LAPORAN PERTUMBUHAN POPULASI LALAT BUAH.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN
PERTUMBUHAN POPULASI
LALAT BUAH (Drosophila melanogaster)

Wiji Setyo Utami
K4312072 / B
Kelompok 8

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
PERTUMBUHAN POPULASI
LALAT BUAH (Drosophila melanogaster)
Wiji Setyo Utami
Program Studi S-1 Pendidikan Biologi Program Sarjana
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email: utamiws21.uw@gmail.com
ABSTRAK
Praktikum ini bertujuan untuk: 1) mengenal lalat buah (Drosophila melanogaster), 2)

membedakan seks lalat buah dewasa secara morphologik, 3) mempelajari pertumbuhan
populasi lalat buah. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2016 di Laboratorium
Pendidikan Biologi FKIP UNS. Prinsip kerja praktikum yaitu pembuatan medium makanan

sebagai medium kultur lalat buah (campuran dari buah pisang, tape ketela, benzoat),
eterisasi dan pengamatan, pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah lalat yang hidup dan lalat yang mati, rasio jenis
kelamin lalat. Pengamatan dilakukan setiap hari, selama 15 hari (22 Maret 2016-5 April
2016). Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1) pertumbuhan populasi Drosophila
melanogaster termasuk model pertumbuhan logistik dengan kurva bentuk S, 2) seks lalat
buah dewasa dapat dibedakan secara morphologik melalui ukuran tubuh, bentuk abdomen,
sisir kelamin dan organ genitalia luar pada abdomen. Berdasarkan hasil dan pembahasan,
maka diperoleh kesimpulan: 1) lalat buah termasuk serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna (fase telur, larva, pupa, imago), 2) perbedaan seks lalat buah
dewasa dapat dilihat dari ukuran tubuh, bentuk abdomen, adanya sisir kelamin, organ
genitalia luar pada abdomen, 3) pertumbuhan populasi lalat buah termasuk model
pertumbuhan logistik berupa kurva S, dipengaruhi faktor lingkungan.
Kata Kunci: populasi, pertumbuhan populasi, lalat buah (Drosophila melanogaster),
jenis kelamin


PENDAHULUAN
Populasi merupakan sekelompok individu dalam satu spesies yang dapat
melangsungkan interaksi genetik dan menghuni suatu wilayah atau tata ruang
tertentu pada waktu tertentu pula (Tarumingkeng, 1994). Populasi mengalami
perubahan dari waktu ke waktu yang dinamakan dinamika populasi. Dinamika
populasi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu natalitas (kelahiran), mortalitas
(kematian), imigrasi dan emigrasi.
Pertumbuhan populasi berarti perubahan ukuran populasi pada periode
waktu tertentu. Populasi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila laju natalitas
lebih besar daripada laju mortalitas. Kajian mengenai pertumbuhan populasi ini
penting agar dapat menganalisis laju pertumbuhan populasi, menentukan model
pertumbuhan populasi, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan populasi tersebut. Menurut Basukriadi (2011), grafik yang
menggambarkan secara aritmatik laju pertumbuhan populasi dN/dt = rN, dikenal
sebagai kurva bentuk J atau kurva laju pertumbuhan eksponensial. Sedangkan
menurut Chusnia (2009), kurva pertumbuhan populasi pada lingkungan yang
terbatas disebut kurva bentuk S (sigmoid). Kurva sigmoid berbeda dengan kurva
bentuk J dalam dua hal, yaitu: kurva sigmoid memiliki asimptot atas (kurva tidak
melebihi titik maksimal tertentu), dan kurva ini mendekati asimptot secara
perlahan, tidak secara mendadak atau tajam. Kurva sigmoid disebut juga kurva

logistik.

Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi filum Arthropoda, kelas
Insecta, ordo Diptera, sub-ordo Cyclorrhapha, familia Drosophilidae dan genus
Drosophila (Strickberger, 1962). Lalat buah (Drosophila melanogaster) pertama
kali diperkenalkan oleh T. H. Morgan dan W. E. Castle pada tahun 1900. Lalat
buah banyak digunakan dalam penelitian, terutama genetika, karena beberapa hal,
yaitu: 1) berukuran kecil, mudah didapat dan mudah dipelihara, 2) memiliki siklus
hidup sangat pendek, kurang lebih dua minggu, 3) hanya memiliki sedikit
kromosom (delapan kromosom, terdiri dari enam autosom dan dua gonosom)
sehingga mudah dihitung (Karyanto & Saputra, 2016). Di samping itu,
Drosophila melanogaster sangat peka terhadap lingkungan (Gill and Ellar, 2002
dalam Siburian, 2008).
Lalat buah merupakan contoh serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna yang keberadaan spesiesnya kurang lebih berjumlah 4500 spesies
(Rahajo, 2005 dalam Agustina, 2013). Ciri-ciri dari lalat buah yaitu memiliki
tubuh berwarna kuning atau coklat dan memiliki mata yang berwarna merah.
Lalat buah merupakan hewan yang habitatnya kosmopolitan, artinya bisa hidup
dimana saja sesuai dengan habitatnya. Lalat kecil ini menyukai bunga dan buah
yang matang. Lalat buah dewasa umumnya ditemui hidup bergerombolan pada

buah-buahan masak yang mengandung air, misalnya buah nanas (Ananas
comunis), pepaya (Carica papaya), pisang (Musa sp.) dan buah lainnya.
Sedangkan larvanya tumbuh dan berkembang pada buah yang membusuk (Yatim,
1992 dalam Agustina, 2013).
Drosophila melanogaster tergolong Holometabola, memiliki periode
istirahat dalam fase pupa. Dalam perkembangannya, Drosophila melanogaster
mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan
dewasa atau imago (Frost, 1959 dalam Aini, 2008). Siklus hidup lalat buah dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Siklus hidup Drosophila melanogaster (html.rincondelvago.com)

1. Fase Telur: telur Drosophila memiliki panjang kira-kira setengah millimeter.
Telur lalat akan nampak di permukaan media makanan setelah 24 jam dari
perkawinan. Setelah fertilisasi acak telur berkembang kurang lebih satu hari,
kemudian menetas menjadi larva.
2. Fase Larva: larva yang baru menetas disebut sebagai instar 1 (larva fase
pertama) dan hanya nampak jelas bila diamati dengan menggunakan alat
pembesar. Larva makan dan tumbuh dengan cepat kemudian berganti kulit
mejadi instar 2 (larva fase kedua) dan instar 3 (larva fase ketiga). Instar 3

berubah menjadi pupa, dua sampai tiga hari kemudian. Saat larva siap menjadi
pupa, larva perlahan meninggalkan medium dan menempel di permukaan
yang relatif kering, seperti sisi botol atau di bagian kertas kering yang
diselipkan ke pakannya .
3. Fase Pupa: pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih
seperti kulit larva tahap akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan
warnanya gelap Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan perkembangan dalam
pupa seperti mulai terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika
perkembangan

tubuh

sudah

mencapai

sempurna,

maka


Drosophila

melanogaster dewasa akan muncul melalui ujung anterior dari pembungkus
pupa. Lalat dewasa yang baru muncul ini berukuran sangat panjang dengan
sayap yang belum berkembang. Dalam waktu yang singkat, sayap mulai
berkembang dan tubuhnya berangsur menjadi bulat.
4. Fase Dewasa (Imago): perkawinan biasanya terjadi setelah imago berumur 10
jam, tetapi meskipun demikian lalat betina biasanya tidak segera meletakkan
telur sampai hari kedua. Jumlah telur tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik,
temperatur lingkungan dan volume tabung yang digunakan (Aini, 2008).
Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan
dan betina, yaitu bentuk abdomen, ujung abdomen, jumlah segmen dan
keberadaan sisir kelamin (sex comb). Bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan
runcing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung abdomen

juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan
mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina tidak.
Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan
memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan,
berupa bulu rambut kaku dan pendek. Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada

permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Aini,
2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup
Drosophila melanogaster antara lain suhu lingkungan, ketersediaan makanan,
tingkat kepadatan botol pemeliharaan dan intensitas cahaya.
1. Suhu lingkungan, dimana Drosophila melanogaster mengalami siklus selama
8-11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu
sekitar 25-28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara
optimal.
2. Ketersediaan media makanan, dimana jumlah telur Drosophila melanogaster
yang dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan. Viabilitas dari
telur juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan larva betina.
3. Tingkat kepadatan botol pemeliharaan, pada Drosophila melanogaster dengan
kondisi ideal dimana tersedia cukup ruang (tidak terlalu padat) individu
dewasa dapat hidup sampai kurang lebih 40 hari. Namun apabila kondisi botol
medium terlalu padat akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan
meningkatnya jumlah kematian pada individu dewasa.
4. Intensitas cahaya, dimana Drosophila melanogaster lebih menyukai cahaya
remang-remang dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada
di tempat yang gelap (Shorrocks, 1972).

Praktikum ini bertujuan untuk: 1) mengenal lalat buah (Drosophila
melanogaster), 2) membedakan seks lalat buah dewasa secara morphologik, 3)
mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah.
METODE
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2016 di Laboratorium Pendidikan
Biologi FKIP UNS. Prinsip kerja praktikum yaitu pembuatan medium makanan
sebagai medium kultur lalat buah (campuran dari buah pisang, tape ketela,
benzoat), eterisasi dan pengamatan, pengamatan pertumbuhan populasi yang

terjadi pada lalat Drosophila melanogaster dengan cara menghitung jumlah lalat
buah yang hidup dan jumlah lalat buah yang mati, serta rasio jenis kelamin lalat
buah. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 15 hari, mulai tanggal 22 Maret
2016 hingga 5 April 2016.
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain:
a. Mortar dan alu, digunakan untuk menghaluskan buah pisang.
b. Wadah berupa nampan, digunakan sebagai tempat mencampurkan buah
pisang, tape ketela dan benzoat.
c. Panci dan kompor, digunakan untuk memasak campuran medium kultur
lalat.

d. Botol kultur, digunakan sebagai wadah medium kultur lalat buah.
e. Kertas merang, dipasang dalam posisi berdiri pada medium di dalam botol
kultur.
f. Kertas HVS, digunakan untuk meletakkan lalat buah yang telah dieterisasi
dan sebagai penutup botol kultur.
g. Kapas, digunakan untuk mengambil eter dan melakukan eterisasi pada
lalat buah.
h. Kuas halus, digunakan untuk mengambil lalat buah dan memasukkannya
ke dalam botol kultur.
i. Kertas label, digunakan untuk memberikan label pada botol kultur.
j. Alat tulis dan kertas HVS, digunakan untuk mencatat data hasil
pengamatan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain:
a. Lalat buah (Drosophila melanogaster) normal jantan dan betina,
digunakan sebagai hewan yang akan diamati pertumbuhan populasinya.
b. Eter, digunakan untuk melakukan pembiusan (eterisasi) pada lalat buah.
c. Buah pisang (50 gram), tape ketela (25 gram), benzoat (± 0.5 sendok teh),
ketiganya dicampurkan menjadi satu sebagai medium kultur lalat buah.
d. Air secukupnya, digunakan untuk memasak campuran medium kultur
lalat.

2. Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum yaitu pembuatan medium kultur lalat buah
(Drosophila

melanogaster),

eterisasi

dan

pengamatan,

pengamatan

pertumbuhan populasi lalat buah, analisis data hasil pengamatan, penyusunan
laporan.
a. Pembuatan medium makanan (medium kultur)

1) Menghaluskan 50 gram buah pisang, kemudian mencampurkannya
dengan 25 gram tape ketela dan ± 0.5 sendok teh benzoat. Tape ketela

digunakan untuk pembuatan medium kultur karena mengandung
khamir yang merupakan makanan lalat buah. Sedangkan benzoat
digunakan sebagai pengawet agar medium tidak cepat busuk selama
pengamatan berlangsung.
2) Membuat medium makanan dengan tekstur agak padat, karena
medium yang lembek akan menyulitkan pengamatan dan penghitungan
lalat buah.
3) Memasak campuran ketiga bahan tersebut di dalam air yang mendekati
mendidih.
4) Mensterilkan botol kultur, kemudian memasukkan campuran medium
kultur ke dalam botol.
5) Meletakkan kertas merang dengan posisi berdiri pada medium di
dalam botol kultur.
6) Menutup botol dengan kapas atau busa yang dilubangi kecil di
tengahnya agar udara dapat masuk.
b. Eterisasi dan pengamatan
1) Menyediakan kapas secukupnya, lalu membasahi kapas dengan sedikit
eter. Apabila terlalu banyak eter, lalat akan mati.
2) Memeriksa botol kultur dan memastikan agar tidak ada lalat yang
berada di dekat mulut botol. Jika ada, tepi botol diketuk secara
perlahan agar lalat tidak jatuh ke media makanan.
3) Membuka sedikit tutup botol kultur, memasukkan kapas kemudian
segera menutupnya kembali agar lalat tidak terbang keluar.
4) Setelah lalat terbius (30 detik), mengambil kapas dan menuangkan
lalat di atas kertas HVS. Kemudian memisahkan lalat yang sudah mati
dan lalat yang masih hidup. Lalat yang sudah mati sayapnya membuka
dan kaki-kakinya mengarah ke samping. Lalat yang mati tidak
diikutkan dalam penelitian.
5) Biasanya lalat tetap dalam keadaan terbius selama 5-10 menit. Bila
perlu memperpanjang waktu pengamatan, dilakukan eterisasi ulang
tetapi hanya dalam waktu beberapa detik agar lalat tidak mati.
6) Pengamatan sebaiknya menggunakan kuas halus agar tidak terjadi
kerusakan dan kaca pembesar agar pengamatannya lebih teliti.

c. Pengamatan pertumbuhan populasi
1) Lalat yang masih terbius tidak diperbolehkan untuk diletakkan
langsung di atas medium karena lalat akan tenggelam di dalam
medium. Caranya dengan menggunakan kertas yang dibuat seperti
sendok atau botol dimiringkan.
2) Memberikan label pada botol kultur, dengan mencantumkan: nama,
jumlah jantan, jumlah betina, tanggal.
3) Menutup botol kultur dengan kertas yang dilubangi kecil-kecil.
4) Mengamati perkembangan lalat buah dengan cara menghitung jumlah
lalat yang hidup dan jumlah lalat yang mati. Pengamatan dilakukan
setiap hari selama 15 hari.
5) Mencatat data ke dalam tabel pengamatan.
6) Melakukan analisis data (dilengkapi dengan diagram atau grafik) dan
menyusun laporan.
d. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan melakukan analisis kuantitatif dan
kualitatif.

Analisis

kuantitatif

dilakukan

untuk

masing-masing

pengamatan, yaitu analisis pertumbuhan populasi lalat buah pada botol
kultur I dan botol kultur II, analisis rasio jenis kelamin lalat buah pada
botol kultur I dan botol kultur II. Sedangkan analisis kualitatif berupa
pembahasan secara lebih detail mengenai pertumbuhan populasi dan jenis
kelamin lalat buah berkaitan dengan hasil analisis kuantitatif dan teori
yang relevan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data Pengamatan
Data pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah dapat dilihat pada tabel 1.
Sedangkan data rasio jenis kelamin lalat buah dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Data pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah
Har
i ke1

Jumlah Lalat Buah

Jumlah Lalat Buah

pada Botol Kultur I
Hidup
Mati
5
0

pada Botol Kultur II
Hidup
Mati
3
0

Keterangan
Selasa, 22 Maret 2016

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

4
4
8
8
7
6
2
2
0
0
0
0
0
0

1
1
2
2
3
4
8
8
10
0
0
0
0
0

3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1

0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2

Rabu, 23 Maret 2016
Kamis, 24 Maret 2016
Jumat, 25 Maret 2016
Sabtu, 26 Maret 2016
Minggu, 27 Maret 2016
Senin, 28 Maret 2016
Selasa, 29 Maret 2016
Rabu, 30 Maret 2016
Kamis, 31 Maret 2016
Jumat, 1 April 2016
Sabtu, 2 April 2016
Minggu, 3 April 2016
Senin, 4 April 2016
Selasa, 5 April 2016

Tabel 2. Rasio jenis kelamin lalat buah
Jenis Kelamin Lalat

Jenis Kelamin Lalat

Har

Buah pada Botol

Buah pada Botol Kultur

i ke-

Kultur I
Jantan
Betina
1
4
1
3
1
3
2
6
2
5

II

1
2
3
4
5

Jantan
1
1
1
1
1

Betina
2
2
2
2
1

6

2

4

1

1

7
8
9
10
11
12

1
1
0
0
0
0

1
1
0
0
0
0

1
1
1
1
0
0

1
1
1
1
1
1

Keterangan
Selasa, 22 Maret 2016
Rabu, 23 Maret 2016
Kamis, 24 Maret 2016
Jumat, 25 Maret 2016
Sabtu, 26 Maret 2016
Minggu, 27 Maret
2016
Senin, 28 Maret 2016
Selasa, 29 Maret 2016
Rabu, 30 Maret 2016
Kamis, 31 Maret 2016
Jumat, 1 April 2016
Sabtu, 2 April 2016

13
14
15

0
0
0

0
0
0

0
0
0

1
1
1

Minggu, 3 April 2016
Senin, 4 April 2016
Selasa, 5 April 2016

2. Analisis Kuantitatif
a. Pertumbuhan populasi lalat buah
Hasil pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah digambarkan dalam
bentuk kurva pada gambar 2 dan gambar 3.

Object 3

Gambar 2. Kurva hasil pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah
pada botol kultur I

Object 5

Gambar 3. Kurva hasil pengamatan pertumbuhan populasi lalat buah
pada botol kultur II

Berdasarkan data hasil pengamatan, dilakukan analisis kuantitatif
berkaitan dengan laju pertumbuhan populasi lalat buah pada kedua botol
kultur.
1) Laju pertumbuhan populasi pada botol kultur I
2) Laju pertumbuhan populasi pada botol kultur II
b. Rasio jenis kelamin lalat buah
Hasil pengamatan rasio jenis kelamin lalat buah digambarkan
dalam bentuk diagram pada gambar 4 dan 5.

Object 7

Gambar 4. Diagram hasil pengamatan jenis kelamin lalat pada botol kultur I

Object 9

Gambar 5. Diagram hasil pengamatan jenis kelamin lalat buah pada botol kultur
II

Perbandingan hasil analisis rasio jenis kelamin lalat buah jantan
pada kedua botol kultur dapat dilihat pada gambar 6.

Object 11

Gambar 6. Diagram rasio jenis kelamin jantan pada botol kultur I dan II

Perbandingan hasil analisis rasio jenis kelamin lalat buah betina
pada kedua botol kultur dapat dilihat pada gambar 7.

Object 13

Gambar 7. Diagram rasio jenis kelamin betina pada botol kultur I dan II

3. Analisis Kualitatif
a. Pertumbuhan populasi lalat buah
Berdasarkan kurva pertumbuhan populasi lalat buah, ada beberapa
hal yang dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut.
1) Pada botol kultur I maupun II, semakin lama jumlah lalat buah yang
mati semakin banyak sehingga terjadi penurunan jumlah populasi.
2) Pada botol kultur I, jumlah populasi awal sebanyak 5 ekor lalat. Lalat
buah yang hidup pada awalnya tersendat, kemudian mengalami
peningkatan jumlah hingga hari ke-5, setelah itu menurun hingga
akhirnya semua lalat buah (10 ekor) mati pada hari ke-10.

3) Pada botol kultur II, jumlah populasi awal sebanyak 3 ekor lalat. Pada
awalnya lalat buah yang hidup jumlahnya tidak berubah (konstan)
hingga hari ke-5, kemudian semakin berkurang dan ada 1 ekor lalat
buah yang masih hidup pada hari ke-15.
4) Perbandingan antara botol kultur I dan II menunjukkan bahwa:
 Peningkatan jumlah populasi lalat buah lebih banyak terjadi pada
botol kultur I, karena pada botol kultur II jumlahnya cenderung


konstan.
Kemampuan lalat buah dalam bertahan hidup lebih bagus pada
botol kultur II, karena pada botol kultur I semua lalat buah telah
mati sebelum waktu pengamatan selesai.
Populasi lalat buah mengalami perubahan jumlah dari waktu ke

waktu (pertumbuhan populasi). Berdasarkan analisis hasil praktikum,
dapat diketahui bahwa pertumbuhan populasi lalat buah lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain suhu lingkungan, tingkat
kepadatan botol kultur dan ketersediaan media makanan. Menurut Lints &
Soliman (1988), rentang hidup Drosophila tergantung pada besarnya
pengaruh lingkungan tempat hidupnya. Kondisi ini meliputi jenis makanan
yang tersedia, ukuran botol, jumlah lalat dalam botol, tingkat perpindahan
makanan dan lalat, kondisi ekologis dimana lalat tersebut tumbuh dan
diamati, dan lain sebagainya. Studi tentang Drosophila lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Jumlah lalat buah akan mempengaruhi kerapatan di dalam botol
kultur, dimana lalat buah dapat hidup lebih lama apabila tersedia cukup
ruang dan medium makanan yang tidak terlalu padat. Pada praktikum ini
jumlah awal lalat buah pada botol kultur I (5 ekor) lebih banyak
dibandingkan botol kultur II (3 ekor). Jumlah lalat buah yang lebih banyak
menyebabkan kerapatan di dalam botol kultur menjadi lebih tinggi
sehingga lalat hanya dapat bertahan hidup dalam waktu relatif singkat.
Menurut

Sukmiwati

menyebabkan

dan

peningkatan

Dahlia

(2007),

kerapatan

yang

pertumbuhan
berdampak

populasi
terjadinya

persaingan antarindividu, baik ruang maupun makanan, sehingga dengan

berjalannya waktu, pertumbuhan akan menurun dan berhenti tumbuh saat
dicapai batas daya dukung. Menurut Shorrocks (1972), pada kondisi
laboratorium banyak dilaporkan bahwa lalat buah dewasa rata-rata mati
dalam 6 atau 7 hari.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan populasi lalat buah
yaitu suhu dan makanan. Kondisi ideal suhu yang dimaksud adalah suhu
sekitar 25-28°C. Hal yang perlu diingat adalah bahwa suhu di dalam
biakan botol dapat lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di
luar botol, karena adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Aini,
2008). Pada praktikum, setelah beberapa hari tumbuh jamur pada medium
makanan. hal ini sesuai dengan pernyataan Aini (2008), bahwa medium
Drosophila melanogaster yang digunakan adalah pisang pada kondisi
ruangan 29°C tetapi empat sampai dengan lima hari ternyata tumbuh
jamur pada permukaan medium. Menurut Santoso (2011), ketersediaan
makanan berdampak pada jumlah telur D. melanogaster yang dikeluarkan
dari induk (serangga dewasa). Penurunan telur terjadi apabila media
kekurangan nutrisi (kekurangan zat makanan). Lalat buah akan
menghasilkan keturunan yang tidak baik bila ketersediaan makanan
kurang, hal ini berdampak pada telur yang sedikit dan larva yang kecil,
yang seringkali gagal berkembang menjadi individu dewasa.
Pertumbuhan populasi lalat buah mengikuti model pertumbuhan
logistik dengan kurva berbentuk S. Dalam buku Jendela Iptek Ekologi
(2000: 33), dinyatakan bahwa perubahan populasi jenis ragi yang
dibiakkan dalam kondisi laboratoris dapat digambarkan melalui kurva
bentuk S yang merupakan kurva khas perkembangan sebagian besar
organisme. Dimulai dari titik awal, populasi berkembang cukup pesat,
kemudian menjadi lambat, lalu menjadi stabil ketika besar populasi
mendekati daya dukung. Ketika koloni ragi berkembang, individu di
dalamnya menurunkan tingkat reproduksi sebagai persiapan untuk
menghadapi faktor-faktor seperti menipisnya persediaan makanan dan
menumpuknya kotoran. Efek-efek ini meningkat bersamaan dengan
meningkatnya populasi.

b. Jenis kelamin lalat buah
Berdasarkan kurva rasio jenis kelamin lalat buah, ada beberapa hal
yang dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut.
1) Pada botol kultur I maupun II, lalat buah betina lebih mendominasi
daripada lalat buah jantan dalam hal jumlah. Kecenderungan yang
terjadi relatif sama, yaitu jumlah lalat pada awalnya meningkat
kemudian semakin lama mengalami penurunan.
2) Pada botol kultur I maupun II, jumlah populasi awal lalat buah jantan
yaitu sebanyak 1 ekor. Dalam perkembangannya, lalat buah jantan
pada botol kultur I jumlahnya lebih banyak daripada botol kultur II.
Akan tetapi, ketahanan hidupnya rendah karena pada hari ke-9 lalat
jantan pada botol kultur I sudah mati. Sedangkan lalat jantan pada
botol kultur II mati pada hari ke-11.
3) Pada botol kultur I, jumlah populasi awal lalat buah betina sebanyak 4
ekor, sedangkan pada botol kultur II sebanyak 2 ekor. Dalam
perkembangannya, lalat buah betina pada botol kultur I lebih
meningkat dibandingkan lalat betina pada botol kultur II. Namun, lalat
betina pada botol kultur I lebih cepat mati, yaitu pada hari ke-9.
Sedangkan lalat betina pada botol kultur II yang masih bertahan hidup
hingga hari ke-15 sebanyak 1 ekor.
4) Perbandingan antara botol kultur I dan II menunjukkan bahwa secara
keseluruhan (baik lalat jantan maupun betina) perubahan jumlah lalat
pada botol kultur I cenderung tidak stabil, sedangkan pada botol kultur
II cenderung stabil sehingga lebih lama bertahan hidup.
Lalat buah dewasa dapat dibedakan jenis kelaminnya berdasarkan
ciri morfologinya, antara lain ukuran tubuh, bentuk abdomen, adanya sisir
kelamin, organ genitalia luar pada abdomen dan jumlah segmen pada
abdomen. Lalat buah ini memiliki sifat dimorfisme. Tubuh lalat jantan
lebih kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara makroskopis
adanya warna gelap pada ujung abdomen, pada kaki depannya dilengkapi
dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi hitam mengkilap (Shorrock,
1972). Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat

jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan
runcing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung
abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat ini
tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap,
sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang
pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat
pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek
(Demerec dan Kaufmann, 1961 dalam Aini, 2008). Lalat betina memiliki 5
garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan
hanya 3 garis hitam (Aini, 2008).

Gambar 8. Jantan (kiri) dan Betina (kanan) D. Melanogaster
(Aini, 2008)
Berdasarkan hasil analisis data praktikum, jenis kelamin lalat buah
didominasi oleh lalat buah betina, dimana lalat betina lebih mampu
bertahan hidup di dalam botol kultur yang ada. Hal ini dapat disebabkan
oleh kemampuan lalat buah betina dalam hal reproduksi, sehingga lalat
betina lebih bagus ketahanan hidupnya (survival) dibandingkan lalat buah
jantan. Menurut Aini (2008), siklus hidup Drosophila melanogaster
meliputi fase telur, larva, pupa dan imago.
1) Fase Telur: Telur lalat akan nampak di permukaan media makanan
setelah 24 jam dari perkawinan. Setelah fertilisasi acak telur
berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva.
2) Fase Larva: larva yang baru menetas disebut sebagai instar 1 (larva
fase pertama). Larva makan dan tumbuh dengan cepat kemudian
berganti kulit mejadi instar 2 (larva fase kedua) dan instar 3 (larva fase
ketiga). Instar 3 berubah menjadi pupa, dua sampai tiga hari kemudian.
Saat larva siap menjadi pupa, larva perlahan meninggalkan medium
dan menempel di permukaan yang relatif kering, seperti sisi botol atau
di bagian kertas kering yang diselipkan ke pakannya.

3) Fase Pupa: pupa yang baru terbentuk secara perlahan akan mengeras
dan warnanya gelap Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan mulai
terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika
perkembangan tubuh sudah mencapai sempurna, maka Drosophila
melanogaster dewasa akan muncul melalui ujung anterior dari
pembungkus pupa. Lalat dewasa yang baru muncul ini berukuran
sangat panjang dengan sayap yang belum berkembang. Dalam waktu
yang singkat, sayap mulai berkembang dan tubuhnya berangsur
menjadi bulat.
4) Fase Dewasa (Imago): perkawinan biasanya terjadi setelah imago
berumur 10 jam, tetapi meskipun demikian lalat betina biasanya tidak
segera meletakkan telur sampai hari kedua. Jumlah telur tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik, temperatur lingkungan dan volume
tabung yang digunakan.
4. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol I
a. Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
x 1 00 %
Laju natalitas (b) =
jumlah populasi
3
x 100
b=
5
b = 0.6
b. Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
x 1 00 %
Laju mortalitas (d) =
jumlah populasi
10
x 100
d=
5
d=2
c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=b–d
r = 0.6 – 2 = - 1.4  r < 0 maka termasuk laju pertumbuhan logistik
d. Carrying capacity (K) yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup,
pada botol I sebesar 8.
e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 5 )
( K−N )
dN
=r max N
dt
K
(8−5)
dN
=(−1.4)(5)
dt
8

dN
=−2.625
dt
Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi.
Hasil analisis pada botol kultur I menunjukkan nilai rN sebesar -2.625,
laju pertumbuhan negatif, artinya jumlah populasi mengalami penurunan
seiring bertambahnya waktu.
Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I dapat dilihat

Jumlah populasi lalat buah (ekor)

pada gambar 9.

Kurva pe rtumbuhan populasi lalat pada botol kultur I
10
8
6
4
2
0

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Waktu (hari)
Lalat buah hidup (botol kultur I)
Logarithmic (Lalat buah hidup (botol kultur I))

Gambar 9. Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I

5. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol II
a. Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
x 1 00 %
Laju natalitas (b) =
jumlah populasi

b=

0
x 100
3

b=0
b. Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
x 1 00 %
Laju mortalitas (d) =
jumlah populasi
2
x 100
d=
3
d = 0.67
c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=b–d
r = 0 – 0.67 = - 0.67  r < 0 maka termasuk laju pertumbuhan logistik
d. Carrying capacity (K), yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup,
pada botol II sebesar 3.

e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 3 )
( K−N )
dN
=r max N
dt
K
(3−3)
dN
=(−0.67)(3)
dt
3
dN
=0
dt
Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi.
Hasil
analisis pada botol kultur II menunjukkan nilai rN sebesar 0, laju
pertumbuhan konstan, artinya jumlah populasi relatif stabil.
Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur II dapat dilihat
pada gambar 10.

Jumlah populasi lalat buah (ekor)

Kurva pe rtumbuhan populasi lalat pada botol kultur II
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Waktu (hari)
Lalat buah hidup (botol kultur II)
Logarithmic (Lalat buah hidup (botol kultur II))

Gambar 9. Kurva pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur I

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka diperoleh beberapa kesimpulan
mengenai pertumbuhan populasi lalat buah (Drosophila melanogaster).
1. Lalat buah (Drosophila melanogaster) merupakan serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna. Siklus hidup lalat buah meliputi fase telur, larva,
pupa dan dewasa (imago).
2. Ciri-ciri lalat buah: memiliki tubuh berwarna kuning atau coklat, dan memiliki
mata yang berwarna merah, tergolong hewan yang habitatnya kosmopolitan
(bisa hidup dimana saja sesuai dengan habitatnya).
3. Alasan penggunaan lalat buah dalam penelitian:

berukuran kecil, mudah

didapat dan mudah dipelihara, memiliki siklus hidup sangat pendek, kurang

lebih dua minggu, hanya memiliki sedikit kromosom (delapan kromosom,
terdiri dari enam autosom dan dua gonosom) sehingga mudah dihitung.
4. Perbedaan jenis kelamin lalat buah secara morphologik:
Aspek Pembeda
Ukuran
Jumlah

Lalat Buah Jantan
Lalat Buah Betina
Lebih kecil daripada lalat Lebih besar daripada lalat

betina
segmen 5 segmen

jantan
7 segmen

pada abdomen
Bentuk
ujung Membulat

Memanjang

abdomen
Organ
genitalia Berupa clasper

meruncing
Berupa ovopasitor

luar

pada

abdomen
Keberadaan

sisir Mempunyai

kelamin

(sex

comb)

kelamin,

sisir Tidak
berupa

mempunyai

dan

sisir

10 kelamin

rambut kaku warna hitam
di permukaan distal dari
dorsum

terakhir

kaki

depan
5. Pertumbuhan populasi merupakan perubahan ukuran populasi pada periode
waktu tertentu. Pada pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster, faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan populasinya didominasi oleh faktor
lingkungan, yaitu: suhu lingkungan, ketersediaan media makanan, tingkat
kepadatan botol pemeliharaan (botol kultur), dan intensitas cahaya.
6. Pertumbuhan populasi pada Drosophila melanogaster termasuk pertumbuhan
logistik dengan model pertumbuhan logistik berupa kurva S.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E., Mahdi, N., Herdanawati. (2013). Perkembangan Metamorphosis
Lalat Buah (Drosophilla melanogaster) pada Media Biakan Alami sebagai
Referensi Pembelajaran pada Mata Kuliah Perkembangan Hewan. Jurnal
Biotik. 1(1): 1-66.

Aini, Nur. (2008). Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster.
Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Basukriadi. (2011). Populasi, Ekosistem,

Biosfer.

Retrieved

from

http://staff.ui.ac.id/internal/131472297/material/EKOSISTEM.pdf.
Chusnia. (2009). Pertumbuhan Populasi Paramaecium sp. dan Daya Dukung
Lingkungan. Retrieved from http://wilda.html.
Demerec dan Kaufmann. (1961). Drosophila Guide, Introduction to the Genetics
and Cytology of Drosophila melanogaster. Washington D.C: Carnegie
Institution of Washington.
Frost, S. W. (1959). Insect Life and Insect Natural History, Second Revised
Edition. New York: Dover Publication, Inc.
Gill, M. and Ellar, D. (2002). Transgenic Drosophila Reveals a Functional in vivo
Receptor for the Bacillus thuringiensis Toxin Cry1Ac1. Insect Molecular
Biology. 11(6): 619–625.
Jendela Iptek Ekologi. (2000). Jakarta: Balai Pustaka.
Karyanto, Puguh & Saputra, Alanindra. (2016). Modul Praktikum Ekologi Hewan.
UNS.
Lints, Frederick A. and Soliman, M. Hani (Eds.). (1988). Drosophila as a Model
Organism for Ageing Studies. New York: Springer Science.
Rahajo, Broto. (2005). Intisari Ilmu Hewan Merayap. Jakarta: Erlangga.
Santoso, Rachmat Slamet. (2011). Identifikasi D. Melanogaster pada Media
Biakan Alami dari Pisang Sepatu, Belimbing dan Jambu Biji. Jurnal
Buana Sains. 11(2): 149-162.
Shorrock, B. (1972). Drosophila sp. Ginn Genetick. London: Company Limited.
Siburian, Jodion. (2008). Studi Keanekaragaman Drosophila sp. di Kota Jambi
(Diversity of Drosophila sp at the Jambi City). Jurnal Biospecies. 1(2): 4754.
Strickberger, M. W. (1962). Experiments in Genetic with Drosophila. New York:
John Wiley and Sons Inc.
Sukmiwati, Mery dan Dahlia. (2007). Pengaruh Limbah Pabrik Tahu terhadap
Pertumbuhan Populasi Moina sp. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk.
35(1): 1-9.
Tarumingkeng, R. C. (1994). Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Yatim. (1992). Genetika. Bandung: Tarsito.

LAMPIRAN
- 1 lembar laporan praktikum sementara
- 1 lembar dokumentasi praktikum