3. P3K PADA TRAUMA

P3K PADA TRAUMA MELAKSANAKAN P3K PADA MASYARAKAT UNTUK TRAUMA

A. Pertolongan Pertama

  Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau cidera yang memerlukan bantuan medis dasar. Medis dasar yang dimaksud disini adalah tindakan perawat berdasarkan ilmu kledokteran yang dimiliki orang awam. Pemberian medis dasar ini dilakukan oleh penolong pertama kali datang di tempat kejadian yang memiliki kemampuan dan terlatih dalam penanganan medis. Pemberian pertolongan pertama memiliki 3 tujuan:

a. Untuk menyelamatkan jiwa korban, hal ini penting untuk korban yang darurat.

  b. untuk mencegah cacat permanen.

  c. Untuk memberikan rasa aman dan nyaman untuk korban. rasa ini sangat diperlukan untuk proses penyembuhan.

  Dalam memberikan pertolongan pertama ada beberapa tips dan etika yang perlu diperhatikan :

  a. Menganalisa lingkungan

  Langkah paling awal untuk pertolongan pertama adalah menganalisa apakah lingkungan aman untuk memberikan pertolongan atau tidak. Jangan memberikan pertolongan bila lingkungan tidak aman. Yang dimaksud lingkungan disini bukan hanya lingkungan fisik tapi juga lingkungan sosial. Misalnya jika ada seseorang korban di kerumunan orang. Jangan langsung diberi pertolongan sebelum tahu statusnya. Bisa saja korban tersebuit adalah seorang pecopet yang baru saja dihajar. Jika langsung memberikan pertolongan dikira penolong ini adalah teman si copet.

  b. Memperkenalkan diri

  Sebelum memberi pertolongan perkenalkan diri terlebih dahulu, hal ini bertujuan menghindari kesalah pahaman.

  c. Minta ijin Seorang penolong harus meminta ijin terlebih dahulu sebelum menolong. korban, atau orang yang ada disekitar korban. Apabila korban atau keluarga korban menolak, penolong tidak boleh memaksa.

  d. Minta bantuan orang lain

  Mintalah bantuan orang lain dalam menolong korban. Selain memudahkan dalam pertolongan, orang yang membantu tersebut bisa menjadi saksi apabila ada gugatan dari korban atau keluarganya dikemudian hari.

  e. Merahasiakan kondisi korban

  Rahasiakan semua informasi yang berhubungan dengan korban. Terutama informasi yang bersifat pribadi.

B. Pertolongan Pertama Pada Korban Trauma

  Yang dimaksud korban trauma adalah korban yang mengalami gangguan fisik, yaitu berupa benturan dengan benda keras. Penyebab terjadinya benturan bisa bermacam-macam seperti jatuh, kejatuhan benda atau kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan tingkat cidera trauma dibagi menjadi 2 :

  a. Trauma ringan (non significant) Dikatakan trauma ringan bila mengalami cidera yang kemungkinan kematiaan dan cacatnya kecil seperti terkilir seperti terkilir, luka bakar ringan, terpeleset dll.

  b. Trauma berat ( significant) Dikatakan trauma berat jika kemungkinan kematiaan atau cacat permanennya besar. Cidera yang dikelompokan dalam trauma berat antara lain : a) Terlempar dari kendaraan bermotor yang melaju cepat

  b) Kecelakaan mobil hingga terbalik

  c) Jatuh dari ketinggian lebih dari 2 m

  d) Kecelakaan patah tulang besar ( seperti patah tulang paha )

  e) Kecelakaan dengan penumpang banyak, ada penumpang yang meninggal dunia maka orang yang ada disampingnya akan mengalami trauma berat.

  f) Korban yang tidak sadar tanpa diketahui mekanisme kejadiaanya dianggap trauma berat. Penanganan korban trauma sedikit berbeda dengan penanganan medis. Penolongan pertama memerlukan pemeriksaan seluruh tubuh. Pemberian pertolongannya juga harus dengan hati-hati apabila ada indikasi korban mengalami sampai tulang ekor. Cidera pada tulang spina merupakan cidera yang paling sensitif. Jika penanganannya salah korban bisa meninggal dunia.

  Pada dasarnya penanganan korban trauma mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Penilaian keadaan Penilaian keadaan merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan jika menemui korban yang memerlukan bantuan. Hal yang harus dinilai pertama kali adalah masalah lingkungan. Dinilai apakah lingkungan aman untuk memberikan pertolongan. Jika tempatnya tidak aman maka korban dipindahkan terlebih dahulu ketempat yang aman. Apabila korban terindikasi mengalami cidera spinal maka pemindahan korban harus dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman dan dengan peralatan yang sesuai karena cidera spinal membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati.

  Setelah lingkungan dirasa aman, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan informasi tentang kejadian yang dialami korban. Informasi ini dapat diperoleh dari korban atau saksi mata, langkah terakhir pada penilaian keadaan adalah meminta bantuan, terutama bantuan untuk merujuk korban ke instalasi kesehatan terdekat.

  2. Penilaian dini Penilaian dini adalah pemeriksaan awal terhadap korban. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaa dasar, berhubungan dengan kelangsungan hidup korban, sehingga harus segera dilakukan penilaian dini meliputi :

  a. Pemeriksaan kesadaran korban Tingkat kesadaran korban dibagi menjadi 4 yaitu kesadaran penuh, respon terhadap suara, respon terhadap rasa nyeri, dan tidak sadar sama sekali.

  Dalam pemeriksaan ini buatlah tes terhadap penglihatan misal dengan menggerakkan jari didepan korban. Jika korban memberikan tanggapan berarti korban tersebut dalam keadaan sadar. Jika tidak ada tanggapan maka pemeriksaan berlanjut dengan menggunakan suara misal dengan dipanggil. Jika ada tanggapan, maka korban respon terhadap suara. Jika tidak maka korban bisa distimulasi dengan rasa sakit misal dicubit atau denagn menekan dada. Jika ada tanggapan, dilihat dari perubahan raut muka atau tanda-tanda kesakitan yang lain, maka korban respon terhadap nyeri. Jika tidak ada b. Pemeriksaan saluran nafas (airway) Bertujuan untuk membebaskan dan membuka jalan nafas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membuka mulut dan mengamati apakah ada benda yang berpotensi menyumbat saluran pernafasan. Jika ada, benda tersebut harus dikeluarkan. Jika tidak, langkah selanjutnya adalah menekan dahi dan mengangkat dagu korban sehingga kepala korban berada pada posisi tengadah. Posisi ini akan mempertahankan terbukanya saluran pernafasan.

  Pembukaan saluran pernafasan dengan menekan dahi dan mengangkat dagu tidak bisa dilakukan pada korban yang mengalami patah tulang leher. Untuk korban seperti ini dalakukan dengan metode jaw thrus yaitu dengan mendorong rahang korban kedepan (posisi rahang seperti cakil).

  c. Pemeriksaan nafas (breathing) Bertujuan untuk mengetahui apakah korban bernafas dengan normal atau tidak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendekatkan pipi dan telinga penolong kehidung korban dan mata penolong tertuju pada dada dan perut korban, rasakan hembusan udara yang keluar dari hidung, dan hitung jumlah hembusan nafas korban dalam waktu 5 detik. Apabila pada pemeriksaan nafas ini diketahui korban tidak bernafas, berikan nafas buatan dengan cara meniup mulut korban dan menutup hidungnya setiap 5 detik.

  d. Pemeriksaan sirkulasi darah (circulation) Bertujuan untuk menyakinkan bahwa jantung korban berfungsi dengan baik. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menyentuh nadi karotis dileher selama 3-5 detik. Jika tidak ada denyut nadi lakukan resusitasi jantung paru.

  3. Pemeriksaan fisik Bertujuan untuk mengetahui cidera yang dialami korban. Pemeriksaan ini berprinsip pada 2 hal yaitu menyeluruh pada semua bagian tubuh dan dilakukan secara sistematis dan berurutan. Pemeriksaan dilakukan dengan penglihatan (inspeksi), perabaan (palpasi), dan pendengaran (auskultasi). Keberadaan cidera pada korban diketahui melalui adanya perubahan bentuk (berhubungan dengan cidera oto dan tulang), luka, nyeri, atau bengkak.

  Pemeriksaan fisik melalui urutan sebagai berikut :

  a. Pemeriksaan kepala

  b. Pemeriksaan mata Periksa kondisi dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya. Jika pupil mata kiri dan kanan tidak sama besarnya atau ukurannya lebih lebar sekali, ada indikasi korban mengalami gangguan syaraf atau syok.

  c. Pemeriksaan hidung.

  Periksa apakah ada darah, cairan bening. Jika ada kemungkinan korban mengalami benturan dikepala atau gagar otak.

  d. Pemeriksaan telinga.

  e. Pemeriksaan mulut.

  f. Pemeriksaan leher.

  Periksa apakah ada pelebaran vena atau memar dileher, jika ada kemungkinan korban mengalami cidera spinal bagian tulang leher.

  g. Pemeriksaan dada.

  h. Pemeriksaan perut. i. Pemeriksaan panggul. j. Pemerilksaan tungkai dan kaki.

  Pemeriksaan ini melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi. Pemeriksaan gerakan dilakukan dengan meminta korban menggerakan kaki (khusus untuk korban sadar). Jika tidak bisa kemungkinan ada cidera di otot tungkai dan kaki. Pemeriksaan sensasi dilakukan dengan menekan jari kaki tertentu dan menanyakan jari apa yang sedang ditekan (khusus untuk korban sadar). Jika korban salah menjawab atau tidak merasakan apa-apa, kemungkinan ada kerusakan di syaraf. Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara menyentuh nadi di mata kaki dan di punggung kaki (dilakukan pada korban sadar atau tidak sadar). Jika tidak ada denyut nadi kemungkinan korban mengalami perdarahan. k. Pemeriksaan lengan dan tangan

  Pemeriksaan lengan dan tangan sama dengan periksaan di tungkai dan kaki yaitu pemeriksaan yang melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi. Nadi yang diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah nadi pada pergelangan tangan. l. Pemeriksaan punggung Pemeriksaan punggung biasanya dilakukan yang terakhir. Yaitu saat korban dipindahkan yaitu saat korban dipindahkan di atas tandu atau papan spinal.

  4. Pemeriksaan tanda vital Pemeriksaan tanda vital antara lain :

  a. Pemeriksaan pernafasan Normalnya manusia dewasa bernafas sebanyak 12 – 20 kali per menit.

  Jika lebih dari 30 kali per menit kemungkinan korban mengalami syok.

  b. Pemeriksaan nadi Pemeriksaan nadi bisa dilakukan di pergelangan tangan untuk korban sadar. Untuk nadi di leher bagi korban tidak sadar. Normalnya denyut nadi 60

  • 90 kali per menit. Jika lebih dari 150 kali per menit kemungkinan korban mengalami syok.

  c. Pemeriksaan tekanan darah Pemeriksaan tekanan darah dilakukan bila alat tersedia. Normalnya tekanan darah manusia 100-140 mmHg untuk sistol, sedangkan 60-90 mmHg untuk diastol. Jika tekanan darah korban 50/35 (sistol,diastol). Kemungkinan korban akan meninggal dunia.

  d. Pemeriksaan suhu tubuh Normalnya suhu tubuh manusia adalah 36 – 37

  C. Jika tidak ada termometer pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan membandingkan suhu tubuh korban dengan penolong. Caranya adalah dengan merasakan atau menyentuh dahi korban dan penolong secara bersamaan.

  e. Pemeriksaan warna kulit

C. Penatalaksanaan

  Yang dimaksud dengan penatalaksaan adalah pertolongan yang diberikan pada korban. Pertolongan diberikan sesuai dengan prioritas luka yang dialami korban. Prioritas tersebut meliputi (urutan menunjukan urutan penanganan) : a. Henti jantung dan nafas, ditolong dengan resusitasi jantung paru.

  b. Pendarahan, ditolong dengan penghentian pendarahan. e. Tidak sadar, ditolong dengan rangsangan hingga sadar.

  D. Penanganan berkala

  Pemeriksaan berkala dilakukan setelah penatalaksanaan hingga korban dirujuk ke instalasi kesehatan. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan respon, jalan nafas, pernafasan, nadi, keadaan kulit, suhu, penatalaksanaan, dan menjaga komunikasi (untuk korban sadar). Jika tanda vital normal, pemeriksaan dilakukan setiap 15 menit, tapi jika tanda vital tidak normal, pemeriksaan dilakukan setiap 5 menit.

  E. Pelaporan

  Pertolongan yang telah diberikan harus dilaporkan ke instalasi kesehatan yang menerima korban.