Perceraian dan Akibat Hukumnya suatu

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah sebuah kontrak berdasarkan persetujuan
sukarela yang bersifat pribadi antara seorang pria dan wanita untuk
menjadi suami-istri. Perkawinan disebut juga pernikahan, dari kata nikah
yang berarti‘aqad (kontrak), tetapi kemudian berarti jima’ (persetubuhan).
Di Indonesia kontrak atau perjanjian disebut akad nikah (perjanjian
pernikahan atau perkawinan). Sebagai perjanjian atau kontrak, maka
pihak-pihak terkait dengan perjanjian atau kontrak berjanji akan membina
rumah-tangga yang bahagia lahir batin dengan melahirkan anak- cucu
yang meneruskan cita-cita mereka. Bila ikatan lahir dan batin tidak lagi
dapat diwujudkan dalam perkawinan, misalnya tidak lagi dapat melakukan
hubungan seksual, atau tidak dapat melahirkan keturunan, atau masingmasing sudah mempunyai tujuan yang berbeda, maka perjanjian dapat
dibatalkan melalui pemutusan perkawinan (perceraian) atau paling tidak
ditinjau kembali melalui perkawinan kembali setelah terjadi perceraian.
Hukum positif Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (UU Perkawinan) memakai asas mempersulit
terjadinya perceraian. Hal ini dibuktikan dengan adanya ketentuan bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. Pengadilan yang dimaksud dalam hal ini ialah

Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain Islam dan Pengadilan
Agama bagi yang beragama Islam. Sebagaimana disebutkan dalam UU
No. 7 tahun 1989 juncto UU No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama
pada Pasal 2 bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam, yang salah satu kewenangannya
adalah di bidang perkawinan.

Salah satu ajaran yang penting dalam islam adalah pernikahan
(perkawinan). Begitu pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga
dalam alquran terdapat sejumlah ayat baik secara langsung maupun tidak
langsung

berbicara

mengenai masalah pernikahan dimaksud. Ikatan

perkawinan merupakan unsur pokok dalam pembentukan keluarga yang
harmonis dan penuh rasa cinta kasih, maka dalam pelaksanaan perkawinan
tersebut, diperlukan norma hukum yang mengaturnya. Penerapan norma

hukum dalam pelaksanaan perkawinan terutama diperlukan dalam rangka
mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing anggota
keluarga, guna membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.
Tujuan perkawinan yang lain selain membentuk keluarga bahagia,
juga ertujuan lain yaitu bersifat kekal. Dalam perkawinan perlu
ditanamkan bahwa perkawinan itu berlangsung untuk waktu seumur hidup
dan selama-lamanya kecuali dipisahkan karena kematian.
Tujuan perkawinan menurut Islam adalah menuruti perintah Allah
untukmemperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan
mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.4 Hal ini senada dengan
firman Allah:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia (Allah)
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
berfikir". (Q.s. ar-Rum ayat 21)
Namun dalam perjalanannya pernikahan seringkali tidak lagi
dianggap sebagai ikatan yang wajib dijaga. Kasus perceraian adalah salah
satu bukti bahwa pernikahan tersebut tidak lagi dianggap sebagai ikatan
jiwa raga. Tiap tahunnya kasus perceraian semakin meningkat, berikut ini

penulis rangkumkan dalam bentuk grafik.

Begitu banyak kasus perceraian yang terjadi menimbulkan implikasi
terhadap anak-anak mereka. Banyak masalah yang muncul mengenai hak dan
kewajiban orang tua terhadap anaknya, misalnya hak asuh anak, perwalian dan
sebagainya. Dalam pasal 41 UU Nomor 1 tahun 1974 disebutkan tiga akibat
putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak-anaknya, tiga akibat
tersebut ialah:
1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata mata berdasarkan kepentingan si anak. Bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anaknya, pengadilan memberikan
keputusan.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu. Bilamana bapak dalam kenyataannya
tidak dapat memberikan kewajibannya tersebut pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas

untuk membiayai

penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isterinya.


Indonesia ialah negara dengan mayoritas penduduknya agama islam,
dengan begitu hukum islam pun dipakai dalam kehidupan bermasyarakat.
dalam masalah perceraian hukum islam pun mengaturnya, sehingga dengan
latar belakang tersebut penulis meneliti permasalahan dengan tema
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK
AKIBAT PERCERAIAN”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat ditemukan
permasalahan yang terjadi diantaranya:
1. Kerukunan antara kedua mantan suami istri yang rusak mengakibatkan
anak mereka menjadi korban ketidak pastian mendapatkan hak-haknya
sebagai anak
2. Terjadi permasalahan mengenai status hak asuh anak akibat perceraian
karena kedua belah pihak menginginkan untuk mendapatkan hak asuh
anak.
3. Terjadi saling lempar mengenai kewajiban antara kedua orang tua dalam
mengurusi anaknya, terjadi karena kedua orang tua yang tidak mau
bertabggung jawab mengurusi anaknya.
4. Hak yang semestinya didapatkan oleh anak menjadi hilang akibat

perceraian tersebut.
5. Tidak ada perlindungan hukum terhadap hak anak akibat perceraian secara
jelas.
Hal tersebut diatas tidak menutup kemungkinan masih adanya
permasalahan-permasalahan lain

yang perlu di identifikasi sebagai

permasalahan yang sering kali muncul.
C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan yang akan diteliti terkait dengan
tinjauan hukum islam terhadap perlindungan anak akibat perceraian, untuk
memperoleh gambaran jelas maka diperlukan Pembatasan masalah yang akan
dibahas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan anak akibat perceraian menurut hukum islam.
2. Hak-hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua setelah perceraian
menurut hukum islam.
3. Putusan pengadilan terhadap kewajiban orang tua yang bercerai terhadap
anaknya.

D. Rumusan Masalah
Masalah-masalah penelitian dibuat untuk mengarahkan penelitian lebih
terfokus, tidak kabur dan sesuai dengan tujuan penelitian, berdasarkan latar
belakang telah disebutkan bahwa proses pembentukan demokratisasi dapat
dilihat melalui berbagai peristiwa politik, fakta-fakta yang ada dan terjadi, dan
penerapan konsep hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara
langsung.
Permasalahan yang

dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:
1. Bagaimanakah kedudukan anak akibat perceraian menurut hukum islam?
2. Apakah yang wajib dipenuhi oleh orang tua terhadap hak-hak anaknya
setelah perceraian menurut hukum islam?
3. Bagaimanakah pengadilan dalam memutus sengketa mengenai kewajiban
orang tua yang bercerai terhadap anaknya?
E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah maka tujuan penelitian yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan kedudukan anak akibat perceraian menurut hukum islam
2. Mengetahui kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua terhadap hakhak anaknya setelah perceraian menurut hukum islam.
3. Menjelaskan putusan pengadilan mengenai kewajiban orang tua yang
bercerai terhadap anaknya

F. Manfaat
Manfaat Teoritis
1. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi
penelitian berikutnya, khususnya penelitian hukum tentang perlindungan
anak dan memberi sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum
kekerabatan dan waris islam.
2. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi tentang
permasalahan perlindungan anak.
Manfaat Praktis
1. Adanya wacana dan masukan yang dapat dijadikan sebagai pembentuk
alternatif solusi terhadap pelanggaran hak anak.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika adalah gambaran singkat secara menyeluruh dari suatu karya

ilmiah. Sistematika penulisan dalam hal ini adalah sistematika penulisan
skripsi. Adapun sistematika ini bertujuan untuk membantu para pembaca agar

dengan mudah dapat memahami skripsi ini, serta tersusunnya skripsi yang teratur
dan sistematis.
Penulisan skripsi ini terbagi atas 3 (tiga) bagian : Bagian Awal Skripsi, bagian Isi
Skripsi dan bagian Akhir Skripsi. Untuk lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut:

1) Bagian Awal skripsi berisi : halaman judul, halaman Pengesahan,
Motto dan Persembahan, Kata Pengantar, Abstrak, Daftar Isi, Daftar
Tabel, Daftar Bagan, Daftar Gambar, Daftar Lampiran.

2) Bagian isi skripsi ini terdiri dari 5 bab, yaitu :
Bab 1

: Pendahuluan
Berisi tentang: Latar Belakang, Identifikasi dan Pembatasan Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan
Sistematika.


Bab 2 : Tinjauan Pustaka
Berisi tentang: Tinjauan Politik Hukum, Tinjauan Hukum Pemilihan
Kepala Daerah, Tinjauan Umum Demokrasi, Partisipasi Masyarakat
dalam Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, dan Kerangka Berpikir.
Bab 3

: Metode Penelitian

Berisi tentang: Dasar Penelitian, Jenis Penelitian, Fokus Penelitian,
Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Keabsahan Data, Teknik
Pengolahan Data, Teknik Analisis Data, dan Prosedur Penelitian.
Bab 4 : Hasil dan Pembahasan
Berisi tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum
penelitian dan pembahasan mengenai Politik Hukum Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008,
faktor-faktor yang mempengaruhi politik hukum pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah, peniliaian masyarakat

tentang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008.

Bab 5 : Penutup
Berisi tentang Simpulan dan Saran.

3) Bagian Akhir Skripsi ini terdiri atas Daftar Pustaka dan Lampiranlampiran.

TINJAUAN PUSTAKA

“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK
AKIBAT PERCERAIAN”
A. Hukum Islam dalam Perspektif Hukum Indonesia
Lahirnya Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan semakin membuka peluang
lahirnya aturan undang-undang yang berlandaskan hukum Islam. Terutama
pada Pasal 2 ayat 7 yang menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang
didasarkan pada kondisi khusus dari suatu daerah di Indonesia, dan bahwa
peraturan itu dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang
bersifat umum. Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya
kongkrit merealisasikan hukum Islam dalam wujud undang-undang dan
peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah satu buktinya
adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe

Aceh Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002.
Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem
hukum Islam untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita
dapat melakukan langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan
hukum baru yang bersumber dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk
kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum
Nasional kita.Berdasarkan keseluruhan dari uraian di atas, maka tidak ada
alasan bagi bangsa Indonesia untuk tetap mendiskriminasikan hukum Islam
dalam tata hukum nasional dengan alasan eksklusivitas, sebab secara historis
hukum Islam dengan segenap pola legislasinya telah teruji, baik eksistensinya
maupun efektivitasnya, dalam turut serta menjamin kehidupan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk mengimplementasikan semua itu tidak harus misalnya dengan
menerapkan aturan-aturan pidana Islam di Indonesia ataupun bahkan dengan
mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Islam,
namun yang terpenting bahwa hukum Islam harus dapat menjiwai dan menjadi

pondasi utama bagi struktur hukum nasional. Oleh karena itu, hukum Islam
tidak hanya dapat hidup berdampingan dengan hukum nasional, namun hukum
Islam juga dapat berperan sebagai pondasi utama dan melengkapi kekurangankekurangan hukum nasional.
1. Hukum
Dalam bahasa Inggris disebut Law yang mempunyai beberapa arti
yaitu: pertama, merupakan sekumpulan preskripsi mengenai apa yg
seharusnya dilakukan dalam mencari keadilan (hukum, ius, droit, Recht).
Kedua merupakan aturan perilaku yang ditujukan untuk menciptakan
ketertiban masyarakat (undang-undang,lex, loi, wet). Sedangkan secara istilah
hukum tersebut berarti peraturan

tertulis maupun tidak tertulis yang

merupakan kristalisasi nilai-nilai yang disepakati masyarakat dan diundangkan
dan ditegakkan oleh institusi yang berwenang, yang dijadikan pedoman atau
pemandu dalam menjalankan kewajiban atau untuk mencapai tujuan tertentu,
dan digunakan untuk menegakkan hak atau menjatuhkan sanksi. (Prof.Dr. Adi
Sulistiyono,SH.MH)
2. Islam
Pengertian Islam berasal dari kata kerja salima, akarnya adalah sin lam
mim: s-l-m. dari akar kata ini terbentuk kata salm, silm dan sebagainya. Arti
kata Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri)
dan kepatuhan. Ajaran Islam adalah penjelasan agama Islam. Dengan
mengikuti sistematik iman, Islam dan ikhsan yang berasal dari hadis Nabi
Muhammad, kerangka dasar Islam terdiri: Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
Hukum Islam adalah hukum bersumber dari dan menjadi bagian dari
agama Islam. Hukum islam di bedakan taklifi dan wadh’I Taklifi (1) ja’iz
atau mubah atau ibahah (2) sunnah(3) makruh (4) wajib(5) haram.
a. Syari’at (islamic law)
syariat terdapat dalam al-Qur’an surat al-Jatsiyah 45: 18. Dalam
bahasa arab berarti jalan menuju sumber (mata) air yakni jalan lurus yang
harus diikuti oleh setiap muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan

Allah dan ketentuan Rasul-Nya baik berupa larangan maupun berupa
suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Syariat ini
sendiri dapat dari kata Tasyri yang artinya pembuat peraturan perundangperundangan yang bersumber dari wahyu dan sunnah yang disebut tasyri’
samawi (Allah dan Rasul-Nya). Tasyri’ wadh’I dan peraturan perundangundangan yang bersumber dari pemikiran manusia disebut (wadha’aha=
membuat sesuatu menjadi lebih jelas dengan karya manusia).
b. Fiqih (islamic jurisprudenci)
fiqih adalah hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an dan
sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang
telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksnakan hukum
Islam. Orang yang faham tentang ilmu fiqih disebut fakih atau fukaha
(jamaknya) artinya ahli atau para ahli hukum (fiqih) Islam).
Ruang lingkup hukum islam Munakahat mengatur segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya.
Wirasah, mengatur masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta peninggalan serta pembagian waris. Hukum kewarisan Islam ini
disebut juga hukum fara’id. Mu’amalah dalam arti khusus mengatur
msalah kebendaan dan hak-hak atas benda , tata hubungan manusia dalam
soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan
sebagainya. Jinayat atau ukubat memuat aturan-aturna mengenai
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah
hudud maupun dalam jarimah ta’zir. Yang dimaksud jarimah adalah
perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah
ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad (hudud jamak dari had = batas). Jarimah ta’zir adalah
perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumnya ditentukan oleh
penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir = ajaran atau
pengajaran). al-ahkam al-sulthaniyah (khilafah) membicarakan soal-soal
yang berhubungan dengan kepala Negara, pemerintahan, baik pemerintah
pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya. siyar mengatur

urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan
Negara lain serta mukhasamat mengatur soal peradilan, kehakiman dan
hukum acara.
B. Perlindungan Anak di Indonesia
Arif Gosita menyebutkan, perlindungan anak adalah suatu usaha
konkret dalam

melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan

kewajibannya. Hukum perlindungan anak merupakan aturan tertulis
dan tidak tertulis yang menjamin agar anak benar-benar mendapat akses
melaksanakan hak dan kewajibannya. Pasal 2 dari Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anakmerumuskan halhal berikut: “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhandan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.”
Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan yang wajar, b a i k
m a s i h d i dalam kandungan maupun tidak, terhadap lingkungan yang dapat
membahayakan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak
secara tidak wajar termasukdidalamnya akibat dari perceraian orang tuanya.
Mengenai pengertian “ANAK”, tidakada definisi yang jelas tentang ini dalam
Burgerlijk Wetboek . Pada pasal 330 BWdisebutkan: belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur dua puluh satutahun dan tidak kawin
sebelumnya.
C. Perceraian dan Akibat Hukumnya
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan
tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta
pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus
memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama
pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana
mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak
negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu
dapat diminta maju ke pengadilan.

Perceraian merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada
perceraian tanpadiawali perkawinan terlebih dahulu. Perkawinan yang
merupakan awal hidup bersama antara satu orang pria dengan satu orang
perempuan diatur dalam peraturanperundang-undangan. Dalam semua tradisi
hukum, perkawinan merupakankontrak/perjanjian berdasarkan persetujuan
sukarela yang bersifat pribadi antara priadan perempuan untuk jadi suami istri.
Pada dasarnya perkawinan bersifat kekal selama-lamanya namun
adakalanyakarena sebab tertentu mengakibatkan perkawinan itu tidak dapat
lagi diteruskansehingga harus berujung pada perceraian. Penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim, perceraian membutuhkan tuntutan dari
salah satu pihak. Secara hukum diatur orang tua yang bercerai, maka
anak-anaknya tetap menjadi kewajiban daripadanya untuk dirawat,
diberi pendidikan dan nafkah demi kepentingan anak tersebut.Dilihat dari segi
hukum, perkawinan merupakan suatu bentuk perjanjian, karena:
1. cara mengadakan ikatan perkawinan diatur melalui akad nikah dengan
syarat tertentu, dan
2. cara menguraikan dan/atau memutus ikatan perkawinan pun telah diatur.
Akibat dari adanya perkawinan yang sah ialah timbulnya hubungan
suami istri itu sendiri, dan hubungan hukum suami istri terhadap anak sah
yang dilahirkan dariperkawinan tersebut. Keberadaan anak menimbulkan
orang tua punya hak dan kewajiban yang disebut sebagai kekuasaan orang tua.
Menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, putusnya
perkawinan antara kedua orang tua tidak menimbulkan “perwalian”,
tetapi “pemeliharaan anak”; terhadap anak dibawah usiadelapan belas
tahun atau yang belum menikah.
Pengadilan dapat mewajibkan pada bekas suami untuk memberikan
biayapenghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami
dalam merawatdan memenuhi kebutuhan anaknya dari perkawinan yang
diputus cerai. Kewajiban orang tua itu terutama berisi kewajiban
untuk mendidik dan memelihara anak (Zulfa Djoko Basuki). Selebihnya,
akibat

adanya

perpisahan

harta

gono-gini

orang

tuanya,

Hakim

dalamputusannya mengenai harta gono-gini dapat mengadili anak diberikan
asset dan/ataukekayaan. Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan
hak atau menggadaikanbarang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang
belum berumur delapan belas tahunatau belum pernah melangsungkan
perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Putusnya
perkawinan lebih lanjut, dalam Undang-Undang Perkawinan diatur mengenai
hal-hal sebagai berikut:1.Baik Ibu atau bapak dari anak tersebut berkewajiban
memelihara dan mendidikanak-anaknya, berdasarkan kepentingan anak bila
ada perselisihan mengenaipenguasaan anak, agar Pengadilanlah yang memberi
keputusan. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana ia dalam kenyataannya tidak
dapat memenuhi kewajiban tersebut maka Pengadilan dapat menentukan
bahwa Ibunya turut memikul biaya tersebut. Pengadilan bisa mewajibkan pada
bekas suami untuk memberikan biayapenghidupan dan/atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas istrinyadalam mengurus dan merawat anak.

A. METODE PENELITIAN
Skripsi atau bentuk karya ilmiah lain merupakan “bentuk laporan dari
satu jenis evaluasi terhadap pernyataan empirik, kenyataaan objektif yang
ditelusuri melalui penelitian” (Fathoni, 2006 : 127), maka hal-hal yang dapat
membantu untuk memperlancar penyusunan skripsi ini diperlukan adanya
suatu data-data. Untuk memperoleh data-data ini diperlukan beberapa metode
sebagai pedoman, karena metode penelitian ini merupakan unsur yang penting
dalam penelitian. Metodologi pada hakekatnya memberi pedoman tentang
cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami
lingkungan yang dihadapi.
Metode penelitian

digunakan

memperoleh

lengkap

data

yang

penulis

dan

dapat

dengan

maksud

untuk

dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Adapun metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah
Metode Kualitatif dengan pendekatan Yuridis, Sosiologis dan Normatif.
Metode ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
1. Dasar Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan spesifikasi
penelitian kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam

Moleong) yang dimaksud “penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”
(Moleong, 2007: 4).
Metode
kualitatif

digunakan

karena

beberapa

pertimbangan, pertama, “menyelesaikan metode kualitatif akan
lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda;
kedua, metode ini menggunakan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyelesaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi” (Moleong, 2007: 9-10).
2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agama
Kabupaten

wonosobo

sebagai

lembaga

peradilan

yang

mengurusi masalah perceraian.
3. Fokus Penelitian
Menurut Moleong (1991 : 55) Fokus dasarnya adalah
masalah yang bersumber dari pengalaman penelitian atau
melalui pengetahuan yang bersumber dari pengalaman peneliti
atau melalui pengetahuan yang bersumber dari pengalaman
peneliti. Melalui pengetahuan yang diperolehnya, melalui
kepustakaan

ilmiah

atau

kepustakaan.

Penentuan

fokus

penelitian memiliki 2 (dua) tujuan yaitu:
a) Penentuan fokus membatasi studi yang berarti bahwa dengan
adanya fokus penentuan tempat menjadi layak.
b) Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria inklusienklasi untuk menyaring informasi yang masuk. Mungkin
data cukup menarik, tetapi jika tidak dipandang relevan maka
data itu tidak dipakai (Moleong, 1991 : 27).
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah:
1) Bagaimana bentuk dan model hakim dalam melakukan
mediasi kepada pihak yang ingin bercerai.
2) Sejauh mana eksistensi Hakim dalam mempertahankan
asas

mempersulit

proses

perceraian

di

Kabupaten

Wonosobo.
4. Sumber Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data adalah subyek darimana data dapat
diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data pada penelitian ini
adalah :
a) Sumber data yang diperoleh dari lapangan dimana penelitian
itu dilaksanakan. Untuk memperoleh data ini digunakan
metode wawancara. Data ini diperoleh dari hasil jawaban
informan yang terkait.
b) Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data dari dokumendokumen seperti, erkas acara,

buku, karangan yang ada

hubungannya dengan judul dan permasalahan.
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Metode Observasi
“Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatanpencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran”
(Fathoni, 2006 : 104).
Dalam metode observasi ini akan diamati secara langsung di
lapangan bagaimana bentuk dan model Hakim dalam
mempertahankan asas mempersulit proses perceraian di
Kabupaten Wonosobo.
b. Metode Dokumentasi
“Metode dokumentasi ialah teknik pengumpulan data
dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi
responden, seperti yang dilakukan oleh seorang psikolog
dalam meneliti peerkembangan seorang klien melalui catatan
pribadinya” (Fathoni, 2006 : 112).
Metode dokumentasi ini dilakukan peneliti dengan cara
mengumpulkan data tertulis melalui berkas acara, termasuk
buku-buku tentang pendapat, teori atau buku hukum yang
berhubungan dengan tema penelitian ini merupakan dokumen
resmi yang didapat dari data yang ada di Kabupaten
Wonosobo.
c. Metode Wawancara
“Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui
proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya
pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban
diberikan oleh yang diwawancara” (Fathoni, 2006 : 105).

Wawancara ini diadakan secara langsung kepada pihakpihak yang terkait serta para pihak yang berkompeten untuk
memperoleh data yang diperlukan oleh penulis.
5. Keabsahan Data
Untuk

mengabsahkan

data

diperlukan

teknik

pemeriksaan data. ”Teknik keabsahan data atau biasa disebut
validitas data didasarkan pada empat kriteria yaitu kepercayaan,
keterlatihan, ketergantungan, dan kepastian” (Moleong 2004:
324).
“Teknik

triangulasi

adalah

teknik

pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu” (Moleong 2004:330).
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi dengan sumber.
Triangulasi yang digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan
mengecek baik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode kualitatif.
2. Memanfaatkan pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan

kembali

derajat

kepercayaan

data

dari

pemanfaatan pengamat akan membantu mengurangi bias
dalam pengumpulan data.
6. Analisis Data
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data” (Moleong
1990: 103).
Proses analisis data dimulai dengan menelaah semua
yang tersedia dari berbagai “sumber yaitu wawancara,

pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,
dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya”
(Moleong 1990: 190).
Setelah data sudah terkumpul cukup diadakan penyajian
data lagi yang susunannya dibuat secara sistematik sehingga
kesimpulan akhir dapat dilakukan berdasarkan data tersebut.
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat
tahap yaitu:
a.

Pengumpulan Data
Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa
adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara

b.

dilapangan.
Reduksi Data
“Proses pemilihan,

pemusatan

penyederhanaan, pengabstrakan

perhatian

pada

dan transformasi data

yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan”
c.

(Miles 2007: 16).
Penyajian Data
“Sajian data adalah sekumpulan informasi tersusun
yang diberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan

d.

dan pengambilan tindakan” (Miles 2007: 17)
Pengambilan Keputusan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu
kegiatan

dari

konfigurasi

yang

utuh.

Kesimpulan-

kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Dalam penarikan kesimpulan ini, didasarkan pada “reduksi
data dan sajian data yang merupakan jawaban atas masalah
yang diangkat dalam penelitian” (Miles 1992: 92).

INSTRUMEN PENELITIAN
1.

Definisi Konseptual

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan terhadapnya berarti melindungi
hak-haknya.
2.

Definisi Operasional

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Variabel

Indikator

Kode

Pernyataan
Positif Negatif

Jumlah
+
-



Mendapat hak pendidikan
A1
Mendapatkan Pengidupan
A2
Yang Layak
Perlindung
Mendapatkan Perlindungan
an anak
A3
Hukum
Mendapatkan Hak
A4
Perwalian
Jumlah Pernyataan
3. Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Variabel Perlindungan anak

4.

Instrumen Perlindungan Anak
Adapun untuk mengetahui perlindungan terhadap anak akibat perceraian
adalah dengan pertanyaan berikut ini:
1. Bagainakah hubungan anda dengan kedua orang tua anda?
a) Baik
b) Tidak
2. Bagaimanakah sekolah anda, apakah dibiayai oleh orang tua anda?
a) Iya
b) Tidak
3. Apakah anda mendapat masalah akibat perceraian antara kedua orang
tua anda?

a) Iya
b) Tidak
4. Apakah perceraian itu mengakibatkan hak-hak anda sebagai anak
terbatasi?
a) Iya
b) Tidak
5. Apakah anda merasa memperoleh hak anda seperti pendidikan,
penghidupan itu masih sama seperti sebelu perceraian kedua orang tua
anda?
a) Iya
b) Tidak