2.1.2. Toksonomi Duku - Efektifitas EkstrakKulit Duku ( Lansiumdomesticum) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Membunuh Nyamuk Aedesspp Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Duku
2.1.1. Karakteristik Duku
Duku (L. domesticum) merupakan tanaman buah tropis bertipe iklim basah
yang berasal dari Malaysia dan Indonesia (Kalimantan Timur).Dari negara
asalnya, duku menyebar ke Vietnam,Myanmar, dan India. Nama lain yang sering
digunakan untuk duku L. domesticum adalah Aglaila dooko atau Aglala
domesticum (Corr). Duku merupakan tanaman hutan yang pohonnya menjulang
tinggi hingga 30m.Tanaman ini tidak besar dan berkayu keras.( Sunarjono.2002)

Gambar 2.1 : Duku (L.domesticum)
2.1.2. Toksonomi Duku
Sistematika tumbuhan Duku adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Lansium


Universitas Sumatera Utara

Species :L.domesticum Corr var. ( widyastuti, 2000)
2.1.3. Sifat dan Khasiat Tumbuhan Duku (L. domesticum )
Duku (L.domesticum) selain buahnya dapat dimakan, masyarakat juga
menggunakan biji duku sebagai obat tradisional misalnya sebagai obat cacing dan
demam yaitu dengan cara menumbuknya dan mencampurnya dengan air. Kayu
pohom duku cukup keras untuk bahan bangunan.Kulit duku dikeringkan untuk
obat nyamuk atau setanggi.Sementara babakan (kulit batang) dapat digunakan
sebagai obat tradisional yaitu penyakit demam.( Sunarjono. 2002)
2.1.4.Kandungan Kimia Kulit Buah Duku
Kulit buah Duku banyak mengandung triterpenoid (asam lansat dan asam
lansiolat), Flavonoid, dan saponin.
A. Triterpenoid
Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini
digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa
tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari
molekul isoprene CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun
oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilahpilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa tersebut, 2 (C10), 3 (C15), 4 (C20), 6 (C30) atau 8 (C40).

a.

Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak
dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul
terpen adalah (C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini
disebabkan karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren.

Universitas Sumatera Utara

Secara struktur kimia terenoid merupakan penggabungan dari unit isoprena,
dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap,
gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya.
b.

Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri
berasal dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur
secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom
karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan
tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa teresbut adalah golongan

terpenoid. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan
campuran senyawa organic yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25
senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagian besar komponen minyak
atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hydrogen atau
karbon, hydrogen dan oksigen. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah
menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat
dalam tumbuhan. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah
memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuhan adalah destilasi. Dimana,
uap air dialirkan kedalam tumpukan jaringan tumbuhan sehingga minyak
atsiri tersuling bersama-sama dengan uap air. Setelah pengembunan, minyak
atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari air yang selanjutnya dapat
dikumpulkan. Minyak atsiri terdiri dari golongan terpenoid berupa
monoterpenoid (atom C 10) dan seskuiterpenoid (atom C 15)
Sifat umum Terpenoid

Universitas Sumatera Utara

1. Sifat fisika dari terpenoid adalah :
2. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika
teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap

3. Mempunyai bau yang khas
4. Indeks bias tinggi
5. Kebanyakan optik aktif
6. Kerapatan lebih kecil dari air
7. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol Sifat Kimia
2. Sifat kimia
1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk
enantiomer.

Gambar 2.2. Struktur Kimia Triterpenoid
B. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya
tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari
tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari,
yaitu antosianin, flavonol, dan flavon Antosianin (dari bahasa Yunani anthos ,

Universitas Sumatera Utara

bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di

bunga berwarna merah, ungu, dan biru . Pigmen ini juga terdapat di berbagai
bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar.
Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpn
divakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola.
Flavonoid merupakan salah satu jenis golongan fenol dan banyak ditemukan
di dalam tumbuhan. Secara biologis flavonoid memainkan peran penting dalam
penyerbukan tanaman pada serangga. Namun, ada sejumlah flavonoid mempunyai
rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak serangga. Bila senyawa flavonoid
masuk ke mulut serangga dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dan
kerusakan pada spirakel sehingga serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati.
Selain itu, sekolompok flavonoid yang berupa isoflavon juga memiliki efek pada
reproduksi

serangga, yakni menghambat

proses pertumbuhan serangga.

(Mirnawaty.2012).

Gambar 2.3. Struktur Kimia Flavonoid

(Sastrohamidjojo. 1996)

C. Saponin
Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu metabolit sekunder
yang banyak ditemukan dalam sumber-sumber alam, dengan saponin ditemukan

Universitas Sumatera Utara

dalam kelimpahan khusus dalam berbagai jenis tumbuhan. Khususnya, mereka
glikosida amphipathic dikelompokkan fenomenologis oleh sabun-seperti berbusa
yang mereka hasilkan ketika terguncang dalam larutan air, dan secara struktural
oleh komposisi mereka satu atau lebih gugus hidrofilik glikosida dikombinasikan
dengan triterpen lipofilik derivatif. contoh yang relevan adalah agen digoksin
cardio-aktif, dari foxglove umum.
Saponin secara historis dipahami sebagai tanaman yang diturunkan, tetapi
mereka juga telah diisolasi dari organisme laut. Saponin memiliki sifat seperti
detergen sehingga dinilai mampu meningkatkan penetrasi zat toksin karena dapat
melarutkan bahan lipofilik dalam air. Saponin juga dapat mengiritasi mukosa
saluran pencernaan. Selain itu, saponin juga memiliki rasa pahit sehingga
menurunkan nafsu makan larva kemudian larva akan mati kelaparan(Gunawan,

2004).
Saponin mempunyai efek yang kuat jika digunakan sebagai insektisida
karena sifatnya yang sitotoksik dan hemolitik (Chaieb, 2010). Saponin juga dapat
menaikkan pemeabilitas kertas saring. Dengan adanya saponin, filter yang cukup
kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu dapat meloloskan partikel
tersebut. Saponin juga dapat digunakan sebagai pengemulsi bagi cairan yang tidak
saling campur seperti minyak dan air (Mulyani dan Gunawan, 2010).
Saponin memiliki aktivitas insektisida yang jelas, saponin bekerja dengan
tepat dan cepat terhadap serangga. Efek yang paling sering diamati adalah
menyebabkan kematian, menurunkan nafsu makan, menurunkan berat badan, dan
menurunkan kemampuan reproduksi serangga. Saponin juga mempunyai aktivitas
penolak serangga, dapat menimbulkan masalah pencernaan, menimbulkan cacat

Universitas Sumatera Utara

serangga atau menimbulkan efek toksisitas. Rasa pahit dari saponin membuat
serangga ini menjadi tidak menyukai makanannya (Geyter, dkk, 2007).

Gambar 2.4. Struktur Kimia Saponin


(Wikipedia,2014)
2.2.

Vektor Penyakit
Salah satu cara mekanisme penularanatau transmisi agen infeksius adalah

melalui vektor antropoda.Antropodborne disease/vektorbornedisease adalah
penyakit yang ditularkan kepada manusia melalui vektor penyakit berupa
serangga. Vektor adalah antropoda yang dapat menularkan, memindahkan
dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia (Kemenkes,2010).
Di Indonesia, beberapa penyakit yang ditularkan melalui serangga antara lain,
demam berdarah dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan kemudian muncul
chikungunya serta penyakit saluran pencernaan seperti kolera, disentri, demam
tifoid, dan demam paratifoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah
(Chandra, 2007).
Ada 3 jenis cara penularan anthropodborne disease (Chandra, 2007) yaitu
:

Universitas Sumatera Utara


1. Kontak langsung
Agen penyakit dipindahkan oleh anthropoda dari satu orang ke orang lain
melalui kontak langsung.
2. Transmisi secara mekanis
Anthropoda hanya bertindak sebagai pembawa mikroorganisme penyebab
penyakit yang berasal dari penderita (berupa tinja, muntahan atau bahanbahan infektif lainnya) ke makanan atau minuman orang yang sehat.
Dengan cara hanya melekat pada permukaan tubuh arthropoda, agen
masuk ke mulut anthropoda dan kemudian dimuntahkan atau melalui
kotoran

itu

anthropoda

sendri.

Di

dalam


tubuh

anthropoda

mikroorganisme penyebab penyakit tidak mengalami perubahan apapun,
baik jumlah, bentuk maupun sifatnya. Sebagai contoh, peranan lalat rumah
dalam penularan penyakit amubiasis dan disentri basiler (Soedarto, 1990).
3. Transmisi secara biologi
Agen penyakit akan mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa
multiplikasi di dalam tubuh anthropoda. Transmisi secara biologi dibagi 3
cara, yaitu :
a. Cyclo Propogative
Agen penyakit mengalami multiplikasi dan perubahan siklus di dalam
tubuh anthropoda. Misalnya, penularan plasmodium penyebab
penyakit malaria pada tubuh nyamuk Anopheles.
b. Cyclo Developmental
Agen

penyakit


mengalami

perubahan

bentuk/morfologi

tanpa

mengalami penambahan jumlah dalam tubuh anthropoda. Misalnya,

Universitas Sumatera Utara

cacing Wuchereria bancrofti penyebab filariaris yang ditularkan oleh
nyamuk Culex fatigans.
c. Propogative
Agen penyakit mengalami multiplikasi tetapi tidak mengalami
perubahan bentuk/morfologi di dalam anthropoda. Misalnya, pada
penularan penyakit pes, maka kuman pasteurella pestis akan
memperbanyak diri dalam tubuh pinjal tikus, dengan bentuh tubuh
yang sama dengan morfologi kuman pada saat dihisap dari tubuh
penderita. Penularan virus dengue pada nyamuk Ae.aegypti juga
merupakan propogative transmission.
Defenitive Host
Manusia

Intermediate Host
Aedes Aegypti

Multiplikasi
Gambar 1. Diagram Propogative (Chandra, 2007)
Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya, sedangkan
nyamuk jantan akan menyimpan virus tersebut pada nyamuk betina saat
melakukan kontak seksual. Nyamuk betina akan menularkan virus tersebut ke
manusia melalui gigitannya. Nyamuk mengambil virus dengue dari manusia yang
mempunyai

virus

tersebut.

Virus

akan

masuk

ke

dalam

lambung

nyamuk,kemudian virus akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk dan
menyebar ke seluruh jaringan tubuh nyamuk termasuk kelenjar air liurnya. Jika

Universitas Sumatera Utara

nyamuk yang telah mengandung virus ini menggigit orang sehat maka akan
mengeluarkan air liurnya agar darah tidak beku. Bersamaan dengan air liur
tersebut virus akan ditularkan. Siklus ini layaknya lingkaran setan yang sulit
ditemukan ujung pangkalnya (Satari dan Meiliasari, 2004).
Selain tiga penularan biologik tersebut diatas, penularan mikroorganisme
penyebab penyakit juga dapat terjadi secara transovarial. Pada keadaan ini
mikroorganisme penyebab penyakit sudah masuk ke dalam tubuh serangga
(vektor) akan mengadakan multiplikasi didalam tubuh anthropoda tersebut,
kemudian mikroorganisme penyebab penyakit akan menginfeksi ovarium dan sel
telur dari anthropoda. Anthropoda generasi berikutnya akan mengalami
penularan. Penularan yang seperti ini adalah Srub typhus yang disebabkan oleh
Rickettesia tsutsugamushi dan Trombicula akamushi (Soedarto, 1990).
2.3.

Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Di Indonesia nyamuk Aedes yang paling penting adalah nyamuk Ae.

aegypti dan nyamuk Ae. albopictus, keduanya merupakan vektor penyakit demam
berdarah (Soedarto, 1990).
Demam berdarah tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.
Virus dengue yang merupakan penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui gigitan nyamuk (Satari dan Meiliasari, 2004). Nyamuk merupakan
kelompok yang paling penting dari serangga lain dalam bidang kesehatan
masyarakat,karena dapat mengirimkan sejumlah penyakit, seperti malaria,
filariasis, demam berdarah, ensefalitis Jepang,dan menyebabkan jutaan kematian
setiap tahun (Vinayaka, dkk, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dalam penularan DBD di Indonesia, nyamuk Ae.aegypti di perkotaan
merupakan vektor endemik yang paling penting. Di daerah perkotaan nyamuk
Ae.aegypti selalu menggigit di dalam rumah sedangkan nyamuk Ae.albopictus
menggigit di luar rumah karena perindukan nyamuk ini berada di kebun dan
pohon-pohon (Soedarmo, 2009). Ae. aegypti juga dikenal sebagai vektor penular
penyakit demam kuning (yellow fever), sehingga sering disebut yellow fever
mosquito.

2.4.
Gambaran Umum mengenai Nyamuk Aedes spp
2.4.1 Asal Mula Nyamuk Aedes, spp
Nyamuk Ae.aegypti pada awalnya berasal dari Mesir dan menyebar ke
seluruh dunia melalui kapal laut dan kapal udara. Ae.aegypti adalah spesies
nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan, biasanya berada diantara 40 LU dan
40 LS seperti Asia, Afrika, Australia, dan Amerika (Hadinegoro dan Satari, 2004).
Distribusi Aedes juga dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk aedes ini biasanya tidak
ditemukan diatas 1000 m.
Nyamuk Ae. albopictus adalah spesies hutan yang beradaptasi dengan
lingkungan hidup manusia di pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. Di
laboratorium, nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat menularkan virus
dengue secara vertikal melalui nyamuk betina ke telur sampai keturunannya,
walaupun albopictus lebih cepat melakukannya (WHO, 2004).
2.4.2. Klasifikasi Nyamuk Aedes spp
Mudah untuk membedakan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dari
bentuknya, pada albopictus garis toraksnya tidak mempunyai garis yang
melengkung. Ae. albopictus sering dijumpai diluar rumah (Soedarto, 1990). Ciri

Universitas Sumatera Utara

utama nyamuk Ae. aegypti adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih
keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari
punggungnya yang berwarna dasar hitam sehingga sering disebut black white
mosquito (Soegijanto, 2006). Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai
salah satu nyamuk rumah.
Aedes spp pengebarannya sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis
di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Aedes aegypti merupakan
pembawa utama (primary vektor) dan bersama Aedes albopictus menciptakan
siklus persebaran dengue di desa dan di kota. Mengingat keganasan penyakit
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara – cara

DBD

mengendalikan jenis nyamuk ini untuk membantu mengurangi persebaran
penyakit DBD (Wikipedia, 2014).
Kedudukan nyamuk Aedes spp dalam klasifikasi hewan adalah sebagai
berikut:
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo:

Diptera

Famili: Culicidae
Genus:

Aedes

Spesies: Aedes spp (Sembel, 2009).

2.4.3. Morfologi Nyamuk Aedes spp
Nyamuk Aedes spp biasanya berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Telur Aedes spp

Universitas Sumatera Utara

mempunyai dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai
gambaran kain kasa. Sedangkan larva Aedes spp Nyamuk Aedes spp dewasa
memiliki ukuran sedang, dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan
tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan.
Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di
bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari Spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh
nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pada nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk ini sering kali berbeda
antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh
nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk
betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri
ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, ilahude dan Pribadi,
1998).
2.4.4. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp

Gambar 2.5. Siklus hidup Nyamuk Aedes spp.
Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes sppdapat dibagi
menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa dan dewasa, sehingga termasuk
metamorphosis sempurna (holometabola).

Universitas Sumatera Utara

1. Telur
Telur biasanya diletakkan diatas permukaan air satu persatu atau dalam
kelompok.Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir
telur tiap kali bertelur. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama
ditempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 2 0C420C Namun bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari
sesudah diletakkan. Telur Nyamuk Aedes spp berwarna gelap, berbentuk oval
biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam keadaan
menempel pada dinding tempat perindukannya.( Sembel . 2009 ).
2.

Larva
Telur menetes menjadi larva atau sering disebut jentik.Perkembangan

berlangsung 5-7 hari, perkembangan larva tergantung pada temperatur air,
kepadatan larva, dan tersedianya makanan, larva nyamuk hidup dengan memakan
organisme-organisme kecil. Larva akan mati pada suhu dibawah 10 0C dan diatas
suhu 360C Larva Aedes spp memiliki kepala yang cukup besar serta torak dan
abdomen yang cukup jelas. Untuk mendapatkan oksigen biasanya larva
menggantungkan dirinya agak tegak lurus pada permukaan air. (Sembel, 2009).
3. Pupa
Pupa berbentuk agak pendek, tidak memerlukan makanan, tetapi tetap aktif
bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila perkembangan pupa sudah
sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari berkisar 270C - 320C umum nya nyamuk
jantan menetas terlebih dahulu dari nyamuk betina, maka kulit pupa pecah dan
nyamuk dewasa keluar serta terbang (Sembel, 2009).

Universitas Sumatera Utara

4. Nyamuk Dewasa
Pada stadium dewasa nyamuk yang keluar dari pupa menjadi nyamuk jantan
dan nyamuk betina dengan perbandingan 1 : 1. Nyamuk dewasa yang baru keluar
dari pupa berhenti sejenak diatas permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya
terutama sayap-sayapnya sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk
dewasa akan segera kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari
makan dalamwaktu 24-36 jam kemudian. Darah merupakan sumber protein
terpenting untuk mematang kan telurnya. Umur nyamuk dewasa dipengaruhi
aktifitas produksi dan jumlah makanan. Nyamuk Aedes spp dewasa rata-rata dapat
hidup selama 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai umur 2 bulan, Aedes
spp mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya
pendek yaitu kurang lebih 40 meter dan maksimal 100 meter.( Sembel, 2009 ).

2.4.5. Perilaku Nyamuk Aedes spp
Nyamuk demam berdarah betina menghisap darah untuk proses pematangan
telurnya sedangkan nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi menghisap sari
bunga atau nektar. Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan sehingga
memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang. Nyamuk biasanya menggigit pada
pukul delapan pagi hingga 1 siang dan pukul tiga hingga lima sore. Sementara itu,
pada malam hari, mereka bersembunyi disela-sela pakaian yang tergantung,
gorden dan diruang yang gelap serta lembab. Umumnya, penyebaran nyamuk
demam berdarah tidak terlalu jauh karena radius terbangnya hanya 100-200 meter,
kecuali jika terbawa angin (Kardinan, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.4.6. Tempat Perkembangbiakan
Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu sianghari seperti Ae, aegypti
dan Ae, albopictus biasanya meletakkan telur dan berbiak pada tempat-tempat
penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air,
vas bunga (dirumah, sekolah, kantor atau dipekuburan), kaleng-kaleng atau
kantung-kantung plastic bekas, diatas lantai gedung terbuka, talang rumah,
bamboo pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambuatan, tempurung kelapa,
ban-ban bekas, dan semua bentuk container yang dapat menampung air bersih.
Jentik-jentik nyamuk (nyamuk muda) dapat terlihat berenang naik turun ditempattempat penampungan air tersebut. Kedua jenis nyamuk Aedes tersebut merupakan
vektor utama penyakit demam berdarah.( Sembel, 2009)

2.5. Insektida
Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang berasal
dari kata insekta dan cida.Insektisida merupakan golongan dari pestisida yang
berfungsi untuk mengendalikan serangga. Bahan aktif dari golongan organofosfat
dan karbamat selain memiliki persistensi lebih rendah, efektif untuk
mengendalikan hama tanah (soil borne) dan hama daun. Waktu aplikasi untuk
pestisida dengan persistensi

rendah

adalah faktor yang sangat menentukan.

Persistensi yang rendah berarti waktu yang efektif dari residu pestisida untuk
menjadi racun bagi hama penggangu yang lebih sempit. Secara umum,
pengendalian serangga pada tahap larva lebih disarankan, karena lebih mudah
dilakukan dan lebih berhasil guna (Novizan, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Insektida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan
meracuni makanan (tanaman) dan dengan langsung meracuni serangga tersebut.

2.5.1 Pembagian Insektisida
Menurut cara masuknya insektida ke dalam tubuh serangga dibedakan
menjadi 5 kelompok sebagai berikut :
1. Racun Lambung
Racun lambung adalah insektida yang membunuh serangga sasaran dengan
cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektida akan
masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian
ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan
aktif insektida. Beberapa tempat sasaran itu seperti : menuju ke pusat saraf
serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan
sebagainya. Dalam hal ini serangga harus memakan tanaman yang sudah
disemprot insektida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk
membunuh.
2. Racun Kontak
Racun kontak adalah insektida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui
kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut
serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan
insektida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun
lambung.

Universitas Sumatera Utara

3. Racun Pernapasan
Racun pernapasan adalah insektida yang masuk melalui trachea serangga
dalam bentuk pertikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila
menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan
racun pernapasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektida cair.
4. Racun Metabolisme
Racun

ini

membunuh

metabolismenya.contoh

serangga

insekrestisida

dengan

dengan

mengintervensi

mode

ofaction

ini

proses
yaitu

deafentiuron yang mengganggu respirasi sel dan bekerja di mitokondria.
5. Racun Fisik (Racun Non Spesifik)
Racun fisik membunuh serangga dengan sasaran yang tidak spesifik
sebagai contohnya debu inert yang bisa menutupi lubang-lubang pernapasan
serangga sehingga serangga mati lepas karena kekurangan oksigen. Debu yang
hygrokopis (misalnya bubuk karbon atau tanah diatom) bisa membunuh serangga
karena debu yang menempel dikulit serangga menyerap cairan tubuh berlebihan.
Tabel 2.1. Insektisida ditinjau dari mekanisme terjadinya efek.
Kelas
Organoklor

Sub-Golongan

Mekanisme terjadinya efek

Tipe DDT

Umumnya terjadi pada perifer pada sistem

Siklodin,

syaraf sensor. Menghasilkan negatif potensial

Derivative,

yang lama dengan menginhibisi enzim, yang

sikloheksan

diperlukan untuk transport ion, hasilnya adalah
persisten depolarisasi. Umumnya terjadi pada
SP dengan menginhibisiion transport enzim
dan

memblok

GABA,

termasuk

dalam

Universitas Sumatera Utara

transport klorida, menghasilkan ikatan pola
yang persisten.
Piretroid

Piretroid alamiah

Sama dengan piretroid buatan dibawah, tetapi
juga menyebabkan reaksi alergi

Piretroid buatan

Menghasilkan potensial negatif lebih lama,

tipe I

sebagian dari sistem prifer syaraf, hampir
sama dengan inhibisi transport, menyebabkan
ikatan polar yang persisten, juga mengihibisi
GABA disebabkan transport klorida.

Anti

Piretroid buatan

Perbedaan antara tipe I dan tipe II ester adalah

tipe II

pada kekuatan dan durasi inhibisi enzim.

Organofosfat

Inhibisi

kolinesterase

jaringan

syarafasetilkolinesterase

(Ache) terjadi, pada keadaan asetilkolin yang
tinggi yang tidak dapat didegradasi dengan
rangsangan berlebihan.

Karbamat

Berbeda

sedikit

menginhibisi

dalam

Ache

gejala,
secara

karbamat
reversible,

organofosfat menginhibisi menjadi persisten.
(Soemirat, 2005)

Universitas Sumatera Utara

2.5.1.1 Insektisida Nabati
Penggunaan insektisida kimia sintetis merupakan masalah yang sangat perlu
dipertimbangkan terutama dampak residu terhadap lingkungan, kesehatan
manusia, dan terhadap makhluk hidup lainnya serta satwa-satwa liar. Salah satu
komponen dalam budi daya organik adalah pemanfaatan pestisida nonkimiawi
sintetis baik merupakan insektisida hayati maupun nabati untuk mengendalikan
serangga. (sarjan, 2007)
Insektisida nabati atau insektisida botani adalah bahan alami berasal dari
tumbuhan yang mempunyai kelompok metabolit skunder yang mengandung
beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia sekunder
lainnya. Senyawan bio aktif yang terdapat pada tanaman dapat dimanfaatkan
seperti layaknya insektisida sintetik. perbedaannya adalah bahan aktif pada
insektisida nabati disintesa dari tumbuhan dan jenisnya bisa lebih dari satu macam
(campuran).
Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit dan batang dan
sebagiannya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk, ataupun ekstraksi
(dengan air ataupun pelarut organik). Insektisida nabati merupakan bahan alami
bersifat mudah terurai di alam (bio dgredable) sehingga tidak mencemari
lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah
hilang (Naria.2005).
2.5.1.2 Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati
Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

I. Keunggulan
1.

Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada
komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman
dari pada insektisida sintetis/kimia.

2.

Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga
tidak menimbulkan resistensi pada sasaran.

3.

Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana.

4.

Bahan membuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah.

5.

Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida.
(Naria, 2005)
II.

Kelemahan

Selain

keunggulan

insektisida

nabati,

tentunya

kita

tidak

dapat

mengesampingkan beberapa kelemahan pemakaian insektisida nabati tersebut
kelemahanya antara lain :
1. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi di banding kan
dengan insektisida sintesis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida
nabati adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga
harus lebih sering di aplikasikan.
2. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple
activeingredient ) dan kadang kala tidak dapat di deteksi.
3. Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang
berbeda. Iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan
waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat
bervariasi. (Naria, 2005)

Universitas Sumatera Utara

2.5.1.3 Larvasida
Pemberantasan Aedes spp dapat dilakukan dengam memberantas nyamuk
dewasa dan memberantas larvanya. Pemberantasan larva dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu : (Nurcahyo, 1996)
1. Meniadakan tempat perindukannya, yang dikenal dengan gerakan 3M
(menguras dan menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang
bekas yang bisa menampung air hujan), dan
2. Menggunakan larvasida untuk tempat penampungan air yang sulit
dikuras menurut Gafur (2006) mengutip dari penelitian ponlawat, dkk,
saat ini larvasida yang paling luas digunakan untuk mengendalikan larva
Ae. Aegypty adalah temefos. Di Indonesia temefos 1% (Abate 1 SG) telah
digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal
untuk program Ae. Aegypti di Indonesia. Namun cara ini tidak menjamin
terbasminya tempat perindukan nyamuk secara permanen, karena
masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang
ditimbulkan larvasida selain itu pula dibutuhkan abate secara rutin untuk
keperluan pelaksanaanya (cahaya, 2003)
Selain dengan abate, telah banyak penelitian yang menghasilkan larvasida
yang terbuat dari bahan alami misalnya penelitian Susana, dkk (2003) mengenai
potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Ae. Aegypti. Ekstrak
daun pandan wangi mempunyai pengaruh terhadap tingkat kematian larva Ae.
Aegypti. Semakin tinggi yang digunakan maka tingkat kematian larva semakin
tinggi pula. LC5o dengan waktu pengamatan kematian 24 jam setelah perlakuan
terletak pada

2198,4665 ppm dan untuk waktu pengamatan 48 jam setelah

Universitas Sumatera Utara

perlakuan terletak pada 1669,1678 ppm penelitian mengenai uji toksisitas jamur
Metarhizu anisoppliae terhadap larva nyamuk Ae. Aegypty yang memberi hasil M.
anisoplia membunuh 50% (LC5o) dan membunuh 90%(LC9o) larva nyamuk III
Ae. Aegypty asal Denpasar pada kondisi laboratorium (Widianti. 2004)

2.5.1.4Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan
untukmenjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan
serangga atau gangguan oleh serangga trhadap manusia. DEET (N,N-diethyl-mtolaumide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi
repellent ini menimbulkan rasa terbakar bila mengenai mata, luka dan jaringan
membran (Soedarto,1992).
Penyakit demam berdarah yangditularkan oleh nyamuk Aedes spp
merupakan penyakit yang hampir selalu terjadi setiap tahunnya dibeberapa daerah
di Indonesia. Salah satu cara untuk menghindarinya adalah dengan penggunaan
lotion anti nyamuk yang pada umumnya berbahan aktif bahan kimia sintetis
(Kardinan, 2007). Repellent harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak
mengganggu orang disekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit,tidak
beracun, tidak merusak pakaian, dan daya bertahan mengusir serangga cukup
lama (Soedarto, 1992).

Universitas Sumatera Utara

2.6.Kerangka konsep

Ekstrak kulit duku yaitu :
konsentrasi 0%, konsentrasi 0,5%,
konsentrasi 1% dan konsentrasi
1,5% diamati selama 30 menit

Jumlah
Nyamuk
Aedes spp

Jumlah Nyamuk
Aedes spp yang
mati

-

Suhu

-

Kelembaban

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Gambaran Optimisme Suami yang Mengalami Cacat

0 0 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS - Pengaruh Sikap Pada Perubahan Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Pengurus Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Sikap Pada Perubahan Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Pengurus Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan

0 0 8

BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU PROSOSIAL 1. Definisi Perilaku Prososial - Hubungan Tipe Kepribadian Extroversion dan Agreeableness dengan Kecenderungan Perilaku Prososial Suku Batak Toba

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Tipe Kepribadian Extroversion dan Agreeableness dengan Kecenderungan Perilaku Prososial Suku Batak Toba

0 1 8

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM - Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Kelas Dengan Metode Weighted Sum Model (WSM) & Weighted Product Model (WPM) Berbasis Android (Studi Kasus ; SMA Negeri 1 Tebing Tinggi)

0 3 36

BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Citra Digital - Analisis Kompresi Citra Digital Dengan Metode Fraktal

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisa Tiga Dimensi Rekayasa Penempatan Posisi Damper pada Struktur Multistory Frame dengan Tipe Pengaku Bracing

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN - Analisa Tiga Dimensi Rekayasa Penempatan Posisi Damper pada Struktur Multistory Frame dengan Tipe Pengaku Bracing

0 0 16

ANALISA TIGA DIMENSI REKAYASA PENEMPATAN POSISI DAMPER PADA STRUKTUR MULTISTORY FRAME DENGAN TIPE PENGAKU BRACING TUGAS AKHIR - Analisa Tiga Dimensi Rekayasa Penempatan Posisi Damper pada Struktur Multistory Frame dengan Tipe Pengaku Bracing

0 0 20