HPI 4&5 Recent site activity teeffendi
Asas-asas Hukum Pidana
Internasional
Gambaran Umum
Sebagai disiplin hukum tersendiri, Hukum pidana
internasional telah memenuhi persyaratan keilmuan,
diantaranya adalah memiliki objek pembahasan
tersendiri, dan telah memiliki asas-asas hukum
tersendiri.
Sebagai disiplin hukum yang merupakan gabungan dari
dua disiplin hukum yang berbeda, maka secara umum
hukum pidana internasional juga membawa asas-asas
dari disiplin hukum sebelumnya, yaitu asas-asas dari
hukum pidana dan hukum internasional.
Asas – asas umum dari Hukum Pidana
dan Hukum Internasional
Asas-asas yang dibawa dari hukum pidana adalah:
1. Asas legalitas;
2. Asas non-retroactive;
3. Asas kesalahan;
4. Asas praduga tak bersalah; dan
5. Asas ne bis in idem.
Sedangkan asas-asas yang dibawa dari hukum internasoinal adalah:
1. Asas kemerdekaan, kedaulatan dan kesamaan derajat negaranegara;
2. Asas non intervensi;
3. Asas hidup berdampingan secara damai; dan
4. Asas penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Asas Legalitas
Prinsip dasarnya adalah tiada delik, tiada
pidana tanpa pengaturan yang mengancam
terlebih dahulu.
Adagium yang dicetuskan oleh Von
Feurbach adalah, Nullum delictum noela
poena sine praeviae lege.
(Lihat Bambang Poernomo, 1994: 68)
Asas Legalitas (lanjutan)
Pada dasarnya terdapat 4 ajaran yang terkandung di dalam asas legalitas:
1. titik berat pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian
dan persamaan hukum;
2. titik berat pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi
pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat;
3. titik berat pada dua unsur yang sama pentingnya, yaitu bahwa yang
diatur oleh hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang
perbuatan pidana saja agar orang mau menghindari perbuatan itu,
tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa
tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana;
4. titik berat pada perlindungan lebih utama kepada negara dan
masyarakat daripada kepentingan individu.
(Lihat Bambang Poernomo, 1994: 73-74)
Asas Non Retroactive
Asas non-retroactive ini merupakan turunan dari asas
legalitas dengan keharusan untuk menetapkan terlebih
dahulu suatu perbuatan sebagai kejahatan atau tindak
pidana di dalam hukum atau peraturan perundangundangan pidana nasional, dan atas dasar itu barulah
negara itu menerapkannya terhadap si pelaku
perbuatan tersebut. Dengan kata lain, bahwa suatu
peraturan perundang-undangan tidak boleh
diberlakukan surut.
(Lihat I Wayan Parthiana, 2006: 65)
Asas Kesalahan
Unsur kesalahan adalah unsur yang menjembatani antara
perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawaban pidana.
Dikatakan menjembatani karena suatu tindak pidana secara fisik
adalah perbuatan melawan hukum, sedangkan secara psikis adalah
dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan melawan hukum
tersebut, dan untuk mengetahui hubungan antara perbuatan
perbuatan dan pertanggung jawaban itu diperlukan unsur
kesalahan ini. Hubungan tersebut adalah mengenai hal kebatinan,
hanya dengan hubungan batin ini perbuatan yang dilarang dapat
dipertanggungjawabkan pada si pelaku. Dan jika hal ini tercapai,
maka betul-betul ada suatu tindak pidana yang pelakunya dapat
dijatuhi hukuman pidana (geen strafbaar feit zonder schuld)
(Lihat Wirjono Prodjodikoro, 2008: 65)
Asas Kesalahan (lanjutan)
Kesalahan menurut J. Enschede dan A. Heijder memiliki tiga arti,
• Pertama, yang paling mudah, adalah kesalahan dalam arti itu adalah
kesalahannya , dalam arti ini, kesalahan diartikan secara harfiah
sebagai penyebab dari terjadinya tindak pidana. Kesalahan dalam arti
ini merujuk pada perbuatan seseorang yang mengakibatkan tindak
pidana.
• Kedua, kesalahan diartikan sebagai hubungan batin antara perbuatan
dengan akibatnya, yaitu kesengajaan dan kelalaian (culpa).
• Ketiga, kesalahan dalam arti adanya pengecualian atau perihal lain
yang mengakibatkan perbuatan tersebut tidak dapat dipersalahkan
terhadap pelaku perbuatan (alasan pembenar dan alasan pemaaf).
(Lihat CH. J. Enschede dan A. Heijder, diterjemahkan oleh R. Achmad
Soema Di Pradja, 1982: 243)
Asas Praduga tak Bersalah
Asas praduga tak bersalah ini adalah asas utama perlindungan hak
warga negara dalam proses hukum yang adil yang mencakup
sekurang-kurangnya:
1. Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari
pejabat negara;
2. Bahwa pengadilanlah yang berhak menentukan salah tidaknya
terdakwa;
3. Bahwa sidang pengadilan harus terbuka (tidak boleh bersifat
rahasia); dan
4. Bahwa tersangka/ terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan
untuk dapat membela diri sepenuh-penuhnya.
(Lihat Mien Rukmini, 2003: 105)
Asas Ne bis in Idem
Pengertian asas ne bis in idem atau principle of double
jeopardy adalah prinsip yang menyatakan bahwa seseorang
tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan
atas perkara yang sama. Asas ini menegaskan, bahwa orang
yang sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang sudah
memiliki kekuatan mengikat yang pasti oleh badan
peradilan yang berwenang atas suatu kejahatan atau tindak
pidana yang dituduhkan terhadapnya, tidak boleh diadili
dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau lebih,
atas kejahatan atau tindak pidana tersebut.
(Lihat Eddy OS. Hiairije, 2009: 38)
Asas Kemerdekaan, Kedaulatan dan
Kesamaan Derajat Negara-negara
Asas ini adalah asas yang mendasari setiap negara
dalam berinteraksi dengan negara lain sebagai bagian
dari masyarakat internasional. Setiap negara merdeka
dan berdaulat memiliki kedudukan yang sederajat
dengan negara lainnya. Asas inilah yang menempatkan
negara-negara di dunia ini tanpa memandang besar,
kecil, kuat atau lemahnya suatu negara memiliki
kedudukan yang sama antara satu dengan yang lainnya.
Asas Non Intervensi
Menurut asas ini, suatu negara tidak boleh campur
tangan atas masalah dalam negeri negara lain, kecuali
negara tersebut menyetujuinya secara tegas. Jika suatu
negara menggunakan kekuatan bersenjata berusaha
memadamkan pemberontakan di negara lain tanpa
persetujuan negara bersangkutan merupakan
pelanggaran terhadap asas non intervensi.
Asas Hidup Berdampingan secara
Damai
Asas ini menekankan kepada negara-negara dalam
menjalankan kehidupannya baik secara internal
maupun eksternal, supaya dilakukan dengan cara hidup
bersama secara damai, saling menghormati dan saling
menghargai antara satu dengan yang lain. Apabila ada
masalah atau sengketa yang timbul antar negara
hendaknya diselesaikan secara damai yang dapat
diwujudkan dengan pengaturan masalah-masalah
internasional baik dalam lingkup global, regional
maupun bilateral melalui perjanjian internasional.
Asas Penghormatan dan
Perlindungan terhadap HAM
Asas ini menuntut kewajiban kepada negara-negara
(dalam lingkup internasional) untuk menghormati dan
melindungi hak asasi manusia dalam situasi dan kondisi
bagaimanapun juga.
Berdasarkan asas ini, tindakan apapun yang dilakukan
oleh negara-negara atas seseorang atau lebih dalam
status apapun juga, tindakannya tidak boleh melanggar
ataupun bertentangan dengan hak asasi manusia.
Daftar Referensi
1. Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, 1994
2. CH. J. Enschede dan A. Heijder, diterjemahkan oleh R. Achmad
Soema Di Pradja, Asas-Asas Hukum Pidana, 1982
3. Eddy Omar Sharif Hiariej, Pengantar Hukum Pidana
Internasional, 2009
4. I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, 2006
5. Mien Rukmini, Perlindungan Hak Asasi Manusia melalui Asas
Praduga tidak Bersalah dan asas Persamaan Kedudukan
dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, 2003
6. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,
2008
Internasional
Gambaran Umum
Sebagai disiplin hukum tersendiri, Hukum pidana
internasional telah memenuhi persyaratan keilmuan,
diantaranya adalah memiliki objek pembahasan
tersendiri, dan telah memiliki asas-asas hukum
tersendiri.
Sebagai disiplin hukum yang merupakan gabungan dari
dua disiplin hukum yang berbeda, maka secara umum
hukum pidana internasional juga membawa asas-asas
dari disiplin hukum sebelumnya, yaitu asas-asas dari
hukum pidana dan hukum internasional.
Asas – asas umum dari Hukum Pidana
dan Hukum Internasional
Asas-asas yang dibawa dari hukum pidana adalah:
1. Asas legalitas;
2. Asas non-retroactive;
3. Asas kesalahan;
4. Asas praduga tak bersalah; dan
5. Asas ne bis in idem.
Sedangkan asas-asas yang dibawa dari hukum internasoinal adalah:
1. Asas kemerdekaan, kedaulatan dan kesamaan derajat negaranegara;
2. Asas non intervensi;
3. Asas hidup berdampingan secara damai; dan
4. Asas penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Asas Legalitas
Prinsip dasarnya adalah tiada delik, tiada
pidana tanpa pengaturan yang mengancam
terlebih dahulu.
Adagium yang dicetuskan oleh Von
Feurbach adalah, Nullum delictum noela
poena sine praeviae lege.
(Lihat Bambang Poernomo, 1994: 68)
Asas Legalitas (lanjutan)
Pada dasarnya terdapat 4 ajaran yang terkandung di dalam asas legalitas:
1. titik berat pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian
dan persamaan hukum;
2. titik berat pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi
pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat;
3. titik berat pada dua unsur yang sama pentingnya, yaitu bahwa yang
diatur oleh hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang
perbuatan pidana saja agar orang mau menghindari perbuatan itu,
tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa
tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana;
4. titik berat pada perlindungan lebih utama kepada negara dan
masyarakat daripada kepentingan individu.
(Lihat Bambang Poernomo, 1994: 73-74)
Asas Non Retroactive
Asas non-retroactive ini merupakan turunan dari asas
legalitas dengan keharusan untuk menetapkan terlebih
dahulu suatu perbuatan sebagai kejahatan atau tindak
pidana di dalam hukum atau peraturan perundangundangan pidana nasional, dan atas dasar itu barulah
negara itu menerapkannya terhadap si pelaku
perbuatan tersebut. Dengan kata lain, bahwa suatu
peraturan perundang-undangan tidak boleh
diberlakukan surut.
(Lihat I Wayan Parthiana, 2006: 65)
Asas Kesalahan
Unsur kesalahan adalah unsur yang menjembatani antara
perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawaban pidana.
Dikatakan menjembatani karena suatu tindak pidana secara fisik
adalah perbuatan melawan hukum, sedangkan secara psikis adalah
dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan melawan hukum
tersebut, dan untuk mengetahui hubungan antara perbuatan
perbuatan dan pertanggung jawaban itu diperlukan unsur
kesalahan ini. Hubungan tersebut adalah mengenai hal kebatinan,
hanya dengan hubungan batin ini perbuatan yang dilarang dapat
dipertanggungjawabkan pada si pelaku. Dan jika hal ini tercapai,
maka betul-betul ada suatu tindak pidana yang pelakunya dapat
dijatuhi hukuman pidana (geen strafbaar feit zonder schuld)
(Lihat Wirjono Prodjodikoro, 2008: 65)
Asas Kesalahan (lanjutan)
Kesalahan menurut J. Enschede dan A. Heijder memiliki tiga arti,
• Pertama, yang paling mudah, adalah kesalahan dalam arti itu adalah
kesalahannya , dalam arti ini, kesalahan diartikan secara harfiah
sebagai penyebab dari terjadinya tindak pidana. Kesalahan dalam arti
ini merujuk pada perbuatan seseorang yang mengakibatkan tindak
pidana.
• Kedua, kesalahan diartikan sebagai hubungan batin antara perbuatan
dengan akibatnya, yaitu kesengajaan dan kelalaian (culpa).
• Ketiga, kesalahan dalam arti adanya pengecualian atau perihal lain
yang mengakibatkan perbuatan tersebut tidak dapat dipersalahkan
terhadap pelaku perbuatan (alasan pembenar dan alasan pemaaf).
(Lihat CH. J. Enschede dan A. Heijder, diterjemahkan oleh R. Achmad
Soema Di Pradja, 1982: 243)
Asas Praduga tak Bersalah
Asas praduga tak bersalah ini adalah asas utama perlindungan hak
warga negara dalam proses hukum yang adil yang mencakup
sekurang-kurangnya:
1. Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari
pejabat negara;
2. Bahwa pengadilanlah yang berhak menentukan salah tidaknya
terdakwa;
3. Bahwa sidang pengadilan harus terbuka (tidak boleh bersifat
rahasia); dan
4. Bahwa tersangka/ terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan
untuk dapat membela diri sepenuh-penuhnya.
(Lihat Mien Rukmini, 2003: 105)
Asas Ne bis in Idem
Pengertian asas ne bis in idem atau principle of double
jeopardy adalah prinsip yang menyatakan bahwa seseorang
tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan
atas perkara yang sama. Asas ini menegaskan, bahwa orang
yang sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang sudah
memiliki kekuatan mengikat yang pasti oleh badan
peradilan yang berwenang atas suatu kejahatan atau tindak
pidana yang dituduhkan terhadapnya, tidak boleh diadili
dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau lebih,
atas kejahatan atau tindak pidana tersebut.
(Lihat Eddy OS. Hiairije, 2009: 38)
Asas Kemerdekaan, Kedaulatan dan
Kesamaan Derajat Negara-negara
Asas ini adalah asas yang mendasari setiap negara
dalam berinteraksi dengan negara lain sebagai bagian
dari masyarakat internasional. Setiap negara merdeka
dan berdaulat memiliki kedudukan yang sederajat
dengan negara lainnya. Asas inilah yang menempatkan
negara-negara di dunia ini tanpa memandang besar,
kecil, kuat atau lemahnya suatu negara memiliki
kedudukan yang sama antara satu dengan yang lainnya.
Asas Non Intervensi
Menurut asas ini, suatu negara tidak boleh campur
tangan atas masalah dalam negeri negara lain, kecuali
negara tersebut menyetujuinya secara tegas. Jika suatu
negara menggunakan kekuatan bersenjata berusaha
memadamkan pemberontakan di negara lain tanpa
persetujuan negara bersangkutan merupakan
pelanggaran terhadap asas non intervensi.
Asas Hidup Berdampingan secara
Damai
Asas ini menekankan kepada negara-negara dalam
menjalankan kehidupannya baik secara internal
maupun eksternal, supaya dilakukan dengan cara hidup
bersama secara damai, saling menghormati dan saling
menghargai antara satu dengan yang lain. Apabila ada
masalah atau sengketa yang timbul antar negara
hendaknya diselesaikan secara damai yang dapat
diwujudkan dengan pengaturan masalah-masalah
internasional baik dalam lingkup global, regional
maupun bilateral melalui perjanjian internasional.
Asas Penghormatan dan
Perlindungan terhadap HAM
Asas ini menuntut kewajiban kepada negara-negara
(dalam lingkup internasional) untuk menghormati dan
melindungi hak asasi manusia dalam situasi dan kondisi
bagaimanapun juga.
Berdasarkan asas ini, tindakan apapun yang dilakukan
oleh negara-negara atas seseorang atau lebih dalam
status apapun juga, tindakannya tidak boleh melanggar
ataupun bertentangan dengan hak asasi manusia.
Daftar Referensi
1. Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, 1994
2. CH. J. Enschede dan A. Heijder, diterjemahkan oleh R. Achmad
Soema Di Pradja, Asas-Asas Hukum Pidana, 1982
3. Eddy Omar Sharif Hiariej, Pengantar Hukum Pidana
Internasional, 2009
4. I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, 2006
5. Mien Rukmini, Perlindungan Hak Asasi Manusia melalui Asas
Praduga tidak Bersalah dan asas Persamaan Kedudukan
dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, 2003
6. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,
2008