BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas 2.1.1 Komposisi - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA

2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

  2.1.1 Komposisi 4,22

  Komposisi resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari : a.

  Komposisi bubuk 1.

  Polimer (polimetil metaklirat) 2. : berupa 0,2% - 0,5% benzoil peroksida. Initiator

  3. : sekitar 1% merkuri sulfit atau cadmium sulfit Pigmen tercampur dalam partikel polimer.

  4. : dibuthil phthalate Plasticizer

  5. : oksida seng atau oksida titanium Opacifiers b.

  Komposisi cairan 1. Monomer (metil metaklirat)

  2. : sekitar 0,006% hidroquinon untuk mencegah Stabilitator polimerisasi selama penyimpanan.

  3. Plasticizer : dibuthil phthalate 4.

  Cross-linking agent : 1-2% glikol dimetaklirat

  2.1.2 Manipulasi

  Resin akrilik polimerisasi panas diproses dalam sebuah kuvet dengan

  

4

menggunakan teknik compression-molding.

  4,22

  Manipulasi resin akrilik polimerisasi panas adalah :

  1. Perbandingan polimer dan monomer yang dapat diterima biasanya 3 sampai dengan 3,5:1 (satuan volume) atau 2 sampai 2,5 : 1 (satuan berat) atau sesuai dengan petunjuk pabrik. Penggunaan perbandingan yang benar adalah penting karena: a.

  Bila polimer terlalu banyak dibandingkan dengan monomer,polimer tidak dapat dibasahi oleh monomer. Akrilik yang telah digodok akan berpasir atau bergranul.

  Bila polimer terlalu sedikit, maka kontraksi yang terjadi akan lebih besar.

  2. Polimer dan monomer yang dicampur dengan perbandingan yang benar akan mendapatkan hasil dough stage. Pengamatan setelah pencampuran polimer dan monomer. Pada saat pencampuran bahan akan melalui fase(stage) berikut ini : a.

  Sandy stage adalah terbentuknya campuran menyerupai pasir basah.

  b.

  Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika polimer mulai larut dalam monomer dan berserat ditarik.

  c. Dough stage adalah konsistensi liat dimana adonan sudah mudah diangkat dan tidak melekat lagi, serta merupakan waktu yang tepat memasukkan ke dalam mold dan kebanyakan dicapai dalam waktu kurang dari 10 menit.

  d. Rubber hard stage adalah seperti karet dan terlalu keras untuk dibentuk, pada stadium ini bahan akan mengeras.

3. Waktu dough tergantung pada : a.

  Ukuran partikel polimer, partikel yang lebih kecil lebih cepat larut dan lebih cepat tercapai konsistensi dough.

  Berat molekul polimer, lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi dough.

  c.

  Adanya plastisizer yang akan mempercepat terbentuknya dough.

  d.

  Suhu sangat mempengaruhi waktu dough.Waktu dough dapat diperpanjang melalui proses pendinginan dalam freezer.

  e.

  Perbandingan polimer dan monomer, bila tinggi, waktu dough lebih singkat.

  4. Lining mould Setelah semua malam dikeluarkan dari mold dengan cara menyiramnya dengan air mendidih dan detergen, dinding mold harus diberi lapisan separator dengan tujuan:

  b. a.

  Mencegah merembesnya monomer ke dalam mold dan berpolimeIrisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat dengan mold.

  b.

  Mencegah air dari mold masuk ke dalam resin akrilik. Sewaktu melakukan pengisian kedalam mold perlu diperhatikan agar: a.

  Mold terisi penuh b.

  Sewaktu dipres terdapat bahan yang cukup pada mold, ini dapat dicapai dengan cara menghasilkan akrilik dough stage sedikit lebih banyak ke dalam mold. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam mold. Pengisisan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya shrinkage

  porosity .

  6. Kuring Mold yang telah diisi kemudian dikuring dalam waterbath. Suhu dan lamanya proses kuring harus dikontrol. Selama proses kuring dalam waterbath perlu diperhatikan bila bahan mengalami polimerisasi yang tidak sempurna, kemungkinan gigitiruan mengandung monomer sisa yang tinggi.

  7. Pendinginan Kuvet harus dibiarkan dingin secara perlahan sampai mencapai suhu kamar. Pendinginan secara cepat menyebabkan kerusakan basis gigitiruan karena ada perbedaan kontraksi termal dari resin dan gips keras. Kuvet yang telah dingin diangkat dari rendaman air dan dibiarkan dingin.

  8. Deflasking Mengeluarkan hasil kuring dari mold harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah patahnya gigitiruan.

  9. Penyelesaian dan pemolesan Setelah dikeluarkan dari kuvet, bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dihaluskan dengan menggunakan kertas pasir sampai halus.

2.1.3 Sifat-Sifat

2.1.3.1 Sifat Fisis

  4,21,23

  Sifat fisis dari resin akrilik polimerisasi panas adalah : Solubilitas

  Meskipun pada proses kuring dari akrilik sudah dilakukan dengan benar,namun masih terdapat monomer sisa sebesar 0,2% sampai dengan 0,5%. Hal tersebut akan mempengaruhi rata-rata dari berat molekul resin akrilik. Proses kuring pada suhu yang terlalu rendah dalam waktu singkat akan menghasilkan monomer sisa yang lebih besar. Hal ini hendaknya dicegah karena : a.

  Monomer bebas dapat lepas dari gigitiruan dan mengiritasi jaringan mulut b.

  Monomer sisa akan bertindak sebagai plastisizer dan membuat resin menjadi lunak dan lebih fleksibel.

  2. Porositas Porositas dapat memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kekuatan dan sifat-sifat optis akrilik.

  a.

  Shrinkage porosity Kelihatan seperti gelembung yang tidak beraturan bentuknya di seluruh dari permukaan gigitiruan.

  b.

  Gasteous porosity Terlihat berupa gelembung kecil halus yang sama bentuknya, biasanya terjadi pada gigitiruan yang tebal.

  3. Ketepatan dimensional Ketepatan dimensional dipengaruhi oleh ekspansi mold pada saat pengisian

  (packing), ekspansi termal dari adonan akrilik, kontrak yang terjadi pada saat polimerisasi, kontraksi pada saat pendinginan dan hilangnya stress sewaktu pemolesan basis gigitiruan resin akrilik.

  4. Kestabilan dimensional Kestabilan dimensional berhubungan dengan absorbsi air oleh resin akrilik.

  2 Absorbsi air pada basis gigitiruan resin akrilik cukup tinggi (0,6 mg/cm ). Setelah basis gigitiruan resin akrilik direndam ke dalam air maka terdapat 2% penyerapan air. Sehingga absorbsi air tersebut dapat menyebabkan ekspansi pada resin akrilik. Hal ini disebabkan karena absorbsi air hampir sama dengan kontraksi selama proses kuring. Selain itu koefisien difusi juga perlu diperhatikan, koefisien difusi dari air pada

  • 2

  2

  37°C. Karena koefisien difusi air dari resin gigitiruan akrilik polimerisasi panas relatif rendah, maka waktu yang diperlukan bagi basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas untuk menjadi jenuh cukup besar. Hal ini tergantung pada ketebalan resin akrilik, serta kondisi penyimpanan. Basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas umumnya memerlukan periode 17 hari untuk menjadi jenuh

  4 dengan air.

5. Fraktur

  Gigitiruan dapat mengalami fraktur karena disebabkan oleh kekuatan impak. Misalnya gigitiruan akrilik terjatuh pada permukaan yang kasar dan fatigue yang terjadi karena gigitiruan mengalami pembengkokan yang berulang-ulang selama pemakaian.

2.1.3.2 Sifat Mekanis

  Faktor penting dalam pembuatan basis gigitiruan dari bahan resin akrilik adalah ketebalan resin akrilik. Resin akrilik dengan ketebalan yang tepat mempunyai sifat kekakuan dan kekuatan yang baik. Patahnya basis gigitiruan resin akrilik tergantung dari faktor ketebalan basis gigitiruan. Faktor ini penting tetapi tidak dapat diterapkan seluruhnya saat mendesain gigitiruan pasien dikarenakan semakin tebal gigitiruan akan menyulitkan pasien untuk beradaptasi dan akan meningkatkan derajat isolasi thermal. Fraktur pada gigitiruan umumnya terjadi akibat kekuatan fatik. Kekuatan fatik adalah kekuatan yang menyebabkan patahnya basis gigitiruan akibat pembengkokan yang berulang yang disebabkan oleh pemakaian gigitiruan yang

  23 terlalu lama.

  Kekuatan impak adalah kekuatan yang menyebabkan suatu bahan patah akibat benturan. Kekuatan transversal merupakan ukuran kekuatan terhadap tekanan yang terjadi pada bahan basis gigitiruan akibat beban pengunyahan. Crazing kadang terlihat pada permukaan gigitiruan resin akrilik. Crazing adalah garis retakan kecil yang terdapat pada permukaan basis gigitiruan. Hal ini akan mengakibatkan patahnya basis gigitiruan. Crazing dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu ketika pasien kontak antara monomer dan gigitiruan yang sedang diperbaiki. Fungsi adanya cross

  

linking agent pada resin akrilik polimerisasi panas adalah untuk mengurangi

  23 terjadinya crazing.

2.1.3.3 Sifat Kemis dan Biologis

  Sifat dari resin akrilik adalah mengabsorbsi sedikit air. Selama pemakaian proses absorbsi air masih berlanjut sampai dicapai keseimbangan sekitar 2%. Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% disebabkan oleh reabsorbsi air yang menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0,23%. Gigitiruan hendaknya dijaga agar tetap kering meskipun gigitiruan sedang tidak dipakai. Absorbsi air merupakan kemampuan dari organisme untuk berkolonisasi pada permukaan gigitiruan resin akrilik. Namun, belum jelas organisme apakah yang dimaksud. Salah satu organisme yang ditemukan pada permukaan gigitiruan resin akrilik adalah Candida albicans.

  Candida albicans dapat ditemukan pada permukaan gigitiruan resin akrilik dengan

  24 cara penetrasi melalui lapisan terluar dari resin akrilik.

2.1.4 Kegunaan

  4,22

  Kegunaan dari resin akrilik polimerisasi panas : 1.

  Sebagai bahan basis gigitiruan.

  2. Untuk perbaikan jika gigitiruan mengalami fraktur (repair).

  3. Sebagai rebasing gigitiruan, yaitu mengganti seluruh basis gigitiruan.

  4. Sebagai relining gigitiruan, yaitu melapis permukaan gigitiruan yang menghadap ke jaringan lunak rongga mulut.

  5. Pembuatan sendok cetak fisiologis.

  6. Elemen gigitiruan.

  7. Alat-alat ortodonsia

  2. 2 Candida albicans

  2.2.1 Biologi Candida albicans

  Taksonomi dari Candida albicans adalah sebagai berikut : Divisi : Ascomycota Kelas : Saccharomycetes Order : Saccharomycetales Famili : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans

  ° Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37 C dalam kondisi aerob atau

  anaerob. Pada kondisi anaerob Candida albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun Candida albicans tumbuh baik pada media padat atau

  Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) tetapi kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada °

  media cair atau Sabouraud

  C. Pertumbuhan

  ’s Dextrose Broth (SDB) pada suhu 37

  juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau alkali

  25 (Gambar 1).

  Gambar 1. Gambaran Makroskopis

   Candida albicans

  2.2.2 Lapisan Biofilm pada Candida albicans

  Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya diantaranya tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas.

  

Candida albicans membentuk komunitasnya yang disebut biofilm (Nabile dan

  Mitchell, 2005). Biofilm tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya mempunyai resistensi terhadap

  25 Berkembangnya biofilm biasanya seiring dengan bertambahnya infeksi klinis

  pada sel inang sehingga biofilm ini dapat menjadi salah satu faktor virulensi dan resitensi. Pembentukan biofilm dapat dipacu dengan keberadaan serum dan saliva dalam lingkungannnya. Secara struktur biofilm terbentuk dari dua lapisan yaitu lapisan basal yang tipis yang merupakan lapisan khamir dan lapisan luar yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi renggang. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan biofilm Candida albicans diantaranya adalah ketersediaan udara. Ketersediaan udara akan medukung pembentukan biofilm. Pada kondisi anaerob, Candida albicans dapat

  25 membentuk hifa tetapi tidak mampu membentuk biofilm.

2.2.3 Mekanisme Infeksi Candida albicans pada Permukaan Sel

  Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzin ekstraseluler. Adhesi melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya sel Candida albicans ke sel inang (Naglik dkk, 2004). Perubahan bentuk dari khamir ke filamen diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Candida albicans terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara Candida albicans untuk

  25 mempertahankan diri dari obat-obat antijamur.

  Tahap pertama dalam proses infeksi ke tubuh hewan atau manusia a dalah perlekatan (adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan penyerangan (invasi) ke sel inang. Bagian pertama dari Candida

  

albicans yang berinteraksi dengan sel inang adalah dinding sel. Perlekatan dan kontak

  fisik antara Candida albicans dan sel inang selanjutnya mengaktivasi mitogen (map-kinase). Protein kinase tersebut merupakan bagan dari

  activated protein kinase

  jalur integritas yang diaktivasi oleh stress pada dinding sel (tempat Candida albicans dan sel host melakukan kontak). Map-kinase juga diperlukan untuk pertumbuhan hifa

  25 invasive dan perkembangan biofilm (Kumamoto, 2005).

  Tahap selanjutnya setelah perlekatan adalah invasi. Hifa Candida albicans bersamaan dengan internalisasi sel khamir (Javatilake dkk, 2005). Pada ujung hifa yang terbentuk dan sisi permulaan pembentukan chlamydospora mulai terdapat aktifitas phospholipase. Invasi yang ditandai dengan kolonisasi dan pembentukan hifa infeksi tersebut dipercepat dengan keberadaan serum atau saliva dalam

  25 lingkungannya.

  Denture Stomatitis

  2.2

2.1.5 Definisi

  Denture stomatitis atau denture sore mouth atau prosthetic stomatitis adalah

  proses inflamasi pada mukosa oral secara khusus pada bagian palatum dan mukosa gingiva yang secara langsung berkontak dengan basis gigitiruan. Denture stomatitis merupakan infeksi kronis yang mempunyai etiologi multifaktorial, salah satunya disebabkan oleh kontaminasi dari spesies Candida atau bakteri. Secara spesifik

  

Candida albicans, merupakan penyebab dari denture stomatitis. Candida albicans

  10 secara patogen tumbuh pada dasar gigitiruan dan mukosa oral.

  2.3.1 Gambaran Klinis Denture stomatitis menunjukkan pola gambaran klinis yang berbeda dan

  kebanyakan terdapat pada rahang atas, khususnya pada bagian palatum. Tidak ditemukannya denture stomatitis pada rahang bawah disebabkan oleh saliva yang

  26 mempunyai efek sebagai pembersih.

  Berdasarkan klasifikasi Newton, denture stomatitis dibedakan menjadi tiga tipe,

  26

  yaitu :

  1.Tipe I : tahap inisial berupa petechiae / lesi hiperemik pin-point (bintik merah) yang terlokalisir atau tersebar pada mukosa palatum yang berkontak langsung dengan gigitiruan (Gambar 2).

  Gambar 2. Denture stomatitis tipe I Newton

  26

  2. Tipe II : terjadi eritema difus dan edema terbatas pada daerah mukosa palatum yang ditutupi gigitiruan. Tipe II Newton ini adalah tipe yang paling sering terjadi (Gambar 3).

  Gambar 3. Denture stomatitis tipe II Newton

  • –Eritema difus dan edema terbatas pada daerah mukosa palatum

  26 3.

  Tipe III : hiperplasia papila dengan eritema difus. Tipe III Newton lima kali lipat lebih sering terjadi pada gigitiruan basis akrilik dari pada gigitiruan kerangka logam (Gambar 4).

  Gambar 4. Denture stomatitis tipe III Newton-hiperplasia papila

  26

  dengan eritema difus

2.3.2 Mekanisme Terjadinya Denture Stomatitis Akibat Plak Gigitiruan Resin Akrilik

  Denture stomatitis merupakan inflamasi kronik yang terjadi pada mukosa oral

  10

  pada daerah yang berkontak langsung dengan basis gigitiruan. Etiologi denture

  

stomatitis adalah multifaktorial, etiologi tersebut terbagi atas dua faktor yaitu faktor

utama dan faktor predisposisi.

  26 Faktor-faktor utama penyebab terjadinya denture stomatitis, yaitu :

  1. Faktor yang berasal dari gigitiruan

  Denture stomatitis terjadi akibat dari gigitiruan yang tidak retentif, adanya trauma dari pemakaian gigitiruan, dan pemeliharaan gigitiruan yang buruk.

2. Faktor infeksi

  Gigitiruan mampu menghasilkan perubahan ekologi yang mempermudah akumulasi bakteri dan jamur. Bakteri yang berproliferasi adalah spesies bakteri tertentu, seperti Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Fusobacterium sp, atau spesies bacteroides yang telah diidentifikasi pada pasien dengan denture stomatitis. Spesies dari Candida, terutama Candida albicans, telah diidentifikasi terjadi pada sebagian besar pasien denture stomatitis.

  Faktor-faktor predisposisi yang dapat menyebabkan denture stomatitis,

  8,26

  yaitu:

  A. Faktor sistemik

  1. Fisiologis (faktor usia yang bertambah)

  2. Disfungsi sistem endokrin

  3. Defisiensi vitamin B kompleks, vitamin C dan zat besi

  4. Immunosupresi

  B. Faktor lokal

  2. Bakteri

  3. Diet tinggi karbohidrat

  4. Hiposalivasi

  5. Kebersihan rongga mulut yang buruk

  6. Menggunakan gigitiruan pada malam hari

  Candida albicans dapat melekat pada permukaan gigitiruan resin akrilik yang

  biasa disebut dengan istilah plak gigitiruan. Pada pemakai gigitiruan dengan basis resin akrilik, plak gigitiruan sangat sering terjadi, terutama pada pengguna gigitiruan

  27

  dengan kebersihan mulut yang rendah. Denture stomatitis tidak hanya disebabkan oleh Candida albicans, tetapi juga oleh plak dari multispesies yang melibatkan dan Staphylococcus aureus. Setelah diobservasi bahwa ko-

  Streptococcus mutans

  adhesi antara Candida albicans dan beberapa jenis Streptococcus meningkatkan kolonisasi di rongga mulut oleh sel yeast. Streptococcus mutans adalah bakteri paling banyak pada permukaan gigitiruan akrilik dan bila diinkubasi secara simultan dengan

  

Candida albicans dapat bersaing mendapatkan binding site tetapi juga dapat

  28 meningkatkan adhesi yeast.

  Perlekatan Streptococcus mutans dan Candida albicans berkontribusi pada sifat organisme tersebut dalam plak gigi. Interaksi keduanya dalam kultur kombinasi adalah mutualistik. Adhesi (perlekatan) dianggap sebagai langkah awal dari pembentukan biofilm oral dan mekanisme perlekatan jelas berkontribusi pada resistensi kandidiasis terhadap terapi antijamur. Kemampuan dari yeast beraglutinasi dengan bakteri pada kompleks biofilm seperti yang ditemukan dalam rongga mulut dapat dimediasi oleh interaksi spesies dalam biofilm tersebut, begitu pula dengan faktor eksternal seperti saliva, kebersihan rongga mulut, dan paparan agen antimikroba. Vasconcelos, dkk (2010) membuktikan bahwa Streptococcus mutans bersama dengan Candida albicans berperan dalam etiologi dan patogenesis denture

  28 stomatitis .

2.4 Bahan Pembersih Gigitiruan

  Bahan pembersih gigitiruan adalah krim, pasta, gel dan larutan yang digunakan

  

untuk membersihkan gigitiruan. Perendaman gigitiruan dalam larutan pembersih

membantu membunuh kuman pada gigitiruan. Waktu perendaman gigitiruan dalam larutan pembersih tergantung pada instruksi dari pabrik. Menempatkan gigitiruan di dalam air atau larutan pembersih gigitiruan dapat membantu gigitiruan dalam mempertahankan bentuk gigitiruan dan dapat melepaskan debris makanan serta stain

  29 yang ada pada gigitiruan.

2.4.2 Syarat Bahan Pembersih Basis Gigitiruan

  Bahan pembersih basis gigitiruan umumnya mempunyai syarat-syarat seperti

  22

  berikut: 1.

  Tidak toksik 2. Mampu menghancurkan atau melarutkan tumpukan bahan organik dan anorganik yang terdapat pada gigitiruan,

  3. Tidak merusak bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan gigitiruan,

  4. Tidak merusak pakaian dan bahan lainnya apabila dengan tidak sengaja tertumpah,

5. Stabil pada penyimpanan 6.

  Bersifat bakterisidal serta jamursidal

2.4.3 Klasifikasi Cara Membersihkan Gigitiruan

  Ada beberapa cara membersih gigitiruan yaitu dengan mekanis, kemis, ataupun

  

7

  gabungan dari kedua teknik tersebut, yaitu :

2.3.4.1 Mekanis

  Saat gigitiruan telah terpasang, pasien diinstruksikan untuk menyikat gigitiruan dengan menggunakan bahan pembersih gigitiruan, air dan sikat dengan bulu sikat

2.4.3.2 Kemis

  Selain dengan menyikat gigitiruan, teknik perendaman basis gigitiruan ke larutan pembersih gigitiruan juga dapat dipakai untuk membersihkan gigitiruan. Dengan merendam gigitiriruan pada larutan pembersih gigitiruan, maka plak yang terdapat pada permukaan gigitiruan, yang sulit dijangkau dengan teknik menyikat ataupun yang tidak terlihat oleh pandangan dapat dibersihkan. Bahan pembersih kemis dapat dibagi menjadi 5 kelompok tergantung pada pemilihan dan mekanisme kerjanya, antara lain: 1.

  Effervesen Peroksida Saat ini lebih dikenal dengan istilah alkaline peroksida. Bahan pembersih gigitiruan ini adalah yang paling banyak digunakan. Bahan pembersih ini aman digunakan dan tidak merusak resin akrilik atau logam yang digunakan dalam gigitiruan. Akan tetapi, alkaline peroksida telah menunjukkan bahwa bahan ini dapat menyebabkan kerusakan yang cepat pada lapisan bahan lining tertentu. Alkaline peroksida juga merupakan bahan pembersih gigitiruan yang relatif tidak efektif dan

  8

  kemampuan bahan ini untuk menghilangkan plak sangat terbatas. Alkaline peroksida bekerja cepat, mudah digunakan dan relatif efektif pada gigitiruan yang tidak memiliki plak yang keras dan kalkulus di permukaan jika digunakan dengan benar

  30 dan teratur.

  Effervesen peroksida terbagi antara lain : Fittydent (Fittaydent International

  GmbH), Steradent Original, Steradent Minty, Steradent Deep Clean Tablets, Steradent Denture Cleansing Powder (Reckitt Dental Care, Reckitt And Colman Hull,

  Inggris) ; Boots Effervescent Original, Boots Double Action, Boots Denture Inggris) ; Superdrug

  Cleansing Powder ( The Boots Company PLC, Nothingham, Original Superdrug Minty, Super Drug Extra Strength Tablets ( suoerdrug Stores

  

Plc, Croydon, Surrey, Inggris) ; Super Efferdent Tablet ( Warner Lambert

  

30

Healthcare, Eastleigh, Hampshire, Inggris).

  2. Hipoklorit plak, mencegah terbentuknya kalkulus pada permukaan gigitiruan, dan

  8

  menghilangkan stain pada permukaan gigitiruan. Alkalin hipoklorit terbagi antara lain: Dentural (Martindale Pharmaceutical, Romford Essex, Inggris), Milton (procter

  30 And Gambler Ltd, Egham Surrey , Inggris) 3.

  Asam Bahan pembersih gigitiruan dari asam memiliki kandungan 5% asam hidroklorik. Bahan ini dapat digunakan pada gigitiruan dengan kalkulus yang lunak, yang dapat dibersihkan dengan cara menggosok gigitiruan. Bahan pembersih gigitiruan dari asam yang lain memiliki kandungan asam sulfamat. Kandungan dari

  8

  bahan ini juga dapat mengontrol pembentukan kalkulus pada gigitiruan. Bahan pembersih golongan asam antara lain : Denclen (Protector And Gambler Ltd, Egham , Inggris), Deepclean (Reckitt Dental Care, Reckitt And Colman, Hull,

  Surrey

  30 Inggris).

  4. Enzim Enzim merupakan senyawa berstruktur protein yang dapat berfungsi sebagai katalisator yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis

  29

  dan dikenal sebagai biokatalisator. Canay dkk (1991) melakukan penelitian tentang kemampuan enzim sebagai bahan pembersih gigitiruan. Enzim yang diteliti adalah

  α-

amylase, proteolytic enzym tripsin, dan proteolytic enzym papain. Hasil dari

  penelitiannya menunjukkan bahwa proteolytic enzym tripsin dapat membersihkan gigitiruan dari Candida albicans sebanyak 5%, dan proteolytic enzym papain dapat

  31

  membersihkan gigitiruan dari Candida albicans sebanyak 80%. Contoh dari bahan pembersih gigitiruan yang mengandung enzim adalah Polident (Glaxo Smith Kline, Irlandia). Enzim merupakan senyawa berstruktur protein yang dapat berfungsi sebagai katalisator yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem

  

30

biologis dan dikenal sebagai biokatalisator.

5. Desinfektan

  Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinyauntuk membasmi toksik dan memiliki kemampuan membunuhyang terpapar secara

  29

  langsung oleh desinfektan. Contoh desinfektan adalah klorheksidin (Smithkline

  30 Beecham Consumer Heatlhcare, Brentoford , Inggris).

2.4.3.1 Mekanis-Kemis

  Contoh metode mekanis-kemis yang dilakukan untuk membersihkan gigitiruan adalah dengan menggabungkan teknik menyikat gigitiruan dengan perendaman gigitiruan dalam alat ultrasonik, menggabungkan teknik menyikat gigitiruan dengan perendaman dalam larutan hipoklorit, menggabungkan teknik menyikat gigitiruan

  7

  dengan perendaman dalam tablet pembersih gigitiruan, dan lain-lain. Ultrasonik merupakan suatu alat pembersih gigitiruan berbentuk wadah yang dapat bergetar dimana gigitiruan dimasukkan ke dalam bersama dengan air sehingga plak pada

  30 gigitiruan dapat terlepas.

2.5 Klorheksidin

  Klorheksidin merupakan salah satu jenis bahan pembersih gigitiruan golongan

  30

  kemis. Klorheksidin memiliki aktifitas melawan organisme gram negatif dan gram positif, yeast serta organisme aerob dan anaerob fakultatif, sehingga dapat digunakan

  32

  sebagai desinfektan gigitiruan. Fernanda CM (2010) menyimpulkan bahwa klorheksidin dari 7 merek berbeda menunjukkan bahwa 6 diantaranya mengalami

  33

  penurunan jumlah Candida albicans. Klorheksidin merupakan bahan kemoterapi yang paling potensial sebagai antikariogenik, sehingga klorheksidin sering digunakan sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik lainnya yang dapat menghambat pembentukan plak. Klorheksidin telah terbukti dapat mengikat bakteri, hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara muatan-muatan positif dari molekul-molekul klorheksidin dan dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan meningkatkan permeabilitas dinding sel bakteri yang menyebabkan penetrasi ke dalam sitoplasma, dan pada akhirnya menyebabkan kematian mikroorganisme.

  32 Penurunan populasi bakteri pada plak tersebut dapat menurunkan indeks plak.

  Klorheksidin dapat mengkoagulasi nukleoprotein dan merubah dinding sel yeast, Mekanisme antimikroba dari klorheksidin tersebut dapat mencegah pertumbuhan

  

Candida albicans yang berlebih, tetapi tidak dapat menghentikan germinasi spora sel

yeast tersebut, terdapat reduksi yang cukup besar pada sel biofilm Candida

  32

albicans . Bahan desinfektan klorheksidin yang tersedia di Indonesia contohnya

  adalah Minosep buatan Minorock yang mengandung larutan klorheksidin glukonat 0,2%. Minosep adalah obat kumur dengan aturan pemakaian selama 1 menit

  12

  sebanyak 2 kali sehari, sesuai dengan petunjuk pabrik. Klorheksidin 0,2% efektif sebagai anti plak dan anti gingivitis. Klorheksidin tidak bersifat toksik, tetapi dapat mengakibatkan perubahan sensasi sementara dan meninggalkan stein kecoklatan pada

  32

  gigi, restorasi, membran mukosa dan lidah yang sulit untuk dibersihkan. Himani, dkk (2008) melaporkan bahwa klorheksidin glukonat 0,2% mempunyai aktifitas antijamur paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dibandingkan dengan 5% doksisiklin hidroklorit, 2.5% sodium hipoklorit, dan 17%

  34 ethylenediamine tetraacetic acid .

  2.6 Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) (Gambar 5)

  Gambar 5. Kayu Manis

  2.6.1 Gambaran Umum

  Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari kayu manis (Cinamomum burmanii) adalah sebagai berikut:

35 Kingdom : Plantae

  Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ranales Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum Spesies : Cinnamomum burmanii Tinggi tanaman kayu manis berkisar antara 5-15 m, kulit pohon berwarna abu- abu tua berbau khas, kayu berwarna merah coklat muda. Daun tunggal, kaku seperti kulit, letak berseling, panjang tangkai daun 0,5-1,5 cm, dengan 3 tulang daun yang tumbuh melengkung. Bentuk daun elips memanjang, panjang 4-14 cm, lebar 1,5-6cm, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas licin warnanya hijau, permukaan bawah bertepung warnanya keabu-abuan. Daun muda berwarna merah pucat.

  35 Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna berwarna kuning. Ukurannya

  kecil. Kelopak bunga berjumlah 6 helai dalam dua rangkaian. Bunga ini tidak bertajuk bunga. Benang sarinya berjumlah 12 helai yang terangkai dalam empat kelompok, kotak sarinya beruang empat. Buahnya berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang. Warna buah muda adalah hijau muda sedangkan buah tua berwarna ungu tua. Panjang buah sekitar 1,3-1,6 cm dan diameter 0,35-0,75 cm. Panjang biji 0,84-1,32 cm dan diameter 0,59-0,68 cm.

  35

2.6.2 Jenis-Jenis Kayu Manis

  Di dunia tercatat 54 jenis tanaman kayu manis (Cinnamomum spp) dan jenis 12 diantaranya ada di Indonesia. Jenis-jenis kayu manis yang banyak ditanam di Indonesia adalah Cinnamomum burmanii, Cinnamomum zeylanicum dan Cinnamomum cassia (Tabel 1).

  36

  1 cm 0,55 kg 0,8 cm 1,2 cm

  1,3 cm

  7. Hasil kering 450 gr/batang 150 gr/batang 850 gr/batang

  0,65 kg 1,0 cm 1,3 cm 0,75 kg

  Tabel 1. Karakteristik Tiga Jenis Kayu Manis (Cinnamomum spp)

  Lebar b. Panjang c. Berat/1000 biji 0,9 cm

  6. Ukuran buah : a.

  5. Bentuk buah Bulat lonjong Bulat lonjong Bulat lonjong

  4. Warna daun Hijau muda Hijau tua Hijau tua

  1 cm 4-6 cm 1,2 cm 6-10 cm

  9. Warna kulit kering Coklat muda

  Lebar b. Panjang 2-4 cm

  3. Ukuran daun : a.

  2. Bentuk daun Elips Elips Elips

  1. Bentuk tajuk Silendris Oval Lancip

  C. cassia

  C. zeylanicum

  C. burmanii

  36 NO. KARAKTERISTIK

  8. Aroma kulit kering Kuat Sedang Sedang

  • –tua Kuning kecoklatan Coklat muda

  10. Kadar minyak : a.

  Daun b. Kulit batang c. Kulit dahan 0,12%

  3,45 % 2,38 % 3,53% 3,95% 3,06% 2,98 %

  3,78 % 4,05 %

  11. Kadar sinamaldehid 69,3% 48,2% 72,2%

  12. Kadar eugenol 15% 83% 26%

  13. Bentuk produk Kulit Kulit dan minyak Cinadan Vietnam minyak

  Dari tiga jenis kayu manis diatas Cinnamomum burmanii adalah tanaman kayu manis yang banyak ditanam di Provinsi Sumatera. Berdasarkan laporan Direktorat Jendral Perkebunan 1983, luas pertanaman Cinnamomum burmanii di seluruh Indonesia tercatat 74.344 ha dengan produksi 17.041 ton. Dari jumlah luas areal tersebut terdapat 21.222 ha di provinsi Sumatera Barat dan 39.760 ha di Provinsi Jambi.

36 Beberapa bahan yang terkandung dalam kayu manis (Cinnamomum

  

burmanii ) adalah minyak atsiri, eugenol, sinamaldehid, safrol, tannin, kalsium

  oksalat, damar dan zat penyamak. Penelitian menunjukkan bahwa zat aktif yang paling berperan sebagai anti mikroba dari kayu manis adalah sinamaldehid dan eugenol. Selain itu diperkirakan bahwa bahan-bahan dari kayu manis (Cinnamomum

  

burmanii ) tersebut dapat menghambat aktifitas dan pertumbuhan jamur, diantaranya

14,19 Candida albicans .

  

2.6.3 Kandungan dan Kegunaan Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

  Kayu manis (Cinnamomum burmanii) memiliki kandungan kimia yang terdiri dari minyak atsiri, safrole, sinamaldehid, eugenol, tanin, damar, kalsium oksalat, dan

  15

  zat penyamak. Kandungan kimia yang terdapat dalam kayu manis memiliki presentasi yang berbeda, meskipun jenis tumbuhan kayu manis yang diekstrak sama. Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah bagian kayu manis yang diekstrak, lokasi kayu manis tersebut tumbuh, perbedaan iklim dan lingkungan

  14

  alam. Hal ini sama dengan penelitian terhadap kandungan minyak atsiri kayu manis (Cinamomum burmanii) dari 3 lokasi tumbuh yang berbeda, disimpulkan bahwa minyak atsiri kayu manis dengan jenis Cinnamomum burmanii memiliki kandungan kimia yang berbeda. Dari hasil identifikasi pada kayu manis menunjukkan bahwa

  

trans-cinnamaldehyde merupakan kandungan utama dari minyak atsiri kayu manis

  16 (Cinnamomum burmanii).

  Kandungan terbesar lain yang dimiliki oleh kayu manis selain sinamaldehid adalah eugenol. Kegunaan kayu manis selain digunakan sebagai bumbu masak, minyak atsirinya sudah lama digunakan sebagai antiseptik. Hal ini disebabkan karena minyak atsiri memiliki daya bunuh terhadap mikroorganisme. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa minyak kayu manis dapat membunuh baksil tipus hanya dalam

  37 12 menit, berbeda dengan minyak cengkeh yang waktunya mencapai 25 menit.

  2.6.4 Mekanisme Pengaruh Ekstrak Kayu Manis terhadap Pertumbuhan Candida albicans

  Kandungan kimia yang ada pada kayu manis memiliki sifat antibakteri dan antijamur. Kandungan kimia yang terdapat dalam kayu manis adalah minyak atsiri,

  15 safrole, sinamaldehid, eugenol, tanin, damar, kalsium oksalat, dan zat penyamak.

  Kandungan terbesar dalam kayu manis adalah sinamaldehid. Sinamaldehid termasuk golongan aldehid aromatik yang memiliki rumus kimia C

  9 H

  8 O. Kemampuan sinamaldehid dalam menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans disebabkan oleh gugus bebas 3-phenyl yang dapat mengikat enzim yang ada pada dinding sel

  

Candida albicans dan juga mengikat oksigen yang dibutuhkan Candida albicans

  menghambat proses metabolisme Candida albicans sehingga pada akhirnya Candida

  

albicans tersebut mati. Selain itu, sinamaldehid juga mempunyai kemampuan

  mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan sehingga permeabilitas sel bakteri dan jamur meningkat. Mekanisme kerjanya yaitu awalnya reaksi dengan protein sel, yaitu proses penghambatan atau pembunuhan dengan cara merusak sistem koloid dengan mengadakan koagulasi dan presipitasi protein. Koagulasi protein sel mikroba akan menyebabkan gangguan metabolisme sehingga merubah permeabilitas sel membran sehingga terjadi penurunan tegangan permukaan

  

19

  yang mengakibatkan kematian mikroba. Sinamldehid juga termasuk dalam flavanoid. Flavanoid mempunyai kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur yaitu dengan cara mengganggu proses difusi makanan ke dalam sel sehingga

  14 pertumbuhan jamur terhambat atau sampai jamur tersebut mati.

  Kandungan kimia lain yang terdapat pada kayu manis adalah minyak atsiri. Minyak atsiri yang terdapat dalam kayu manis mengandung trans-cinnamaldehyde.

  21 Trans-cinnamaldehyde merupakan bentuk natural dari sinamaldehid. Struktur

  penyusun utama dari dinding sel jamur adalah kitin dan

  β-glucan. Penelitian oleh

  Bang, dkk (2000) menyimpulkan bahwa, trans-cinnamaldehyde yang ada pada minyak atsiri kayu manis merupakan inhibitor chitin synthase genes isoenzym yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Selain itu, trans-cinnamaldehyde juga merupakan inhibitor non-kompetitif dari

  β-glucan, sehingga pembentukan

  biofilm terhambat dan kegagalan dalam berkolonisasi yang mengakibatkan

  

17

pertumbuhan Candida albicans terhambat.

  Komponen aktif lainnya pada kayu manis adalah eugenol. Eugenol merupakan golongan fenol dengan rumus kimia C

  10 H

  

12 O

2 . Satu gugus OH fenolik bebas pada

  lingkar aromatiknya dan satu gugus OH termetilasi berperan penting dalam aktifitas

  14

  eugenol dalam menghambat koloni Candida albicans. Aktifitas antijamur oleh golongan fenol juga tergantung pada besar gugusan alkil yang ditambahkan, yaitu semakin besar gugusan alkil, maka aktifitas antijamur menghambat kolonisasi

  

Candida albicans semakin besar. Disamping itu, sistem kerja dari eugenol dalam

  14 pembelahan sel.

  Kandungan kimia dalam kayu manis yang lainnya adalah tanin. Tanin adalah suatu berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalka atau berbagai senyawa organik lainnya

  38

  termasuk Tanin mempunyai kemampuan dalam menurunkan kemampuan merekat dari sel eukariot, sehingga dapat menghambat pembetukan germ tube dan menstimulasi terjadinya fagositosis. Hal ini akan mempengaruhi integritas dinding sel dari Candida albicans dan akhirnya menghambat metabolisme Candida albicans yang mengakibatkan Candida albicans

  39 mati.

  Afandi (2012) melakukan penelitian tentang potensi antijamur ekstrak kayu manis terhadap Candida albicans secara in vitro. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa dengan konsentrasi ekstrak kayu manis 10% sudah dapat membentuk zona hambat sebesar 7,17mm dan zona hambat terus meningkat sampai percobaan pada

  21

  konsentrasi ekstrak kayu manis 100% yaitu sebesar 21,5mm. Christian D (2013) melakukan perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 20%, 30%, 40%, dan 50% selama 8 jam. Hasilnya nilai rerata dari jumlah

  2

  blastopora Candida albicans pada konsentrasi 20% yaitu 385,76x10 CFU/ml, pada

  2

  2

  konsentrasi 30% yaitu 259,73x10 CFU/ml, pada konsentrasi 40% yaitu 77,4x10

  2 CFU/ml, dan pada konsentrasi 50% yaitu 13,5x10 CFU/ml. Dari penelitian tersebut

  disimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak kayu manis 50% dapat digunakan sebagai

  14 bahan alternatif pembersih gigitiruan.

2.7 Landasan Teori

  Kehilangan Gigi Pembuatan Gigitiruan Resin Akrilik Pemasangan Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Reaksi Jaringan Akibat Tidak Instruksi dan Nasehat Memelihara Kebersihan Gigitiruan Memelihara Bahan Herbal Kebersihan Gigitiruan Denture Stomatitis

  Ekstrak Kayu Metode Membersihkan Manis Gigitiruan Sinamaldehid Tanin Minyak Eugeno atsiri l

  Mekanis-

  Kemis

  Mekanis Kemis

  Effervesen Hipoklorit Asam Enzim

  Desinfekta

  Peroksida

  n Klorheksidi n Perendaman Candida albicans

  Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Konsep Ekstrak Kayu Manis Minyak atsiri

  Candida albicans Menghambat pembentukan germ tube dan menstimulasi fagositosis

  Universitas Sumatera Utara

  Menyebabkan keluarnya komponen sitoplasma ke plasmalemma Kandungan Ekstrak Kayu Manis Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

  Klorheksidin Klorheksidin glukonat 0,2% Mengkoagulasi nukleoprotein dan merubah dinding sel ragi

  Termasuk golongan aldehid

  1. Pembentukan biofilm terhambat 2. Kegagalan berkolonisasi

  β-glucans Mengakibatkan :

  Inhibitor chitin synthase genes isoenzym 2. Inhibitor non kompetitif dari

  Trans- cinnamaldehyde Merupakan : 1.

  Menghambat pertumbuhan Candida albicans

  Mengganggu proses difusi makanan ke dalam sel

  

Eugenol

(C

  Candida albicans Merusak sistem koloid dengan koagulasi dan presipitasi protein Mengikat oksigen yang dibutuhkan

  

Salah satu

gugus OH

fenolik bebas

pada lingkar

aromatiknya &

satu gugus OH

termetilasi

Mengikat enzim pada dinding sel

  8 O) Gugus bebas 3- phenyl Termasuk flavanoid Mampu mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan sehingga permeabilitas jamur meningkat

  9 H

  Sinamaldehid (C

  Tanin Menurunkan kemampuan melekat sel eukariot

  Mempengaruhi integritas dinding sel Candida albicans

  12

)

  12 O

  10 H

  Candida albicans Menghambat metabolisme

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten LabuhanBatu Utara Tahun 2015

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Hubungan Karakteristik dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten LabuhanBatu Utara Tahun 2015

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten LabuhanBatu Utara Tahun 2015

0 2 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Diabetes Mellitus - Karakteristik Penderita Penyakit Diabetes Mellitus Dengan Kompliksi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2014

0 7 24

Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015

1 10 37

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015

1 7 7

2.1.2 Penilaian Status Gizi - Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apendisitis - Perbandingan Keakuratan Antara C – Reaktif Protein Dan Hitung Leukosit Dalam Mendiagnosis Radang Apendiks Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Pendidikan FK USU

1 4 13