PENGARUH PIJAT WOOLWICH TERHADAP PRODUKSI ASI DI BPM APPI AMELIA BIBIS KASIHAN BANTUL

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

PENGARUH PIJAT WOOLWICH TERHADAP PRODUKSI ASI

DI BPM APPI AMELIA BIBIS KASIHAN BANTUL

  

Oleh

  1

  1 Liberty Barokah, M.Keb , Faradila Utami, Amd. Keb

1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Achmad Yani Yogyakarta.

  

Jl Ringroad Barat Ambarketawang Gamping SlemanYogyakarta. Telp (0274)

434200 Email :

ABSTRAK

  Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sudah dibuktikan secara ilmiah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah ibu kurang percaya diri bahwa ASI-nya dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya. ASI yang tidak keluar atau hanya keluar sedikit membuat ibu merasa ASI-nya tidak cukup. Kurangnya produksi ASI menjadi salah satu penyebab ibu memutuskan memberikan susu formula pada bayinya. Adanya rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran, menyebabkan terhambatnya pengeluaran hormon oksitosin. Hormon ini berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai stimulasi produksi ASI. Salah satu upaya untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin adalah memberikan sensasi rileks pada ibu, yaitu dengan melakukan pijat woolwich. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pijat Woolwich terhadap produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul. Manfaat untuk membantu ibu postpartum agar produksi ASI-nya meningkat, sehingga diharapkan ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Metode penelitian menggunakan Quasi

  

Experimental Design dengan rancangan penelitian two group only post-test design. Kelompok

  kontrol adalah ibu postpartum tanpa dipijat Woolwich dan kelompok perlakuan adalah kelompok ibu postpartum yang dipijat Woolwich. Analisis data menggunakan uji independent t test dan

  

paired sample t test. Hasil penelitian ada perbedaan yang bermakna (p=0,011< ) produksi ASI

antara kelompok kontrol (3021,88 ± 159,88) dengan kelompok perlakuan (3265,63 ± 320,79).

  Perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan bayi pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu hasil juga menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p=0,026< ) produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich. Pijat Woolwich memengaruhi produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul Tahun 2016.

  Kata Kunci: Pijat Woolwich, Produksi ASI ABSTRACT

  Exclusive breast feeding for six months it's been scientifically proven nutrients can meet the needs of the baby. One of the causes of failure of exclusive breast feeding is less confident that Breast Milk can fulfill his needs the nutrients her baby. Breast Milk that does not come out or just went out a little to make the mother feel her Breast Milk is not enough. The lack production of Breast Milk became one of the causes of the mother decided to give infant formula to her baby. The existence of a sense of no confidence and anxiety, it causing hampered of spending hormone oxytocin. This hormone has an impact on spending of hormone prolactin as stimulation of the production of breast milk. One of the efforts to stimulate of prolactin and oxytocin hormones is giving the sensation of relaxing in the mother, by performing a Woolwich message. The purpose of this research is to know the influence of Woolwich massage against the production of Breast Milk in BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul. Benefits to help postpartum mother so that her Breast Milk production increases, so expect the mothers give Breast Milk exclusively for 6 months.

  Method of the research using Quasi-Experimental Design with two research group only posttest design. The control group is the postpartum mother treat without Woolwich message and a treatment group is a group of postpartum mothers who treat with Woolwich message Woolwich. Data analysis using independent t-test and paired sample t-test. The results of the research there is a meaningful difference (p = 0,011 <

  ∝) production of Breast Milk between the control group (3021.88 ± 159.88) and group treatment (3265.63 ± 320.79). This difference is seen in the average weight of babies at greater treatment group compared with the control group. In addition, the results also showed that there is a meaningful difference (p = 0.026 <

  ∝) production of Breast Milk before and after the Woolwich massage done. Woolwich massage influences the production of Breast Milk in BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul in 2016.

  Keywords: Woolwich Massage, The Production of Breast Milk PENDAHULUAN

  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar setiap bayi baru lahir mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sudah dibuktikan secara ilmiah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi (Roesli, 2008). Namun, ASI eksklusif merupakan salah satu program yang cukup sulit dikembangkan karena berkaitan dengan berbagai permasalahan sosial di masyarakat. Sampai dengan tahun 2008 cakupan ASI eksklusif di provinsi DIY baru mencapai 39,9%, menurun pada tahun 2009, yaitu sebesar 34,56%, dan meningkat menjadi 40,03% pada tahun 2010,sedangkan pada tahun 2011, cakupan ASI eksklusif kembali menunjukkan peningkatan menjadi 49,5%. Lebih rinci, cakupan ASI eksklusif di Kabu paten Sleman sudah mencapai ≥ 60%, di Gunungkidul masih 20 - 39%, sedangkan di kabupaten/kota yang lain masih berkisar antara 40 - 39% (Dinkes DIY, 2012).

  Salah satu alasan penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif ini adalah ibu kurang percaya diri bahwa ASI yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya (Roesli, 2008). Hal ini terjadi karena ASI yang tidak keluar atau hanya keluar sedikit pada hari-hari pertama setelah melahirkan. Hasil Riskesdas (2013) menyatakan bahwa persentase proses bayi mulai mendapat ASI antara 1-6 jam sebesar 35,2%, persentase proses bayi mulai mendapat ASI antara 7- 23 jam sebesar 37,2%, persentase proses bayi mulai mendapat ASI antara 24-47 jam sebesar 13,0%, persentase proses bayi mulai mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7% (Kemenkes RI, 2014).

  Dalam kondisi yang penuh kekhawatiran dan tidak percaya diri karena merasa ASI-nya tidak cukup, ibu memerlukan bantuan dan dukungan untuk dapat mempertahankan produksi ASI. Dengan rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran akan menyebabkan terhambatnya pengeluaran hormon oksitosin. Hormon oksitosin berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai stimulasi produksi ASI pada ibu selama menyusui (Amin, 2011).

  Pamuji (2014) menyatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah melahirkan adalah memberikan sensasi rileks pada ibu, yaitu dengan melakukan pijat Woolwich yang akan merangsang sel saraf pada payudara, diteruskan ke hipotalamus dan direspons oleh hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin, yang akan dialirkan oleh darah ke sel mioepitel payudara untuk memproduksi ASI. Hasil penelitian Pamuji (2014) didapatkan bahwa kombinasi metode pijat Woolwich dan endorphine berpengaruh terhadap peningkatan kadar hormon prolaktin dan volume ASI ibu postpartum. Penelitian Desmawati (2008) didapatkan hasil bahwa ibu postpartum yang diberi intervensi kombinasi areola massage dengan rolling massage mempunyai peluang 5,146 kali untuk terjadi pengeluaran ASI kurang dari 12 jam postpartum.

  Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis meneliti pengaruh pijat Woolwich terhad ap produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul. Penelitian ini bertujiuan

  

untuk mengetahui pengaruh pijat Woolwich terhadap produksi ASI di BPM Appi Amelia

Bibis Kasihan Bantul.

METODE PENELITIAN

  Metode penelitian Quasi Experimental Design dengan uji beda dua mean independent dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah two group only post-test design. Kelompok kontrol adalah kelompok ibu postpartum tanpa dipijat Woolwich. Kelompok perlakuan adalah kelompok ibu postpartum yang dipijat Woolwich. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu

  postpartum hari pertama yang melahirkan di BPM BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul.

  Pemijatan dilakukan pada pagi hari ± 15 menit selama tiga hari, dari hari pertama sampai ketiga postpartum. Penimbangan berat badan dilakukan sebelum menyusu dan satu jam setelah menyusu. Jumlah sampel tiap kelompok adalah 16 ibu postpartum. Analisis data menggunakan Independent t test dan Paired t test.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Produksi ASI Hari ke-4 pada kelompok kontrol

  Tabel 1. Distribusi frekuensi produksi ASI hari ke-4 kelompok kontrol

  Produksi ASI N % (Berat Badan Bayi)

  Cukup 16 100 Kurang Jumlah 16 100 Sumber: Data Primer,2016.

  Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi ASI pada kelompok kontrol semua dalam kategori cukup 16 (100%).

  Gambaran Produksi ASI Hari ke-4 pada kelompok perlakuan

  Tabel 2. Distribusi frekuensi produksi ASI hari ke-4 kelompok perlakuan

  Produksi ASI N % (Berat Badan Bayi)

  Cukup 16 100 Kurang

  Jumlah 16 100 Sumber: Data Primer, 2016

  Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi ASI pada kelompok perlakuan semua dalam kategori cukup 16 (100%).

  Hasil Uji Prasyarat Parametrik

  Sebelum dilakukan uji statistik parametrik, maka dilakukan uji normalitas data sebagai uji prasyarat parametrik. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk Tabel 3. Hasil uji normalitas data

  Variabel Kelompok N p BB Bayi Kontrol 16 0,544

  Perlakuan 16 0,097 Keterangan: Jika p-value<0.05 berarti tidak berdistribusi normal

  p-value> 0.05 berarti data terdistribusi normal Tabel 3 menunjukkan nilai p-value semuanya lebih besar dari taraf signifikansi = 0,05.

  Data yang dihasilkan telah memenuhi uji prasyarat parametrik, yaitu data terbukti terdistribusi normal.

  Hasil uji perbedaan produksi ASI antara kelompok kontrol dan perlakuan

  Tabel 4.Hasil uji perbedaan produksi ASI antara kelompok kontrol dan perlakuan Kelompok Kelompok

  Kontrol Perlakuan Variabel p-value

  (Rerata ± stan. (Rerata ± dev) stan. dev) BB Bayi 3021,88 ± 159,88 3265,63 ± 0,012 <

  320,79 Keterangan: Jika p-value<0.05 berarti ada perbedaan yang bermakna

  Jjika p-value> 0.05 berarti tidak ada perbedaan yang bermakna. Pada Tabel 4 berdasarkan hasil uji t sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p=0,012< ) produksi ASI (berat badan bayi) antara kelompok kontrol (3021,88 ±

  159,88) dengan kelompok perlakuan (3265,63 ± 320,79). Perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan bayi pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.

  Hasil Uji perbedaan produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijatWoolwich

  Tabel 5.Hasil uji perbedaan produksiASI sebelum dan sesudah dilakukan pijatWoolwich

  CI 95% Variabel SE Mean Lower Upper p-value

  Pre-post berat

  badan bayi 45,529 - 209,543 - 15,456 0,026 <

  (Perlakuan) Keterangan: Jika p-value<0.05 berarti ada perbedaan yang bermakna jika p-value> 0.05 berarti tidak ada perbedaan yang bermakna

  Tabel 5 berdasarkan hasil uji t sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p=0,026< ) produksi ASI (berat badan bayi) sebelum dan sesudah dilakukan pijat

  Woolwich .

  Produksi ASI Hari ke-4 pada kelompok kontrol dan perlakuan

  Hasil penelitian menunjukkan dari 32 bayi pada hari ke-4 tidak ada yang kehilangan berat badan lebih dari 8% berat badan lahir. Produksi ASI cukup atau tidak dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti: perubahan berat badan, jumlah BAK, dan Jumlah BAB. Tanda yang paling dapat dipercaya adalah pertambahan berat badan bayi (UNICEF, 2011).

  Bila dilihat dari hasil penelitian bahwa semua bayi tidak ada yang mengalami penurunan sebanyak 8% maka dapat disimpulkan bahwa bayi mendapatkan cukup ASI dan produksi ASI dikatakan lancar. Berat badan bayi merupakan salah satu indikator dari kelancaran ASI yang menurut kriteria bila ASI lancar maka berat badan bayi tidak akan turun 10% pada minggu pertama lahir bahkan bila bayi mendapatkan ASI ekslusif penurunan hanya terjadi 3-5% pada hari ke-3 dan berat badan pada minggu kedua minimal sama atau bahkan mengalami kenaikan (Bobak, Perry dan Lawdermik, 2005)

  Perbedaan produksi ASI antara kelompok kontrol dan perlakuan

  Perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan bayi pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan Pamuji dkk. (2014) tentang pengaruh kombinasi metode pijat Woolwich dengan endorphien terhadap kadar hormon prolaktin dan volume ASI (Studi pada ibu postpartum di Griya Hamil Sehat Mejasem Kabupaten Tegal) bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata kadar hormon prolaktin dan volume ASI pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

  Pemberian intervensi pijat Woolwich akan merangsang keluarnya hormon endorphin. Endorphin merupakan molekul protein yang diproduksi sel-sel dari sistem saraf dan beberapa bagian tubuh yang berguna untuk bekerja sama dengan reseptor sedativa untuk mengurangi rasa sakit. Endorphin merupakan senyawa yang menenangkan dan hormon ini memproduksi empat kunci bagi tubuh dan pikiran, diantaranya mengurangi rasa sakit dan menghilangkan stres (Aprillia, 2010). Jika ibu merasa tenang dan tidak stres maka hormon oksitosin akan lebih mudah diproduksi. Faktor yang menyebabkan hormon oksitosin dikeluarkan adalah rasa tenang, nyaman, ibu tidak stres, ibu senang dengan bayi dan keadaannya. Untuk itu hormon oksitosin juga disebut sebagai hormon cinta (UNICEF, 2011).

  Selain memperlancar ASI, pijat Woolwich juga memberikan kenyamanan pada ibu nifas, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Wulandari, 2014)

  Perbedaan produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich

  Hasil uji t sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p=0,026< ) produksi ASI (berat badan bayi) sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich.Penatalaksanaan non-farmakologi untuk meningkatkan produksi ASI dengan metode pijat Woolwich merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kenyamanan dan relaksasi ibu postpartum selama masa menyusui, sehingga dapat meningkatkan volume ASI. Metode pijat Woolwich memberikan stimulasi refleks pembentukan ASI (prolaktin reflex) dan pengeluaran ASI (let down reflex) (Pamuji dkk., 2014)

  Dengan dilakukan pemijatan akan menimbulkan rasa percaya diri pada ibu sehingga tidak muncul persepsi tentang ketidakcukupan suplai ASI, selain itu efek dari pemijatan menyusui juga memberikan ketenangan alami (Astutik, 2014). Pemijatan payudara juga bertujuan untuk merangsang pelepasan hormon oksitosin dan prolaktin yang sangat berperan dalam peningkatkan produksi ASI serta kualitas ASI pada ibu menyusui. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemijatan payudara sangat berkontribusi dalam meningkatkan produksi kolostrum di hari-hari awal kelahiran saat bayi belum aktif menyusui, selain itu pemijatan ini juga dapat mempertahankan produksi ASI, mengatasi kesulitan menyusui dan mencegah terjadinya kelainan pada payudara ibu selama proses menyusui. Selain itu hormon oksitosin dapat membuat ibu lebih rileks dan lebih tenang sehingga ASI pun dapat keluar secara spontan (Depkes RI, 2007).

  Hasilpenelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowel (2011) yang bertujuan untuk melihat efektivitas pijat payudara terhadap produksi ASI yang dilakukan terhadap 30 ibu yang masing-masing dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan,di mana dalam penelitiannya ini para bayi dari ibu pada kedua kelompok terlebih dahulu ditimbang sebelum dan setelah menyusui untuk mengetahui jumlah susu yang tertelan. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bayi dari kelompok yang dilakukan pijat payudara mengonsumsi rata-rata 22,3 g ASI setiap kali menyusui dibandingkan bayi yang berada pada kelompok yang tidak dilakukan pijat payudara, dan berdasarkan perbandingan terhadap total harian bayi yang berada pada kelompok perlakuan rata-rara mengonsumsi 4,5 ons ASI lebih banyak dibanding bayi pada kelompok kontrol.

  Iffrig dalam Bowel (2011) juga menyatakan bahwa salah satu stimulan yang kuat untuk sekresi ASI adalah pijatan pada payudara. Penelitian yang telah dilakukan mengenai efektivitas pijat payudara menunjukkan bahwa bayi dalam kelompok eksperimen mengonsumsi ASI rata-rata 22,30 g. Rata-rata ini merupakan angka yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ASI pada kelompok kontrol.

  KESIMPULAN Kesimpulanyang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1.

   Ada perbedaan yang bermakna produksi ASI antara kelompok kontrol (tanpa pijat Woolwich ) dengan kelompok perlakuan (pijat Woolwich) diBPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul.

  2. Ada perbedaan produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul.

  3. Pijat Woolwich memengaruhi produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul. DAFTAR PUSTAKA

Amin M., Rehana, Jaya H. 2011. Efektifitas Massage Rolling (punggung) terhadap

produksi ASI pada Ibu Post Sectio Caesaria di RS Muhammadiyah Palembang.

  Jurnal Keperawatan .

  Astutik, R.Y. 2014. Payudara dan Laktasi. Salemba Medika. Jakarta

Bobak, L.M., D.L. Lowdermilk, &M.D. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas

(Maria A. Wijayanti & Peter Anugrah, Penerjemah ). EGC. Jakarta. Bowles , B.C. 2011. Breast Massage A “Handy” Multipurpose Tool to Promote

  Breasfeeding Success. Clinical Lactation 2(4): 21-24. Depkes RI. 2007. Manajemen Laktasi. EGC. Jakarta.

Depkes RI. 2007. Pelatihan Konseling Menyusui. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.

  

Desmawati. 2013. Penentu Kecepatan Pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) setelah Secsio

Caesaria. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 7(8): 360-364.

Dinkes DIY. 2012. Profil Kesehatan Provinsi DIY tahun 2011. Dinas Kesehatan DIY.

  Yogyakarta.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

  

Pamuji, Supriyana., Rahayu. 2014. Pengaruh Kombinasi Metode Pijat Woolwich dan

Endorphine Terhadap Kadar Hormon Prolaktin dan Volume ASI (Studi Pada Ibu Postpartum Di Griya Hamil Sehat Mejasem Kabupaten Tegal). BHAMADA, JITK 5(1).

  Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda. Jakarta. UNICEF. 2011. Pelatihan Konseling Menyusui. World Health Organization.

Wulandari. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum. Jurnal

Kesehatan 5(2): 173-17.