tentang waktu shalat, akan tetapi sifat umum dan tidak terperinci,
akan tetapi Nabi Muhammad kemudian merinci dalam haditsnya, kemudian
dari al-qur’an dan hadits tersebut ulama menafsirkan dalam berbagai
perspektif. Untuk mempermudah dalam memahami perintah syari’at.
C. Geometri Waktu Shalat
Pada dasarnya, cara menentukan waktu shalat adalah dengan
melakukan observasi / pengamatan posisi matahari7. Namun dengan kemajuan
kemajuan ilmu pengetahuan, tanpa melihat posisi matahari, manusia dapat
mengetahui kapan datangnya waktu shalat, tentu setelah dilakukan penelitianpenelitian yang menghasilkan sebuah rumusan penentuan waktu shalat.
Dari hukum asal yang telah dinyatakan dalam beberapa nash al-Qur’an
dan Hadits, dan dengan pengamatan terhadap kedudukan matahari, maka
kemudian ahli-ahli falak Islam menentukan kedudukan matahari yang sepadan
dengan dengan waktu-waktu yang dijelaskan dalam nash atau penjelasan para

ulama fikih klasik.
Kedudukan matahari tersebut dapat dinyatakan dalam istilah-istilah
falak untuk mempermudah dalam melakukan penentuan perhtungan waktu
yang diinginkan, dalam hal ini yang dimaksud adalah Istilah-Istilah yang
digunakan dalam perhitungan awal waktu shalat
Berikut adalah beberapa istilah yang digunakan dalam perhitungan
waktu sholat.

7

. Baharrudin Zainal, Ilmu Falak Edisi kedua, Dawama, Selangor Malaysia, 2004, hal 120.

4

1. Tinggi Matahari, adalah Jarak busur sepanjang lingkaran vertikal dihitung
dihitung dari ufuk sampai matahari, tinggi matahari bernilai positif apabila
berada di atas ufuk dan bernilai negatif apabila berada dibawah ufuk,
berikut adalah gambar tinggi matahari saat waktu shalat :
Dari hasil observasi para pa-kar,
ilmuwan


falak

menentu-kan

tinggi matahari sebagai berikut8:
Dzuhur
Asar

= 0°

= cotg h = tan zm + 1

Maghrib

= -1

Isyak

= - 18


Subuh

= - 20

Dluha

= 3.5

Tinggi waktu dzuhur adalah 90°, karena sudut waktu dalam menghitung
waktu shalat menggunakan rumus cosinus, maka cos 90° adalah 0°,
sehingga tinggi matahari dzuhur selalu ditulis 0°, dan Maghrib, Isyak dan
Subuh memiliki ketinggi minus, kareka pada waktu-waktu tersebut
matahari berada dibawah ufuk, masing-masing adalah -1°, -18°, 20°. Untuk
ketinggian waktu asar ia memiliki rumus tersendiri dalam menentukan
tinggi matahari, maksud dari rumus tersebut adalah waktu asar akan tiba
saat suatu benda memiliki panjang yang sama dengan bendanya ditambah
bayangan yang dimiliki benda tersebut saat matahari kulminasi.
2. Sudut Waktu Matahari (SWM), adalah busur sepanjang lingkaran harian
matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Harga

nilai SWM adalah berkisar 0° sampai 180°. Nilai 0° adalah ketika matahari
berada pada titik kulminasi atas (titik Zenit), sedangkan nilai 180° ketika
matahari berada pada titik kulminasi bawah (titik Nadlir), apabila matahari
8

. Drs. A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi) Awal Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun
(Hisab Kontemporer), Amzah, Jakarta, 2009 . hal 45

5

berada disebelah belahan langit barat titik meridian, maka nilai SWM
positif, sedang apabila matahari berada disebelah belahan langit timur titik
meridian, maka nilai SWM Negatif. SWM dalam perhitungan waktu shalat
biasa menggunakan simbul “t” atau sudut t, ia dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Rumus = Cos t = - tan  x tan δ +

Sin h
.
cos  x cos δ


gambar sudut waktu :

t

3. Lintang tempat, Ardlul Balad atau Latitude dengan symbol . Yaitu tempat
yang diukur dari khatulistiwa kearah utara dan selatan, berkisar 0° sampai
90°. Jika posisinya berada di utara khatulistiwa maka disebut Lintang Utara
(LU) dan diberi tanda (+). Sedangkan jika posisinya berada di selatan
khatulistiwa maka disebut Lintang Selatan (LS) dan diberi tanda (-).
4. Bujur tempat, Thulul Balad, Longitude dengan symbol  (lamda). Yaitu
tempat yang diukur dari kota Greenwich London Inggris (terletak 97 km
/20 mil ke arah tenggara dari kota London) kearah timur dan barat, berkisar
0° sampai 180°. Jika posisinya berada di sebelah timur kota Greenwich
maka disebut Bujur Timur (BT) dan diberi tanda (+). Sedangkan jika

6

posisinya berada sebelah barat kota Greenwich maka disebut Bujur Barat
(BB) dan diberi tanda (-).
5. Time Zone, Farqus Sa’ah, pembagian waktu secara politik diukur dari kota
Greenwich sebagai patokan jam 00:00. Jika di sebelah timurnya ditandai
dengan (+). Secara umum time zone dibagi dalam setiap 15° yakni per 1
jam, akan tetapi ada sebagian wilayah yang hanya 7.5° yakni ½ Jam.
6. Deklinasi matahari, Mailusy Syamsi, Declination of the Sun, dengan
symbol δ (delta). Yakni jarak matahari dari Equator. Nilai deklinasi plus
(+) jika matahari di utara Equator dan mines (-) jika di selatan Equator.
Pada tanggal 21 Juni matahari berada paling jauh di utara equator dengan
harga deklinasi 23° 27' dan pada tanggal 22 Desember matahari berada
paling jauh di selatan equator dengan nilai deklinasi -23° 27'. Pada tanggal
21 Maret dan 23 September matahari berada persis di equator dengan harga
deklinasi 0°.
7. Zenith, garis tegak lurus ditarik ke atas dari tempat kita berdiri.
8. Semi Diameter Matahari, Nisfu Qotrisy Syams, dengan simbol sd. Yaitu
lebar separo piringan matahari, biasanya diperlukan dalam menghitung
waktu maghrib dan thuluk. Garis tengah matahari kurang lebih 32' jadi nilai
separo lingkaran matahari adalah 16'.
9. Refraksi, pembiasan cahaya yakni pembelokan cahaya karena posisi
piringan matahari berasa di garis ufuk. Harga refraksi benda-benda langit
saat berada di ufuk -+ 34' 30". Jadi pada saat piringan atas matahari terlihat
terbenam maka sebenarnya piringan atas matahari tersebut sudah berada di
posisi 34' 30" di bawah ufuk dan titik tengah matahari berada di 34' 30" +
16' = 50' 30" di bawah ufuk.
10. Dip, yakni kerendahan ufuk yang disebabkan tingginya tempat. Semakin
tinggi tempat menyebabkan semakin rendahnya ufuq. Yakni pada saat
7

maghrib ketika kita berada di ketinggian 0° matahari terlihat sudah
terbenam akan tetapi jika kita naik ke atas dengan ketinggian tertentu maka
matahari masih terlihat diatas ufuk. Dip = (1.76 / 60 ) x  tinggi tempat.
11. Equation of Time, Daqaiuqut Tafawwut, Ta’diluz Zaman, Ta’dilul Waqti,
perata waktu, dengan simbol e° (huruf e kecil). Yaitu selisih antara waktu
kulminasi matahari hakiki dengan waktu kulminasi rata-rata matahari. Pada
saat posisi bumi berada di posisi terdekat dengan matahari, pergerakannya
pada lingkaran ekliptika berlangsung lebih cepat daripada ketika posisi
bumi jauh dari matahari. Akibatnya saat kulminasi matahari setiap hari
selalu berubah, kadang persis jam 12:00, kadang kurang dan kadang lebih.
Kelebihan dan kekurangannya dari pukul 12:00 inilah yang disebut dengan
equation of time. Berikut adalah gambaran EoT dalam 1 tahun.

8

D. Praktek Perhitungan Waktu Shalat
Perhitungan yang dimaksud dalam waktu shalat ini adalah perhitungan
waktu matahari, sehingga apabila kedudukan matahari sudah diketahui maka
waktu yang kita inginkan akan juga dapat diketahui, karena perhitungan ini
dipautkan dengan pergerakan matahari yang diukur dengan kesatuan waktu
maka waktu ini disebut dengan Waktu Matahari Pertengahan9, yaitu yang dapat
dibaca pada jam kita.
Waktu pertengahan adalah Waktu matahari hakiki10 yang dibuat rata-rata
dengan cara menambah atau mengurangi waktu matahari hakiki dengan perata
waktu (Equation of Time). Dari waktu pertengahan ini biasanya disesuaikan
lagi dengan waktu Daerah (Zone mean Time) yaitu waktu yang ditetapkan
menurut bujurnya, untuk daerah yang berada disebelah timur bujur yang
dijadikan pedoman maka disesuaikan dengan mengurangi selisih waktu
menurut bujurnya, dan yang berada disebelah barat disesuaikan dengan
menambah selisih waktu menurut bujurnya, untuk satu tempat tertentu yang
telah disesuaikan waktunya dengan waktu daerah maka ia disebut dengan
(local mean Time) atau waktu local setempat, waktu ini yang digunakan dalam
perhitungan waktu shalat.
Disamping

itu

masih

pula

dikenal

dengan

waktu

internasional

(International Civil Time ) , karena yang dijadikan pedoman dalam waktu
internasional ini adalah kota Greenwich, maka waktu ini dikenal dengan
Greenwich mean Time.
Waktu inilah yang digunakan para ahli sebagai kesatuan waktu mengukur
kedudukan benda-benda langit. Berikut adalah gambaran bola langit tentang
waktu matahari Hakiki dan waktu matahari pertengahan :

9
. waktu pertengahan adalah waktu yang beracuan pada pergerakan matahari melalui koordinat
equator, walaupun pergerakannya adalah semu, karena matahari tidak bergerak melalui garis equator.
10
. waktu matahari hakiki adalah waktu yang beracuan pada pergerakan matahari melalui
koordinat ekliptika,disinilah sebenarnya matahari berjalan setiap tahun.

9

M

M’
B
U

S
T

Koordinat Ekuator,
garis dimana matahari
Semu beredar, waktu
yang melewati garis
lingkaran ini di sebut
denga Waktu Matahari
Pertengahan

Koordinat Ekliptika,
garis dimana matahari
beredar, waktu yang
melewati garis
lingkaran ini di sebut
denga Waktu Matahari
Hakiki

1. Trigonometri Sudut Waktu.
Dalam beberapa buku falak telah ditulis rumus mencari sudut waktu.
Berikut adalah rumus turunan terkait rumus waktu shalat11.
Rumus = Cos t = - tan  x tan δ +

Sin h
.
cos  x cos δ

Sin h – sin  x sin δ = cos  x cos δ x cos t
Sin h – sin  x sin δ = cos  x cos δ x cos t
cos  x cos δ
cos  x cos δ
Sin h – sin  x sin δ = cos t
cos  x cos δ
Sin h
– tan  x tan δ = cos t
cos  x cos δ
Cos t = - tan  x tan δ +

11

Sin h
.
cos  x cos δ

. Selamet Hambali, ilmu falak…..hal.37

10

rumus ini merupakan rumus turunan dari teori trigomotri dasar yang
kemudian dapat dikembangkan menjadi beberapa rumus termasuk juga
rumus menghitung Azimuth Qiblat sebagaimana telah lalu dibahas.
2. Contoh perhitungan Waktu shalat
Sebagai contoh kita menghitung waktu sholat dengan markas Semarang,
lintang -6° 59' 13", bujur 110° 21' 34" dengan ketinggian tempat 30 meter.
Pada tanggal 12 Oktober 2016. Contoh perhitungan di bawah ini
menggunakan kalkulator scientific.
Lintang tempat (  )
Bujur tempat
()
Time zone
( tz )
Koreksi waktu daerah (kwd)

= -6° 59' 13"
= 110° 21' 34"
=7
= (( tz x 15 ) -  )/15
= ((7 x 15) - 110° 21' 34")/15 = - 0:21:26
= -7° 33’ 11”
= 0:13:34
= 0° 16’ 01”
= 30 meter

Deklinasi
()
Equation of time ( e )
Semi Diameter ( sd )
Tinggi tempat
( t)
Algoritmanya sebagai berikut :

Dip = (1.76 / 60 ) x  t
= (1.76 / 60 ) x  30
F = -tan  x tan 
= -tan -6° 59' 13" x tan -7° 33’ 11”
G = cos  x cos 
= cos -6° 59' 13" x cos -7° 33’ 11”
WAKTU DHUHUR
Dz = 12 – e + kwd
= 12 - 0:13:34 + - 0:21:26= 11° 25’ 00” LT
Maka

Dz (istiwak)
Dz (LT)

= 12:00:00
= 11:25:00

11

= 0° 9’ 38”
= -0° 55’ 52”
= 56° 22’ 37”

Hasil Dz ini selanjutnya akan dipergunakan untuk menghitung waktu
sholat lainnya. Dalam mengambil hasil Dz yang akan diinputkan ke waktu
sholat yang lainnya, maka apabila Dz yang digunakan adalah Dz istiwak
maka waktu sholat tersebut adalah waktu istiwak dan jika Dz yang diambil
adalah Dz LT maka waktu sholat tersebut adalah waktu local time yakni
waktu daerah seperti WIB, WITA dan WIT.
WAKTU ASHAR
B =  -  ( diambil nilai mutlaknya)
= -6° 59' 13" - -7° 33’ 11”

= 0° 33’ 58”

h = tan-1( 1 / ( tan B +1))
= tan-1 ( 1 / ( tan 0° 33’ 58” +1))

= 44° 43’ 06”

As = Dz + cos-1 ( F + sin h / G ) /15
= 11:25:00 + cos-1 (-0° 55’ 52”
+ sin 44° 43’ 06” / 56° 22’ 37”) /15

= 14:27:40 LT
= 15:02:40 ISTW

WAKTU MAGHRIB
hm = -( sd +( 34.5 / 60)+ Dip )
= - (0° 16’ 01”+ ( 34.5 / 60 ) + 0° 9’ 38” )
Mg = Dz + cos-1 ( F + sin hm /G)/15
= 11:25:00 + cos-1 (-0° 55’ 52”
+ sin -1° 00’ 09” / 56° 22’ 37”) /15

= -1° 00’ 09”

= 17:32:48 LT
= 18:07:48 ISTW

WAKTU ISYA’
Isy = Dz + cos-1 ( F + sin -18 /G) /15
= 11:25:00 + cos-1 (-0° 55’ 52”
+ sin -18 / 56° 22’ 37”) /15

= 18:42:09 LT
= 19:17:09 ISTW

WAKTU SHUBUH
Sb = Dz - cos-1 ( F + sin -20 /G) /15
= 11:25:00 + cos-1 (-0° 55’ 52”
+ sin -20 / 56° 22’ 37”) /15

12

= 03:59:39 LT
= 04:34:39 ISTW

WAKTU IMSAK
Im = Sb – 10'
= 03:59:39 – 0:10:00

= 03:49:39 LT
= 04:24:39 ISTW

WAKTU DLUHA
Dh = Dz - cos-1 ( F + sin 3.5 / G) / 15
= 11:25:00 + cos-1 (-0° 55’ 52”
+ sin -3.5 / 56° 22’ 37”) /15

= 05:35:30 LT
= 06:10:30 ISTW

Jadi Hasil perhitungan perhitungan waktu shalat untuk daerah semarang
taggal 12 Oktober 2016 adalah :
NO
1
2
3
4
5
6
7

Waktu
Imsak
Shubuh
Dluha
Dzuhur
Asar
Maghrib
Isyak

Local Time (WIB)
03:49:39
03:59:39
05:35:30
11:25:00
14:27:40
17:32:48
18:42:09

Istiwak
04:24:39
04:34:39
06:10:30
12:00:00
15:02:40
18:07:48
19:17:09

E. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk
mengetahui awal waktu shalat tetaplah berpedoman pada pergerakan matahari
yang relatif tetap. Namun untuk mempermudah aktifitas harian kita, maka
pergerakan matahari tersebut diformulasikan dalam beberapa rumus dan dapat
diperhitungkan kedudukannya, sehingga kita akan mudah menentukan jam
berapa kita akan melaksanakan kewajiban kita sehari-hari
Dalam penentuan waktu tersebut, disamping kita harus mengetahui
beberapa kaidah terkait waktu shalat, kita harus juga mengetahui jam yang kita
gunakan sudah sesuaikah atau tidak dengan standar nasional, sehingga hasil
perhitungan yang dilakukan tidak sia-sia karena jam yang kita gunakan tidak
cocok. Maka cocokan jam kita dengan GPS atau pada TV Nasional di Negara
kita. Wallahu a’lam bi showab.

13

DAFTAR PUSTAKA

Hambali,Selamet, Ilmu Falak 1, penentuan awal watu shalat dan Arah kiblat seluruh
dunia, Program pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2011.
Khazin, Muhyidin, Ilmu Falak dalam teori dan praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta,
2008,
Tim Penyusun, , Alamanak Hisab Rukyat, Diktis Kemenag RI, Jakarta, 2010.
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Suara
Muhammadiyah, Yogyakarta, 2007,
Pedoman Hisab Muhammadiyah, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Yogyakarta,
2009.
Baharrudin Zainal, Ilmu Falak Edisi kedua, Dawama, Selangor Malaysia, 2004.
Jamil, Drs. A,. Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi) Awal Qiblat, Awal Waktu, dan Awal
Tahun (Hisab Kontemporer), Amzah, Jakarta, 2009.

14