BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu Lokasi Jembatan Sei Bat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  Setiap bangunan konstruksi baik berupa gedung, jembatan, bendungan, atau jalan yang bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Tanah mempunyai peranan penting dalam suatu pekerjaan konstruksi bangunan, salah satunya adalah sebagai pondasi pendukung pada bangunan. Pondasi harus mampu memikul beban-beban yang bekerja pada bangunan tersebut termasuk berat sendiri pondasi. Jika lapisan tanah cukup keras dan mampu untuk memikul beban bangunan maka pondasi dapat dibangun langsung di atas permukaan tanah. Tetapi jika dikhawatirkan tanah akan mengalami penurunan akibat berat beban yang bekerja maka diperlukan suatu konstruksi seperti tiang pancang.

  Untuk menentukan perencanaan pondasi, terdapat dua hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu :

  1. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi.

  2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

  Menurut Sardjono HS, 1988, terdapat beberapa macam tipe pondasi dan pemilihan tipe pondasi didasarkan atas :  Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi.  Besarnya beban dan beratnya bangunan atas.

   Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.  Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

  Dari beberapa macam tipe pondasi yang dapat dipergunakan diantaranya adalah pondasi tiang pancang. Pondasi tiang adalah bagian- bagian konstruksi yang dapat dibuat dari beton, kayu, atau baja yang digunakan untuk meneruskan beban-beban ke lapisan tanah yang lebih dalam (Bowles, 1984).

  Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan beban yang bekerja padanya (Sardjono HS, 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah, kedalaman > 8 m (Bowles, 1991). Jika hasil pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal tidak stabil dan kurang keras serta besarnya hasil estimasi penurunan tidak dapat diterima, maka pondasi tiang pancang dapat menjadi bahan pertimbangan.

  Tiang pancang berinteraksi dengan tanah akan menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada sruktur bagian atas. Kekuatan daya dukung tiang pancang ditentukan berdasarkan tahanan ujung (end bearing) dan peletakan tiang dengan tanah (friction).

  Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Sedangkan tiang gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek (Hardiyatmo, H.C, 2002).

  Pada umumnya tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam tanah, tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya horizontal maka tiang pancang akan dipancang miring (batter pile) dengan kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang pancang tergantung dari alat pancang yang dipergunakan serta disesuaikan dengan perencanaannya.

  Seperti sudah kita ketahui sebelumnya, tanah mempunyai peranan

  penting dalam suatu pekerjaan konstruksi bangunan yaitu sebagai pondasi pendukung suatu bangunan.

  Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat di atas atau di bawah permukaan tanah, maka harus dibuatkan pondasi yang dapat memikul beban bangunan atau gaya yang bekerja melalui bangunan tersebut. Pondasi harus terletak pada tanah yang mampu mendukungnya, tanpa mengakibatkan kerusakan tanah atau terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya.

  2.2.1. Definisi Tanah Dalam pengertian teknik secara umum tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi

  (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, B.M., 1995).

  Tanah pada kondisi alam terdiri dari campuran butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dipisahkan dengan air.

  Tanah terdiri dari 3 komponen yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran baik sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Jika rongga terisi air seluruhnya maka tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Jika terisi udara dan air maka dikatakan tanah pada kondisi jenuh sebagian. Dan jika tanah tersebut tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol maka dikatakan tanah kering. Secara sederhana, elemen tanah dapat diilustrasikan pada Gambar (2.1) berikut :

Gambar 2.1. Elemen-Elemen Tanah (Sumber : Das, B.M., 1995)

  Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah tersebut juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Seperti lempung adalah jenis tanah yang memiliki sifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.

  Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu macam ukuran partikel. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Contohnya, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung.

  Secara kualitatif, sifat-sifat agregat pasir dan kerikil diungkapkan oleh istilah-istilah : lepas (loose), sedang (medium), dan padat (dense).

  Sedangkan untuk lempung digunakan istilah: keras (hard), kaku (stiff), sedang (medium), dan lunak (soft).

  2.2.2. Karakteristik Tanah Seperti telah dijelaskan bahwa tanah terdiri dari bahan padat, air dan udara sehingga pada kenyataan tidak pernah dijumpai tanah berdiri sendiri. Dalam ilmu mekanika tanah, volume tanah dibagi dua bagian yaitu volume butir dan volume pori. Volume pori terdiri atas volume udara dan volume air. Oleh sebab itu berbagai parameter tanah akan mempengaruhi karakteristik tanah sebagai pendukung pondasi, seperti ukuran butiran tanah, berat jenis tanah, kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan sebagainya. Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium.

  Deskripsi dan klasifikasi tanah perlu dibedakan. Deskripsi tanah sudah termasuk karakteristik-karakteristik, baik massa maupun material tanah, karena itu tidak akan ada dua jenis tanah dengan deskripsi yang benar-benar sama. Pada klasifikasi tanah, sebaliknya tanah ditempatkan dalam salah satu dari beberapa kelompok berdasarkan hanya pada karakteristik material saja (yaitu distribusi ukuran partikel dan plastisitas). Jadi, klasifikasi tanah tidak tergantung pada kondisi massa di lapangan. Jika tanah akan dikerjakan pada kondisi tak terganggu, misalnya untuk mendukung pondasi, deskripsi lengkap akan sangat memadai dan bila dikehendaki dapat ditambahkan klasifikasi tanah sembarang. Akan tetapi, klasifikasi cukup penting dan berguna jika tanah yang ditinjau akan dipakai untuk material konstruksi. Contohnya timbunan atau urugan.

  Karakteristik tanah juga dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah dan kemampuan tanah dalam mengalirkan air. Karena kemampatan butiran tanah atau air ke luar secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat ditinjau sebagai suatu gejala atau akibat dari penyusutan pori.

  Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi adalah komponen/struktur paling bawah dari sebuah bangunan.

  Pondasi harus didesain sedemikian rupa agar daya dukung pada kedalaman tertentu tidak melampaui daya dukung yang diizinkan, dan dibatasi agar penurunan yang terjadi masih dalam batasan yang dapat diterima oleh struktur bangunan. Pondasi dangkal ditempatkan pada kedalaman (D) di bawah permukaan tanah yang besarnya kurang dari lebar minimum (B) pondasi (Pd T-02-2005-A).

  2.3.1. Definisi Pondasi Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang bertugas meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas

  

(upper structure/super structure) ke dasar tanah yang cukup kuat

  mendukungnya dan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain serta tidak boleh terjadi penurunan pondasi setempat ataupun penurunan pondasi yang merata dari batas tertentu (Gunawan, Rudi. 1983).

  2.3.2. Fungsi Pondasi Kegagalan fungsi pondasi dapat disebabkan karena “base-shear failure” atau penurunan yang berlebihan, dan sebagai akibatnya dapat timbul kerusakan struktural pada kerangka bangunan atau kerusakan lain seperti tembok retak, lantai ubin pecah dan pintu jendela yang sukar dibuka. Agar dapat dihindari kegagalan fungsi pondasi, pondasi bangunan harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras/padat serta kuat mendukung beban bangunan tanpa timbul penurunan yang berlebihan dan untuk mengetahui letak/kedalaman lapisan tanah padat dengan daya dukung yang cukup besar maka perlu dilakukan penyelidikan tanah.

  Fungsi pondasi adalah sebagai perantara untuk meneruskan beban struktur yang ada di atas muka tanah dan gaya-gaya lain yang bekerja ke tanah pendukung bangunan tersebut. Dalam teknik pondasi kriteria tanah sesuai dengan kemampuan dalam menerima beban di atasnya yaitu tanah baik bila tanah tersebut mempunyai kuat dukung tinggi dan sebagai akibatnya penurunan yang terjadi kecil. Pemilihan jenis pondasi tergantung dari beban yang akan ditahan dan kedalaman tanah kerasnya.

  2.3.3. Syarat-Syarat Pondasi Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :

   Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dari bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.

   Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.

   Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau pergeseran tanah.

   Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan berbahaya yang terdapat di dalam tanah.

   Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan geometri konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan dan mudah dimodifikasi jika perubahan diperlukan.

   Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.  Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan atas.

   Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk perlindungan lingkungan.

  Pondasi yang tidak cukup kuat dan kurang memenuhi persyaratan di atas, dapat menimbulkan kerusakan pada bangunannya. Akibat yang ditimbulkan akan memerlukan perbaikan dari bangunannya bahkan kemungkinan seluruh bangunan menjadi rusak dan harus dibongkar.

  Tanah tempat konstruksi pondasi diletakkan harus cukup kuat yang didasarkan atas kekuatan tanah atau daya dukung tanah. Letak tanah kuat untuk konstruksi pondasi pada masing-masing tempat tidak sama. Pada tanah yang baik dapat dipasang konstruksi pondasi dangkal kedalaman tanah yang kuat antara 70-100 cm di bawah permukaan tanah. Akan tetapi pada tanah lunak harus dipasang konstruksi pondasi dalam, dengan kedalaman 20 m atau lebih dari permukaan tanah.

  2.3.4. Jenis-Jenis Pondasi Bentuk pondasi ditentukan oleh berat bangunan dan keadaan tanah di sekitar bangunan tersebut, sedangkan kedalaman pondasi ditentukan oleh letak tanah padat yang mendukung pondasi.

  Pada umumnya jenis pondasi dapat digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

  1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation) Pada pondasi tipe ini beban diteruskan oleh kolom/tiang, selanjutnya diterima pondasi dan disebarluaskan ke tanah. Dasar tanah yang menerima beban tidak lebih dari 1 - 2 m dari permukaan tanah atau D/B bernilai sekitar 1. Tembok-tembok, kolom, maupun tiang bangunan berdiri dengan pelebaran kaki di atas tanah dasar yang keras dan padat.

  Kekuatan pondasi dangkal ada pada luas alasnya, karena pondasi ini berfungsi untuk meneruskan sekaligus meratakan beban yang diterima oleh tanah. Pondasi dangkal ini digunakan apabila beban yang diteruskan ke tanah tidak terlalu besar. Misalnya, rumah sederhana satu lantai, dua lantai, bangunan ATM, pos satpam, dan sebagainya.

  Jenis pondasi dangkal diantaranya :

   Pondasi Umpak Merupakan pondasi setempat, terletak di bawah kolom kayu atau bambu. Biasanya menggunakan material batu kali yang dipahat, pasangan batu ataupun pasangan bata yang biasanya digunakan pada rumah adat, rumah kayu, atau rumah tradisional jaman dulu. Berhubung rumah seperti itu menggunakan material kayu sebagai struktur utamanya, berat sendiri bangunan cukup ringan, sehingga pondasi ini cukup kuat untuk meneruskan beban ke tanah.

Gambar 2.2. Pondasi Umpak (Sumber : M. Hanif A.S, 2011)

   Pondasi Batu Bata Merupakan pondasi dengan bahan dasar batu bata. Pemasangannya disusun sedemikian rupa sehingga dapat menahan berat bangunan di atasnya dan meneruskanya ke tanah. Pada saat ini pondasi batu bata telah lama ditinggalkan karena tergolong mahal dan pemasangannya membutuhkan waktu yang lama karena batu-bata merupakan bahan yang rentan terhadap air sehingga pemasangannya harus dapat terselimuti dengan baik, serta tidak memiliki kekuatan yang bisa diandalkan. Akan tetapi, pondasi ini tetap digunakan untuk menahan beban ringan, misalnya pada teras.

Gambar 2.3. Pondasi Batu Bata (Sumber : Architec Moo, 2014)

   Pondasi Batu Kali Bahan dasarnya adalah batu kali dan sering kita temui pada bangunan-bangunan rumah tinggal. Pondasi ini masih digunakan, karena selain kuat, pondasi ini masih tergolong murah. Bentuknya yang trapesium dengan ukuran tinggi 60 – 80 cm, lebar pondasi bawah 60 – 80 cm dan lebar pondasi atas 20 – 30 cm.

Gambar 2.4. Pondasi Batu Kali (Sumber : Atadroe, 2011)

   Pondasi bor mini (Strauss Pile)

  Digunakan pada kondisi tanah yang jelek, seperti bekas empang atau rawa yang lapisan tanah kerasnya berada jauh dari permukaan tanah. Bisa juga digunakan untuk rumah tinggal sederhana atau bangunan dua lantai. Kedalamannya 2 – 5 m dengan diameter mulai dari 20, 30 dan 40 cm. Pengerjaannya dengan mesin bor atau secara manual. Di atas pondasi bor mini ada blok beton (pile cap yang merupakan media untuk mengikat kolom dengan sloof.

Gambar 2.5. Pondasi Bor Mini (Strauss Pile) (Sumber : Supri Yadi, 2013)

   Pondasi Rakit

  Digunakan bila pada kedalaman dangkal ditemui tanah yang lunak untuk diletakkan pondasi. Selain itu, pondasi ini juga berguna untuk mendukung kolom-kolom yang jaraknya terlalu berdekatan tidak mungkin untuk dipasangi telapak satu per satu, tetapi diberikan solusi yaitu dijadikan satu kekakuan.

Gambar 2.6. Pondasi Rakit (Sumber : M. Hanif A.S, 2011)

   Pondasi Telapak/Footplat

  Berbentuk seperti telapak kaki yang terbuat dari beton bertulang diletakkan tepat pada kolom bangunan dan berguna untuk mendukung kolom baik rumah satu lantai maupun dua lantai. Dasar pondasi telapak bisa berbentuk persegi panjang atau persegi.

Gambar 2.7. Pondasi Telapak/Footplat (Sumber : M. Hanif A.S, 2011)

  2. Pondasi Dalam (Deep Foundation) Beban diteruskan oleh kolom/tiang melalui perantaraan tumpuan

  (poer pondasi, rooster kayu/balok kayu ataupun beton bertulang) yang dipancangkan dalam tanah. Kedalaman tanah keras mencapai 4 - 5 m dari permukaan tanah atau D/B bernilai sekitar 4 dan biasanya digunakan untuk bangunan besar, jembatan dan struktur lepas pantai.

  Daya dukung pondasi dalam mengandalkan ujung (poing bearing), gesekan (friction), lekatan (adhesive), dan gabungan.

  Jenis pondasi dalam diantaranya, yaitu :

   Pondasi Sumuran (cyclop beton) Merupakan bentuk peralihan dari pondasi dangkal ke pondasi tiang yang menggunakan beton berdiameter 60 – 80 cm dengan kedalaman 1 – 2 meter dan harus memenuhi syarat 4 ≤ D / B < 10, dengan D = kedalaman pondasi dan B = diameter pondasi sumuran. Di dalamnya dicor beton yang kemudian dicampur dengan batu kali dan sedikit pembesian di bagian atasnya.

  Biasanya dibor atau dikerjakan dengan bor jatuh sebab di dalamnya tidak dapat digali. Pondasi ini digunakan apabila beban kerja pada struktur pondasi cukup berat dan letak tanah keras atau lapisan tanah dengan daya dukung tinggi relatif tidak terlalu dalam.

  Pondasi ini kurang populer sebab banyak kekurangannya, diantaranya boros adukan beton dan untuk ukuran sloof haruslah besar. Hal tersebut membuat pondasi ini kurang diminati.

Gambar 2.8. Pondasi Sumuran (Sumber : Atadroe, 2011)

   Pondasi tiang pancang (driven pile)

  Yaitu bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu. Digunakan untuk pondasi bangunan-bangunan tinggi. Tiang pancang pada dasarnya sama dengan bored pile, hanya saja yang membedakan bahan dasarnya. Tiang pancang menggunakan beton jadi langsung ditancapkan ke tanah dengan menggunakan mesin pemancang. Karena ujung tiang pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang tidak memerlukan proses pengeboran. Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja, dan beton. Tiang pancang yang terbuat dari bahan ini adalah dipikul, dibor atau didongkrak ke dalam tanah dan dihubungkan dengan pile cap

  (pier). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan karateristik, penyebaran beban tiang pancang diklasifikasikan berbeda-beda.

Gambar 2.9. Pondasi Tiang Pancang Bulat Berongga (Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)

   Pondasi tiang franki (franki pile) Tiang franki adalah salah satu dari tiang beton yang dicor di tempat.

Gambar 2.10. Pondasi Tiang Franki (Franki Pile) (Sumber : Bowles, 1991)

  Keterangan gambar di atas : 1. Pipa baja dengan ujungnya disumbat beton yang sudah mengering.

  2. Dengan penumbuk jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton tersebut ditumbuk. Akibat dari tumbukan tersebut, pipa beton dan sumbatnya akan masuk ke dalam tanah.

  3. Pipa terus ditumbuk dan sudah mencapai lapisan tanah keras.

  4. Setelah itu pipanya ditarik ke luar ke atas sambil dilakukan pengecoran.

  5. Tiang Franki sudah selesai, sumbat beton melebar sehingga ujung bawah akan berbentuk seperti jamur (The Mushrom Base) sehingga tahanan ujung menjadi besar. Sedangkan permukaan tiang tidak lagi rata, sehingga lekatannya dengan tanah menjadi sangat kasar.

   Pondasi tiang bor (bored pile) Digunakan untuk pondasi bangunan-bangunan tinggi yang kedalamanya > dari 2 m dan diameter > dari 20 cm yang fungsinya sebagai penahan beban bangunan. Sebelum memasang bored pile, permukaan tanah dibor terlebih dahulu dengan menggunakan mesin bor atau alat mini crane hingga menemukan daya dukung tanah yang sangat kuat untuk menopang pondasi. Setelah itu besi tulangan dimasukkan ke dalam permukaan tanah yang telah dibor, kemudian dicor dengan beton. Alat bored pile mini crane dapat mengerjakan lobang bor berdiameter 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60 cm dengan kedalaman kurang dari 30 meter.

  Pondasi bored pile adalah alternatif lain apabila dalam pelaksanaan lokasinya sangat sulit atau beresiko apabila menggunakan pondasi tiang pancang/mini pile. Seperti, masalah mobilisasi peralatan, dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, kebersihan) dan kondisi lain yang dapat mempengaruhi kegiatan pekerjaan tersebut.

Gambar 2.11. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) (Sumber : Atadroe, 2011)

  Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu dimana tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang dibuat menjadi suatu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.

  2.4.1. Definisi Tiang Pancang Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih dalam. Pondasi tiang sudah digunakan sebagai penerima beban dan sistem transfer beban selama bertahun-tahun. Oleh sebab itu perlu memperkuat tanah penunjang dengan beberapa tiang.

  Pada tahun 1740, Christoffoer Polhem menemukan peralatan pile driving yang menyerupai mekanisme pile driving saat ini. Tiang baja (Steel pile) sudah digunakan selama 1800 dan Tiang beton (concrete pile) sejak 1900. Revolusi industri membawa perubahan yang penting pada sistem pile driving melalui penemuan mesin uap dan mesin diesel.

  Dengan meningkatnya permintaan akan rumah dan konstruksi, memaksa para pengembang memanfaatkan tanah-tanah yang mempunyai karakteristik yang kurang bagus. Hal ini membuat pengembangan dan peningkatan sistem Pile driving. Saat ini banyak teknik-teknik instalasi tiang pancang bermunculan. Struktur yang menggunakan pondasi tiang pancang apabila tanah dasar tidak mempunyai kapasitas daya pikul yang memadai. Jika hasil pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal tidak stabil dan kurang keras atau apabila besarnya hasil estimasi penurunan tidak dapat diterima, pondasi tiang pancang dapat menjadi bahan pertimbangan. Tiang pancang juga digunakan untuk kondisi tanah yang normal untuk menahan beban horizontal. Tiang pancang merupakan metode yang tepat untuk pekerjaan di atas air, seperti jetty atau dermaga.

  Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan informasi mengenai :

  1. Data tanah dimana bangunan akan didirikan.

  2. Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).

  3. Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban tambahan).

  Gaya geser negatif (negative skin friction) adalah suatu gaya yang bekerja pada sisi tiang pancang dan bekerja ke arah bawah sehingga memberikan penambahan beban secara vertikal selain beban luar yang bekerja. Negative skin friction berbeda dengan positif skin friction, karena

  positif skin friction justru membantu memberikan gaya dukung pada tiang

  dalam melawan beban luar/vertikal yang bekerja dengan cara memberikan perlawanan geser disisi-sisi tiang, dengan arah kerja yang berlawanan dari arah gaya luar yang bekerja ataupun gaya dari negative skin friction.

  

Negatif skin friction terjadi ketika lapisan tanah yang diperkirakan

  mengalami penurunan cukup besar akibat proses konsolidasi, dimana akibat proses konsolidasi ini tiang mengalami gaya geser dorong ke arah bawah yang bekerja pada sisi-sisi tiang (karena terbebani). Keadaan ini disebut sebagai keadaan tiang mengalami gaya geser negatif (negative skin

  friction). Jika jumlah gaya-gaya sebagai akibat dari beban luar dan gaya

  geser negatif ini melebihi gaya dukung tanah yang diizinkan, akan terjadi penurunan tiang yang disertai dengan penurunan tanah disekitarnya.

  Keadaan ini bisa terjadi karena tanahnya yang lembek, pemancangan pondasi pada daerah timbunan baru, atau akibat penurunan air tanah pada tanah yang lembek, dimana kondisi tersebut memungkinkan terjadinya penurunan atau konsolidasi tanah yang cukup besar. Pondasi tiang pancang hendaknya direncanakan sedemikian rupa sehingga gaya luar yang bekerja pada kepala tiang tidak melebihi gaya dukung tiang yang diizinkan. Adapun yang dimaksud dengan gaya dukung tiang yang diizinkan adalah meliputi aspek gaya dukung tanah yang diizinkan, tegangan pada bahan tiang perpindahan kepala tiang yang diizinkan, dan gaya-gaya lain (seperti perbedaan tekanan tanah aktif dan pasif).

  2.4.2. Tujuan Penggunaan Pondasi Tiang Pancang Pondasi tiang digunakan untuk beberapa tujuan, antara lain :

   Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak ke tanah pendukung yang kuat.

   Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya.

   Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

   Untuk menahan gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.  Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah.

   Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.

  2.4.3. Jenis-Jenis Tiang Pancang Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan perpindahan tiang, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

  1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori (Bowles,

  1991), antara lain :

  A. Tiang Pancang Kayu Tiang pancang tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi dengan bahan material kayu dapat digunakan pada suatu dermaga.

  Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros. Kadang ujungnya runcing dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.

  Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk jika tiang dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak atau busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti. Sedangkan pengawetan dan pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau memperlambat kerusakan kayu, tetapi tidak dapat melindungi untuk seterusnya. Pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.

  Tiang ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah yang sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan sebagai tiang pancang.

  Persyaratan dari tiang ini adalah bahan yang dipergunakan harus cukup tua, berkualitas baik dan tidak cacat, contohnya kayu berlian. Tiang pancang harus diperiksa dahulu sebelum dipancang untuk memastikan bahwa tiang pancang tersebut memenuhi ketentuan dari bahan dan toleransi yang diijinkan. Semua kayu lunak yang digunakan untuk tiang pancang memerlukan pengawetan yang harus dilaksanakan sesuai dengan AASHTO M133–86 dengan menggunakan instalasi peresapan bertekanan.

  Bila instalasi tidak tersedia, pengawetan dengan tangki terbuka secara panas dan dingin harus digunakan. Beberapa kayu keras dapat digunakan tanpa pengawetan. Pada umumnya kebutuhan mengawetkan kayu keras tergantung jenis kayu dan beratnya kondisi pelayanan.

  Kepala Tiang Pancang Sebelum pemancangan, tindakan pencegahan kerusakan pada kepala tiang pancang harus diambil yaitu dengan pemangkasan kepala tiang pancang sampai penampang melintang menjadi bulat dan tegak lurus terhadap panjangnya dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap) dipasang serta memasang cincin baja/ besi yang kuat.

  Bila tiang pancang kayu lunak membentuk pondasi struktur permanen dan akan dipotong sampai di bawah permukaan tanah, maka perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan bahwa tiang pancang tersebut telah dipotong di bawah permukaan air tanah yang terendah yang diperkirakan. Jika digunakan pur (pile cap) dari beton, kepala tiang pancang harus tertanam dalam pur dengan kedalaman yang cukup sehingga dapat memindahkan gaya. Tebal beton di sekeliling tiang pancang paling sedikit 15 cm dan harus diberi baja tulangan untuk mencegah terjadinya keretakan.

  Sepatu Tiang Pancang Harus dilengkapi dengan sepatu yang cocok untuk melindungi ujung tiang selama pemancangan, kecuali jika seluruh pemancangan dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris (pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang dengan kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan kayu harus cukup untuk menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan. Pemancangan Pemancangan berat mungkin merusak kepala tiang pancang, memecah ujung dan menyebabkan retak tiang pancang dan harus dihindari dengan membatasi tinggi jatuh palu dan jumlah penumbukan pada tiang pancang. Umumnya, berat palu harus sama dengan beratnya tiang untuk memudahkan pemancangan. Perhatian khusus harus diberikan selama pemancangan untuk memastikan bahwa kepala tiang pancang harus selalu berada sesumbu dengan palu, tegak lurus terhadap panjang tiang pancang.

  Penyambungan Bila diperlukan untuk menggunakan tiang pancang yang terdiri dari dua batang atau lebih, permukaan ujung tiang pancang harus dipotong sampai tegak lurus terhadap panjangnya untuk menjamin bidang kontak seluas seluruh penampang tiang pancang. Pada tiang pancang yang digergaji, sambungannya harus diperkuat dengan kayu atau pelat penyambung baja, atau profil baja seperti profil kanal atau profil siku yang dilas menjadi satu membentuk kotak yang dirancang untuk memberikan kekuatan yang diperlukan. Tiang pancang bulat harus diperkuat dengan pipa penyambung. Sambungan di dekat titik-titik yang mempunyai lendutan maksimum harus dihindarkan.

  Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu, yaitu : a. Relatif lebih ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.

  b. Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang pancang beton precast.

  c. Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam tanah.

  d. Tiang pancang kayu ini lebih baik untuk friction pile dari pada untuk end bearing pile sebab tegangan tekanannya relatif kecil.

  e. Karena tiang kayu ini relatif flexible terhadap arah horizontal dibandingkan dengan tiang-tiang pancang selain dari kayu, maka apabila tiang ini menerima beban horizontal yang tidak tetap, tiang pancang kayu ini akan melentur dan segera kembali ke posisi setelah beban horizontal tersebut hilang. Hal seperti ini sering terjadi pada dermaga dimana terdapat tekanan ke samping dari kapal dan perahu.

  Kerugian pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :

  a. Karena tiang pancang harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah agar dapat tahan lama, jika air tanah yang terendah itu letaknya sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian. b. Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif kecil dibandingkan tiang pancang yang di buat dari baja atau beton terutama pada daerah yang muka air tanahnya sering naik dan turun.

  c. Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu dapat berbentuk berupa sapu atau dapat pula ujung tiang tersebut hancur. Apabila tiang kayu tersebut kurang lurus, maka pada waktu dipancangkan akan menyebabkan penyimpangan terhadap arah yang telah ditentukan.

  d. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresif dan jamur yang menyebabkan kebusukan.

  B. Tiang Pancang Beton Keuntungannya yaitu :

  a. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat dilakukan setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.

  b. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

  c. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

  d. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.

  Kerugiannya yaitu :

  a. Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan menimbulkan masalah disekitarnya.

  b. Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar. c. Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan penyambungannya sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

  d. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan memerlukan waktu yang lama.

  Tiang pancang beton terdiri dari 3 macam, yaitu :

  1. Precast Reinforced Concrete Pile Yaitu tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan dan dicetak serta dicor di tempat pekerjaan, jadi tidak membawa kesulitan untuk transport.

  Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar (>50 ton untuk setiap tiang), hal ini tergantung dari dimensinya. Dalam perencanaan tiang pancang beton precast ini panjang tiang harus dihitung dengan teliti, sebab kalau ternyata panjang tiang ini kurang terpaksa harus dilakukan penyambungan, hal ini adalah sulit dan banyak memakan waktu.

  Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.12. Tiang Pancang Beton Precast Concrete Pile (Sumber : Bowles, 1991)

  Keuntungan pemakaian precast concrete reinforced pile, yaitu :

  a. Precast concrete reinforced pile ini mempunyai tegangan tekan yang besar, hal ini tergantung dari mutu beton yang digunakan.

  b. Dapat di hitung baik sebagai end bearing pile maupun friction pile.

  c. Karena tiang pancang beton ini tidak berpengaruh oleh tinggi muka air tanah seperti tiang pancang kayu, maka disini tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya.

  d. Tiang pancang beton dapat tahan lama sekali, serta tahan terhadap pengaruh air maupun bahan-bahan yang corrosive asal beton dekkingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya.

  Kerugian pemakaian precast concrete reinforced pile, yaitu :

  a. Karena berat sendirinya maka transportnya akan mahal, oleh karena itu precast concrete reinforced pile ini dibuat di lokasi pekerjaan. b. Memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang beton ini dapat dipergunakan karena dipancang setelah cukup keras.

  c. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan memerlukan waktu yang lama.

  d. Bila panjang tiang pancang kurang, karena panjang dari tiang pancang ini tergantung dari pada alat pancang (pile driving) yang tersedia maka untuk melakukan panyambungan adalah sukar dan memerlukan alat penyambung khusus.

  2. Precast Prestressed Concrete Pile Yaitu tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.

Gambar 2.13. Tiang Pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Sumber : Bowles, 1991)

  Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile, yaitu : a. Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi.

  b. Tiang pancang tahan terhadap karat.

  c. Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.

  Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile, yaitu : a. Pondasi tiang pancang sukar untuk ditangani. b. Biaya permulaan dari pembuatannya tinggi.

  c. Pergeseran cukup banyak sehingga prategang sukar untuk disambung.

  3. Cast in Place Pile Yaitu pondasi yang dicetak di tempat dengan jalan dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah seperti pada pengeboran tanah pada waktu penyelidikan tanah. Pada cast in place ini dapat dilaksanakan dua cara, yaitu :

  1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa tersebut ditarik ke atas.

  2. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

  Keuntungan pemakaian cast in place, yaitu : a. Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjan.

  b. Tidak ada resiko rusak dalam transport karena tiang tidak diangkat.

  c. Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

  Kerugian pemakaian cast in place, yaitu :

  a. Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi kotor akibat tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut.

  b. Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus.

  c. Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol.

  C. Tiang Pancang Baja Umumnya tiang pancang baja struktur harus berupa profil baja gilas biasa, tetapi tiang pancang pipa dan kotak dapat digunakan dan akan diisi dengan beton, mutu beton tersebut minimum harus K250.

  Kebanyakan tiang pancang baja berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatannya sangat besar sehingga pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang ini akan sangat bermanfaat jika kita memerlukan tiang pancang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

  Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap teksture tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah, diantaranya :

  a. Pada tanah yang memiliki teksture tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

  b. Pada tanah liat (clay) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.

  c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

  Umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah, disebabkan karena Aerated-Condition

  (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi, memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) dari muka air tanah terendah.

  Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa. Perlindungan Terhadap Korosi

  Jika korosi pada tiang pancang baja mungkin dapat terjadi, maka panjang atau ruas-ruasnya yang mungkin terkena korosi harus dilindungi dengan pengecatan menggunakan lapisan pelindung yang telah disetujui dan/atau digunakan logam yang lebih tebal jika daya korosi dapat diperkirakan dengan akurat dan beralasan. Umumnya seluruh panjang tiang baja yang terekspos, dan setiap panjang yang terpasang dalam tanah yang terganggu di atas muka air terendah, harus dilindungi dari korosi. Kepala Tiang Pancang

  Sebelum pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap panjangnya dan topi pemancang (driving cap) harus dipasang untuk mempertahankan sumbu tiang pancang segaris dengan sumbu palu. Sebelum pemancangan, pelat topi, batang baja atau pantek harus ditambatkan pada pur, atau tiang pancang dengan panjang yang cukup harus ditanamkan ke dalam pur (pile cap). Perpanjangan Tiang Pancang Perpanjangan tiang pancang baja harus dilakukan dengan pengelasan. Pengelasan harus dikerjakan sedemikian rupa hingga kekuatan penampang baja semula dapat ditingkatkan. Sambungan harus dirancang dan dilaksanakan dengan cara sedemikian hingga dapat menjaga alinyemen dan posisi yang benar pada ruas-ruas tiang pancang. Jika tiang pancang pipa atau kotak akan diisi dengan beton setelah pemancangan, sambungan yang dilas harus kedap air. Sepatu Tiang Pancang

  Pada umumnya sepatu tiang pancang tidak diperlukan pada profil H atau profil baja gilas lainnya. Namun jika tiang pancang akan dipancang di tanah keras, maka ujungnya dapat diperkuat dengan menggunakan pelat baja tuang atau dengan mengelaskan pelat atau siku baja untuk menambah ketebalan baja. Tiang pancang pipa atau kotak dapat juga dipancang tanpa sepatu, tetapi jika ujung dasarnya tertutup diperlukan, maka penutup ini dapat dikerjakan dengan cara mengelaskan pelat datar, atau sepatu yang telah dibentuk dari besi tuang, baja tuang atau baja fabrikasi.

  Keuntungan pemakaian tiang pancang baja, yaitu : a. Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.

  b. Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.

  c. Saat pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

  Kerugian pemakaian tiang pancang baja, yaitu : a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.

  b. Bagian H pile dapat rusak atau dibengkokan oleh rintangan besar.

  D. Tiang Pancang Komposit Yaitu tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. cara ini diabaikan karena biaya dan kesulitan yang timbul dalam sambungan.

  Tiang pancang komposit ini terdiri dari :

  1. Water Proofed Steel and Wood Pile Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak di bawah air tanah.

  Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut:

  a. Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah.

  b. Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik ke luar dari casing. Beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

  2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe di atas hanya bedanya tiang ini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut :

  a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

  b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik ke luar dari

  casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus

  dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

  c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik ke luar lagi dari casing.

Dokumen yang terkait

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Kelas Dengan Metode Weighted Sum Model (WSM) & Weighted Product Model (WPM) Berbasis Android (Studi Kasus ; SMA Negeri 1 Tebing Tinggi)

1 6 41

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM - Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Kelas Dengan Metode Weighted Sum Model (WSM) & Weighted Product Model (WPM) Berbasis Android (Studi Kasus ; SMA Negeri 1 Tebing Tinggi)

0 3 36

BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Citra Digital - Analisis Kompresi Citra Digital Dengan Metode Fraktal

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisa Tiga Dimensi Rekayasa Penempatan Posisi Damper pada Struktur Multistory Frame dengan Tipe Pengaku Bracing

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN - Analisa Tiga Dimensi Rekayasa Penempatan Posisi Damper pada Struktur Multistory Frame dengan Tipe Pengaku Bracing

0 0 16

ANALISA TIGA DIMENSI REKAYASA PENEMPATAN POSISI DAMPER PADA STRUKTUR MULTISTORY FRAME DENGAN TIPE PENGAKU BRACING TUGAS AKHIR - Analisa Tiga Dimensi Rekayasa Penempatan Posisi Damper pada Struktur Multistory Frame dengan Tipe Pengaku Bracing

0 0 20

2.1.2. Toksonomi Duku - Efektifitas EkstrakKulit Duku ( Lansiumdomesticum) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Membunuh Nyamuk Aedesspp Tahun 2014

0 2 24

2.1. Permainan Bekel - Game Adaptasi Bekel Berbasis Android

0 3 15

2.1. Produksi Kelapa Sawit - Prediksi Produksi Panen Kelapa Sawit Menggunakan Jaringan Saraf Radial Basis Function (RBF)

1 0 22

1.1. Latar Belakang - Prediksi Produksi Panen Kelapa Sawit Menggunakan Jaringan Saraf Radial Basis Function (RBF)

0 0 6