Strategi dan Mitigasi terhadap Perubahan (1)

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah yang
diberi judul “Strategi Adaptasi dan Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim di DAS Brantas” bisa
diselesaikan. Meskipun masih terdapat banyak kekurangan di dalam makalah ini, kami berharap
kami bisa mendapat timbal balik berupa kritik dan saran sehingga kami bisa menjadi lebih baik
lagi untuk kedepannya
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu sebagai pemenuhan Evaluasi IV dari
mata kuliah Perencanaan Wilayah. Evaluasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam mengidentifikasi persoalan pengembangan wilayah, berikut dengan upayaupaya untuk menangani permasalahan yang telah diidentifikasi. Permasalahan yang diangkat
dalam makalah ini memiliki tema perubahan iklim yang merupakan salah satu materi dalam mata
kuliah Perencanaan Wilayah.
Tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST., M.Sc.
yang telah menjadi dosen pembimbing dalam pengerjaan makalah ini serta kepada Bapak Dr. Ir.
Eko Budi Santoso sebagai dosen pengajar di mata kuliah Perencanaan Wilayah Kelas A. Ucapan
terima kasih juga kami haturkan kepada semua pihak yang terlibat di dalam penyelesaian makalah
ini.

Surabaya, 1 Juni 2018
Penulis


i

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................................ i
Daftar Isi ...................................................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Sasaran ............................................................................................................................. 3
1.4 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................................................... 3
1.4.1 Ruang Lingkup Pembahasan ........................................................................................................ 3
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah .............................................................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................................................................... 3
BAB II Identifikasi Persoalan dan Gambaran Umum ............................................................................ 4
2.1 Identifikasi Persoalan .......................................................................................................................... 4
2.2 Gambaran Umum Permasalahan......................................................................................................... 4
2.2.1 Kota Batu ..................................................................................................................................... 5
2.2.2 Kota Kediri................................................................................................................................... 6
2.2.3 Kota Mojokerto ............................................................................................................................ 6

BAB III Review Literatur .......................................................................................................................... 8
3.1 Perubahan Iklim .................................................................................................................................. 8
3.2 Hubungan Tata Ruang dengan Perubahan Iklim ................................................................................ 9
3.3 Strategi Adaptasi dan Mitigasi ............................................................................................................ 9
3.4 Analisis SWOT ................................................................................................................................. 10
BAB IV Analisis Persoalan ...................................................................................................................... 12
BAB V Konsep Penanganan .................................................................................................................... 16
BAB VI Lesson Learned ........................................................................................................................... 20

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Intergovernmental Panel in Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa 11 dari 12
tahun terpanas sejak tahun 1850 terjadi dalam waktu kurun 12 tahun terakhir. Kenaikan temperatur
total dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76o C. Muka air laut ratarata global telah meningkat dengan laju rata-rata 1,8 mm per-tahun dalam rentang waktu antara
tahun 1961 sampai 2003. Kenaikan total muka air laut yang berhasil dicatat pada abad ke-20
diperkirakan 0,17 m. Hal ini merupatan pertanda nyata bahwa pemanasan global dan perubahan
iklim itu nyata.

Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun
intensitas kejadian cuaca ekstrim. IPCC menyatakan bahwa pemanasan global dapat menyebabkan
perubahan yang signifikan dalam sistem fisik dan biologis seperti peningkatan intensitas badai
tropis, perubahan pola presipitasi, salinitas air laut, perubahan pola angin, masa reproduksi hewan
dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, frekuensi serangan hama dan wabah penyakit,
serta mempengaruhi berbagai ekosistem yang terdapat di daerah dengan garislintang yang tinggi
(termasuk ekosistem di daerah Artika dan Antartika), lokasi yang tinggi, serta ekosistem-ekosistem
pantai.
Perubahan iklim merupakan keadaan dimana tercatat perubahan pada rata-rata dan atau
variabilitas iklim yang terjadi pada jangka waktu yang lama dan disebabkan oleh variabilitas alam
yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Sedangkan menurut, United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC), perubahan iklim secara langsung ataupun tidak
langusng merupakan efek dair aktifitas manusia yang mengubah komposisi dari atmosfer global
dan merupakan tambahan variabilitas iklim alam yang tercatat selama jangka waktu tertentu.
Namun kedua belah pihak tersebut setuju bahwa perubahan iklim merupakan isu kritis yang harus
segera ditindak lanjuti.
Berdasarkan data kejadian bencana yang dicatat dalam the OFDA/CRED International
Disaster Database (2007), sepuluh kejadian bencana terbesar di Indonesia yang terjadi dalam
periode waktu antara tahun 1907 dan 2007 terjadi setelah tahun 1990an dan sebagian besar
merupakan bencana yang terkait dengan iklim, khususnya banjir, kemudian kekeringan, kebarakan

hutan, dan ledakan penyakit.
Hal ini menunjukkan bahwa kejadian becana terkait iklim
mengalami peningkatan baik dari sisi frekuensi maupun intensitasnya. Kerugian ekonomi yang
ditimbulkan oleh 10 bencana terbesar tersebut mencapai hampir 26 milyar dolar dan sekitar 70%
nya merupakan kerugian akibat bencana yang terkait dengan iklim. Diperkirakan pada tahun 2050,
apabila pemanasan global terus terjadi dan tidak ada upaya-upaya adaptasi yang terencana
dilakukan dari sekarang, maka diperkirakan kerugian ekonomi akibat bencana iklim akan
meningkat mencapai 300 milyar dolar per-tahun dan jumlah kematian bisa mencapai 100 ribu
orang per-tahun (SEI, IUCN, dan IISD, 2001). Upaya adaptasi yang dilakukan sejak dini akan
dapat mengurangi kerugian akibat bencana secara signifikan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa setiap 1 USD yang dikeluarkan untuk melakukan upaya adaptasi dapat menyelamatkan

1

sekitar 7 USD biaya yang harus dikeluarkan untuk pemulihan akibat dampak dari bencana iklim
(Biemans et al., 2006)
Perubahan iklim menjadi suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan tata
ruang dikarenakan dampaknya yang sangat besar terhadap kehidupan seluruh makhluk hidup,
terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS). Dapat kita lihat saat ini sudah banyak bencana
antropogenik yang terjadi di sekitar DAS, seperti erosi, banjir, kualtas air yang menurun,

sedimentasi, penyebaran penyakit, dan lain-lain. Bencana-bencana tersebut secara makro
diakibatkan oleh perubahan iklim. DAS sendiri menjadi bagian integral dari kehidupan manusia
karena banyak aktiftas manusia yang berada pada DAS, seperti permukiman, pembuangan limbah,
dan lain lain, selain itu DAS menjadi wilayah tangkapan air yang dapat menjaga keseimbangan
lingkungan dan siklus hidrologi, di sisi lain DAS juga mempunyai nilai ekonomi seperti untuk
sumber air minum dan sumber irigasi.
Untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim, diperlukan strategi yang komprehensif.
Pada laporan ini, penulis ingin berfokus pada sua strategu yaitu adaptasi dan mitigasi, Adapatasi
merupakan strategi dimana dilakukan penyesuaian aktivitas kehidupan terhadap terjadinya
dampak negatif pada lingkungan. Adaptasi dinilai sangat kritis dalam upaya menghadapi dampak
perubahan iklim, karena perubahan iklim merupakan fenomena yang kontinyu, diperlukan
adaptasi agar dampat mengurangi dampak yang diterima karena dampak tersebut tidak dapat
dihindari. Berikutnya adalah mitigasi, strategi ini berfokus untuk mengurangi laju emisi gas rumah
kaca dari berbagai sumber dan meningkatkan laju penyerapannya. Mitigasi berarti upaya untuk
mengurangi intensitas dampak perubahan iklim yang akan terjadi atau kegiatan preventif.
Penataan ruang memiliki peran yang cukup besar dalam mengurangi dampak perubahan
iklim. Penataan ruang merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangun dan isu perubahan iklim
bukanlah isu lingkungan hidup semata, tetapi telah menjadi isu pembangunan secara global. Para
perencana ruang seharusnya dapat mengakomodasi berbagai isu perubahan iklim untuk
diintegrasikan ke dalam kebijakan, perencanaan dan program penataan ruang di setiap wilayah.

Penataan ruang juga perlu melakukan re-orientasi pendekatan penataan ruang yang lebih ramah
lingkungan dengan pertimbangan daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan
lingkungan yang komprehensif. Peraturan dan kebijakan yang dibuat harus mampu menjamin
perbaikan kondisi sosial ekologis. Karena itu, keselarasan dan kebaruan kerangka kebijakan dan
peraturan pengelolaan tata ruang akan menentukan keberlanjutan rencana aksi tersebut. Jadi pada
intinya, perencana dan perencanaan kota dan wilayah mempunyai peran penting dalam
mengurangi dampak dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. Terutama pada daerah yang
sensitif seperti DAS. Dapat diwujudkan dengan kebijakan strategi adaptasi dan mitigasi yang
berorientasi pada lingkungan namun tetap menjamin perbaikan kondisi sosial ekologis strategi
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dampak dari perubahan iklim di wilayah DAS Brantas bagian hulu, tengah, dan hilir
dapat dikurangi dengan strategi adaptasi dan mitigasi. Namun, bentuk dari dampak perubahan
iklim tersebut berbeda-beda tiap wilayahnya. Maka dari itu, perlu adanya rumusan strategi

2

adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang dapat diaplikasikan di
DAS Brantas bagian hulu, tengah, dan hilir.
1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini ialah merumuskan stategi adaptasi dan mitigasi di wilayah DAS
Brantas bagian hulu, tengah, dan hilir
Adapun sasaran penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi dampak perubahan iklim yang ada di wilayah DAS Brantas bagian hulu,
tengah, dan hilir
2. Memberikan gambaran umum terkait wilayah DAS Brantas bagian hulu, tengah, dan hilir
3. Menganalisis strategi adaptasi dan mitigasi yang tepat untuk diterapkan di wilayah DAS
Brantas bagian hulu, tengah, dan hilir
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1.4.1 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah analisis strategi adaptasi dan
mitigasi dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian meliputi wilayah DAS Brantas bagian hulu (Kota
Batu), tengah (Kota Kediri), dan hilir (Kota Mojokerto).
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN – Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang
lingkup pembahasan, ruang lingkup wilayah, dan sistematika penilaian
BAB II IDENTIFIKASI PERSOALAN DAN GAMBARAN UMUM – Berisi identifikasi dari
persoalan yang diambil yaitu penanganan dampak perubahan iklim di wilayah DAS Brantas bagian

hulu, tengah, dan hilir serta gambaran umum terkait wilayah penelitian yang diambil
BAB III – REVIEW LITERATUR – Berisi pembahasan terkait teori-teori yang digunakan
dalam membuat strategi adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim di DAS Brantas
BAB IV – ANALISIS PERSOALAN – Berisi analisis SWOT terkait persoalan yang diangkat
pada penelitian ini yaitu dampak perubahan iklim di wilayah DAS Brantas
BAB V – KONSEP PENGEMBANGAN – Berisi konsep pengembangan atau strategi adapatasi
dan mitigasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim di wilayah DAS Brantas
BAB VI – LESSON LEARNED

3

BAB II
Identifikasi Persoalan dan Gambaran Umum
2.1 Identifikasi Persoalan
Kondisi sumber daya air mengalami ancaman akibat meningkatnya degradasi Daerah
Aliran Sungai/DAS (tahun 1984 terdapat sejumlah 22 DAS kritis dan sekarang meningkat
menjadi 62 DAS) yang menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas aliran sungai. Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh penggundulan hutan dan praktek pengolahan tanah di bagian
hulu DAS yang menyebabkan erosi dan sedimentasi di bagian hilir, pencemaran dari limbah
industri, domestik, pertanian dan sampah padat, serta pencemaran dari praktek pertambangan

baik di darat maupun di badan air/sungai. Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan banjir di
musim hujan dan terjadinya kekeringan di musim kemarau.
DAS mempunyai fungsi yang penting dalam sebuah wilayah, selain sebagai sumber air
baku, DAS juga berfungsi menjaga siklus hidrologi dan menjadi tempat beraktifitas manusia.
DAS Brantas saat ini mengalami penuruan kualitas air. Walhi mencatat pada tahun 2018 Indeks
kualitas air di Jawa Timur yang pada tahun 2015 tercatat pada angka 52,51, mengalami
penurunan kualitas menjadi 50,75 pada tahun 2016 atau berada pada status “Sangat Kurang”.
Sedangkan Indeks kualitas air di wilayah sungai strategis nasional yaitu Wilayah Sungai Brantas
yang pada tahun 2015 tercatat sebesar 49,17, pada tahun 2016 turun menjadi 47,68. Sedangan
kualitas di wilayah sungai Bengawan Solo sebesar 48,75. Kedua sungai strategis nasional ini
berada dalam kondisi “Waspada”
Penurunan kualitas air di Jawa Timur ini merupakan sebab langsun dari krisis lingkungan
hidup yang terjadi, baik di wilayah hulu maupun hilirnya. Di kawasan hulu seperti di Malang
Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) misalnya, data Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI) menemukan bahwa kerusakan lingkungan di wilayah ini telah sampai pada
titik yang mengkhawatirkan. Konfigurasi titikmata air dan kebutuhan mata air di Malang Raya
menunjukkan kecenderungan kritis. Sementara itu, untuk keberadaan sumber mata air di kota
Batu, dari sebelumnya tercatat ada 111 titik kini telah mengalami kemerosotan. Dari 57 titik
sumber air yang berada di Kecamatan Bumiaji, saat ini tinggal 28 titik. Sedangkan di Kecamatan
Batu, dari 32 sumber air, kini tinggal 15 titik. Sementara itu sumber air di Kecamatan Junrejo,

dari 22 titik sumber mata air, kini tersisa 15 titik.
Kerusakan wilayah tangkapan air seperti hutan dan wilayah lindung lainnya yang
disebabkan besarnya alih fungsi kawasan baik sebagai pemukiman maupun investasi sektor
pariwisata (wahana wisata, hotel, villa, dsb) ditengarai sebagai penyebab utama kerusakan
sumber daya air di wilayah hulu. Saat ini, lebih dari 800.000 ribu hektar kawasan hutan di Jawa
Timur telah mengalami kerusakan (250.638 Ha di DAS Brantas, 286.102,12 Ha di DAS
Sampean, 270.296,79 Ha di DAS Bengawan Solo).
2.2 Gambaran Umum Permasalahan
Wilayah Sungai (WS) Brantas merupakan wilayah sungai terbesar kedua di Jawa Timur
Sungai Brantas mempunyai panjang ± 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km2

4

yang mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9% luas Pulau Jawa. WS Brantas terdiri
dari 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Brantas, DAS Tengah dan DAS Ringin
Bandulan serta DAS Kondang Merak. Penelitian ini akan berfokus pada DAS Brantas yang
berada pada Kota Batu (hulu), Kota Kediri (tengah), dan Kota Mojokerto (hilir).
2.2.1 Kota Batu
Kondisi DAS Brantas bagian hulu yang terdapat di Kota Batu secara umum semakin
memburuk (World Agro Forestry). Penurunan kuantitas dan kualitas air di DAS Sumber Brantas

diindikasikan dari seringnya terjadi banjir dan kekeringan di wilayah Kota Batu maupun bagian
hilirnya. Banjir mulai terjadi pada tahun 2000, selanjutnya terjadi hampir setiap musim
penghujan dan yang paling besar terjadi pada tahun 2004. Indikator lainnya adalah mengecilnya
debit sebagian besar mata air di kawasan ini, dan bahkan dua per tiga jumlah mata air mengering
atau mati selama satu dekade terakhir. Penyebab dari menurunnya kualitas dan kuantitas air pada
DAS disebabkan oleh alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan tanam sayur-sayiuran atau
tegalan.
Alihguna lahan hutan menjadi tegalan, yakni lahan tadah hujan ditanami sayuran, sangat
berpotensi mengalami kerusakan akibat erosi. Hal ini juga sudah dipahami oleh masyarakat
setempat (Studi Detail Konservasi Sub DAS Sumber Brantas, 2006). Sejak tahun 1970-an usaha
tani hortikultura (sayuran dan bunga) merupakan sumber penghasilan utama sebagian besar
petani di Kota Batu. Pada akhir tahun 1990-an terjadi penebangan hutan besarbesaran dimana
sebagian besar dijadikan tegalan dan ditanami sayuran
Permasalahan sumberdaya alam di DAS Sumber Brantas selain disebabkan oleh faktor
ekonomi juga oleh faktor sosial yang memicu terjadinya konflik-konflik di tingkat masyarakat
maupun pemerintahan. Perbedaan cara pandang terhadap upaya pengelolaan sumberdaya alam di
DAS ini jika dibiarkan akan memperparah kerusakan sumberdaya alam di wilayah ini.
Kota Batu merupakan kota pariwisata alam yang mempunyai beberapa titik sumber air
dan berada pada bagian hulu sungai Brantas. Dalam RTRW Kota Batu, disebutkan bahwa
kawasan DAS Brantas ditetapkan menjadi kawasan lindung dengan fungsi pelestarian alam dan
cagar budaya, melalui reboisasi kawasan arboretrum merupakan hulu sungai Brantas yang rusak.
Pemerintah Kota Batu telah menuangkan beberapa strategi untuk melindungi kawasan DAS
Brantas, dapat dilihat pada indikasi program dalam RTRW di bawah ini

5

Gambar 1 Indikasi Program RTRW Kota Batu;
Sumber: RTRW Kota Batu

2.2.2 Kota Kediri
Berdasarkan RTRW Kota Kediri, ditemukan bahwa Kota Kediri ditetapkan sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) yang berfungsi untuk mendorong sistem kota-perkotaan sebagai pusat
pelayanan sekunder dan pengembangan/peningkatan fungsi revitalisasi dan percepatan
pengembangan kotakota pusat pertumbuhan Nasional. Kawasan Kediri-Tulungagung-Blitar
merupakan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan, perikanan, industri
dan pariwisata, memiliki Pengembangan jaringan jalan kolektor primer antar PKW, dan
pengembangan WS DAS Brantas sebagai Konservasi SDA, Pendayagunaan SDA dan
Pengendalian Daya Rusak Air Sebagai pusat pelayanan jasa pemerintahan, pertanian, industri dan
pariwisata. Selain itu, dalam RTRW juga disebutkan bahwa kawasan sempadan DAS Brantas
merupakan kawasan perlindungan setempat
Kediri juga mengalami bencana banjir yang disebabkan oleh DAS, sebagai upaya adaptasi,
Kota Kediri melakukan beberapa strategi adaptasi sebagai berikut:
a. menggunakan Kali Brantas, Kali Kresek dan Kali Kedak sebagai saluran utama kota;
b. perbaikan dan sistem drainase yang terpadu untuk mengendalikan sistem saluran kota; dan
2
c. memperbaiki sistem drainase dan resapan air pada kawasan rawan banjir
Kendati berbagai usaha yang ditetapkan oleh pemerintah, tetap terjadi penambangan
mineral secara manual di sungai Brantas. Pemerintah juga sudah menetapkan beberapa titik
menjadi kawasan pertambangan berupa pertambangan mineral secara manual untuk keperluan
masyarakat kota meliputi: a. penambangan mineral di sungai Brantas KSU Bojong Makmur di
Kelurahan Semampir; dan b. penambangan mineral KSU Baito Suro di Kelurahan Mrican.
2.2.3 Kota Mojokerto
Belum jelas apakah Kota Mojokerto telah melakukan upaya untuk mengurangi dampak
perubahan iklim dengan adaptasi dan mitigasi. Namun dari data yang didapatkan, tidak ada
indikasi bahwa Kota Mojokerto mempunyai kebijakan terkait adaptasi dan mitigasi. Masalah yang
kerap dihadapi warga pada area DAS Brantas di Kota Mojokerto adalah banjir di Sungai Sadar.

6

Pada tahun 2018, pemerintah Kota Mojokerto melakukan normalisasi pada sungai tersebut
doharapkan untuk mengurangi intensitas banjir yang terjadi. Pemerintah berencana untuk
mengeruk Sungai Sadar sepanjang 9, 86 km dan hasil galiannya ada diangkut oleh truk-truk untuk
dibawa ke tempat lain. Namun dalam masa pengerjaan proyek ini, banyak warga yang protes
karena dinilai merugikan warga. Proyek ini menimbulkan kebisingan, polusi udara, dan
menyebabkan lingkungan sekitar rumah warga kotor.

7

BAB III
Review Literatur
3.1 Perubahan Iklim
Perubahan iklim global merupakan tantangan masyarakat Indonesia pada saat ini dalam
rangka mengelola keanekaragaman sumberdaya hayati. Namun masih banyak masyarakat
Indonesia bahkan pemangku kepentingan yang belum paham terkait dampak yang disebabkan
perubahan iklim. Selain masih terjadi kebingungan antara pemanasan global dan perubahan iklim.
Menurut Darsono tahun 1993, Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur
rata-rata atmosfer, alit, dan daratan bumi. Pemanasan global ini menjadi penyebab terjadinya
perubahan iklim. Definisi dari perubahan iklim sendiri adalah iklim yang berubah baik dipengaruhi
langsung atau tidak langsung oleh aktiftas manusia yang merubah komposisi atmosfer yang
memperbesar keragaman iklim pada periode yang cukup panjang. Sedangkan menurut UU no. 31
Tahun 2009, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak
langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global
serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan.
Pemanasan global Terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan
penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain yang
berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peternakan. Aktivitas manusia di kegiatan-kegiatan
tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami
atmosfer, yaitu peningkatan kuantitas Gas Rumah Kaca secara global. Bentuk perubahan tersebut
dalam bentuk perubahan pada komponen iklim, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi,
arah dan kecepatan angin, serta awan. Jadi, perubahan iklim merupakan dampak dari peristiwa
pemanasan global

Gambar 2 Skema Perubahan Iklim
Sumber: Buku Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia

8

Penanganan perubahan iklim dalam konteks pembangunan membutuhkan manajemen
variabilitas iklim secara efektif, dan pada saat bersamaan mengantisipasi dampak perubahan iklim
global jangka panjang secara komprehensif. Untuk dapat mengurangi dampak perubahan iklim
dibutuhkan pendekatan lintas sektoral baik pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Dalam
menghadapi perubahan iklim, peningkatan ketahanan sistem dalam masyarakat untuk mengurangi
risiko bahaya perubahan iklim dilakukan melalui upaya mengembangan strategi adaptasi dan
mitigasi. Strategi adaptasi merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk
menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Meskipun demikian, upaya tersebut sulit
memberi manfaat secara efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi.
Oleh karena itu, strategi adaptasi harus diimbangi dengan “strategi mitigasi”, yaitu upaya
mengurangi sumber maupun peningkatan rosot (penyerap) gas rumah kaca, agar proses
pembangunan tidak terhambat dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.
3.2 Hubungan Tata Ruang dengan Perubahan Iklim
Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar
interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang
untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dana
keberlanjutan pembangunan. Dalam mewujudkan lingkungan yang dapat mensejahterakan
manusia atau makhluk hidup lainnya diperlukan usaha untuk tetap menjaga lingkungan agar dapat
ditinggali. Dengan adanya perubahan iklim saat ini terdapat banyak kasus dimana lingkungan
menjadi rusak karena tanah longsor atau erosi. Penyebab dari perubahan iklim itu sendiri dapat
dari kerusakan lingkungan yang dilakuka manusia sendiri. Hal ini merupakan pedang bermata dua
yang harus diperhatikan terutama dalam proses perencanaan tata ruang dimana perencana
melakuka perubahan-perubahan pada ruang alami.
Dampak dari perubahan iklim pada tata ruang sudah sangat nyata terjadi, di bidang kesehatan,
perubahan iklim menyebabkan peningkatan penyebaran penyakit menular sehingga muncul
ancaman terhadap sanitasi di kawasan perkotaan. Selain itu, di bidang pertanian terdapat
penurunan luas lahan produktif dan produktivitas itu sendiri, hal ini dapat menjadi ancaman
terhadap ketahanan pangan. Pada bidang kehutanan, alih fungsi lahan terjadi pada kawasan
lindung yang mempunyai fungsi sebagai area penyerapan air. Pada bidang sumber daya air
terdapat penurunan kualitas dan kuantitas air baku karena kerusakan di kawasan sekitar DAS atau
WS yang kritis. Sedangkan pada kawasan pesisir ada ancaman tenggelamnya kawasan pesisir
karena bertambahnya tinggi muka air laut.
3.3 Strategi Adaptasi dan Mitigasi
Tindakan adaptasi adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim sehingga
mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil manfaat positifnya. Dalam pengertian lain,
adapatasi adalah upaya untuk mengelola hal yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini upaya
perubahan dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan iklim merupakan suatu keniscayaan yang
tidak dapat dihindari dan terjadi secara global. Beberapa komponen utama kegiatan adaptasi
perubahan iklim meliputi antara lain:
- Atribusi komponen perubahan iklim terhadap kegiatan sosial ekonomi dan biosfer.

9

- Kajian dan studi dampak.
- Kerentanan terhadap perubahan iklim.
- Kapasitas adaptasi dan kajian ketahanan terhadap perubahan iklim.
Sementara itu, tindakan mitigasi adalah upaya untuk mengatasi penyebab perubahan iklim melalui
kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan GRK dari berbagai sumber
emisi. Pengertian lain mitigasi adalah upaya untuk menghindari hal yang tidak dapat dikelola.
Dalam hal ini upaya perubahan dilakukan pada sumber penyebab pemanasan global.
Apabila langkah adaptasi dilakukan dengan benar maka akan dapat mengurangi dampak risiko
perubahan iklim dan dapat mengambil langkah optimal dengan memanfaatkan informasi iklim.
Sementara itu, langkah mitigasi dilakukan dengan asumsi bahwa masih ada harapan perubahan
iklim dapat dicegah terutama untuk generasi mendatang.

Gambar 3 Skema Adaptasi dan Mitigasi
Sumber: Buku Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia

3.4 Analisis SWOT
Analisis SWOT didasarkan pada kondisi umum yang ada di lapangan baik dari sisi internal
maupun eksternal yang digunakan untuk merumuskan strategi dalam mencapai visi misi yang
telah ditetapkan oleh pemangku kepentingan. Istilah SWOT merupakan singkatan dari empat
kata yaitu Strenght (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang)
dan Threat (ancaman). Keempat aspek ini dianggap penting untuk dianalisis untuk mendapatkan
gambaran dan mengetahui kondisi serta permasalahan yang dihadapi oleh institusi atau daerah
tertentu. Keempat aspek tersebut dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Aspek kekuatan dan kelemahan pada dasarnya adalah faktor internal yang berasal dari dalam
lingkup tugas suatu institusi atau daerah tertentu. Sedangkan aspek peluang dan ancaman

10

merupakan faktor eksternal yang berasal dari luar daerah atau ruang lingkup tugas tertentu tetapi
berpengaruh terhadap masa depan institusi atau daerah tersebut.
Untuk melakukan analisis SWOT dibutuhkan data di lapangan yang kemudian
dikategorikan sesuai sumber dan dampak yang diberikan. Pada kolom strength dapat diisi dengan
kekuatan atau kondisi yang menguntungkan suatu perusahaan dari sisi internal, sedangkan pada
kolom weakness perlu diisi kelemahan atau kekurangan yang dimiliki suatu perusahaan dari sisi
internal. Sedangkan untuk kolom Opportunity perlu diisi kondisi yang menguntungkan
keuntungan yang didapatkan dari eksternal atau diluar perusahaan, dan kolom threat diisi
ancaman atau kondisi yang tidak menguntungkan dari luar perusahaan dalam mencapai visi dan
misi yang telah ditetapkan sebelumnya.

11

BAB IV
Analisis Persoalan
Metode dalam menganalisa pengembangan wilayah DAS Brantas dapat dilakukan dengan
melihat permasalahan-permasalahan atau fenomena yang terjadi mulai dari daerah Hulu – hilir.
Daerah Hulu – hilir ini melewati beberapa Kabupaten – Kota di Jawa timur, yaitu Kota Batu, Kota
Kedriri dan Kota Mojokerto. Kemudian, setelah mengetahui berbagai persolaan dan permasalahan
di daerah DAS Brantas metode yang dilakukan adalah analisa kualitatif dengan melihat
implementasi kebijakan-kebijakan penataan ruang di DAS Brantas. Kebijkan-kebijakan yang
dikaji berupa RTRW dari tiap kota yang dilalui Sungai Brantas. Hasilnya didapatkan sebagai
berikut :
1. Kota Batu
- Masalah :


Alih fungsi hutan lindung menjadi lahan pertanian dan permukiman menyebabkan
kawasan resapan air berkurang sehingga mengakibatkan penyusutan jumlah mata air,
erosi, serta perubahan suhu udara.



Dalam kurun waktu 4 tahun (2003 - 2007) penggunaan lahan di Sub DAS Brantas hulu
mengalami penurunan luas hutan sebesar 6% dan sawah sebesar 6% dari tahun 2003 ke
tahun 2007. Peningkatan secara signifikan pada luas lahan adalah permukiman sebesar
9% dari 29,18 km2 menjadi 31,81 km2 dan perkebunan sebesar 7% dari 13,80 km2
menjadi 14,82 km2.



Nurrizqi and Suyono (2012) Menyatakan Perubahan penggunaan lahan pada tahun 20032007 mempunyai dampak yaitu berubahnya respon DAS terhadap hujan. Hal ini
ditunjukkan pada perubahan debit puncak banjir tahun 2003 dengan rata-rata debit
puncak banjir sebesar 96,79 m3/dtk menjadi 189,19 m3/dtk pada tahun 2007.

- Kebijakan :


Belum ada kebijakan implementatif dalam mengatasi tingginya alih fungsi hutan
lindung baik sanksi maupun pembatasan pembukaan lahan pertanian. Kebijakan justru
lebih terfokus pada rehabilitasi lahan reboisasi, serta gerakan cinta alam.

2. Kota Kediri
- Masalah :

12



Volume penambangan pasir yang sangat tinggi. Mengakibatkan kepunahan biota air,
penurunan pondasi jembatan, penurunan debit air saluran irigasi.

- Kebijakan :


Implementasi kebijakan berupa rehabilitasi jembatan, pengelolaan S.Brantas terutama
pada daerah yang mengalami pendangkalan cukup parah. Tidak terdapat kebijakan untuk
pembatasan penambangan pasir dan tidak ada sanksi hukum dan denda bagi para
penambang pasir yang mengeksploitasi dalam skala besar.

3. Kabupaten Mojokerto
- Masalah :


Di Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto kejadian banjir umumnya terjadi karena
limpahan dari beberapa sungai dan anakan sungai yang melalui kota tersebut.

- Kebijakan :


Belum terdapat kebijakan yang mengatur mitigasi dari bencana banjir

Tabel 1 Analisis SWOT

Strength
- Terdapat potensi penggunaan DAS
sebagai sumber air bersih pada
beberapa Sub DAS Hulu
- Terdapat potensi penggunaan DAS
sebagai pengembangan daerah
konservasi keanekaragaman hayati

Weakness
▪ Rendahnya kapasitas pengelola,
sumber daya manusia, pendanaan,
saranaprasarana, kelembagaan, serta
insentif bagi pengelola kehutanan
sangat terbatas.
▪ Masih rendahnya kesadaran
masyarakat dalam pemeliharaan
lingkungan.
▪ Alih fungsi hutan lindung menjadi
lahan pertanian dan permukiman
menyebabkan kawasan resapan air
berkurang sehingga mengakibatkan
penyusutan jumlah mata air, erosi,
serta perubahan suhu udara.
▪ Peningkatan debit puncak banjir
sebesar 96,79 m3/dtk menjadi
189,19 m3/dtk pada tahun 2007.
▪ Volume penambangan pasir yang
sangat tinggi. Mengakibatkan

13





Opportunity
▪ Terdapat otnomi daerah yang dapat
mendukung
▪ Gerakan Nasional Rehabilitasi
Lahan (Gerhan) adalah penanaman
hutan kembali pada 59 juta ha lahan
kritis di Indonesia.
▪ Berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No:
284/Kpts-II/1999 ditetapkan bahwa
DAS yang perlu ditangani sebanyak
472 DAS yang terbagi menjadi DAS
prioritas I sebanyak 62 DAS, DAS
prioritas II 232 DAS, dan DAS
prioritas III 178 DAS
▪ Mengadakan inventarisasi Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang
mengalami pencemaran namun
tingkat penggunaan airnya sangat
tinggi di Jawa untuk dapat
ditentukan prioritas penanganannya

kepunahan biota air, penurunan
pondasi jembatan, penurunan debit
air saluran irigasi.
Pencemaran sungai di Kali Sadar &
Jembatan R. Wijaya (BOD, COD,
DO dan E-coli melebihi ambang
batas) yang mengalir menuju Sungai
Brantas mengkhawatirkan karena
sumber air baku memanfaatkan Kali
Brantas
Di Kabupaten Mojokerto kejadian
banjir umumnya terjadi karena
limpahan dari beberapa sungai dan
anakan sungai yang melalui daereah
tersebut.

Threat
▪ Efek perubahan iklim yang semakin
meningkat setiap tahunnya
▪ Belum harmonisnya peraturan
perundangan lingkungan hidup
dengan peraturan perundangan
sektor lainnya.
▪ Belum ada kebijakan implementatif
dalam mengatasi tingginya alih
fungsi hutan lindung baik sanksi
maupun pembatasan pembukaan
lahan pertanian. Kebijakan justru
lebih terfokus pada rehabilitasi lahan
reboisasi, serta gerakan cinta alam.
▪ Belum terdapat kebijakan yang
mengatur mitigasi dari bencana
banjir
▪ Tidak terdapat kebijakan untuk
pembatasan penambangan pasir dan
tidak ada sanksi hukum dan denda
bagi para penambang pasir yang
mengeksploitasi dalam skala besar

14

Dari identifikasi SWOT, bisa dilihat bahwa unsur yang paling dominan adalah unsur
Weakness. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi lebih banyak terkait dengan
faktor internal. Dalam konteks makalah ini, hal tersebut berarti bahwa setiap kota memiliki
permasalahannya tersendiri yang berbeda dengan permasalahan yang ada di kota lain. Oleh karena
itu, solusi yang akan ditawarkan sebaiknya bisa menjawab kekurangan-kekurangan yang dimiliki
setiap kota secara menyeluruh.

15

BAB V
Konsep Penanganan
Berdasarkan hasil Analisa yang telah dilakukann, maka selanjutnya menentukan strategi
pengelolaan permasalahan yang telah terjadi di DAS Brantas. Strategi pengelolaan untuk
permasalahan pengembangan wilayah DAS brantas yang daerah hulu-hilir ini melewati beberapa
kabupaten dan kota seperti Kota Batu, Kota Kediri, dan Kabupaten Mojokerto disajikan kedalam
tabel berikut ini.
Tabel 2 Strategi Penanganan

Wilayah
Administrasi

Kota Batu

Permasalahan




Alih fungsi hutan
lindung
menjadi
lahan pertanian dan
permukiman
menyebabkan
kawasan resapan air
berkurang sehingga
mengakibatkan
penyusutan jumlah
mata air, erosi, serta
perubahan
suhu
udara.

Strategi
Mitigasi
 Melakukan
penghijauan
untuk
meminimalisir
terjadinya erosi
 Melakukan
reboisasi hutan
 Melakukan
operasi
pemeliharaan
terhadap hutan

Dalam kurun waktu
4 tahun (2003 2007) penggunaan
lahan di Sub DAS
Brantas
hulu
mengalami
penurunan
luas
hutan sebesar 6%
dan sawah sebesar
6% dari tahun 2003
ke tahun 2007.
Peningkatan secara
signifikan pada luas
lahan
adalah

16

Adaptasi
 Meningkatkan
kesadaran
masyarakat
yang
melakukan
alih fungsi
lahan melalui
peraturan dan
undangundang
 Memperkuat
peran
masyarakat
melalui
lembaga desa
hutan dalam
menjaga
kelestarian
hutan dan
DAS

permukiman sebesar
9% dari 29,18 km2
menjadi 31,81 km2
dan
perkebunan
sebesar 7% dari
13,80 km2 menjadi
14,82 km2.


Kota Kediri

Nurrizqi and
Suyono (2012)
Menyatakan
Perubahan
penggunaan lahan
pada tahun 20032007 mempunyai
dampak yaitu
berubahnya respon
DAS terhadap
hujan. Hal ini
ditunjukkan pada
perubahan debit
puncak banjir tahun
2003 dengan ratarata debit puncak
banjir sebesar 96,79
m3/dtk menjadi
189,19 m3/dtk pada
tahun 2007.
 Volume
penambangan pasir
yang sangat tinggi.
Mengakibatkan
kepunahan
biota
air,
penurunan
pondasi jembatan,
penurunan debit air
saluran irigasi.



17

Melakukan
monitoring
terhadap
penambangan
pasir yang
terjadi. Sehingga
apabila
dilakukan
monitoring maka
penambangan
pasir bisa
dihentikan.





Membuat
kebijakan
khusus dan
membuat
sanksi hokum
yang tegas
terhadap
penambang
pasir
Menambah
konsep
greenbelt di



Kabupaten
Mojokerto







Pencemaran sungai
di Kali Sadar &
Jembatan
R.
Wijaya
(BOD,
COD, DO dan Ecoli
melebihi
ambang batas) yang
mengalir menuju
Sungai
Brantas
mengkhawatirkan
karena sumber air
baku
memanfaatkan Kali
Brantas
Di
Kabupaten
Mojokerto kejadian
banjir
umumnya
terjadi
karena
limpahan
dari
beberapa
sungai
dan anakan sungai
yang melalui kota
tersebut.



Melakukan
reklamasi dan
revegetasi
terhadap bekas
galian tambang.
Melakukan
pengendalian
terhadap sungai
yang tercemar
dengan
cara mengurangi
beban
pencemaran
badan air oleh
industri dan
domestik.
Melakukan
penyaringan
limbah pabrik
sehingga limbah
yang nantinya
bersatu dengan
air sungai
bukanlah limbah
jahat perusak
ekosistem.

sekitar area
galian
tambang.


Membuat
kebijakan dan
memperkuat
sanksi hokum
terhadap
pelaku
pencemaran
limbah.

Secara keseluruhan, permasalahan yang terdapat di kawasan DAS Brantas membutuhkan
kebijakan. Dalam hal ini, konsep penanganan secara keseluruhan yang perlu ditekankan terhadap
permasalahan yang terjadi di kawasan DAS Brantas adalah memperkuat kebijakan di masingmasing daerah tentang pengelolaan DAS brantas dan memperkuat sanksi hukum kepada pelaku
yang melanggar aturan dari kebijakan dan undang-undang yang telah diterbitkan. Selain itu,
permasalahan yang serius adalah mengenai banjir di masing-masing kawasan akibat alih fungsi
lahan dari hutan menjadi lahan pertanian, sehingga tidak ada yang menyerap air. Oleh karena itu,
perlunya melakukan mitigasi bencana terhadap banjir di kawasan DAS Brantas.

18

Jika ditinjau secara kewilayahan, untuk mencegah permasalahan ini diperlukan kebijakan
dari pemerintah tingkat provinsi Jawa timur, karena Das Brantas ini dilewati oleh beberapa
kabupaten dan kota yang ada di Jawa timur, oleh karena itu kebijakan dari pemerinah provinsi
sangat diperlukan untuk hal ini terutama kebijakan terkait mitigasi bencana dan adaptasi terhadap
bencana banjir.

19

BAB VI
Lesson Learned
Perubahan iklim merupakan salah satu isu global yang memiliki dampak yang besar bagi
lingkungan seperti kenaikan suhu dan peningkatan permukaan air laut. Mengingat perubahan iklim
adalah isu global, Indonesia juga merasakan dampak dari isu tersebut. Salah satu dampak yang
muncul di Indonesia adalah dampak yang muncul di DAS Brantas. DAS Brantas yang terdiri dari
daerah hulu, tengah, dan hilir memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik itulah
yang menyebabkan timbulnya permasalahan yang berbeda di setiap daerah. Oleh karena itu
diperlukan upaya penanganan yang bersifat menyeluruh supaya dapat menyelesaikan masalah
yang terjadi secara penuh.
Dari segi tata ruang, permasalahan yang dialami kota-kota yang ada di DAS Brantas adalah
kurang adanya kebijakan yang membahas isu-isu perubahan iklim secara keseluruhan. Akibatnya,
banyak stakeholder menjadi kurang terarah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Hal ini
dapat menggarisbawahi pentingnya kebijakan dan peraturan dalam menyelesaikan persoalan
perubahan iklim. Salah stakeholder yang memiliki peranan penting dalam studi kasus ini adalah
pemerintah provinsi (Pemerintah Provinsi Jawa Timur). Mengingat perubahan iklim merupakan
permasalahan yang memiliki keterkaitan antar wilayah administratif, pemerintah provinsi adalah
pihak yang memiliki kelebihan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Pemerintah provinsi
diharapkan untuk bisa mengatur dan menyelaraskan kinerja dari pemerintah kabupaten/kota.

20

Daftar Pustaka














Permen PU No. 11 Tahun 2012 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2012-2020 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Nu iz i, E stayudha Hayyu, a d “uyo o “uyo o.
. Pe ga uh Pe u aha Pe ggu aa
Laha Te hadap Pe u aha De it Pu ak Ba ji Di “u Das B a tas Hulu. Jurnal Bumi Indonesia
1 (3): 363–71. http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/104.
Sholihah, Nahdliyatul, Agus Suharyanto, Dimas Wisnu Adrianto, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Tek ik, U i e sitas B a ijaya Mala g, a d Jl M T Ha yo o. .d. Te hadap Pe u aha Ikli Di
Das B a tas. Www.Academia.Edu.Doc, 1–8.
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/49029241/Jurnal_Nahdliyatul_Sholihah.p
df?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1520311667&Signature=KmW7B%2B
wtTEE9iiyAjsKjW%2F2oJMw%3D&response-content-disposition=inline%3B
filename%3DPERENCANAAN_TATA.
Proyek Normalisasi Sungai Sadar Mojokerto picu Gejolak Warga
http://jatim.tribunnews.com/2018/04/11/proyek-normalisasi-sungai-sadar-mojokerto-picugejolak-warga?page=2 diakses 30/05/2018 pukul 2:49
Perbaiki
DAS
Brantas,
UNIDO
Ajak
Pemerintah,
Swasta,
dan
LSM
http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/278700/perbaiki_das_brantas,_unido_ajak_peme
rintah,_swasta_dan_lsm_restorasi.html diakses 30/05/2018 pukul 2:49
RPJMD Kota Kediri 2014-2019
RTRW Kota Kediri 2010-2030
RTRW Kota Batu 2010-2030
D S Adhuri. Membangun dari Bawah: Strategi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan pada Komunitas
Pesisir. Research Gate Publication. 2014
Fact sheet Climate Change Science, UNFCCC, 2011
E Aldrian, M Karmini, Budiman. Buku Adptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. BMKG. 2011

21