Media Massa Agenda Publik dan Agenda Keb

Budi Suprapto

Page 1

7/7/2018

Media Massa, Agenda Publik, dan Agenda Kebijakan)

Oleh : Budi Suprapto

Dalam mengkaji peran media massa (lebih tepatnya efek media massa) di
mata khalayaknya, model agenda setting sering diperhadapkan dengan model uses
and gratification dalam garis yang berlawanan. Model yang disebut kedua, memang
telah banyak menuai kritik karena terlalu melebih-lebihkan rasionalitas dan motif
khalayak dan meremehkan kekuatan stimuli. Artinya dengan dorongan motif-motif
yang rasional, komunikan bertindak aktif melakukan seleksi isi pesan media untuk
memuaskan kebutuhannya. Dalam kerangka model ini media laksana sebuah warung
makan yang menyediakan berbagai menu makanan (yang tertulis di daftar menu),
yang dengan sabar (baca : relatif pasif) melayani sekian banyak konsumen yang
bernama komunikan, untuk memilih menu yang hendak disantapnya sesuai dengan
selera dan suasana hati mereka. Misalnya soal tata letak, keindahan dekorasi dan

bahkan pelayanan dan gadis-gadis pelayannya yang cantik-cantik, sama seakli
bukanlah faktor yang mempengaruhi daya tarik, selera dan kenyaman konsumen
untuk makan di warung tersebut. Yang mendorong mereka hanyalah logika lapar dan
cara memuaskannya. Itulah sebabnya dengan kelahiran model ini semakin
mempercepat kematian model jarum hypodermics.
Di seberang yang lain, model agenda setting malah bertindak sebaliknya.
Mekipun tidak serta merta, ia telah menghidupkan kembali model jarum suntik, yaitu
dengan melakukan pergeseran fokus. Asumsi semula, bahwa media massa memiliki
efek yang kuat terhadap sikap dan pendapat khalayak, bergeser kepada efek terhadap
kesadaran dan pengeetahuan khalayak. Dengan kata lain, dari efek afektif berubah ke
efek kognitif. Analogi dari pengertian itu antara lain sebagaimana sering dikatakan
oleh komedian Amerika, Will Roger : “All I Know is just what I read in the papers.”



)

Tulisan ini didasarkan pada artikel Maxwell E. McComb and Donald L. Shaw, The AgendaSetting of the Press, dalam Doris A. Graber, 1984, Media Power in Politics, N. Y., Congress
Quarterly Inc.


Budi Suprapto

Page 2

7/7/2018

Meskipun pernyataan Will Roger itu disampaikan dalam nada slapstick, tetapi
tetaplah bisa dipercaya, sepanjang mass media merupakan sumber informasi utama
dalam masyarakat, seperti halnya yang terjadi di AS. Bahkan dalam dunia politik
praktis, kata Walter Lippmann, berita yang disajikan oleh media massa sangat
mempengaruhi kerangka pikir bagi berbagai level kehidupan politik. Penguasa dapat
belajar tentang masyarakatnya dari media. Dan last but not least, penguasa juga
sering memanfaatkan media untuk mempertahankan kekuasaannya. Demikian pula
masyarakat, dengan media mereka dapat belajar tentang lingkungannya serta secara
politis, mereka dapat mengetahui proses dan kebijakan politik macam apa yang
sedang dan hendak diberlakukan terhadapnya. Kondisi yang demikian, akhirnya
memposisikan media massa

berfungsi sebagai sebagai penyedia agenda bagi


pengetahuan masyarakat. Dengan fungsinya tersebut ia benar-benar memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi khalayaknya. Lebih dari itu dalam kekuatannya yang
besar itu

media massa tidak jarang bertindak sebagai pembentuk makna (the

meaning construction of the press) atas isu-isu atau pesan yang disajikan kepada
masyarakat. Pada gilirannya

media massa memiliki peranan penting

dalam

menyusun gambaran tentang persoalan publik (public afairs). 1)
Menyadari akan besarnya peran yang dimainkan oleh media ini, pelaku
politik biasanya berusaha beradaptasi dengan praktek dan prejudis yang disodorkan
pers. Hal ini telah dibuktikan oleh Ricard Nixon. Dengan keahliannya memanfaatkan
media, Nixon mampu bangkit dari kematian politiknya ---akibat skandal Watergate—
dalam waktu yang sangat singkat. Dengan kemahirannya memanfaatkan dan
beradaptasi dengan perilaku media massa saat itu, ia benar-benar bangkit dan berdiri

tegak, sehingga terpilih kemblai menjadi presiden pada tahun 1972 sebagai kandidat
dari Partai Demokrat dan memperoleh suara masyoritas 2). Padahal dengan
1 )

2

Dengan dalilnya yang terkenal, world aoutside and picture in our heads, Walter Lippmann sejak
lama menyadari fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang sangat berpengaruh
terhadap khlayak. Walter Lippmann, Opini Umum, 1998, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
)
Uraian lebih lengkap tentang skandal Watergate ini antara lain dapat dibaca dalam Gladys Engle
Lang and Kurt Lang, Watergate An Exploration of the Agenda-Building Process dalam G. Cleveland
Wilhoit, 1981, Mass Communication Review Yearbook, Vol.2, California, Sage Publication Inc.

Budi Suprapto

Page 3

7/7/2018


keterlibatannya dalam skandal yang kontroversial dalam sejarah Amerika saat itu,
sulit membayangkan bahwa ia akan mampu merebut hati para pemilihnya. Dari
kenyataan semacam itu, McComb dan Shaw menyodorkan sebuah pertanyaan :“Does
the press not actually create political and social issues by choices made day after day
?” Barangkali pertanyaan inilah yang paling menarik untuk disdiskusikan.
Diakui dalam sejarah perkembangan studi komunikasi, khususnya tentang
peran dan efek media, memang mengalami “pasang surut”. Dari model full power
effect, efek lemah (low of minimal consequences) atau no effect, sampai dengan efek
moderat. Memang dalam kenyataan, sebagaimana diakui oleh seorang sosiolog dan
profesor di bidang komunikasi massa, Denis McQuael,3) bahwa efek komunikasi
massa tidaklah bisa digeneralisir begitu saja. Sebab banyak variabel yang melingkari
keberadaan media dan efek yang ditimbulkannya. Misalnya jenis khalayak, level
masyarakat, tingkat referensi dan berbagai kondisi sosial politik dan budaya yang
sedang aktual. Bila kita tilik perdebatan para ahli tentang kuat-lemahnya efek media
massa, ternyata perkembangannya tidak terletak dalam garis lurus, tapi bergerak
memutar (cyclical). Pada awalnya diyakini efek media sangat perkasa, kemudian
(me)lemah dan akhirnya menguat lagi.4)
Meskipun dalam kalangan pakar ilmu komunikasi sering terjadi perdebatan
tentang efek media massa sebagaimana disebutkan di muka, tapi justru para praktisi
politik secara tekun dan terus menerus meyakini pentingnya penggunaan media

massa dalam mempersoalkan isu-isu yang menyangkut kepentingan publik. Hal ini
lebih membuktikan, bahwa komunikasi massa dapat memainkan peran politik yang
signifikan.
Menurut mereka berdua, besarnya pengaruh media massa bukan hanya dalam menyediakan agenda
bagi diskusi publik, tetapi secara lebih khusus media memang telah menjadi the agenda building
process. Yaitu dalam membangun opini publik, pada awalnya media memilih sebuah topik tertentu
yang populer yang dijadikan pintu masuk (threshold topics) untuk kemudian di-blow up. Dalam hal
ini mass media menggelontorkan issue tertentu kepada khalayak secara terus menerus dalam periode
tertentu, sehingga lama-kelamaan isue tersebut menjadi agenda publik atau bahkan agenda kebijakan.
3)
Denis McQuael, 1989, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, PT Rajawali.
4 )
Bandingkan dengan Udi Rusadi, 1996, Efek Agenda Setting Media Massa, Telaah Teoritis dalam
Jurnal Penelitian dan Komunikasi Pembangunan, No. 36, Th. 1995/1996.

Budi Suprapto

Page 4

7/7/2018


Untuk melihat keterkaitan operasional antara komunikasi atau media massa
dan praktek politik (khususnya kampanye pemilu), saya coba sedikit mengadaptasi
R.Dye dan Zeigler yang dengan sangat “cantik” memanfaatkan formula dari Harold
D. Lasswell sebagai dasar cara pandang. Menurut kedua ilmuwan ini politik adalah
Who? Gets what? When? And How? Tapi bisa juga dikatakan politik adalah Who?
Say what? In wich channel? To whom and With what effect?
Dalam setiap tataran praktek, pengertian politik adalah proses pembuatan
keputusan tentang siapa mendapatkan apa, yang dalam kepustakaan politik disebut
sebagai distribusi nilai-nilai dalam masyarakat. Tapi dalam waktu yang bersamaan,
politik

dapat

dijelaskan

sebagai

siapa


mengatakan

apa,

yaitu

aktifitas

mengkomunikasikan simbol-simbol kekuasaan dan kebijakan kepada

mass

audiences. Dengan dua formula itu kita dapat membayangkan, bahwa politik itu
laksana gumpalan-gumpalan asap yang mengalir mengisi sebuah ruang di mana
jabatan, kontrak dan berbagai kesepakatan (bargaining among men or powers) serta
uang “dialokasikan”. Kita juga dapat berfikir, politk adalah sebuah ruang yang berisi
kamera dan tata lampu di mana tema, pesan dan image disebarluaskan. Jika cara
pandang semacam itu yang kita gunakan, maka para pelaku politik ---termasuk team
kampanye--- dan pakar politik harus concern terhadap dua aspek tersebut : who gets
what dan who says what, sebagai dua wajah politik dan komunikasi politik yang

saling menyatu.5)
Sekaitan dengan penyebaran pesan dan efek media, McComb dan Shaw
menggambarkannya lewat sebuah garis skuen :
Mass Media

Awareness

Information

Attitudes

Behavior

Dengan skema ini kedua ahli tersebut ingin menegaskan, bahwa efek media
terhadap perubahan sikap dan perilaku dapatlah dibilang minimal, dalam pengertian
5 )

Uraian lebih lengkap dapat dibaca Thomas R. Dye dan Harmon Zeigler, (1986), American Politics
in the Media Age, Belmont, California, Wadsworth Inc., Chapter 1. Di sini juga dijelaskan bahwa
agen-da setting adalah sebagai proses pendefinisan problem masyarakat dan menyodorkan saran

alternatif pemecahannya. Proses ini adalah yang terpenting dalam pembuatan kebijakan publik

Budi Suprapto

Page 5

7/7/2018

ia tidak bisa langsung melahirkan dampak perubahan sikap dan perilaku. Tapi
bagaimanapun media dapat membangun kesadaran masyarakat berkaitan dengan
informasi tentang persoalan tertentu. Masyarakat bisa belajar tentang berbagai
perkembangan

yang terjadi di lingkungannya dari hari ke hari, lewat

pilihan

informasi atau isue yang dikemas dalam pemberitaan media. Masyarakat tidak hanya
belajar persoalan apa yang sedang terjadi dan menjadi pembicaraan publik, tapi juga
belajar tentang bagaimana media massa mengemas isue-isue yang mereka anggap

penting. Berangkat dari sinilah, untuk kegiatan kampanye politik, media juga ikut
menentukan tingkat pentingnya suatu isue, yang oleh Lang dan Lang disebutnya
sebagai threshold topics. Inilah yang dimaksud dengan fungsi agenda setting dari
media oleh McComb dan Shaw dalam praktek (kampanye) politik, yaitu the media
set the “agenda” for the campaign. Menurut keduanya fungsi agenda setting dari
media ini mewujud dalam bentuk kemampuan media untuk mempengaruhi perubahan
kognitif di antara individu-individu, sehingga membentuk suatu struktur pemikiran
dalam diri individu-individu tersebut. Hal yang demikian sangat dimungkinkan jika
dalam konstelasi politik (nasional), anggota masyarakat berada dalam suasana sangat
minim untuk melakukan interaksi langsung. Karena keadaansemacam ini, akhirnya
mereka menjadikan media massa sebagai jendela dan sumber utama pengetahuan.
Jadilah pengetahuan masyarakat tentang persoalan-persoalan sosial, politik, budaya,
dan bahkan ekonomi hanyalah didasarkan pada sebuah miniatur dari realitas dunia
yang sebenarnya. Yang dimaksud miniatur di sini adalah sebuah realitas yang
dikonstruksi oleh media massa yang kemudian disajikan kepada masyarakat.
Sementara itu dalam proses penerimaan pesan (media exposure) posisi khalayak
masyarakat adalah sebagai individu-individu yang mandiri, meskipun secara
struktural mereka masing-masing adalah anggota dari suatu mayarakat.
Keadaan ini seperti dijelaskan di atas, sebab dinamika dari dunia real telah
“dipadatkan” oleh media massa sebagaimana digambarkan lewat pilihan tema/isue
pemberitaannya. Dan berdasarkan pilihan-pilihan isue tersebut, masyarakat sebagai

Budi Suprapto

Page 6

7/7/2018

audiens, memutuskan pesan mana yang perlu diperhitungkan. Untuk itu mereka
sering merasa tidak perlu harus minta pertimbangan orang lain.
Agenda Setting, Agenda Publik dan Agenda Kebijakan
Sebagai ahli yang memperkenalkan agenda setting sebagai sebuah model,
McCom tetap saja berutang jasa pada Bernard B. Cohen. Sebab satu dasa warsa
sebelumnya, Cohen telah membuat sebuah thesa yang sekaligus menjadi asumsi dasar
bagi model agenda setting ini. Menurutnya the press is significantly more than

a

surveyor of information and opinion. It may not be sucsessfull much of the time in
telling the people what to think, but it is stunningly successful in telling readers what
to think abaout.
Menurut Jalaluddin Rakhmat, yang menjadi kata kunci dari pernyataan Cohen
adalah to tell what to think about, yang berarti membentuk persepsi khalayak tentang
apa yang dianggap penting.6) Dalam realisasinya media melakukan pemilihan dan
penonjolan suatu topik ---yang dengan sengaja dipilih oleh media untuk dijadikan
agenda pemberitaan--- media menyampaikan signal tentang isue apa yang lebih
penting. Dengan agendanya ini media diasumsikan, bahwa dalam rentang waktu
tertentu akan terjadi kesamaan penilaian (persepsi) antara media mengenai isue
tertentu yang diberitakan dengan penilaian yang diberikan oleh khalayak.
Secara internal proses pemuatan dan penyebaran suatu isue yang dijadikan
agenda media, sangat dipengaruhi oleh peranan gate keeper dan karakteristik topik
isue yang dipilih. Sementara itu dalm perspektif fungsional-struktural, media massa
merupakan salah satu elemen dari struktur politik yang berfungsi sebagai saluran
komunikasi politik. Dalam kerangka itu, maka secara eksternal konstelasi hubungan
antara media massa, pemerintah dan masyarakat akan berpengaruh pula dalam
pemilihan agenda media.

6 )

Penjelasan singkat dan sangat sederhana tentang konsep agenda setting ini antara lain terdapat
dalam Jalaluddin Rakhmat, 1989, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, Remadja Karya.

Budi Suprapto

Page 7

7/7/2018

“Suatu kondisi dalam masyarakat yang tidak dedefinisikan sebagai problem
dan untuk itu juga tidak pernah ditawarkan solusinya,” kata Dye dan Zeigler, “juga
tidak pernah menjadi isue politik (isue publik-pen.). Dan akhirnya tidak pernah pula
menjadi isue bagi kebijakan publik.” Dengan logika demikian, jika media massa
mampu mendefinsikan problem sosial menjadi agendanya, maka problem tersebut
akan bisa menggelinding menjadi agenda publik. Sebab setiap lontaran isue yang
mengandung nilai public interests, pasti akan mengundang pula perdebatan publik.
Malah mungkin bisa memunculkan suatu gerakan sosial-politik yang mengarah pada
tuntutan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan atas isue/problem tersebut.
Jika hal demikian yang terjadi, berarti isue tersebut telah lahir dan berkembang
menjadi

agenda

publik

Konskuensi

selanjutnya,

maka

pemerintah

harus

mengakomoasi tuntutan tersebut menjadi agenda kebijakan (policy agenda). Karena
memang itulah yang menjadi kewajiban pemerintah.
Secara skematis gerakan antar agenda tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :

Pemerintah

Media Massa

POLICY
AGENDA

AGENDA
MEDIA

Masayarakat

PUBLIC
AGENDA

Skema ini juga menampakkan posisi media dalam konstelasi antar agenda. Pemrintah
dan media, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menciptakan dan
menyebarkan

agenda-agenda tersebut. Sedang masyarakat dapat menyampaikan

agenda publik lewat media massa kepada pemerintah, untuk menjadi agenda
kebijakan (policy agenda).