CARA MELEJITKAN ASPEK PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK USIA DINI MELALUI BERMAIN

CARA MELEJITKAN ASPEK PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK USIA DINI MELALUI BERMAIN

I. PENDAHULUAN

  Tidak ada orang tua di dunia ini yang menginginkan anaknya terlahir menjadi sosok yang buruk dalam berkepribadian serta tumpul dalam berpikir. Oleh karena itu, pendidikan anak sejak usia dini sangatlah dibutuhkan. Dalam masa “the golden age” ini, stimulus yang baik dan tepat sangat dibutuhkan agar anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai dambaan dan harapan orang tuanya. Namun, dewasa ini disinyalir masih banyak lembaga PAUD yang dalam proses pembelajarannya hanya menjejali anak didik dengan hafalan-hafalan atau sekedar pengetahuan akademik saja tanpa memperhatikan kebutuhan dasar anak itu sendiri, suatu pendekatan yang sesuai dengan dunia anak dalam pembelajaran di PAUD. Pendekatan BCCT (Beyond Centers and Circle Time) atau dikenal dengan SELING (Sentra dan Lingkaran) bisa menjadi salah satu alternatif. Seling bermuara dari dunia anak, yaitu belajar sambil bermain dengan benda-benda dan orang-orang di sekitarnya (lingkungan). Pembelajaran berbasis Sentra dan Lingkaran ini merupakan konsep belajar di mana para guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, Seling bisa dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Tidak perlu peralatan atau APE (Alat Permainan Edukatif) yang mahal karena bisa disesuaikan dengan lingkungan dan bisa menggunakan benda-benda yang ada di sekitar. PAUD berbasis lingkungan juga bisa dikelola dengan pendekatan ini. Tentu saja, pendekatan ini bisa menekan biaya sehingga akan memungkinkan pula munculnya pendidikan yang terjangkau namun tetap menjaga kualitas.

  Anak adalah perwujudan cinta kasih dan amanah yang diberikan pada orangtua. Mengenal, mengetahui dan memahami dunia anak bukan sesuatu yang mudah; dunianya penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah, mudah, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia anak tidak sama dengan dunia orang dewasa. Anak adalah manusia muda yang akan didewasakan, bukan dewasa kecil yang akan dibesarkan

  “Let boys be boys and girls be girls, they are not small adult”. Pandangan

  dan perlakuan yang salah terhadap anak mengakibatkan perkembangan anak diatur orang dewasa, kebebasan yang sesuai dengan dunianya hilang, kepatuhan dan disiplin anak tercipta karena otoritas orang dewasa dan anak menjadi objek pendidikan dan pengajaran orang dewasa. Sebagai orangtua tentu menginginkan yang terbaik bagi anak salah satunya dengan mengirim anak ke sekolah merupakan suatu “ kewajiban “, dengan bersosial dan ilmu-ilmu demi mempersiapkan mereka menghadapi masa depan dengan baik. Keberhasilan seseorang sangat terkait dengan pembentukan kesiapan intelektual dan kematangan emosional, social, spiritual dan psikomotorik yang harus dikembangkan sejak usia dini. Karena itu orangtua menghendaki anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga cerdas dalam olah rasa, memiliki kepekaan sosial, moral dan agama.

  II. RUMUSAN MASALAH

  A. Makna Bahasa

  B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

  C. Tipe perkembangan bahasa

  D. Tahapan perkembangan bahasa

  III.PEMBAHASAN

A. Makna bahasa

  Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan

  

  Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah swt, yang denganya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya. Bahasa sangat erat kaitanya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan pendapat, dan menarik kesimpulan.

  Perkembangan pikiran itu mulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu adalah sebagai berikut:

  • Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti:”bapak makan”
  • Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif(menyangkal), seperti: “bapak tidak makan”
  • Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat: 1) Kritikan: “ini tidak boleh”, “ini tidak baik”. 2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi. Ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan kekhilafanya.

  3) Menaril kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia 1 mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit.

  Syamsu yusuf, LN, psikologi perkembangan anak dan remaja,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal.118

  Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi perkembangan sosial, emosioanal, dan kognitif anak-anak,juga sebagai sebuah refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuah kontek yang sangat mendukung untuk proses-proses

  

  perkembangan tersebutBermain memberi anak-anak kesempatan- kesempatan untuk memahami dunia, berinteraksi dengan orang lain dalam cara-cara yang secara sosial diterima, mengekspresikan dan mengontrol emosi-emosi, dan mengembangkan kapabilitas-kapabilitas simbolik mereka. Keberhasilan anak usia dini merupakan pijakan awal bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini yang “benar” maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci.

  Saat ini jarang ditemukan pendidikan anak yang menggunakan model pembelajaran berbasis kemampuan atau potensi anak. Mereka lupa, bahwa usia anak adalah usia bermain. Oleh karenanya, perlu dilakukan rekonstruksi terhadap praktik pembelajaran pada anakyang yang berbasis pada permainan (ya bermain, ya belajar). Bermain sekaligus belajar merupakan dua aktivitas yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan dan memiliki makna anak belajar melalui bermain. Aktivitas-aktivitas anak lebih ditekankan pada ciri-ciri bermain. Porsi bermain tampak lebih menonjol daripada belajar. Melalui bermain itulah anak akan memperoleh berbagai kemampuan, seperti kemampuan berkomunikasi, berbahasa, bersosialisasi, memanajemen emosi, dan berpikir logis-matematis.

2 Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefield, J., Travers, J.F. 1999. Educational Psychology : Effective TeachingEffective Learning. Second Edition. Madison : Brown & Benchmark Publishers.

  Slogan bermain sambil belajar sangat sesuai dengan karakteristik kurikulum untuk pendidikan anak usia dini. Ini karena kegiatan bermain mampu menyentuh seluruh aspek perkembangan anak. Saat bermain anak memiliki kebebasan berimajinasi, mengeksplorasi,danberkreasi. Pada saat bermain itulah, aspek-aspek perkembangan fisik motorik kasar dan halus, aspek emosional, aspek kognitif/intelektual, dan aspek sosial berkembang dalam situasi yang menyenangkan. Anak usia dini mencakup usia dari lahir hingga delapan tahun, meskipun di Indonesiadibatasihinggausiaenamtahun.

  Anak secara instrinsik memang termotivasi untuk selalu bermain. Dalam bermain, mereka menikmati kegiatannya, merasa kompeten melakukan sesuatu. Mereka terus belajar mendapatkan Namun, strategi bermain dalam pendidikan anak usia dini ini ternyata belum sepenuhnya dipahami orangtua, guru, dan pendamping. Bahkan, tidak jarang orangtua menolak kegiatan bermain dalam pendidikan prasekolah. Mereka lebih senang jika anak langsung dikenalkan dengan kegiatan membaca, menulis, dan berhitung.

  Mereka, masih beranggapan bahwa anak tidak mungkin dapat belajar apabila anak menghabiskan waktu hanya untuk bermain. Padahal, perlu diyakini bahwa bermain memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan kemampuan akademik anak. Strategi belajar melalui bermain ini, menitikberatkan pada cara-cara mengasah, menstimulasi kecerdasan gkita pada anak sejak usia dini. Oleh karenanya, bagi orangtua, para guru, pemerhati pendidikan, orangtua asuh, trainer, dan pendamping perlu segera menerapkan model ini jika ingin benar-benar melejitkan dan mengembangkan potensi kecerdasan anak.

  Banyak orang yang mempertukarkan penggunaan istilah bicara dengan bahasa, meskipun kedua istilah tersebut sebenarnya tidak sama. Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata- kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaanya

  

  Seorang psikologi perkembangan dari Illinois State University bernama Laura E. Berk (1989) setelah mempelajari dan meneliti berbagai aspek perkembangan individu, sampailah dia pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan bahasa merupakan kemampuan khas manusia yang paling kompleks dan mengagumkan. Sungguhpun bahasa itu kompleks, namun pada umumnya berkembangan pada individu dengan kecepatan luar biasa pada pada awal masa kanak-kanak. Anak datang dengan kemampuan membedakan bunyi yang bersesuaian dengan fonem yang berbeda dalam semua bahasa. Apa yang berbeda selama tahun pertama kehidupan adalah bayi mempelajari fonem mana yang relevan dengan bahasanya, dan kehilangan kemampuan untuk membedakan bunyi-buyi yang bersesuaian dengan fonem yang sama dalam bahasanya. Fakta luar biasa tersebut ditentukan oleh eksperimen dimana bayi dipresentasikan pasangan bunyi secara berututan sementara mereka mengisap dot.

  Berbagai peneliti psikologi perkembangan mengatakan bahwa secara umum perkembangan bahasa lebih cepat dari perkembangan aspek-aspek lainnya, meskipun kadang-kadang ditemukan juga sebagian anak yang lebih cepat perkembangan motoriknya daripada perkembangan bahasanya. Berdasarkan hasil-hasil penelitiannya maka para ahli psikologi perkembangan mendefinisikan perkembangan 3 bahasa sebagai kemampuan individu dalam menguasai kosa kata,

  Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih, child deve opment, jakarta: penerbit Erlangga, jilid keenam 1978, hal.57 ucapan, gramatikal, dan etika pengucapannya dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan perkembangan umur kronologisnya. Perbandingan antara umur kronologis dengan kemampuan berbahasa individu menunjukkan perkembangan bahasa individu yang

  

  Menurut Owens, mengemukakan bahwa anak usia dini dapat menggunakan past mapping yaitu suatu proses dimana anak dapat menyerap arti kata baru setelah mendengarkan sekali atau dua kali di dalam percakapan/suatu kalimat yang berbentuk kalimat pertanyaan,negativedanperintah.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

  Aliran nativisme berpandangan bahwa perkembangan bawaan sejak lahir yang diturunkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, jika orang tuanya memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan cepat, perkembangan bahasa anak pun juga akan baik dan cepat. Begitu juga sebaliknya, jika kemampuan bahasa orang tuanya lambat dan kurang baik, perkembangan bahasa anak pun ikut lambat.

  Sementara itu, aliran empirisme atau behaviorisme justru berpandangan sebaliknya, yaitu bahwa kemampuan perkembangan berbahasa seseorang tidak ditentukan oleh bawaan sejak lahir melainkan ditentukan oleh proses belajar dari lingkungan sekitarnya. Jadi, menurut aliran ini proses belajarlah yang sangat menentukan kemampuan perkembangan bahasa seseorang. Dari perspektif ini, meskipun kemampuan bahasa orang tuanya kurang baikdan lambat tetapi jika proses stimulasi dan proses belajar dilakukan secara intensif dengan lingkungan berbahasa secara baik dan cepat, kemampuan 4 perkembangan bahasa anak menjadi baik dan cepat.

  H.sunarto dan B. Agung Hartono, perkembangan peserta didik, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2008, hal.12

  Adapun aliran lain yang cendrung lebih moderat, yaitu aliran konvergensi mengajukan pandangan yang merupakan kolaborasi dari faktor bawaan dan pengaruh lingkungan. Menurut aliran ini perkembangan kemampuan bahasa seseorang merupakan konvergensi atau perpaduan dari kedua faktor tersebut. Faktor bawaan yang kuat pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa seseorang adalah aspek kognitif. Kemampuan berbahasa seseorang banyak dipengaruhi oleh kapasitas kemampuan kognitif seseorang.

  Sedangkan faktor lingkungan juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa seseorang yaitu besarnya kesempatan yang diperoleh dari lingkungannya. Individu yang sehari-harinya banyak berinteraksi dengan lingkungan yang kaya kemampuan bahasanya cenderung memliki kesempatan lebih banyak dalam dan yang banyak berinteraksi dengan lingkungan yang miskin kemampuan bahasanya cenderung memberikan kesempatan yang terbatas terhadap perkembangan bahasa individu yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.

  Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,yaitu:

  1. Kognisi Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa seseorang.

  2. Polakomunikasidalamkeluarga Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah atau interaksinya relatif demokratis akan mempercepat perkembangan bahasa keluarganya dibanding yang menerapkan komunikasi dan interaksi sebaliknya.

  3. Jumlahanakataujumlahkeluarga Suatu keluarga yang memiliki banyak anak atau banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga inti.

  4. Posisiurutankelahiran Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak tengah memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.

  5. Kedwibahasaan(Bilingualisme) Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di luar rumah dia menggunakan bahasa Indonesia.

  Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi, statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

C. Tipe perkembangan bahasa

  Penelitian Piaget mengenai bahasa dan pikiran anak (the

  language and thought of the child) diawali dengan mempertanyakan

  kebutuhan apa yang ingin dipenuhi oleh seorang anak ? Piaget menjawab pertanyaan ini dengan menghubungkan bahasa dengn struktuk kognitif dan kemudian membedakan fungsi bahasa ke dalam empat level kognitif. Piaget mengidentifikasi dua kategori bicara pada anak pra operasional (usia 6 tahun), yaitu :

  1. Egocentric speech : anak terasuk dalam kategori ini bila mereka tidak peduli pada siapa mereka bicara, atau apakah orang lain mendengarkan mereka atau tidak. Ada tiga tipe dari egocentric

  speech, yaitu : repetition, monologue (anak berbicara pada dirinya

  sendiri seolah sedang mengatakan pada setiap orang apa yang dipikirkannya), monologue collective. bertukar pandangan dengan pihak lain, saling mengkritik satu sama lain, mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban, dan bahkan perintah atau ancaman.

  Dia menyatakan bahwa meskipun kebanyakan anak-anak mulai mengkomunikasikan pikirannya pada usia antara 7 – 8 tahun, namun pengertian mereka mengenai satu sama lain masih terbatas. Penggunaan dan kompleksitas bahasa berkembang pesat setelah anak melampaui empat tahap perkembangan kognitif. Piaget yakin bahwa pertumbuhan kemampuan verbal yang menyolok tidak muncul secara terpisah sebagai fenomena perkembangan, namun merefleksikan

  

D. Tahapan Perkembangan Bahasa

  Ada aspek lingustik dasar yang bersifar universal dalam otak manusia yang memungkinkan untuk menguasai bahasa tertentu. 5 Sedangkan menurut kaum empiris yang dipelopori para penganut aliran

  Syamsu yusuf, LN, psikologi perkembangan anak dan remaja,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal.120 behavioristik memandang bahwa kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Penguasaan bahasa merupakan hasil dari perkembangannya. Menurut para penganut aliran behavioristik, penggunaan bahasa merupakan asosiasi yang terbentuk melalui proses pengkondisian klasik (classical conditioning), pengondisian operan (operan conditioning), dan belajar sosial (sosial learning).

  Secara umum, perkembangan keterampilan berbahasa pada individu menurut Berk (1989¬) dapat dibagi ke dalam empat komponen, yaitu:

  1. Fonologi (phonology)

  2. Semantik (semantic)

  3. Tata bahasa (grammar), dan Fonologi berkenaan dengan bagaimana individu memeahami dan menghasilkan bunyi bahasa. Jika kita pernah mengunjungi daerah lain atau Negara lain yang bahasanya tidak kita mengerti boleh jadi kita akan kagum, heran, atau bingung karena bahasa orang asli di sana terdengar begitu cepat dan sepertinya tidak putus-putus antara satu kata dengan kata yang lain. Sebaliknya, orang asing yang sedang belajar bahasa kita juga sangat mungkin mengalami hambatan karena tidak familier dengan bunyi kata-kata dan pola intonasinya. Bagaimana seseorang memperoleh fasilitas kemampuan memahami bunyi kata dan intonasi merupakan sejarah perkembangan fonologi.

  Semantik merujuk kepada makna kata atau cara yang mendasari konsep-konsep yang ekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata. Setelah selesai masa prasekolah, anak-anak memperoleh sejumlah kata-kata baru dalam jumlah yang banyak. Penelitian intensif tentang perkembangan kosa kata pada anak-anak diibaratkan oleh Berk (1989) sebagai sejauh mana kekuatan anak untuk memahami ribuan pemetaan kata-kata ke dalam konsep-konsep yang dimiliki sebelumnya meskipun belum tertabelkan dalam dirinya dan kemudian menghubungkannya dengan kesepakatan dalam bahasa masyarakatnya.

  Grammar merujuk kepada penguasaan kosa kata dan memodifikasikan cara-cara yang bermakna. Pengetahuan grammar meliputi dua aspek utama.

  1. Sintak (syntax), yaitu aturan-aturan yang mengatur bagaimana kata-kata disusun ke dalam kalimat yang dipahami.

  2. Morfologi (morphology), yaitu aplikasi gramatikal yang mliputi jumlah, tenses, kasus, pribadi, gender, kalimat aktif, kalimat pasif, dan berbagai makna lain dalam bahasa.

  Pragmatik merujuk kepada sisi komunikatif dari bahasa. Ini berkenaan dengan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik ketika berkomunikasi dengan orang lain. Di dalamnya meliputi bagaimana mengambil kesempatan yang tepat, mencari dan menetapkan topik yang relevan, mengusahakan agar benar-benar komunikatif, bagaimana menggunakan bahasa tubuh (gesture), intonasi suara, dan menjaga konteks agar pesan-pesan verbal yang disampaikan dapat dimaknai

  

  Pragmatik juga mencakup di dalamnya pengetahuan sosiolinguistik, yaitu bagaimana suatu bahasa harus diucapkan dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Agar dapat berkomunikasi dengan berhasil, seseorang harus memahami dan menerapkan cara-cara interaksi dan komunikasi yang dapat diterima oleh masyarakat tertentu, seperti ucapan selamat datang dan selamat tinggal serta cara mengucapkannya. Selain itu, seseorang juga harus memperhatikan tata

6 Sodono, Anggani. Sumber Belajar dan Alat Permainan (Untuk Pendidikan Anak Usia

  Dini).( Jakarta: Grasindo. 2000.), hlm. 57 krama berkomunikasi berdasarkan hirarki umur atau status sosial yang masih dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat tertentu.

  Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan bahasa dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:

  1. Tahap meraban (pralinguistik) pertama Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal kehidupan, bayi-bayi menangis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa, seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis yang mungkin dibuat. Banyak pengamat menandai ini sebagai tahap bayi menghasilkan segala bunyi ujaran yang dapat ditemui dalam segala bahasa dunia. Adalah menarik perhatian bahwa produksi-produksi mungkin tidak benar berdasarkan fakta-fakta, terutama sekali dalam kasus konsonan-konsonan yang amat rumit.

  Bagaimanapun juga, hal yang penting adalah bahwa suara- suara bayi yang masih kecil itu secara linguistik tidaklah merupakan ucapan-ucapan yang berdasarkan organisasi fonemik dan fonetik. Suara-suara atau bunyi-bunyi tersebut tidaklah merupakan bunyi- bunyi ujaran, tetapi barulah merupakan tanda-tanda akustik yang diturunkan oleh bayi-bayi kalau mereka menggerakkan alat-alat bicaranya dalam setiap susunan atau bentuk yang mungkin dibuat. Mereka bermain dengan alat-alat suara mereka, tetapi rabanan mereka hendaknya jangan digolongkan sebagai performansi linguistic.

  2. Tahap meraban (pralinguistik) kedua Tahap ini disebut juga tahap kata omong kosong, tahap kata tanpa makna. Awal tahap maraban kedua ini biasanya pada permulaan pertengahan kedua tahun pertama kehidupan. Anak-anak tidak menghasilkan sesuatu kata yang dapat dikenal, tetapi mereka berbuat seolah-olah mengatur ucapan-ucapan mereka sesuai dengan pola suku kata. Banyak kerikan yang aneh-aneh serta dekutan- dekutan yang menyerupai vokal hilang dari output para bayi, dan mereka mulai menghasilkan urutan-urutan KV (konsonan-vokal), dengan satu suku kata yang sering diulang berkali-kali.

  Pada suatu waktu bagian terakhir periode ini (sekitar akhir tahun pertama kehidupan) muncullah “kata pertama”. Biasanya kata itu tidak akan berbunyi lebih menyerupai kata orang dewasa daripada sejumlah rabanan yang telah dihasilkan oleh bayi selama tahap ini, tetapi akan dianggap sebagai kata pertama itu. Misalnya seorang bayi (bayi keluarga Cairns mengatakan [X] dan menunjuk kepada tempat lilin, lampu, lampu senter, lampu mobil, bahkan kepada tombol (lampu) di dinding. Orang tuanya menerima [X] ucapan-ucapannya yang lain, tetapi karena jelas bunyi tersebut mempunyai jodoh makna (dalam kasus ini “cahaya; lampu), dan itulah sebenarnya apa yang disebut ujaran dan bahasa itu.

  3. Tahap holofrastik (tahap linguistic pertama) Pada usia sekitar 1 tahun anak mulai mengucapkan kata-kata.

  Satu kata yang diucapkan oleh anak-anak harus dipandang sebagai satu kalimat penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional sebagai sebagai rasa untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu. Anak menyatakan “mobil” dapat berarti “saya mau mobil- mobilan”, “saya mau ikut naik mobil bersama ayah”, atau “saya mau minta diambilkan mobil mainan”.

  Ucapan-ucapan satu kata pada periode ini disebut holofrase- holofrse, karena anak-anak menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang diucapkanya itu. Banyak sekali terdapat kedwimaknaan dalam ujaran anak-anak selama tahap ini dan juga berikutknya. Maka seringkali perlu diamati benar-benar apa yang sedang dilakukan anak-anak itu, barulah kita dapat menentukan apa yang dia maksudkan dengan yang dia ucapkan itu.

  4. Ucapan-ucapan dua kata Anak-anak memasuki tahap ini dengan pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat. Misalnya, anak-anak yang mempergunakan holofrase-holofrase “kucing” dan “papa” mungkin menunjuk kepada seekor kucing dan diikuti oleh jeda sebentar, lalu kepada papa. Maknanya akan terlihat dari urutan ‘kucing papa’, tetapi jelas anak-anak itu telah mempergunakan dua buah holofrase untuk menyatakan makna tersebut. Segera setelah itu anak-anak akan mulai memakai ucapan-ucapan dua kata seperti ‘baju mama’, ‘pisang nenek’, ‘saya mandi’, dan sebagainya.

  Selama periode dua kata ini anak-anak tidak menggunakan penanda waktu dan jumlah; nomina-nomina mereka tidak memakai akhiran-akhiran jamak. Walaupun kosa kata perorangan amat berbeda-beda, namun pada tahap ini anak-anak jarang sekali menggunakan preposisi, partikel, dan konfungsi (yang biasa disebut kata tugas), misalnya: ‘papa mama pergi’ (papa dan mama pergi), ‘nenek Bandung’ (nenek ke Bandung)

  Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan untuk menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang dirangkai secara tepat.

  5. Pengembangan tata bahasa Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa, panjang kalimat mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak. Penambahan dan pengayaan terhadap sejumlah dan tipe kata secara berangsur-angsur meningkat sejalan dengan kemajuan dalam kematangan perkembangan anak.

  Ujaran anak-anak pada masa ini dilukiskan sebagai telegram karena perhitungan kata-kata tugas yang menyebabkan ucapan anak- anak itu berbunyi seperti telegram yang ditulis oleh orang dewasa.

  IV.KESIMPULAN

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah swt, yang denganya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.

  Sementara itu, aliran empirisme atau behaviorisme justru berpandangan sebaliknya, yaitu bahwa kemampuan perkembangan berbahasa seseorang tidak ditentukan oleh bawaan sejak lahir melainkan

  Piaget menghubungkan bahasa dengn struktuk kognitif dan kemudian membedakan fungsi bahasa ke dalam empat level kognitif. Piaget mengidentifikasi dua kategori bicara pada anak pra operasional (usia 6 tahun).

  Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan bahasa dapat dibedakan ke dalam beberapa tahap.

  V. PENUTUP

  Demikian makalah yang dapat saya sampaikan. Saya sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun, sangat saya harapkan. Dan akhir kata, pemakalah meminta maaf apabila terdapat kesalahan baik berupa sistematika penulisan, maupun isi dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

  Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefield, J., Travers, J.F. 1999. Educational Psychology : Effective TeachingEffective Learning. Second Edition.

  Madison : Brown & Benchmark Publishers. H.sunarto dan B. Agung Hartono, perkembangan peserta didik, Jakarta:

  PT.Rineka Cipta, 2008 Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih, child deve

  opment, jakarta: penerbit Erlangga, jilid keenam 1978

  Sodono, Anggani. Sumber Belajar dan Alat Permainan (Untuk Pendidikan Anak

  Usia Dini).( Jakarta: Grasindo. 2000.)

  Syamsu yusuf, LN, psikologi perkembangan anak dan remaja,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001

  Syamsu yusuf, LN, psikologi perkembangan anak dan remaja,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001