Hak Keistimewaan dan Kekebalan Di

1. Apakah bisa seorang pejabat diplomatik diproses hukum di
negara penerima?
Seorang pejabat diplomat dapat diproses di negara penerima sesuai
hukum yang berlaku, apabila negara pengirim sudah terlebih dahulu
mencabut atau menanggalkan Hak Kekebalan Yurisdiksi yang dimiliki
pejabat tersebut, hal ini tercantum dalam,
a. Pasal

32

Konvensi

Wina

tahun

1962

tentang

Penanggalan


Kekebalan Yurisdiksi:
(1)Kekebalan Yurisdiksi pejabat-pejabat diplomatik dan orang-orang
yang berhak menikmati hak tersebut seperti yang disebutkan
pada pasal 37, dapat ditanggalkan oleh Negara Pengirim.
(2)Penanggalan tersebut harus selalu dinyatakan dengan jelas.
Dimana keputusan Kepala Negara pengirim untuk menanggalkan
Hak Kekebalan Yurisdiksi berdasarkan laporan serta usulan dari
negara penerima, dan biasanya usulan tersebut selalu direspon
positif oleh Kepala Negara pengirim demi terjaganya hubungan
baik. Contohnya seperti pada kasus Pemerintah Zaire yang akhirnya
menyetujui permintaan Pemerintah Perancis untuk menanggalkan
Hak Kekebalan Yurisdiksi Duta Besarnya, disebabkan karena Duta
Besar Zaire telah menabrak mati dua anak lelaki di Perancis bagian
selatan dalam keadaan mabuk, yang sempat menyuluk kemarahan
warga setempat.
Namun, mengapa seorang pejabat diplomatik tersebut perlu diadili
dengan hukum negara penerima haruslah ada alasan yang jelas,
dimana pejabat diplomatik tersebut terbukti melakukan tindakan di
luar fungsinya sebagai pejabat diplomatik, seperti:

(a) Suatu tindakan nyata yang berhubungan dengan harta milik
pribadi tidak bergerak yang terletak di wilayah negara
Penerima, kecuali harta milik tersebut ia kuasai atas nama
Negara Pengirim untuk keperluan perwakilan;
(b)Suatu tindakan yang berhubungan dengan suksesi, dimana
pejabat

diplomatik

tersebut

terlibat

sebagai

penyita,

penguasa, pewaris atau ahli waris sebagai milik pribadi bukan
atas nama Negara Pengirim;
(c) Suatu tindakan yang berhubungan dengan setiap kegiatan

profesi dan niaga yang dilakukan oleh pejabat diplomatik di
Negara Penerima di luar kedudukan resminya (Pasal 31).
(d)Melakukan kegiatan di luar tugas diplomatik dan niaga di
negara penerima untuk keuntungan pribadi (Pasal 42).
Apabila seorang pejabat diplomat terbukti melakukan tindakan
seperti yang dijelaskan pasal-pasal di atas atau tindakan kriminal
lainnya di negara pengirim, tentunya tergantung pada pemerintah dan
kepala negara pengirim untuk menanggalkan kekebalan diplomatik
seorang diplomat. Kalau kekebalan itu ditanggalkan tentu tidak ada
halangan bagi peradilan negara penerima untuk mengadilinya. Bila
tidak diadili oleh negara penerima bukan berarti diplomat tersebut
akan bebas dari tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman
oleh peradilan negaranya, apalagi hukum pidana kebanyakan negara
memberikan

wewenang

kepada

peradilan-peradilannya


untuk

mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan warga
negaranya di luar negeri.1
Maka, diharapkan pejabat diplomatik yang diberi amanat oleh
negaranya, mampu membawa dan mejaga nama baik negaranya di
mata Negara Penerima dan Dunia Internasional, dengan wajib
menghormati Hukum dan Peraturan dari Negara Penerima (Pasal 41).
2. Apakah hak keistimewaan dan kekebalan diplomatik berlaku
mutlak?
Sudah merupakan prinsip yang berlaku secara umum bahwa pejabat
diplomatik sama sekali tidak dapat dihukum di negara penerima untuk
perbuatan kriminal yang mungkin dilakukannya. 2 Sifat mutlak dari hak
kekebalan hukum ini dijelaskan pada,
a. Pasal 29 Konvensi Wina 1961 tentang Pejabat Diplomati tidak boleh
diganggu gugat:
1

Dr. Boer Mauna, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global. 2010. Bandung. Hal. 551
2
Ibid.

“Pejabat diplomatik tidak boleh diganggu gugat. Ia tidak boleh
ditangkap dan dikenakan penahanan. Negara penerima harus
memperlakukannya dengan penuh hormat dan harus mengambil
langkah-langkah yang layak untuk mecegah serangan atas diri,
kemerdekaan, dan martabatnya.”
b. Seperti pada pasal 31 di atas dimana, “Pejabat diplomatik harus
kebal dari kekuasaan hukum pidana Negara Penerima. Ia juga kebal
dari kekuasaan hukum perdata dan acara.”
c. Lalu adanya Kebebasan Bergerak (Pasal 26) dan Kebebasan
Komunikasi (Pasal 27).
d. Dasar Teori pemberian hak, yaitu teori Eksteritorialitas: “Tidak
berlakunya berbagai ketentuan hukum negara penerima bagi
pejabat diplomatik dan gedung perwakilan.”
Namun, dalam praktisnya sering terjadi penyalahgunaan kekebalan
diplomatik.


dengan

alasan

pengajuan

permintaan

penanggalan

diplomatik beragam, dari karena perbuatan kriminal, penyelundupan,
pelanggaran lalu lintas atau mengendarai mobil dalam keadaan
mabuk

dan

menabrak

orang.


Dengan

banyaknya

tindakan

penyalahgunaan hak istimewa dan kekebalan, negara penerima akan
bertindak dengan,
a. Melaporkan tindakan kriminal pejabat diplomatik kepada negara
asal, dan mengajukan permintaan penanggalan hak kekebalan
hukum agar pejabat diplomatik tersebut dapat diadili.
b. Negara penerima dapat melayangkan Persona Non Grata (Pasal 9),
dengan meminta negara pengirim untuk meminta pejabat tersebut
kembali pulang dan diadili sesuai dengan peraturan perundangundangan negerinya sendiri. Apalagi untuk kasus-kasus yang
sangat serius seperti ikut serta dalam rencana penggulingan
pemerintahan yang sah, maka negara penerima dapat menahan
dan mengusirnya.3
Padahal di dalam Konvensi Wina, tujuan sebenarnya dari pemberian
hak istimewa dan kekebalan bukan untuk perorangan tetapi untuk
3


Satow’s, Guide to Diplomatic Practice. 1979. London.

efisiensi pelaksanaan fungsi misi diplomatik sebagai wakil negara.
Yaitu pada dasar teori pemberian hak, Teori Fungsional dimana
“pemberian kekebalan berdasarkan pada kelancaran tugas fungsional
pejabat diplomatik.”
Apabila seorang pejabat diplomatik melakukan pekerjaan di luar
misi diplomatiknya, seperti perdagangan, korupsi, penggelapan uang,
atau bahkan memanfaatkan kediaman dinasnya untuk kegiatan di luar
misi diplomatiknya (Pasal 31 (a,b,c), 42) maka sebenarnya hak
imunitas yang dimilikinya tidak berlaku. Sehingga, hak istimewa dan
kekebalan itu baru berlaku mutlak, selama pejabat diplomatik tersebut
melaksanakan fungsi dan tugas diplomat sebagai mana mestinya.
Dapat disimpulkan bahwa hak istimewa dan kekebalan yang dimiliki
pejabat diplomat adalah bersifat mutlak-terbatas.
3. Kapan mulai dan berakhirnya hak keistimewaan dan kekebalan
pejabat diplomatik?
Kapan dimulainya Hak Keistimewaan dan Kekebalan adalah pada saat:
a. Ketika


pejabat

diplomatik

telah

menyerahkan

surat-surat

kepercayaannya ataupun ia telah memberitahukan kedatangannya
dan telah menyerahkan tembusan yang sah dari surat-surat
kepercayaannya kepada Kemenlu (Pasal 13).
b. Seorang pejabat diplomatik sudah dapat menikmati hak istimewa
saat ia memasuki wilayah negara penerima, sedang dalam
perjalanan menuju negara penerima, atau bila sudah berada di
negara penerima, sejak saat pengangkatannya diberitahukan
kepada Kemenlu atau Kementrian lain yang disetujui (Pasal 39)
Berakhirnya hak keistimewaan dan kekebalan adalah pada saat:

a. Telah berakhirnya tugas dari pejabat diplomatiknya telah berakhir
(Pasal 43 (a)), atau karena negara penerima melayangkan Persona
Non Grata sesuai dengan pasal 9 ayat 2 (Pasal 43 (b)).
b. Apabila pejabat diplomatik tersebut melakukan pelanggaran seperti
pada pasal 13, yang menyebabkan pemerintah negara penerima
meminta pemerintah pengirim untuk mecabut haknya.

c. Apabila pemerintah dari negara pengirim menanggalkan hak
keistimewaan dan kekebalan dari diplomatnya (Pasal 32).
4. Bagaimana

hak

keistimewaan

dan

kekebalan

pejabat


diplomatik yang telah melakukan kejahatan berkunjung ke
negara ketiga? Masihkah memiliki hak-hak tersebut?
Menurut pasal 40 Konvensi Wina 1961, tentang Kewajiban Negara
Ketiga, negara ketiga memiliki kewajiban yang sama seperti negara
penerima yaitu menjamin dan melindungi hak-hak istimewa dan
kekebalan pejabat diplomatik dan kebebasan berkomunikasi, saat
pejabat diplomatik tersebut sedang berada atau transit di wilayah
negara ketiga.
Untuk

riwayat

kejahatan

yang

telah

dilakukan

oleh

pejabat

diplomatik sebelumnya di negara penerima, kembali lagi tergantung
kepada keputusan Negara Pengirim untuk bersedia menanggalkan
Hak-hak utusannya. Apabila keputusan penanggalan Hak istimewa dan
kekebalan itu turun saat diplomat tersebut sedang berada di negara
ketiga, negara ketiga tersebut berhak untuk bersikap sama dengan
negara penerima, yaitu mengupayakan memproses secara hukum di
negara penerima atau memulangkan kembali pejabat diplomatik
tersebut ke negara pengirim.
5. Apakah pegawai kantor perwakilan negara yang berasal dari
negara penerima memiliki hak keistimewaan dan kekebalan
diplomatik?
Sebenarnya, pegawai-pegawai yang diangkat untuk bekerja di
kantor perwakilan haruslah berasal dari negara pengirim juga, kecuali
dengan persetujuan dari negara penerima, ada juga pegawai yang
berwarganegaraan dari negara penerima, dengan konsekuensi dapat
ditarik kapan pun (Pasal 8).
Untuk

pegawai-pegawai

diplomatik

yang

berkewarganegaraan

negara penerima, juga memperoleh hak-hak istimewa dan kekebalan,
tapi tentang sejauh mana hak-hak itu berlaku tergantung pada

keputusan negara penerima sebagai pihak yang memberi imunitas.
Namun, sama seperti pelayan yang berasal dari negara pengirim,
pelayan-pelayan pribadi yang berasal dari negara penerima tetap
terkena kekuasaan hukum lokal seperti warga dari negara penerima
lainnya,

dengan

tujuan

agar

pegawai-pegawai

tersebut

tidak

menghalangi atau menyulitkan pelaksanaan tugas diplomatik (Pasal
37 (4) dan 38).

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65