Karlonta Nainggolan Tohap Parulian Ali Usman Siregar

Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Koperasi, Studi di Kota Medan Karlonta Nainggolan JAM

Tohap Parulian 14, 2

  Disetujui, Mei 20 16 Direvisi, April 20 16 Fakultas Ekonomi, Universitas Medan Area Diterima, Maret 20 16 Ali Usman Siregar Abstract: this study aims to identify indicators to develop GCG, basedon principles and values of cooperative. Data were analized by second order CFA, then interpreted with Impor- tant Performance Analysis. We use high 0.50 and high 3.50 to measure the level of

  

   

  understanding and application of indicators. The result of analysis indicate, six out of twenty indicators, are pretended to be unimportant factors by most of Managers, ten indicators are indicated as important indicators, but its implementation is still low, while four indicators are already running well. Learning from the result of analysis, and what we tried to under- stand during the research, as well as information and recommendation gathered from FGD, we concluded that to developed GCG based on cooperative principles and values, are edu- cation, and character building for all stakeholders.

  Keywords: good cooperative governance;cooperative principles and values; commitment; integrity Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi indikator membangun GCG, berdasarkan prinsip prinsip dan nilai nilai koperasi. Data dianalisa dengan model pengukuran nd

  2 CFA, kemudian diinterpretasikan dengan Importance Performance Analysis. Kami menggunakan 0.50 dan rata rata tinggi 3.50 untuk mengukur tingkat pemahaman tinggi

   

  dan penerapan indikator. Hasil analisis menunjukkan, enam dari duapuluh indikator, dianggap tidak penting oleh Pengurus, sepuluh indikator sudah dianggap penting, namun pelaksanaannya masih rendah, sementara empat indikator lainnya dapat dikatakan sudah berjalan baik. Belajar dari hasil analisis,dan pemahaman fakta lapangan selama penelitian, serta masukan dan rekomendasi yang diperoleh dari FGD, kami menyimpulkan bahwa untuk membangun GCG berdasarkan prinsip prinsip dan nilai nilai koperasi, adalah melalui pendidikandan pembangunan karakter semua pihak pemangku kepentingan.

  Jurnal Aplikasi Kata Kunci: good cooperative governance, prinsip dan nilai koperasi, komitmen, integritas

  Manajemen ( JAM) Vol 14 N o 2, 20 16 Terindek s dalam Google Scholar

  Hilangnya kepercayaan seba- dan Mitra koperasi, yang kalau mau ditelisik, seperti gian besar masyarakat terha- benang kusut sulit menemukan di mana ujung pangkal- Alamat Korespondensi: dap koperasi, disebabkan oleh nya. Pada akhir tahun 2008 sampai April 2009, Ke- Ekonomi, Universitas Medan, Karlonta Nainggolan,Fakul-tas banyak faktor, dan melibatkan mentrian Koperasi melakukan survey Identifikasi 18202/jam23026332. 14. 2.15 DOI: http://dx.doi.org/10. ngurus, Pemerintah, Anggota UKM dan UMKM, untuk tahun anggaran 2000–2007, Area karlonta@ yahoo. com, berbagai pihak, mulai dari Pe- Perkembangan Bantuan Perkuatan kepada Koperasi

  Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat

  Loading factor standardized ( ) hasil CFA, akan

  Governance=GCG ).

  Ada beragam penyebab tidak terciptanya dan tidak berjalannya GCG yang berlandaskan prinsip dan nilai koperasi. Temuan para peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa, program titipan pemerintah melalui koperasi dengan segala atributnya (Soetrisno Noer, 2003), dan intervensi manajemen koperasi oleh Pemerintah, serta intervensi Pemerintah dalam peni- laian koperasi berkualitas (Sularso, 2006), dan (Sukijo, 2008), tidak hanya menyebabkan koperasi tidak dapat menjalankan nilai dan prinsip dasarnya,tetapi juga telah memunculkan pemahaman yang bias, sehingga masyarakat terkooptasi sedemikian rupa oleh program

  “manja” Pemerintah (Jauhari, 2006). Program “manja”

  dan over intervensi,berdampak pada hilangnya sense untuk melakukan identifikasi kompetensi inti (core

  competencies )nya, dan juga tidak mampu mengiden- tifikasi keunikan dirinya (Mulawarman, 2008).

  Semua kondisi diatas diperburuk oleh lemahnya penegakan hukumdari sekian banyak pelanggaran Pe- ngurus, seperti menggelapkan uang (anggota) kope- rasi, penyalah gunaan bantuan Pemerintah, termasuk praktek pemotongan jumlah bantuan untuk koperasi.

  Mengidentifikasi indikator GCG yang tidak berfungsi, atau bahkan tidak dipahami esensinya oleh Pengurus koperasi. 2) Hasil identifikasi akan digunakan sebagai masukan untuk mempersiapkan rancangan awal mo- del membangun GCG. Model kami rencanakan akan dilaksanakan dan disempurnakan pada tahun ke-2 penelitian ini, sekaligus uji rancangan dan evaluasi model.

  Tujuan Penelitian Tujuan penelitian kami ini adalah untuk: 1).

  portance Performance Analysis (IPA), dihubungkan dengan hasil hitung rata rata indikator.

  diinterpretasi dengan menggunakan kuadran Im-

  (saya, Karlonta, sebagai Koordinator survey untuk Propinsi Sumatera Utara), menyimpulkan, bahwa masalah yang paling utama dan terutama dalam tubuh koperasi di Sumut, sesungguhnya terletak pada penge- lolaan sebagian besar koperasi, tidak berlandaskan prinsip dan nilai nilai koperasi, sehingga tidak tercipta tata kelola koperasi yang baik (Good Cooperative

  Oleh karena itu, pendekatan yang kami tempuh adalah mengidentifikasi indikator penting pembentuk GCG, dengan menggunakan lima variabel, dan mempelajari bagaimana persepsi Pengurus, terhadap pentingnya memahami dan melaksanakan indikator GCG, dengan menggunakan model pengukuran Second-Order Second Order Confirmatory (CFA).

Manfaat Penelitian

  trust ) terhadap Pengurus.Penelusuran kami ini didu-

  kami belum menemukan penelitian, membangun GCG berlandaskan prinsip dan nilai koperas, yang mengarah pada membangun kepercayaan masyarakat (social

  ,

  Kami menyadari, untuk membangun GCG, suatu tata kelola yang bersih dan jujur harus dimulai dengan membangun karakter Pengurus itu sendiri. Keperca- yaan masyarakat terhadap koperasi, hanya dapat dirajut kembali, jika Pengurus bisa mereka percaya. Sejauh ini, dari hasil penelusuran yang kami lakukan

  Jika tujuan penelitian pada tahun-1 dapat dicapai, kami yakin hasilnya bermanfaat untuk: (1) Masukan dalam merumuskan pendekatan yang tepat dan kom- prehensif, untuk membangun karakter Pengurus, ber- basis prinsip dan nilai koperasi. (2) Menjadi bagian penting dalam meningkatkankepercayaan sosial (social trust) antar pihak yang berkepentingan terha- dap koperasi khususnya masyarakat. (3) Menjadi sa- lah satu masukan penting dalam mendukung revitali- sasi koperasi di kota Medan.

  Good Cooperative Governance (GCG)

  Menurut Prijambodo (2012), Good Coor-

  perative Governance, merupakan langka re-design

  organisasi, menuju organisasi yang sehat, transparan, akuntabel, mandiri, responsibel dan wajardengan tetap mengacu pada nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Prakash (2000), menambahkan dua variabel lain ke

  kung hasil meta riset Ida dan Lugina (2010), yang menyimpulkan, bahwa “....tidak satupun rekomendasi yang mengarah pada peningkatan social trust di kalangan anggota, antar lembaga, bahkan masyarakat sekitar. Untuk konteks koperasi, social trust sangat diperlukan, mengingat koperasi adalah lembaga eko- nomi berwatak sosial. Kami juga belum menemukan penelitian yang berfokus pada akar permasalahan, yaitu menemukan faktor penyebab tidak terbangun- nya GCG, dengan tetap berlandaskan prinsip dan nilai koperasi.

  Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar

  Good Cooperative Governance

  dalam principal of good governance yaitu: role model dan ethical behavior.

Berazaskan Prinsip dan Nilai Nilai Koperasi

Prinsip Prinsip dan Nilai Nilai Koperasi

  dengan apa yang ada dan terjadi di Indonesia, khusus- nya kota Medan. Pemahaman Pengurus atas prinsip dan nilai koperasi masih sangat terbatas, apalagi pema- haman oleh masyarakat awam. Oleh karena itu, seba- gai pembelajaran, pada bagian berikut kami sajikan apa saja prinsip dan nilai koperasi yang di adaptasi di Negara kita.

  Kemandirian. UU No.17, 2012, (huruf g) menye- but; Yang dimaksud dengan kemandirian adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbang- an, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Prakash, ..” Co-operative

  Transparansi. Transparansi dimaksudkan sebagai kepemimpinan yang terbuka dan tidak menyembunyi- kan informasi penting, dari pihak yang berkepentingan.

  the “Planning and Development” and “Financing and Costs” categories are considered to be criti- cally important by NGC managers. Cooperatives shall efficiently managed by experienced, trained and professionally-qualified staff under the supervision and control of democratically-elected boardsof directors”.

  Kualitas SDM. Kualitas SDM, kami hubungkan dengan masalah kompetensi Pengurus dalam me- ngelola koperasi. Kompetensi, dapat diperoleh melalui pendidikan, dan pengalaman, dan pelatihan. Kompe- tensi, menurut Jared, et al., meliputi ”...factors in

  (Salome, et al., 2001).

  (shall) strive to become self reliant, accumulate capital, and developed other resoucess in order to remain free from external controls and direc- tion; termasuk self-help,and self- responsibility

  organizations.

  Menurut UU No.17 Tahun 2012, ada tujuh Prin- sip koperasi yaitu: 1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. 2) Pengawasan oleh anggota diselengga- rakan secara demokratis, 3) Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi, 4) Koperasi adalah badan usaha swadaya, otonom, dan independen, 5) Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi semua orang yang terlibat dalam koperasi, baik internal maupun eksternal, 6) Koperasi melayani ang- gota secara prima dan memperkuat gerakan koperasi 7) Koperasi melaksanakan tanggung jawab sosial, melalui kebijakan yang disepakati anggota.

  d). International Cooperative Alliance (1966) meru- muskan: Co-operative societies are democratic

  Pada negara yang koperasinya sudah maju khu- susnya negara negara Eropa, prinsip dan nilai koperasi sudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat umum, seperti yang dikatakan oleh Thomas WM, (1995)

  Mengacu pada definisi GCG, serta prinsip dan nilai nilai koperasi, maka kami menggunakan lima prinsip GCG yang menjadi dimensi penelusuran kami, untuk menentukan indikator penting yang seharusnya dikenalkan dan diberi pemahaman kepada Pengurus akan pentingnya variable ini dalam membangun GCG, demi pencapaian tujuan dan kemajuan koperasi. Lima dimensi yang digunakan adalah: 1) Demokrasi, 2) Kemandian, 3) Kualitas SDM, 4) Transparansi, dan 5) Akuntabilitas, dengan uraian sebagai berikut:

  “About the character of Rochdale Pioneers, nothing need now be said, for it is self-evident, plain for all to see”. Fakta ini sangat jauh berbeda

  Dari paparan tentang prinsip dan nilai nilai koperasi yang disebut di atas, tampaknya setiap butir prinsip dan nilai nilai koperasi cukup jelas, dan mudah dipahami, serta tidak memerlukan interpretasi khusus. Ironisnya, dalam kasus koperasi kota Medan, dapat dikatakan, hampir semua prinsip dan nilai ini, ada dilanggar oleh banyak badan hukum yang bernama koperasi itu sendiri, dengan derajat pelanggaran dan intensitas yang berbeda.

  to self-help, self-responsibility, democracy, equa- lity, equity and solidarity.

  Sedangkan nilai yang diyakini koperasi ada 4: yaitu:1) Kejujuran, 2) Keterbukaan, 3) Bertanggung jawab, dan 4) Kepedulian terhadap orang lain. Menu- rut artikulasi ILO, (dalam Salome,et all,2001), prin- sip dan nilai koperasi, “ ......include but not limited

  Demokrasi. Dalam konteks koperasi, Demokrasi adalah setiap Anggota Koperasi memiliki satu suara dan berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang berlangsung dalam Rapat Anggota, terlepas dari besar kecilnya modal yang diberikan (UU no.17, 2012, huruf

  Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat

  Kata kunci yang bisa menjelaskan transparansi adalah pengungkapan (disclosure). Sementara karakter kunci untuk mampu bertindak transparan adalah keju- juran. Dalam koperasi, derajat transparansi, seharus- nya bisa di deteksi, jika prinsip pengawasan secara demokratis oleh anggota, berfungsi sebagian mana mestinya.

Tehnik Pengumpulan Data

  Akuntabilitas. Akuntabilitas, adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertang- gungjawaban, menyajikan, melaporkan, mengungkap- kan segala aktivitas, dan kegiatan yang menjadi tang- gungjawabnya kepada pihak pemberi amanahyang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta per- tanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009). Meng- ingat koperasi adalah badan usaha swadaya, maka akuntabilitas terutama dikaitkan dengan pertanggung jawaban keberhasilan ataupun kegagalan pengelolaan sumberdaya ekonomi koperasi oleh Pengurus secara periodik; yang secara teknis, disajikan dalam laporan keuangan.

Model Teoritis

  Subjek penelitian ini adalah koperasi di kota Medan, dengan unit analisis Pengurus atau mantan Pengurus koperasi. Sampel ditentukan melalui dua tahap. Tahap pertama dari total koperasi aktif dan tidak aktif, yang jumlahnya 423, kami mengeluarkan semua koperasi fungsional (yang berjumlah 308 kope- rasi), sehingga yang tersisa, ada 115 koperasi. Alas- an pengeluaran koperasi fungsional, adalah karena pada survey pendahuluan, koperasi fungsional umum- nya memiliki dinamika dan persoalan yang hampir homogen antara sesamanya, tapi sangat berbeda dari koperasi non fungsional. Tahap kedua, dari jumlah net 115 koperasi, dengan tingkat akurasi 5% dan proporsi populasi 0,5 (Ishac & Mitchell (1989:162, dalam Noor, 2011)diperoleh jumlah sampel 50 kope- rasi, dengan unit analisis pengurus aktif koperasi, mau- pun mantan pengurus. Sampel ditarik secara random sederhana, dengan alasan, pada survey sampling, kami menemukan fakta, tidak semua koperasi target sampel, masih benar benar eksis, atau berada di alamat yang tertera dalam daftar koperasi.

  Data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden koperasi terpilih dilapangan, dengan berpe- doman pada instrumen penelitian menggunakan kue- sioner. Data sekunder terutama diperoleh dari pelak- sanaan Focus Group Discussion (FGD).

  Model dibangun berdasarkan hasil kajian teoritis maupun kajian empiris disajikan pada gambar 1 berikut.

  x 1 : Pe rsam aa n x 2 : Ke kelua rga an x 3 : Ra sa m em il i ki x 4 : Be rkea dil an x 5 : Pe ngawa san x 6 : Be rt anggu ng j aw ab x 7 : M enol ong di ri se ndi ri x 8 : Tan ggu ng j aw ab so sial x 9 : Ko mi t me n x 1 0 : Pe ndid ikan x 1 1 : Ko mpe t e nsi x 1 2 : i nt egr it as x 1 3 : pe negakan hukum x 1 4 : Ke juj ur an x 1 5 : Akse sa bil i t a s ke x 1 6 : Akse sa bil i t a s r egul asi x 1 7 : Tr anspa ra nsi keuan gan kop x 1 8 : Tr anspa ra nsi bant ua n x 1 9 : Dokum en d an Pem bukuan Indikat or

METODE PENELITIAN

  Gam bar -1 GCG De m o krasi Ke m a n dirian Q SDM Tra n sparansi Aku n ta bilit as

Metode Analisis:

Second Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)

  Metode analisis yang digunakan adalah model pengukuran Second-Order CFA, dengan bantuan program Lisrel versi 8.70 dengan menggunakan estimasi Maximum Likelihood (ML). Metode estimasi dengan ML pada model-model persamaan struktural dapat menggunakan sampel kecil sebesar 50, untuk memberikan hasil yang valid (Hair, et al., 2006, dalam Dachlan, 2014). Digunakannya Second-Order CFA Model, karena pada model teoritis yang dikembangkan dalam penelitian ini, memerlukan pengukuran variabel laten yang tidak saja didasarkan pada indikator- indikatornya tetapi juga melibatkan dimensi yang dikandung oleh variabel laten yang diukur.

  Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar Importance Performance Analysis (IPA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Second order Confirmatory Factor, dan Rata-Rata Indikator

  Loading factor standardized (

  Kemandirian. Kemandirian, diukur dengan empat indikator. Dua dari indikator dimensi ini, yaitu menolong diri sendiri (self support) dan Tanggung jawab sosial memiliki loading factor yang sangat

    0.5); yang berarti, Pengurus sudah memahami arti penting indikator ini dalam mengelola koperasi. Namun hanya dua indikator yang sudah dilaksanakan dengan baik, yaitu Persamaan, dan Kekeluargaan, dengan rata-rata (> 3,5). Sedangkan tiga lainnya, yaitu: Rasa memiliki, Berkeadilan dan Pengawasan, belum berjalan dengan baik, (<3,5). Artinya, untuk membangun nilai Demokrasi, dalam tubuh koperasi, tiga indikator terakhir ini memerlukan perhatian dan penanganan khusus secara kompre- hensif, sehingga dapat diketahui, apa penyebab tidak berjalan, apa pendekatan terbaik untuk menjalan- kannya, dan bagaimana teknis pelaksanaannya.

  Demokrasi. Dari lima indikator yang kami guna- kan untuk mengukur berjalannya nilai demokrasi dalam pengelolaan koperasi, semua memiliki loading faktor tinggi (

  Dari hasil analisis yang tersaji di kuadran IPA,tiap indikator akan dibahas satu persatu, untuk menjelas- kan variabel laten penelitian, dalam usaha memantap- kan pengembangan GCG.

  Pada gambar 2 dapat dilihat, dari 20 (dua puluh) total indikator pembentuk dimensi GCG, 4 indikator berada di kuadran I (good work), 6 indikator dikua- dran III (low priority), dan di kuadran IV ada 10 indikator (concentrate here).

  Pemetaan nilai loading faktor ( ) CFA, dan nilai rata-rata indikator, disajikan pada Gambar 2.

  Selanjutnya, hasil estimasi parameter model pengukuran 2 nd order _CFA variabel GCG, disajikan pada tabel 2.

  Menggunakan bantuan LISREL versi 8.70, diper- oleh Besaran nilaiLoading faktor ( ) hasil olah CFA, dan hasil perhitungan nilai rata-rata indikator, disajikan pada tabel 1.

  < 51%, digunakan sebagai ukuran dominan nya suatu indikator dalam membentuk variabel latennya.

  Hasil pengujian overall model fit menunjukkan nilai p-hitung >0,05 dan nilai RMSEA <0,08 serta nilai CFI >0,90. Dengan demikian model pengukuran GCG yang diusulkan fit dengan data. Evaluasi reliabilitas konstruk menghasilkan nilai reliabilitas composit (CR) > 0,7 mengindikasikan bahwa secara komposit, indikator-indikator dalam model pengukuran memiliki konsistensiinternal yang memadai dalam mengukur variabel laten yang diukur. Koefisien R 2 tidak kurang dari 0,7 atau dengan tingkat kesalahan pengukuran 

   3,5. Alasan mengguna- kan  3,5adalah, karena dari skala 1–5, score 3 berada dalam kategori ragu-ragu, sehingga skor 3, kami ang- gap tidak mampu menjelaskan dengan baik indikator maupun variabel.

  Pada penelitian ini, kami menggunakan batas loading faktor ( ) tinggi  0,50, yang dianggap memiliki validasi cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten (Hair, et al., 2010; Ghozali, 2008, dalam Bafadal, 2012). Sedangkan nilai rata- rata yang kami anggap cukup memadai untuk menjelaskan berfungsi- nya variabel laten adalah

  IPA, dilakukan dengan memetakan tingkat hubungan loading factor tiap indikator, dengan rata-ratanya. Pemetaan, bertujuan untuk mengetahui: 1) seberapa baik responden memahami dan memaknai arti penting melaksanakan indikator GCG dalam mengelola kope- rasi, yang ditunjukkan oleh nilai loading factor. 2) Menggambarkan seberapa baik indikator telah dilak- sanakan dalam pengelolaan koperasi, yang ditunjuk- kan oleh nilai rata-rata ( ) indikator..

  IPA, model Mulin dan Betsy, 1987 (dalam Bafadal 2012), untuk mengetahui hubungan loading factor ( ) dengan nilai rata-rata ( ) masing masing indikator..

  ) hasil 2 nd order CFA,diinterpretasi dengan menggunakan kuadran

Pembahasan Indikator Pembentuk Dimensi

Uji Kesesuaian Model dan Uji Reliabilitas Penggunaan 2 nd order CFA

  Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat rendah, ( 0.3), dengan rata-rata rendah pula (<3,2).

  Tabel 1. Tabulasi Loading Faktor dan Rata-Rata Indikator Dimensi GCG Sumber: LISREL Estimates, dan hasil hitung rata rata indikator

No Indikator Lf ( λ ) Rerata ( )

  Dari hasil wawancara, dan fakta lapangan, kami mendapati bahwa penyebab utama rendahnya kesa- daran akan nilai menolong diri sendiri, lebih disebabkan oleh: 1) Banyaknya Koperasi Simpan Pinjam (KSP), yang berpraktek sebagai “rentenir” berkedok koperasi, sehingga anggota tidak merasa berkewajiban untuk memupuk modal koperasinya;(2) Rendahnya motivasi pengurus untuk memajukan gerakan koperasi, (3) Masih terkooptasinya Pengurus (termasuk anggota) terhadap program “manja” Pemerintah. Oleh karena

  X 17 Transparansi keuangan koperasi (TR_kk 0,9 3,46

  CR 0,949 H Per f o r ma n ce I mp or tan ce Ana ly si s, Good Coope r ati ve Gov er nanc e (GCG) P kan, ka re na tid ak baik ( Kee p up the g oo d W ork) 5 Yang s u dah ba ik, ja ngan P ert aha nka n kiner ja y ang di paksa untuk ditingkat sudah baik E 4 ( p o ss i b l y o ve r ki l l ) 1 Ku a dra n II K uadran I 2 R 14 F 19 3, 5 Kuadran II I IV 4 6 17 7 16 3,11 15 O 3 20 13 9 12 '10 5 12 8 R 18 M N 2 A C L 1 E 0 ,2 0 ,3 0 ,4 0 ,5 0 ,6 0 ,7 0 ,8 0 ,9 1 ,0 Ga mb a r - 2 Su m b er : ( ? ) CFA d a n x indik a tor I M P O R T A N CE M e m e rl u kan pe r ha ti an k hu sus, ( co ncen t r at e h e re) , kar e n a m e skip un p ih ak in t er n al sud ah m e n yad ar i p en t in gnya i nd ikat or i ni d alam m e ng el ola ko p er asi, n am u n t er n yat a be lu m d il aksan akan d en gan b aik. M asih dia nggap tida k pen ting (Low priority) oleh para pengurus . P erlu dipelajari dan dijelaskan , m engapa indikato r ini " enggan " unt uk dila ksanakan .

  3,55 4,87 4,01 1,73 8,34

  0,84 0,69 1,00 1,00

  5 Demokrasi Kemandirian Kualitas SD M Akuntabilitas Transparansi 0,88

  4

  3

  2

  1

  No Dimensi λ t

  20 Penegakan hukum 0,25 2,9 Tabel 2. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter, 2nd-CFA Variabel GCG Sumber: LISREL Estimates

  X

  19 Dokumen / Pembukuan 0,7 3,5

  X

  X 18 Transparansi bantuan Pemerintah (TR_bP 0,23 2,63

  X 16 Aksesabilitas regulasi dan kebijakan Pem 0,6 3,0 Akuntabilitas

  Demokrasi

  Artinya kedua indikator dianggap sebagai indikator tidak penting (low priority) oleh Pengurus, dan oleh karena itu, rendah pula aplikasinya dalam mengelola koperasi.

  X 14 Kejujuran 0,6 3,54

  X 13 Penegakan hukum 0,08 3,0 Transparansi

  X 12 Integritas 0,4 3,0

  X 10 Pendidikan koperasi 0,7 2,9 x 1 1 Kompetensi 0,7 3,2

  X 9 Komitmen 0,6 3,1 Kualitas SDM

  X 8 Tangg un g jawab sosial 0,3 2,7

  X 7 Mamp u menolong diri sendiri) 0,3 3,2

  X 6 Bertanggung jaw ab atas dirinya sendiri) 0,7 3,5

  X 5 Pengaw asan Anggota /Member control 0,8 2,9 Kemandirian

  X 4 Berkeadilan 0.6 3,4

  X 3 Rasa memiliki 0,7 3,2

  X 2 Kekeluargaan 0,7 3,7

  X 1 Persamaan / Equality 0,5 3,8

  X 15 Aksesabilitas info keuangan 0,9 3,3

  Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar

  itu, dalam membangun Kemandirian dalam tubuh koperasi, ketiga faktor penyebab ini harus menjadi perhatian dan fokus pembelajaran, serta bagaimana menanamkan nilai self support, serta menumbuhkan motivasi untuk melaksanakannya.

  Pada sisi lain, rendahnya kepedulian sosial, ter- utama disebabkan pemahaman yang masih sempit, akan konsep“. dari-anggota, oleh anggota, dan untuk anggota”. Konsep ini dipahami, bahwa semua keman- faatan ekonomi dari kegiatan koperasi, adalah hak anggota; tidak ada hubungan dengan kepedulian terha- dap masyarakat sekitar. Konsep dari–oleh- dan untuk, memang mampu memicu nilai kekeluargaan sesama anggota, tetapi karena kurang nya pendidikan akan nilai yang diyakini koperasi, maka belum berhasil me- numbuhkan kepedulian sosial. Dua indikator lainnya, adalah tanggung jawab atas diri sendiri, dan Komit- men, keduanya memiliki loading factor tinggi ( 

  

  0,6). Artinya, kesadaran bahwa koperasi harus ber- tanggung jawab atas diri sendiri, dan kesadaran perlu- nya komitmen untuk mau dan mampu mandiri, cukup baik.Namun, motivasi untuk melaksanakan keduanya, masih rendah ( <3,5). Mengingat kedua indikator ini sudah dikenal baik oleh Pengurus, maka keduanya memerlukan perumusan dan penanganan lebih intens, agar jiwa kemandirian tumbuh dan dilaksanakan dengan baik.

  Kualitas SDM. Kualitas SDM diukur dengan em- pat indikator; dua berkaitan dengan Pendidikan dan Kompetensi, sementara dua lainnya berkaitan dengan karakter SDM, yaitu Komitmen dan Integritas.Hasil analisa CFA menunjukkan loading factor Komitmen dan Integritas sangat rendah (  0,08). Dengan loading faktor yang demikian rendah, diartikan,bahwa Pengu- rus belum memahami makna penting kedua indikator ini, sehingga dianggap tidak penting (low priority) untuk dijalankan. Pada posisi indikator seperti ini, perlu dicari tahu dan dijelaskan mengapa indikator ini “enggan”dilakukan. Namun fakta laoding factor yang sangat rendah ini, menimbulkan pertanyaan bagi tim kami: mungkinkah Pengurus tidak memahami makna komitmen dan integritas? Kami lebih mendu- kung pendapat Livingstone, C, yang mengatakan, “Integrity, it’s a missing ingredient of our time.

  It’s one of these words that gets slung around in personal and leadership development circles, especially if you get into a discussion about values”. Menyadari bahwa keberhasilan suatu orga-

  nisasi (apapun, sifat dan bentuknya) terletak ditangan Pemimpin, maka membangun Integritas Pengurus sangatlah penting; pada saat yang sama, dan tidak kalah penting, juga membangun integritas yang dipim- pin. Integritas, harus dibangun bersamaan dengan Komitmen dan Motivasi. Karena Integritas tanpa Komitmen, tidak berarti apa apa, dan Integritas tanpa motivasi (yang benar) bisa berbahaya, dan atau membahayakan.

  Selanjutnya, indikator Pendidikan koperasi dan Kompetensi, memang sudah dianggap penting, ( 

  

  0,7), masalahnya SDM yang kompeten, tidak tersedia pada kebanyakan koperasi, yang direfleksikan oleh rendahnya rata-rata indikator (<3,21). Belum ter- sedianya SDM yang kompeten, merupakan salah satu penyebab dominan tidak bertumbuhnya koperasi, ter- masuk kegagalan melaksanakan RAT, karena tidak mampu menyusun laporan keuangan. Mengenai Pendidikan, kami mendapati Koperasi yang paling “baik” dan rajin melaksanakan pendidikan koperasi bagi pihak terkait dalam koperasinya, adalah Credit Union (CU), kemudian diikuti oleh BMT. Beberapa alasan, mengapa kegiatan pendidikan koperasi, belum berjalan baik, khususnya diluar CU dan BMT, antara lain adalah: 1) Para pihak terkait, (terutama anggota) kurang bersedia meluangkan waktunya, karena kesi- bukan masing masing. Akibatnya, pemahaman yang dangkal atas prinsip dan nilai nilai koperasi, tidak melahirkan jiwa jiwa wirausaha koperasi. 3) Khusus pelatihan dari Dinas, Pengurus kurang merasakan manfaat pelatihan karena pelaksanaanya relatif sing- kat, ditambah tidak tersedianya pendampingan dalam mengaplikasikanmateri di lapangan.

  Transparansi. Kata kunci yang bisa menjelaskan transparansi adalah pengungkapan (disclosure). Sementara karakter kunci untuk mampu bertindak transparan adalah kejujuran. Ada tiga Indikator yang digunakan dalam mengukur pemahaman transparansi dan pelaksanannya dilapangan yaitu: Kejujuran, Aksesabilitas informasi keuangan, dan Aksesabilitas regulasi dan kebijakan. Ketiga indikator ini memiliki loading factor ( > 0,5). Indikator Kejujuran memiliki rata-rata tinggi (3,54) artinya sudah berjalan baik, se- mentara dua lainnya belum dilaksanakan dengan baik (<3,3).

  Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat

Variabel Pembentuk GCG

  composit reliability lebih besar dari 0,7. Artinya

   = 0.3 dan <3,21). Mem- bangun kemauan Menolong diri sendiri, agaknya lebih kompleks, karena ada peran Pemerintah di dalam- nya. Sementara rendahnya tanggung jawab sosial perlu pendidikan perkoperasian, dan menanamkan rasa kepedulian.

  Untuk membangun nilai dan jiwa Kemandirian, dalam tubuh koperasi perlu perhatian dan pembela- jaran yang sangat intens atas dua indikator, yang ber- ada pada kuadran low priority (“dianggap” tidak penting) oleh Pengurus, yaitu: 1) Menolong diri Sendiri, 2) Tanggung jawab sosial (

  Untuk membangun Jiwa Demokrasi, masih ada tiga indikator yang memerlukan penanganan khusus, (Concentrate here) yaitu: 1) Rasa memiliki, 2) Berkeadilan, dan 3) Pengawasan oleh anggota. Dua lainnya dapat dikatakan sudah baik (good work).

  GCG adalah: Pendidikan dan Pembangunan karakter SDM Pengurus, termasuk semua stakeholder baik Anggota maupun SDM Dinas koperasi.

  perative Governance dan lima variabel pembentuk

  Kata kunci membangun indikator Good Coo-

  Dari hasil pembahasan atas 20 indikator yang digunakan untuk mengukur dan menjelaskan lima dimensi GCG, dan hasil analisis 2 nd order pembentuk GCG, dan masukan FGD, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  variabel GCG valid dan reliabel dapat dijelaskan oleh kelima dimensi. Sedangkan kelima dimensi ini sendiri valid dan reliabel dapat dijelaskan masing-masing oleh indikator x 1 sampai x 20 .

  =1,0), dan akuntabilitas (=1,0). Kesim- pulan dari analisis data adalah model pengukuran GCG memenuhi kriteria measurement model dengan nilai

  Namun, Indikator kejujuran, menarik untuk ditelisik lebih lanjut, karena menimbulkan pertanyaan, kalau kesadaran akan pentingnya kejujuran sudah baik, (  0,6) dan diterapkannya sudah di atas rata- rata (>3,5), bagaimana mungkin, kejujuran yang diatas rata rata menghasilkan aksesabilitas keuangan dan regulasi yang rendah, dengan 3.3 dan 3.0? Bukankah karakter kunci transparansi adalah kejujuran? Dari penelusuran kami ketika mengukur kepuasan anggota atas kejujuran Pengurus dalam mengelola koperasi, diperoleh nilai hanya 2,89, jauh berbeda dari rata-rata hasil jawaban yang kami dapatkan langsung dari Pengurus = 3.54. Hal inipun merupakan isu integritas; tidak sesuai ucapan (pengakuan) dengan tindakan.

  2 nd order CFA menunjukkan loading factor Standar- dized ( ) masing variable adalah,demokrasi ( =0,88), kemandirian (  = 0,84), kualitas sdm (=0,69), trans- paransi (

  Dari lima vaeriabel pembentuk GCG, hasil analisis

  0,25), dan penerapannya juga rendah dengan nilai < 3.0. Artinya, kedua indikator ini, belum dianggap penting (low priority) oleh Pengurus. Namun, dari hasil wawancara, kami menyimpulkan, letak persoalannya, bukan terutama karena kurangnya pemahaman, melainkan masalah komitmen dan integritas.Pada posisi indikator seperti ini, perlu dicari tau dan dijelaskan mengapa indikator ini “enggan” dilakukan.

  

  

  Selanjutnya, dua indikator lain, adalah Transpa- ransi bantuan dan Penegakan hukum. Kesadaran Pengurus akan pentingnya indikator ini sangat lemah, dengan loading faktor (

  Kekurangan yang disebut belakangan inilah fak- tor utama penyebab koperasi kesulitan dalam menyu- sun laporan keuangan, dan pada gilirannya tidak melakukan RAT. Padahal, RAT salah satu ukuran akuntabilitas yang penting, terlebih bagi anggota.Itulah sebabnya ketika kami mengukur kepuasan anggota atas akuntabilitas pengurus, kami hanya mendapatkan rata rata <3,2; keduanya dibawah hasil wawancara dengan Pengurus.

  07) dengan rata-rata indikator masing masing 3,46 dan 3,5; artinya sudah dilaksanakan dengan baik. Faktor yang mendongkrak nilai rata-rata administrasi Pembukuan (>3,5), adalah: a) keleng- kapan dokumen, b) filing dokumen (meski belum rapi), dan c) seluruh transaksi tercatat dalam buku harian. Hanya saja umumnya koperasi belum memiliki catatan akuntansi yang lengkap, terutama buku besar, serta tehnik dan sistim pencatatan yang terpola, sehingga transaksi tidak terikhtisar dengan baik dalam tiap akun.

  

  Akuntabilitas. Akuntabilitas, terutama berkaitan dengan pertanggung jawaban atas keberhasilan atau- pun kegagalan pengelolaan sumberdaya ekonomi koperasi oleh Pengurus. Dua dari empat indikator akuntabilitas, yaitu Transparansi keuangan koperasi dan Administrasi Pembukuan, memiliki loading factor tinggi ( 

KESIMPULAN

  Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar

  Untuk membangun SDM yang berkualitas, isu (  0,25 dan <3.0). Sementara masalah pembukuan

  

  yang paling krusial dan kompleks penanganannya dan pertanggung jawaban keuangan, lebih bersifat adalah berkaitan dengan karakter SDM itu sendiri, teknis, sehingga lebih mudah direalisasikan. yaitu 1) Komitmendan 2) Integritas; keduanya berada

  Kelima dimensi pembentuk GCG dipastikan pada kategori Low priority ( = 0,08 dan < 3,1). Dua (confirm) merupakan dimensi penting dalam mem- indikator lain, Pendidikan dan Kompetensi, bisa di bangun GCG, dengan tingkat signifikansi nilai t > 1,96 dapat dari jalur formal, pelatihan dan pengalaman. dan nilai loading faktor ( ) seluruh variabel 0,5.

  Untuk membangun kepemimpinan yang Trans- Bagaimana cara membangun indikator yang ber- paran,indikator yang harus menjadi fokus kejujuran ada pada kategori “Low priority”? Bagaimana pula yang memiliki integritas yang tinggi. Sedangkan mem- yang berada pada kuadran “concentrate here?. Ini- bangun kemampuan teknis membuat pengungkapan lah yang akan kami coba pelajari secara komprehensif (disclosure), dapat diperoleh melalui pendidikan. dan aplikasikan pada tahun ke-2 penelitian ini, dalam

  Untuk membangun dan mendapatkan pemimpin model yang sudah kami siapkan rancanganawalnya, yang bertanggung jawab dan akuntabel, ada dua indi- seperti tampak pada gambar 3. Kemungkinan model kator yang sulit ditangani, yaitu masalah transparansi awal ini akan mendapat penyesuaian ketika diuji coba bantuan Pemerintah dan Penegakan hukum. Kedua di lapangan. indikator ini, juga berada pada kuadran low priority

  R a n c a n g a n a w a l M o d e l m e m b a n g u n G C G P e n g u r u s A n g g o t a 1 . D e m o k ra s i 2 . K e m a n d i ri a n K o p e r a s i B t s Legend :

  P r s M o K k l M d s & KI ; Komitmen Individu

  R s m T j s K I B r k K o m KO: Komitmen Organisasi P e A Mo: Motivasi.

  3 . Q S D M 4 . T r a n s p a r a n s i P n d K j u Singkatan yang lainya, seluruhnya I g K m p adalah legend 20 indikator dimensi

  A i k P e H M o K I A r g I g 5 . A k u n t a b i li t a s GCG yang tertera dalam Tabel -1.

  T r - k k T r _ b P P b k P e H I g K O M o K a r a k t e r

  G C G G a m b a r - 3

Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat DAFTAR RUJUKAN

  Mulawarman, A.D. 2008. Mengembangkan Kompetensi Inti dan Konsep Bisnis Koperasi: Digali dari realitas masyarakat Indonesia, Jurnal Ekonomi rakyat, hal 1–23, [Online] From: www.academia.edu/.. ( 25 Agustus 2015). Noer, S. 2003. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan Jurnal Ekonomi Rakyat tahun II No.5, Agustus 2003, jer,mubyarto.org/edisi_17. Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian, Bab 11Populasi dan Sampel hal147–157. Jakarta: Kencana. Prakash, D. 2000. Development of Agricultural Coopera- tives-Relevance of Japanese Experiences to Devel- oping Countries , International Cooperative Alliance ROAP, New Delhi,April,18,2000 p.1-16,[Online] From: www,uwcc.wisc.du/info/intl/daman. (Agustus 2011). Prijambodo. 2012. Good Corporate Governance, ( tidak ada no. hal) [Online] From: www.depkop.go.id. (5 April

  6.[Online] From:www.hukumonline.com( January 2012).

  Thomas, W.M. 1995. Foundations of Co-operation Rochdale Principles and Methods, International Co- operative Information Center/ UWCC, London, June 1995.[Online] From: www.uwcc.wisc.edu/icic, (10 Agustus 2015). Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, BAB III pasal 5 dan pasal

  Sularso. 2006. Membangun Koperasi Bekualitas, Pende- katan Substansial , Infokop,Nomor 28-XXII hal 10- 18. [Online] From: www.smecda.com/file.(April, 2012).

  Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember, hal 193-203 [ Online] From: journal. uny.ac.id/index. ( Des 2012).

  Making Cooperatives Effective for Poverty Allevia- tion and Economic Development in Nigeria , in Onafowokan O. Oluyombo, Cooperative Finance in Developing Economies, 2012 International Year of Cooperative, SomaPrints Limited, Onipau Lagos, Ni- geria, p.23–39, [Online] From: https://www.hf.uni. koeln.de/. (Agustus 2011). Sukidjo. 2008. Membangun Citra Koperasi Indonesia,

  2013). Salome, O.I., Rasaki, S.D., and Jayeola, O. 2012. Chapter 3.

  Arif, K.B. Blog, Interpretasi Hubungan Nilai Loading Faktor ModelPengukuran dan Nilai Rata-rata. May 26, 2012, [Online] From https://arifkamarbafadal. wordpress.com (4 july 2015). Dachlan, U. Panduan Lengkap Structural Equation Mod- eling , (2014), Bab 4, Konsepsi Dasar SEM, Lentera Ilmu, Semarang, hal. 90–141.

  Elena, G.., Guozhong, L., and Nicola, M.S. 2011. Factors for Successful Development of Farmer cooperatives in Northwest China , In ter n ation al Food an d Agribusiness Management Review, Volume 14, Issue 4, p. 69-84, [Online] from www.ifama.org/files/2011.

  Livingstone, C. 2011. What Integrity Really Means (It’s Not What You Think), [ Online] from: christine living stone.com.(14 Agustus 2015).

  Satu dan Multigroup sampel dengan LISREL .Bab 4 Analis Faktor Konfirmatory (Confirmatory Factor Analysis, CFA), Alfabeta,Bandung, hal. 93–143.

  Januari, 2015, hal . 5. Kusnandi. 2008. Model Model Persamaan Struktural,

  [Online] from: portalgaruda.org/article.php? (Januari 2012). Jauh ar i, H. 2006. Mewujudkan 70.000 Koperasi berkualitas , Infokop, No.28-XXII. Hal1-9, [Online] from: www.smecda.com/deputi/file.(November 2012) Jared, G.C., Clement, E., Ward, Rodney, B.H. 2006. Success Factors for New Generation Cooperatives ,Food and Agribusiness Management Review,Vol 9, issue 1, 2006, p. 62-75, [Online] From:http://umanitoba.ca/ (Sep- tember 2011). Kemas, D. 2015. Membenahi Manajemen Koperasi, Me- dia Komunikasi dan Edukasi LPDB, Edisi No.65,

  Catatan ReflektifHasil Meta Riset , Jurnal Sosiologi MASYARAKAT Vol.15,No.1 January, hal. 39–58.

  (Oktober 2011). Ida, R.N., dan Lugina, S. 2010. Pemberdayaan UMKM:

  Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Bab 1, Karakteristik dan Lingkungan sector Publik, hal 1–27. Yogyakarta: Andi.

Dokumen yang terkait

Ali swims:- Ali - subject and swims - predicate

0 0 12

Kebenaran Pesan Dakwah | Ali Aziz | Jurnal Komunikasi Islam

0 0 14

Muhammad Sholeh hudin1 , M Ali Fauzi

0 0 7

MEMBANGUN GOLDEN GENERATION MELALUI PEMBELAJARAN PAI TERPADU DI SMP YPSA MEDAN Imran Siregar

0 0 13

EKSISTENSI ROHIS SEBAGAI BASIS PENGUATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMAN 2 SEMARANG THE EXISTENCE ROHIS AS BASIS FOR STRENGTHENING ISLAMIC RELIGIOUS EDUCATION (PAI) AT STATE HIGH SCHOOL 2 SEMARANG Imran Siregar

0 0 11

PEMBUATAN NATA DE RICE DARI AIR CUCIAN BERAS DALAM BEBERAPA KONSENTRASI DENGAN BAKTERI Acetobacter xylinum A.Suparlan Isya Syamsu, Sirajul Firdaus, Ali Imran Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Rezky Makassar Email : parlan.pancegmail.com. ABSTRACT - PEMBU

1 1 8

PENGGUNAAN METODE DRILL DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERMAIN SEPAKBOLA DI KELAS VII SMPN 2 LUBUK BATU JAYA TAHUN PELAJARAN 20162017 Nifitri Siregar SMPN 2 Lubuk Batu Jaya

0 1 11

PENDUGAAN UMUR SIMPAN SIRUP BUAH TIN “KHAROMAH” DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) [Shelf Life Prediction of “Kharomah” Figs Syrup Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Methods] Ali Mursyid Wahyu Mulyono, Afriyanti, Joko Setyo Basuk

0 1 6

TINGKAT KEBISINGAN DI KAWASAN PERMUKIMAN SEKITAR PLTD MUARA TEWEH Uswatun Hasanah, Zulfikar Ali As, Maharso Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jl.H.M.Cokrokusumo No.1A Kota Banjarbaru Email: zulyan03gmail.com Abstract: Level of No

0 1 9

Studi Komparasi Bacaan Riwayat Qalun dan Riwayat Hafs Q.S. al-Fatihah, al-Baqarah, dan Ali ‘Imran

0 0 17