Pidana dan Tindakan dalam rangka

3

TUGAS HUKUM PIDANA LANJUT
PIDANA DAN TINDAKAN

Oleh:
INUGRAHA AL AZIZ PURYASANDRA
8111412180
Rombel: 2
Hari senin 11.00-12.40
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

Pidana dan Tindakan
1. UU no 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak
Termuat dalam BAB III
PIDANA DAN TINDAKAN
Pasal 22

Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam
Undang-undang
ini.
Pasal 23
(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan.
(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan.
(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga
dijatuhkan
pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
(4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 24
(1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang
bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat
tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.

Pasal 25
(1) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, Hakim
menjatuhkan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atau tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24.
(2) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b, Hakim
menjatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara
bagi orang dewasa.
(2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana
penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai
umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b.
(4) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai
umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana mati atau tidak
diancam pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu
tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 27
Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi
orang dewasa.
Pasal 28
(1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak 1/2 (satu per dua) dari
maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.
(2) Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak dapat dibayar
maka diganti dengan wajib latihan kerja.

(3) Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari
kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada
malam hari.
Pasal 29

(1) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling
lama 2 (dua) tahun.(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 ditentukan syarat umum dan syarat khusus. (3) Syarat umum ialah bahwa
Anak Nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat.
(4) Syarat khusus ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan
dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. (5) Masa pidana bersyarat
bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat bagi syarat umum. (6) Jangka
waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun.
(7) Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan, dan Pembimbing
Kemasyarakatan melakukan bimbingan agar Anak Nakal menepati persyaratan yang telah
ditentukan. (8) Anak Nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Balai
Pemasyarakatan dan berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan. (9) Selama Anak Nakal berstatus
sebagai Klien Pemasyarakatan dapat mengikuti pendidikan sekolah.
Pasal 30
(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. (2) Apabila
terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka anak tersebut ditempatkan di bawah\
pengawasan Jaksa dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan. (3) Ketentuan mengenai bentuk
dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31
(1) Anak Nakal yang oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara, ditemp atkan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai Anak Negara.
(2) Demi kepentingan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat mengajukan izin
kepada Menteri Kehakiman agar Anak Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditempatkan di lembaga pendidikan anak yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau swasta.

Pasal 32
Apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c, Hakim dalam keputusannya
sekaligus menentukan lembaga tempat pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja tersebut
dilaksanakan.
Analisis
Dalam ketentuan pasal 22-32 uu no 3 tahun 1997 tentang peradilan anak, secara jelas di
jelaskan bahwa terdapat suati pidana dan tindakan yang bersifat perbaikan, dan pidananya pun
tidak seperti penjatuhan pidana pada orang dewasa yaitu ½ (seperdua) dari hukuman maksimal
orang dewasa. Ketentuan pidanaya pun terdapat dalam pasal 23 yang berisi tentang penjatuhan
hukuman kepada anak nakal berupa pidana pokok antara lain: pidana penjara, kurungan, denda
dan pengawasan. Selain pidana pokok diatas anak nakal juga dapat dijatuhi hukuman / pidana
tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu atau ganti rugi.

Sedangkan tindakanya yang bersifat perbaikan pada diri pelaku, sehingga pelaku menjadi
lebih baik. Terdapat dalam pasal 24 yaitu :
(1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang
bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat
tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Didalam pasal 24 sudah dijelaskan secara rinci bahwa tindakan yang dijatuhkan kepada anak
nakal mempunyai tujuan yang baik dan memperbaiki perilaku anak nakal yang terkena kasus.
Sebagai contoh tetangga saya , namanya x usia masih dibawah umur (dibawah 18 ) menurut UU.
Kira-kira berusia 15 tahun melakukan perbuatan tidak terpuji (perbuatan asusila) dengan
melakukan adegan suami istri dengan teman sebayannya yang bernama y usia sekitar 14 tahun.
Mereka di tangkap masyarakat dan diserahkan polisi setelah di proses anak di bawah umur
tersebut tidak dipidana melainkan dikembalikan kepada orangtua karena mereka masih
mempunyai orangtua (pasal 24), jadi tugas orang tua harus mengawasi dan mengajarkan norma-

norma kesusilaan kepada anaknya , karena hal tersebut merupakan kewajiban setiap orangtua.
Dan orang tua di serai tugas oleh hakim untuk memperbaiki perilaku anak-anaknya.

2. UU NO 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian
Pasal 75
(1) Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang
Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga
membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati
peraturan perundang-undangan.
(2) Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan;
b. pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal;
c. larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia;
d. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia;
e. pengenaan biaya beban; dan/atau
f. Deportasi dari Wilayah Indonesia.
(3) Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dapat juga dilakukan terhadap Orang
Asing yang berada di Wilayah Indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan
pelaksanaan hukuman di negara asalnya.

Analisis
Dari uraian diatas merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki perilaku
dari warga Negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia yang bermasalah dengan

keimigrasian. Seperti contoh visa habis masa berlakunya / tidak diperpanjang, paspor hilang ,
ataupun illegal, bermasalah dengan hukum maka mereka akan di deportasi. Deportasi yaitu
tindakan paksa mengeluarkan Orang Asing dari Wilayah Indonesia. Selain karena melanggar
aturan keimigrasian, warga asing yang dideportasi itu juga terlibat kasus hukum. Badan yang
bertugas mengurus atau mengeluargan warga asing adalah badan keimigrasian. Tindakan ini
bermaksud memperbaiki perilaku para warga Negara asing yang terlibat kasus hukum maupun
maslaha visa dan mereka akan di kembalikan ke Negara masing-masing.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 113
Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak
melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 114
(1) Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat
angkutnya yang tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Penanggung Jawab Alat Angkut yang sengaja menurunkan atau menaikkan penumpang yang
tidak melalui pemeriksaan Pejabat Imigrasi atau petugas pemeriksa pendaratan di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).

analisis
Dari uriaan pasal dia atas yang memuat ketentuan pidana bagi warga Negara asing
maupun warga Negara indonesia yang keluar atau masuk suatu Negara dapat di kenakan pidana
penjara maupun denda (pasal 10 KUHP) sesuai ketentuan contoh pasal 113 dan 114 UU
keimigrasian. Misalkan dalam pasal 113 yang memuat tentang tata cara memasuki suatu Negara
melalui pemeriksaan pejabat imigrasi, apabila seorang WNA masuk Negara Indonesia tanpa
melaui tempat pemeriksaan Imigrasi maka seorang WNA tersebut dikatakan illegal dan tercerat
pasal 17 ayat 1 UU no 6 th 2011 tentang Imigrasi dengan ancaman penjara paling lama 1 ( satu)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000.

3. UU no 4 tahun 1997 Tentang penyandang cacat
Tindakan termuat dalam
Pasal 16
Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya :

1. rehabilitasi;
2. bantuan sosial;
3. pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 17
Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik,
mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.
Pasal 18
(1) Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rehabilitasi medik, pendidikan,
pelatihan, dan sosial.
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan
taraf kesejahteraan sosialnya.
Alanisis
Dalam ketentuan pasal diatas dari pasal 16-19 secara jelas disebutkan bahwa uraiaan
tersebut merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan jiwa bagi

penderita cacat. Seperti tindakan rehabilitas, memberikan bantuan social, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan social. Rehabilitasi bertujian untuk memfungsikan kembali kemampuan fisik,
mental dan social para penyandang cacat. Memberi bantuan social dalam arti ikut membantu
para penyandang cacat yang membutuhkan sandang dan pangan. Pemeliharaan yaitu para
penyandang cacat di pelihara atau di tempatkan di tuna netra, tuna grahita, dan tuna rungu.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggitingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Analisis
Dari uraiaan pasal 28 diatas , inti isi pasal 14 yaitu Perusahaan negara meliputi badan
usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), sedangkan perusahaan
swasta termasuk di dalamnya koperasi. Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1
(satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang
bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan. jadi menurut pasal 14 tidak ada
diskriminasi antara penyandang cacat maupun orang normal dalam bekerja. Bagi yang
melakukan dengan sengaja melanggar pasal 14 di ancam pidana kurungan paling lama 6 bulan
dan pidana denda Rp 200.000.000

Daftar Pustaka
1. UU no 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak
2. UU NO 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian
3. UU no 4 tahun 1997 Tentang penyandang cacat